Saa
yume mimashou suteki na koto
Saa yume mimashou itsumademo
Saa yume mimashou yume no you na
Yume wo mimashou
(We can dream We can dream)
Donna
asu ga kuru toshitemo
Egaku jounetsu kaerarenai
Kimi no egao wa itsudemo
Yuki ni kawatte iku (itsudemo)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Mari
bermimpi tentang hal yang indah
Mari
bermimpi selamanya
Mari
bermimpi tentang hal seperti itu
Mari
bermimpi
(Kita
bisa bermimpi Kita bisa bermimpi)
Tak
peduli apa yang akan terjadi esok hari
keinginan
yang kau wujudkan takkan terganti
Senyumanmu
akan selalu memberiku semangat
(selamanya)
=============================================
Teman-teman
JUMPers yang tersayang, cuplikan lagu di atas bukan hanya sekedar cuplikan atau
potongan lirik. Tapi, ada makna yang bisa menyentuh hati kita ketika
mendengarkannya. Mari bermimpi! Pernah dengar ungkapan 'Hidup berawal dari
mimpi'? Ya, pasti semua sudah pernah dengar. Kita semua berhak bermimpi dan
(saya rasa) kita wajib bermimpi. Kita wajib punya impian. Oke, walaupun impian
itu dibilang mustahil, atau tak masuk akal, namun, siapa yang bisa melarang
kita mempunyai impian? Bermimpi itu gratis. Jadi, kita bisa mimpi
sebanyak-banyaknya.
Tapi,
teman-teman juga harus ingat, mimpi itu beda dengan angan-angan. Mimpi adalah
cita-cita kita yang diiringi dengan usaha kita untuk mewujudkannya. Sedangkan
angan-angan hanyalah sebuah harapan kosong yang kita sendiri hanya bisa
membayangkannya. Sebuah mimpi tanpa usaha, itulah angan-angan.
Teman-teman
disini ada yang bermimpi ingin menjadi penulis terkenal? Saya ingin :)
Apakah itu
mustahil? Tentu tidak! Kita bisa, kok. Asal berusaha. Lomba ini adalah salah
satu usaha kalian? Bilang saja begitu. Walau target utamanya bukan menjadi
pemenang, anggap saja ajang ini adalah batu loncatan teman-teman. Menambah jam
terbang dan pengalaman dalam berkompetisi. Karena ajang ini bukan satu-satunya
jalan untuk mencapai mimpi itu, jadi teman-teman jangan berhenti sampai disini,
ya :)
Well, ada
yang bilang 'Saya ikut lomba ini cuma karena cinta saya pada Chinen, kok".
Yup, itu juga impian, kan? Impian untuk bertemu dengan idola. Hehe :)
Okay, apapun
alasan dan motivasi teman-teman. Yang terpenting, jangan putuskan impian kalian
:)
Eh, sudah
cukup saya berbasa-basi (rasanya terlalu banyak :D). Oke, saya serahkan acara
ini pada Admin saja. Beliau yang berwenang :)
===========================================
Nee,
prolognya terlalu panjang *lirik MC*, jadi saya Asy Chan, sebagai perwakilan
admin HSJ Lounge Indonesia (panitia lomba Fanfiction) disini yang akan memandu
acara pengumuman pemenang lomba Fanfiction. Sebelumnya, selamat kepada pemenang,
dan kepada yang belum terpilih, harap jangan berkecil hati. Karena masih banyak
kesempatan :)
Sekarang saya
sudah memegang kertas yang bertuliskan nama pemenang. Barusan juri sudah
bisik-bisik dan saya siap mengumumkan :)
Jya, setelah
melewati proses penilaian *sepertinya penilaiannya sulit*, akhirnya para juri
(CD, AY, YR, dan KY) memutuskan.........................
Pemenang
Utama:
Sheila
Juwita dengan Time Machine
Runner Up:
1. Eka
Darmayanthi dengan Enemy Become Bestfriend
2. Lucia
Oktafani dengan The Wind
Pemenang
Favorit pilihan juri:
1. Amalia
Zaida dengan Sunset Story
2. Novi
Izmi Damayanti dengan Chinen no Egao
3. Annisa
Nadyastiti dengan Machine Time_
Keputusan
Juri Mutlak dan Tidak Dapat Diganggu Gugat
Hasil
penilaian berdasarkan kriteria jalan/ide cerita, cara/teknik penulisan,
penggunaan bahasa, dan kreativitas.
Selamat
kepada pemenang! Seperti peraturan awal, hanya pemenang utama yang berhak atas
hadiah, dan pemenang utama hanya boleh memilih satu dari empat pilihan hadiah.
Hadiah akan
dikirim setelah pemenang melakukan konfirmasi dengan admin. Jadi, bagi
pemenang, silahkan menghubungi Admin Penanggung Jawab lomba ini, Yuki Akanishi.
Berikan informasi kontak dan alamat lengkap agar proses pemberian hadiah dapat
berjalan lancar :)
Kepada
pemenang favorit, jika ada yang berminat untuk menjadi admin di Hey! Say! JUMP
Lounge Indonesia, harap menghubungi admin Amel Chan, Asy Chan atau Yuki Chan. Lounge
Indonesia akan merekrut 1 atau 2 orang admin setelah ada kesepakatan antara
pemenang favorit dan admin.
Jya, sebelum pamit,
saya akan membocorkan sedikit rahasia juri :D *celingak celinguk takut juri
denger*
Pssttt~ tahukah? FF "Time
Machine" katanya bikin juri YR dan AY menitikkan air mata, lho :’). FF
"The Wind" bikin merinding. Dan “Enemy become Bestfriend”
itu juga buat juri nangis T_T. Baru deh juri ketawa pas baca “Chinen no
Egao” dan “Machine Time_” :D *Eh, udah dilirik MC, katanya
waktunya abis* Oke, ternyata tak mungkin membahas FF kalian satu persatu di
sini. Bagi teman-teman yang ingin bertanya masalah FF nya, bisa hubungi Admin
saja, ya. Kata juri, nentuin pemenangnya sulit banget lho. Peserta yang kirim
bagus-bagus. Jadi juri pusing. Tapi yang namanya kompetisi, kan harus ada
pemenang :)
Okay, minna sama.
Sampai disini dulu perjumpaan kita. Karena waktu jua yang membatasi. Sampai
jumpa di lain kesempatan. Saya, Asy Chan, dan, MC san, mohon undur diri dari
hadapan teman-teman semuanya. Gomen to arigatou gozaimasu. Bye bye~ \(^^) (^^)/
Tanjoubi omedetou
Chinen Yuri~
*applause*
~SUPPORT TEN JUMP~
Okay,
ada yang penasaran dengan fanfiction yang berhasil membuat para juri dan para
admin kagum, haru, dan tertawa? Ini dia, douzo~ ^^
~ SUNSET STORY ~
Title :
Sunset Story
Categories : Oneshoot
Genre : Romance
Rating : General -
Teenager
Theme song : Yabu Kota -
My Everything
Author : Amalia Zaida
(also known as phantomthief94)
Alamat : Kampung Sewu RT
4 RW 5, Surakarta, 57123
Umur : 17
Alasan mengikuti lomba: Saya udah lama ga nulis fanfic. Dan karena saya
sedang jatuh cinta dengan kakak saya ini XD (incest detected). Selain itu juga
karena saya tidak melakukan apa-apa di ulang tahun Chii tahun lalu.
Casts:
-Chinen Yuri (Hey!Say!JUMP)
-Ami Nakajima (OC)
-Yuto Nakajima (Hey!Say!JUMP)
-Yamada Ryosuke (Hey!Say!JUMP)
-Ohno Satoshi (Arashi)
Disclaimer:
Semua member Chinen, Yuto, Yama, dan
Ohno milik Tuhan. Hey!Say!JUMP milik Johnny’s Entertainment. Ami Nakajima milik
saya!
Summary:
Perpisahan memang seringkali dianggap sebagai suatu hal yang
menyakitkan. Bukan karena rasa sakit ketika akan tidak dapat bersama lagi, tapi
ketakutan akan adanya hal-hal yang masih mengganjal yang suatu saat akan
mengganggu hati.
***
Langit senja kemerahan mulai menyebarkan rona kemerahannya
di sudut barat, semakin lama semakin pudar. Bayang-bayang yang mengikuti pun
perlahan mulai menghilang seiring dengan terbenamnya matahari. Lapangan
baseball yang sebelumnya ramai pun kini telah sepi.
Di bangku panjang, Yuri tengah menikmati pemandangan sang
surya yang bergerak bersembunyi. Sebuah drama singkat yang indah baginya,
ketika rona kemerahan yang memancar sedikit demi sedikit meredup. Sebuah senyum
terlukis di wajah manisnya, senyum yang masih menyembunyikan gigi kelinci
khasnya yang hanya terlihat saat tawanya mengembang.
Yuri mengangkat tasnya ketika matahari telah sepenuhnya
lenyap di balik pepohonan, tidak menyisakan jejaknya sedikitpun. Sang bulan
mulai menggantikan posisi sang mentari, mengambil tugasnya untuk menemani
orang-orang kawan malam.
Di persimpangan jalan, seorang gadis mencuri konsentrasi
Yuri. Kepala yang selalu tertunduk menyembunyikan wajah manisnya di balik tirai
poni tipisnya. Seorang siswi pintar yang pemalu, adik kelas Yuri, Ami Nakajima,
adik dari Yuto Nakajima.
“Yo, Ami-chan,” sapa Yuri.
“Chinen-senpai[1], selamat malam,” sapa Ami setengah
terkejut.
“Kenapa malam-malam begini baru pulang?” tanya Yuri.
“Terlalu asyik menggambar di atap sekolah. Chinen-senpai
sendiri, kenapa baru pulang?” tanya Ami.
Yuri hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan Ami.
Sejujurnya, ia sendiri tidak tahu mengapa ia bisa begitu betah hanya
duduk-duduk menikmati matahari terbenam. Baginya, semua itu seperti melihat
sebuah drama rutin yang menakjubkan dari Tuhan. Ia tidak bisa melewatkan ketika
matahari malu-malu memancarkan sinar terakhirnya di hari itu. Pemandangan yang
sangat ingin ia tunjukkan pada gadis yang akan menjadi istrinya suatu saat
nanti.
Upacara kelulusan hanya tinggal hitungan hari. Para siswa
kelas 3 sudah hampir selesai melakukan persiapan, termasuk Yuri, Yuto, dan
Ryosuke yang tahun ini akan lulus.
Di sudut aula, Yuri meneguk botol airnya. Ia terlalu
bersemangat untuk upacara kelulusannya, di mana ia akan menyanyikan lagu
bersama Ryosuke dan Yuto. Pikirannya melayang ketika ia pertama kali masuk
sekolah. Ia tidak menyangka akan sekelas dengan Yuto dan Ryosuke, temannya
sejak kecil. Di dalam hati ia yakin, mereka memang telah ditakdirkan bersama.
Mengingat tentang masa kecil, Yuri teringat saat keluarganya
pindah dari Hamamatsu ke Tokyo karena urusan pekerjaan. Tetangga pertama yang
berkunjung adalah keluarga Nakajima. Anak pertama keluarga Nakajima ternyata
sebaya dengan Yuri, Yuto namanya. Anak ke-2 lahir hanya satu tahun setelah
Yuto. Ialah Ami, seorang gadis pemalu yang telah menarik perhatian Yuri. Tinggi
badan Ami yang tidak setinggi Yuto, bahkan lebih pendek dari Yuri, membuatnya
sering diejek oleh Yuri dan Ryosuke.
Oh, ya, mengenai Ryosuke, ia adalah anak ke-2 keluarga
Yamada, rekan kerja keluarga Chinen. Mereka selalu berkunjung ke rumah Yuri
setiap sedang berada di Hamamatsu. Tidak heran jika Ryosuke dan Yuri menjadi
sangat dekat. Lagipula, ternyata Ryosuke pun adalah teman baik Yuto.
Lamunan Yuri buyar ketika Yuto menepuk bahunya dan duduk di
sebelahnya, disusul oleh Ryosuke. Yuto dan Ryosuke hanya melempar senyum tipis
pada Yuri.
“Melamun?” tanya Yuto.
“Yah, aku hanya teringat saat pertama kali kita saling
mengenal. Bukankah selalu bersama sejak kecil sampai sekarang itu berarti kita
jodoh?” tanya Yuri.
“Jodoh apanya? Maksudmu aku akan menikah denganmu?” tanya
Ryosuke.
“Tidak, bukan seperti itu. Maksudku, mungkin kita memang
sudah ditakdirkan menjadi teman baik sejak kita kecil,” kata Yuri.
“Mungkin kau benar,” kata Yuto.
“Menurut kalian, apa kita akan terus bersama seperti ini
sampai kita tua nanti? Maksudku, selama ini kita bersama karena kita satu
sekolah dan rumah kita berdekatan. Tidak mungkin akan seperti ini terus sampai
kita tua, kan?” tanya Ryosuke.
“Kita akan bisa. Kalau selama ini kita bisa, kenapa selanjutnya
tidak?” kata Yuri.
“Yang jelas salah satu dari kalian akan mendapatkan adikku,”
kata Yuto.
“Maksudmu Ami?” tanya Ryosuke.
“Masa’ Raiya?” kata Yuto sambil melirik Ryosuke. Yah,
retoris.
“Kenapa kau begitu yakin?” tanya Yuri.
“Itu yang dinamakan insting seorang kakak,” jawab Yuto.
Yuri dan Ryosuke hanya saling bertukar pandang. Dan kemudian
masing-masing kembali terdiam dalam lamunan. Meski berbeda, namun lamunan
mereka mengandung inti yang sama: masa depan!
Perjalanan pulang yang terasa jauh bagi Yuri. Setiap langkah
terasa berat. Ia tidak ingin hari ini segera berakhir. Karena jika hari ini
cepat berakhir, upacara kelulusan akan segera menyusul, dan mungkin perpisahan
juga membuntuti. Semua orang pasti benci perpisahan dengan orang yang telah
menemani sebagian besar hidupnya.
Seperti yang biasa ia lakukan, ia mampir ke lapangan
baseball yang kini hampir sepi karena senja telah menyapa. Ia duduk di tempat
biasa, di mana ia bisa memandang matahari terbenam dengan leluasa. Sinar merah
merona yang terpancar seakan mengajaknya menari mengiringi matahari yang
semakin lama semakin gelap.
Upacara kelulusan telah dimulai. Acara berlangsung lancar
dan meriah dari awal hingga selesai. Air mata mengalir deras terutama ketika
pidato pelepasan dari perwakilan siswa kelas 3. Perpisahan memang seringkali
dianggap sebagai suatu hal yang menyakitkan. Bukan karena rasa sakit ketika
akan tidak dapat bersama lagi, tapi ketakutan akan adanya hal-hal yang masih
mengganjal yang suatu saat akan mengganggu hati.
Usai upacara kelulusan, hampir semua siswa masih berkumpul
di sekolah, untuk menghabiskan waktu bersama sebelum jarak dan waktu
menghalangi pertemuan. Para adik kelas mulai berebut untuk memberikan
kenang-kenangan kepada kakak kelas yang disukai. Tidak sedikit pula yang meminta
kancing gakuran siswa laki-laki sebagai kenang-kenangan.
“Chinen-senpai, tolong terima kenang-kenangan dariku.”
“Chii-senpai, bolehkah aku meminta kancing bajumu?”
“Chinen-senpai, kau akan melanjutkan ke mana setelah lulus?”
Yuri, yang memang merupakan salah satu siswa populer di
sekolah, memilih untuk menghindari kerumunan siswi junior yang ingin memberikan
kado mereka untuknya. Yuto dan Ryosuke yang juga popular sepertinya memilih
jalan yang sama dengan Yuri. Di belakang panggung, mereka bertemu, melepas
penat seusai tampil di upacara kelulusan.
“Aku sudah tahu ini pasti merepotkan sejak pertama kali
melihat para senior yang dikerumuni siswi junior di upacara kelulusan 2 tahun
lalu. Dan ternyata memang benar dugaanku,” kata Yuri.
“Kasihan, sih, tapi apa boleh buat, aku sedang tidak ingin
kehabisan waktu untuk itu,” kata Yuto.
“Lagipula banyak yang aku bahkan tidak kenal,” sambung
Ryosuke.
“Apa tujuan kalian setelah ini? Maksudku, setelah lulus?”
tanya Yuto.
“Sambil menunggu tes masuk perguruan tinggi, kurasa aku akan
mencari pekerjaan sambilan,” kata Ryosuke.
“Aku akan banyak berolahraga selama liburan. Mungkin suatu
saat nanti kalian akan melihatku di channel olah raga,” jawab Yuri.
“Walaupun tubuhmu kecil, ternyata kau sangat hebat dalam
olah raga, Chinen. Aku tidak menyangka itu saat kita pertama kali bertemu,”
kata Yuto.
“Awalnya kukira Chinen tidak terlalu hebat dalam olah raga.
Ternyata darah ayahnya yang seorang atlet juga menurun padanya,” sambung
Ryosuke.
“Aku terkejut saat dia bilang dia paling suka pelajaran olah
raga,” tambah Yuto.
“Hei! Berhenti membicarakanku!” protes Yuri.
Tiba-tiba pundak Yuri ditepuk. Saat ia menoleh, ternyata
Ohno sudah berdiri di belakangnya, dengan senyum.
“Ohno-senpai! Tidak kusangka kau akan datang,” kata Yuri.
“Aku sedang ada waktu luang, jadi kukira akan bagus kalau
aku memberi kalian selamat atas kelulusan kalian,” kata Ohno.
“Terima kasih, Ohno-senpai. Kami senang kau di sini,” kata
Yuto dan Ryosuke.
“Jadi, bagaimana? Apa yang akan kalian lakukan setelah ini?”
tanya Ohno sambil duduk di samping Yuri.
“Kami baru saja membahasnya. Yama bilang, dia akan mencari
kerja sambilan untuk mengisi waktu. Kalau Chinen, dia akan melatih otot-ototnya
agar suatu saat nanti kami akan melihatnya di TV sebagai seorang atlet. Kalau
aku, yah, kurasa aku tidak tahu akan melakukan apa nanti,” kata Yuto.
“Ah, itu bagus,” kata Ohno.
“Ah, aku haus. Aku akan mengambil minuman dulu. Ada yang mau
titip?” tanya Yuto sambil berdiri.
“Aku ikut denganmu saja,” kata Ryosuke. Dan mereka berdua
pun pergi.
Hanya tinggal Yuri dan Ohno yang masih dudul di balik
panggung.
“Kenapa kau justru menghindari fansmu?” tanya Ohno dengan
nada setengah menggoda.
“Aku tidak terlalu suka dikelilingi seperti itu,” jawab
Yuri.
“Kau seperti sedang menunggu seseorang,” kata Ohno.
Yuri hanya diam sambil terus menatap lurus ke depan,
sesekali matanya beralih ke samping secara diam-diam, mencari sosok yang
mungkin juga mencarinya. Berulang kali dilakukannya, ia tak menyadari bahwa itu
diperhatikan oleh Ohno.
Setelah beberapa saat kemudian, ia baru menemukan sosok yang
dicarinya. Ia hanya duduk di salah satu kursi di halaman sekolah sambil membaca
sebuah novel. Hati Yuri bergejolak. Konflik terjadi di dalam otaknya,
pertengkaran antara menghampirinya atau tidak, menyatakan atau tidak.
“Coba kau ajak bicara,” kata Ohno tiba-tiba.
“Eh?” Yuri terkejut.
“Apa maksudmu dengan ‘eh’? Ia tidak akan menunggumu lebih
lama dan kesempatanmu hilang. Ingat, kau sudah lulus dari sekolah ini
sekarang,” kata Ohno. Ia menarik tangan Yuri sampai Yuri berdiri, dan
mendorongnya ke arah Ami untuk menyuruhnya segera maju.
Berada 3 meter dari tempat Ami, Yuri membeku. Kakinya seakan
tidak mau bergerak untuk melangkah lebih dekat. Otaknya pun tak mampu
mengontrol tubuhnya untuk berpikir secara sadar. Ia terus terdiam di tempatnya
berdiri. Meski hanya tinggal beberapa langkah untuk sebuah kepastian, tapi
konflik di dalam hatinya membuatnya ragu. Dan akhirnya ia berbalik dan mundur,
kembali pada Ohno dan disambut dengan gelengan kepala dari Ohno, Yuto dan
Ryosuke.
Matahari senja lagi-lagi menjadi tempatnya berdiam mengadu.
Menyesali ketidakberaniannya untuk hanya menyatakan secara langsung perasaannya
pada gadis yang disukainya. Berkali-kali ia memukul pasir kosong dengan kepalan
tangannya dan menggesekkan kakinya.
“Tanganmu nanti kotor, lho,” seseorang mengulurkan sapu
tangan kepada Yuri. Yuri mendongak untuk melihat orang itu yang ternyata Ami.
“Ah, terima kasih,” kata Yuri dengan gugup sambil menerima
sapu tangan dari Ami.
“Sepertinya tadi ada yang ingin kau katakan padaku,” kata
Ami.
Yuri terkejut. Ternyata tadi Ami menyadari keberadaannya
yang terus terdiam. Tapi mengapa harus tetap diam seakan tidak peduli?
“Aku melihatmu, tapi aku diam karena mungkin akan mengganggu
kalau aku menatapmu,” kata Ami seakan menjawab pertanyaan Yuri.
“Memang… Memang ada yang ingin kukatakan padamu,” kata Yuri.
“Katakan saja,” kata Ami.
“Ah, itu, eh, anu… Aku…” Yuri gugup.
“Kau? Kenapa?” tanya Ami lagi.
“Aku… Aku sudah… Aku sudah men… Aku…” Yuri kebingungan untuk
mengatakan kata-kata yang tepat.
Sama seperti kebingungan Yuri, Ami pun menunjukkan wajah
bingung dan penasaran pada Yuri.
“Kalau kau masih tidak bisa mengatakannya mungkin lain kali
saja. Yah, itu pun kalau kita masih bisa bertemu,” Ami mulai beranjak dari
tempatnya. Tapi Yuri segera bangkit dan meraih tangan Ami, menahannya untuk
pergi.
“Aku menyukai Ami. Sejak kita sering bersama aku sudah
menyukaimu. Tolong jawab… Tolong jawab aku,” kata Yuri dengan cepat.
Ami terkejut, tapi juga bingung. Ia masih belum siap dengan
pernyataan yang tiba-tiba ini.
“E… Eh?” hanya itu yang dapat Ami katakan.
“Aku menyukaimu. Tolong jawab,” Yuri terengah-engah, bukan
lelah karena pelajaran olah raga, tapi lelah karena detak jantungnya yang terus
memburu.
“I… Ini… Ini terlalu cepat,” kata Ami.
“Tapi aku tidak tahu apakah akan bisa menyatakannya setelah
ini,” kata Yuri.
Ami menghela napas. Ini sulit baginya, tapi ia hanya perlu
tenang untuk menghadapi hal ini. Ia mengambil sapu tangan satu lagi dari
kantong roknya dan mengusap keringat di dahi Yuri.
“Duduklah dulu dan tenanglah,” kata Ami.
Yuri pun hanya menurut saja. Setelah ia duduk dengan Ami
juga duduk di depannya, Ami kembali menghela napas.
“Chinen-senpai baru pertama kali menyatakan suka pada
seorang gadis, ya?” tanya Ami.
Yuri mengangguk. Ia semakin tidak sabar. Matahari yang
biasanya terasa cepat terbenam kini pun terasa sangat lambat dari bersinar
dengan lebih panas.
“Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Tapi, kalau aku
harus menjawab antara apakah aku juga menyukai senpai atau tidak, aku tidak
akan mengatakan tidak,” kata Ami.
Yuri menatap Ami dengan tatapan terkejut sekaligus tidak
percaya, meminta agar Ami mengulangi kata-katanya.
“Aku juga menyukai Chinen-senpai,” kata Ami.
Senyum Yuri mengembang. Tapi berbeda dengan senyum
sebelumnya, untuk kali ini, gigi kelinci khasnya pun ikut tertawa dan
memperlihatkan diri. Ami pun tersenyum malu. Kepalanya menunduk, yang
memberikan ruang bagi tangan Yuri untuk mengelusnya.
“Ah! Tunggu, aku ada sesuatu untukmu,” kata Yuri sambil merogoh
saku celananya.
Ia mengeluarkan sebuah kancing yang ia ambil dari kancing
nomor 2 bajunya. Yuri menarik tangan kanan Ami dan meletakkan kancing itu di
telapak tangan Ami, kemudian menutupkannya.
“Jaga baik-baik, ya,” kata Yuri dengan kedua tangannya yang
terus menggenggam tangan Ami.
Ami tertawa kecil, dengan wajah yang mengatakan bahwa Yuri
bisa mempercayainya.
=============================================================
1. senpai: senior; panggilan untuk
menghormati orang yang dianggap lebih senior
=============================================================
AAA~!! Sejujurnya saya malu bikin fanfic romance saya sama
Chii begini >////< Sebentar lagi saya bakalan dicerai sama Kento. Hiyaa~!
Maafkan saya Kento!! ( >/|<)
Oke, ini RPF ke-3 saya (setelah RPF Yamada yang pengen diet
tapi tidak saya publish dan RPF InooBu) dan masih terasa sekali gajenya. Maaf
untuk semua yang berharap Chii jadi pacar atau suami, sungguh hubungan saya dan
Chii hanya sebatas kakak-adik! #plak
Akhir kata, terima kasih sudah membaca! Minna, yomimashita
kara arigatou gozaimasu!!
=============================================================
EPILOG
Ami merogoh saku jasnya untuk mengambil kunci kamarnya.
Tangannya menyentuh kancing pemberian dari Yuri. Ia memandang kancing itu.
Tanpa sadar, ia tersenyum. Yuto yang tidak sengaja melihatnya hanya menorehkan
senyum kecil di wajahnya. Sambil melewati Ami, ia mengacak-acak rambut Ami
pelan.
“Wah, pasti kepalamu baru saja dielus Chinen,” kata Yuto.
“Ka… Kakak!!” Ami menepis tangan Yuto. Wajahnya memerah.
Yuto menunduk hingga wajahnya tepat di depan wajah Ami.
“Adikku ini… Ternyata sudah besar, ya.”
Yuto pun beranjak pergi. Ami menatapnya dengan kesal, ia
tidak mampu menyembunyikan wajahnya yang memerah.
~ OUR FRIENDSHIP ~
Title :
Our Friendship
Categories : Fanfiction
Genre : Friendship
Rating : K+
Theme song : Kiroro-
Best Friend
Author : Annabeth Edogawa
Alamat : Jl.Teladan I
No.141/v/14 Keutapang Dua Pabrik Kopi Banda Aceh
Umur : 14 tahun
Alasan mengikuti lomba: Karena ingin meramaikan acara ulang tahun Chinen
Yuuri..!
Cast :
1. Chinen Yuuri
2. Arioka Daiki
3. Yamada Ryosuke
4. Yabu Kouta
5. Yaguchi Rui (OC)
Synopsis/ Quote:
“Menurutmu, sampai kapan kita akan bersahabat?”
“Entahlah. Selama-lamanya?”
“Dengan keadaan yang seperti
ini?”
“....”
--
Aku adalah Chinen Yuuri, siswa kelas 3-B di Teitan High School. Tahun ini
adalah tahun terakhirku menjalani masa-masa sekolah di Teitan High School. Ya,
aku sekarang sedang menduduki tingkat senior di sekolah.
Dengan cepat aku melangkah memasuki
kelasku yang berada di lantai 3. Kutelusuri tiap jengkal ruang kelas yang cukup
luas untuk menampung murid sebanyak 40 siswa itu. Entah apa yang kucari. Namun
pandangan mataku langsung tertuju pada sosok yang tengah berbincang dengan
akrabnya dengan seseorang yang duduk di sebelahnya. Dan aku langsung terpaku di
tempatku. Tak mampu berkata-kata, dan hanya merasakan rasa perih yang ada di
hatiku.
Tersadar akan kondisi kelasku yang
sangat ribut ini, aku kembali ke alam sadarku dan segera berjalan ke arah
tempat dudukku, yang berada di bagian belakang—tepatnya di belakang kedua
pemuda yang sedang sibuk berbincang itu.
Dengan kaku kugantung tasku pada
gantungan di bawah papan mejaku. Kemudian aku mulai menarik sebuah buku pelajaran
dari tas sekolahku dan membacanya. Entah apa pun ini aku tak mengerti.
Pikiranku terus melantur pada dua sosok yang sedang berbincang itu. Dengan
ributnya mereka membahas sesuatu dan menertawakan sesuatu yang tak kutahu.
Bahkan kurasa mereka sama sekali tidak menyadari kedatanganku—yang memang
selalu lebih lambat dari mereka.
Kufokuskan lagi mataku pada buku yang
sedang kubaca.
‘Ligoritma adalah bla bla bla.......’
Apa ini? Mengapa yang terambil buku
matematika sih?
Kubolak-balikkan buku itu. Isinya hanya
gambar-gambar beserta tulisan-tulisan angka seperti cosinus, sinus, dan
kawan-kawannya itu. Jengkel, kututup buku itu keras-keras dan membantingnya ke
mejaku.
Dan semua pandangan menuju ke arahku.
Termasuk dua pemuda yang ada di depanku ini. Hah, sudah sadar akan kehadiranku
rupanya.
“Gomen,” ucapku datar pada mereka. Dan
mereka pun kembali ke aktivitas semula. Kecuali dua pemuda yang ada di
hadapanku. Mereka menatapku jenaka.
“Apaan?”tanyaku kesal.
“Tidak ada. Heran saja. Kenapa kamu
membanting buku itu,” kata yang duduk tepat dihadapanku. Wajahnya terlalu imut
untuk pemuda berumur 18 tahun. Kedua pipinya chubby dan memiliki sorot mata
yang menenangkan. Namanya Arioka Daiki. Dia sahabatku sejak lama. Eh.. Sejak
aku berumur 11 tahun deh, pokoknya.
Sedangkan pemuda satunya lagi,
berparas tampan namun imut. Dengan senyumnya yang lebih mengarah pada
seringaian kecil namun keren itu adalah Yamada Ryosuke. Dia adalah sahabat
kami—aku dan Daiki—sejak masuk kelas tingkat atas ini. Dia juga cukup dekat
padaku. Karena pada awalnya ia dekat denganku dulu sebelum dekat dengan...
Daiki.
“Cuma salah ambil buku,” jawabku asal.
“Tidak kok,” sahut Yama sambil
meneliti bukuku. “Pelajaran pertama memang Matematika ‘kan?”
Iya deh. Aku kalah.
-Our
Friendship-
“Diem ah! B’risik tahu!”
Kulirik pemilik asal suara. Daiki
sedang mengomel sesuatu hal yang tak kuketahui pada salah satu seorang teman
sekelas kami, Nakayama Yuma. Kugeleng-gelengkan kepalaku dan kembali fokus pada
ulasan yang telah kubuat sebanya lima lembar. Tugas mengarang dari guru Bahasa.
“Chii, kantin yuk?” ajak suara yang
kukenal, Yama, yang sedang berdiri di sampingku.
“Hari ini tidak tidur?” tanyaku tanpa
menoleh padanya, masih berusaha fokus pada ulasanku yang sedikit lagi selesai.
Ia terdiam sebentar. “Ada yang ingin
aku katakan.”
Yah, tidak heran sih, kalau Yama
bilang seperti itu. Sudah biasa bagiku. “Kenapa tidak di sini saja?”
Kususun berkas 5 lembar yang sudah
penuh dengan tulisanku itu dan menjilidnya dengan rapi.
“Pingin saja. Ayolah...,” pintanya
lagi. Dan dengan anggukan kecil kubalas permintaannya. Kuambil karanganku dan
berhenti di samping meja Daiki. “Dai chan, mau ikut?”
Daiki menengadah dan menggeleng.
“Duluan aja,” jawabnya.
Aku dan Yama saling lirik. “Ya sudah.
Duluan ya. Jangan lupa ke kantin,” sahutku kemudian berjalan keluar kelas
bersama Yama.
x.x
Kuaduk-aduk milkshake vanila di
hadapanku dengan sedotan. Melihat warnanya itu memang sangat mengunggah selera.
Tapi entah mengapa aku sama sekali tak berniat meminumnya barang setetes pun.
‘Diem ah! B’risik tahu!’
Dheg..!
Kenapa aku mengingatnya di saat-saat
seperti ini sih?
“Chii,” panggil Yama yang duduk di
hadapanku.
“Apa?” balasku.
“Milkshake-nya tak mau diminum?”
tanyanya lagi.
Aku mengangguk dan meminum sedikit
minuman yang sedikit bersoda itu. Rasa manis dan sedikit bersoda itu menyengat
indra pengecapku.
Aku kembali teringat hal yang terjadi
akhir-akhir ini.
“Enggak deh. Aku ga suka!”
“Sesukaku dong Chii!”
“Lho, rasanya kok kamu makin pendek
ya? Ahaha... Maaf Chii. Bercanda kok!”
“Aku ga suka ah! Warnanya norak
banget!”
“Ga banget deh!”
“Entah.”
“Ga tahu deh. Cari dong.”
“Mana kutahu. Aku ‘kan bukan orang
tuanya.”
Chii!!
Chi?
Lamunanku terbuyar. Dan kudapati Yama
sedang menatapku dengan tatapan cemas. “Kenapa? Mukamu sedikit pucat,” katanya.
Aku menggeleng. “Gomen Yama chan. Kita
bicaranya lain hari saja ya.”
Dan dengan itu aku berlalu dari kantin
meninggalkan Yama sendiri yang menatapku heran.
-Our
Friendship-
Kutatap langit-langit kamarku yang
bernuansa laut. Kemudian kugerakkan tubuhku mengarah ke kanan dan menatap
pemandangan luar dari pintu kaca menuju balkon kamarku. Yang kulihat hanyalah
langit cerah dan sedikit berawan. Bertolak belakang dengan suasana hatiku yang
sedang mendung. Kenapa tidak hujan saja sih?
Kututup mataku. Kembali lagi ingatan
yang sudah menghantui mimpi dan keseharianku selama seminggu terakhir.
Flashback>
Seminggu yang lalu...
Aku melangkah perlahan menuju kelasku.
Hari ini masih pagi. Kali ini aku terlalu cepat untuk ke sekolah sepertinya.
Tak biasanya. Kuputuskan untuk ke perpustakaan sekolah saja. Tahu saja di kelas
tak ada siapa pun dan aku harus di sana sendirian. Dan di keadaan yang masih
rada remang-remang seperti ini, aku tak akan pernah duduk di sana sendirian.
Kugeser pintu perpustakaan yang
bewarna hijau itu dan masuk ke dalamnya. Di sebelah kiriku ada sebuah meja yang
ditempati sebuah komputer berwarna hitam. Kutolehkan kepalaku ke arah tempat
duduk di balik meja itu.
Ah..
Sosok itu menatapku dengan heran
sekaligus tajam. Kutelan ludahku dan mengulas senyum kecil. “Ohayou,” sapaku.
Sosok itu ternyata tersenyum kecil.
“Tumben sekali kamu datang pagi,” ujarnya.
Huft..
“Jangan menatapku seperti tadi dong.
Menakutkan tahu. Apa lagi sekarang masih gelap,” kataku padanya.
Ngomong-ngomong, namanya Yabu Kouta. Dia teman seangkatan dan dulu pernah
sekelas denganku. Sekarang dia di kelas 3-1 dan menjadi penjaga perpustakaan di
waktu luangnya.
Ia tertawa kecil dan berjalan ke
arahku. “Mau teh?” tawarnya.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Siapa
sih, yang bakal nolak penawarannya? Teh buatan seorang murid teladan ini kan
sangat enak. Jadi kuikuti langkahnya menuju bagian dalam perpustakaan. Aku
duduk di salah satu bangku yang ada di sana dan ia mulai sibuk dengan alat
masaknya.
Aku termenung dan memangku daguku.
“Hihihi....”
Dheg..!!
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Di
kananku hanya ada Kouta yang sedang menuangkan teh ke dalam gelas.
“Hoi, Kouta, yang tadi itu kamu ya?”
tanyaku tanpa basa-basi.
“Apa maksudmu?” tanyanya sambil
meletakkan gelas di hadapanku kemudian duduk di hadapanku.
“Jadi tadi itu siapa dong?” sahutku
kalut.
“Maksudmu suara tawa tadi?”
Terdengar suara baru dari arah kiriku.
Suara itu suara yang sangat kukenal. Tapi... suaranya terdengar dingin dan
tajam.
Dheg..!
Kutolehkan kepalaku ke arah kiriku dan
sedikit menengadah. Aku terperanjat. “Dai chan?” ujarku.
Ia menatapku sekilas. Kemudain baru
kusadari bahwa ada seseorang di sampingnya. “Yaguchi Rui?”
“Hei,” sapa pemuda berambut cepak itu.
Kunyerngitkan dahiku saat menatapnya.
Setahuku, Daiki sangat tidak menyukainya. Tapi mengapa ia bersama Rui?
“Duluan ya Chii. Dah,” kata Daiki
kemudian pergi meninggalkanku sendiri dengan Kouta beserta Rui yang
mengikutinya.
A.... Apa...?
“Chii? Tak apa?” tanya Kouta.
Aku segera menoleh padanya tanpa
mengubah ekspresi terkejutku. “I.. Iya.. Tak apa,” jawabku. Kuambil gelas teh
yang tadi disuguhkan Kouta dan meneguk cairan hangat itu. “Enak,” gumamku.
Kouta tersenyum. “Arigatou,” balasnya.
Aku tersenyum hambar dan kembali
mengingat raut wajah Daiki yang dingin tadi.
Dan sejak saat itu gerak-gerik Daiki
berubah. Ia menjadi jauh dariku dan Yama. Ia semakin sering mengatakan hal-hal
buruk pada teman-teman dan ia makin dekat dengan Yaguchi Rui...
Flashback Ends>
Kubuka mataku dan menghela napas. Apa
yang terjadi padamu, Arioka Daiki?
Kutatap sendu pigura yang berisi
lembaran kita berdua. Dan kutarik seulas senyum kecil yang pahit. Kututup
mataku dan kurasakan sebuah cairan hangat menuruni sisi wajahku dari mataku.
-Our
Friendship-
Kuletakkan tasku di gantungan di bawah
papan mejaku. Kemudian kubenamkan wajahku di antara tanganku yang bersila di
atas meja. Kututup mataku dan tak mau berurusan dengan suasana yang hening di
kelas ini. Iya. Kalian tidak salah baca kok. Kelas ini hening. Karena memang
belum ada siswa yang datang selain diriku ini. Rasa takutku waktu itu berubah
menjadi rasa sakit hati saat melihat perpustakaan. Jadi aku di sini saja
sembari menunggu teman-teman sekelasku yang lain datang.
Kudengar langkah kaki dari luar kelas.
Namun aku tetap membenamkan wajahku. Sudah kubilang kan, aku tak mau berurusan
dengan suasana kelas ini dulu.
Kemudian kembali kudengar langkah itu yang semakin mendekat ke arahku. Kali ini
kudengar suara kursi yang digeser dari arah depanku dan ada suara orang yang
duduk di sana. Mau tak mau kutengadahkan kepalaku dan membuka mataku. Kulihat
sosok punggung Daiki yang tegap. Aku mengulas senyum kecil, “Ohayou, Dai chan,”
sapaku.
Ia berbalik dan menatapku sebentar.
Kemudian ia mengambil langkah meninggalkanku di dalam kelas.
Ada apa?
Kenapa?
Apa salahku?
x.x
Kulirik jam tangan di lengan kananku.
Jam 4 lewat 10 menit. Ke mana sih si Yama? Lama sekali dia tiba. Tak biasanya
ia mengaret seperti ini. Biasanya ia sangat tepat waktu dan tak ingin membuat
orang lain menunggu. Kali ini ia membuat seseorang—alias aku—menunggunya!
Apa-apaan itu.
Kami ditugaskan untuk membuat
penelitian tentang sesuatu. Dan aku kebagian kelompok bersama Yama, Keito,
Asami, dan Rika. Ah.. Padahal aku berharap aku satu kelompok dengan Dai chan.
Namun jika mengingat sifatnya akhir-akhir ini, kuurungkan niatku itu. Jadi kami
membagi tugas. Aku dan Yama akan meneliti setengah. Dan sisanya akan
diselesaikan oleh yang lain.
Sudah selesai sih sebenarnya tugas
kami. Tapi si Yama tadi pergi sebentar untuk membeli air minum untuk kami
berdua. Dan kini aku menunggunya di depan sekolah. Tapi sudah kutunggu selama
15 menit ia tak kunjung tiba di sini juga. Dia beli air minumnya ke mana sih..?
“Chii!” panggil seseorang dari arah
kiriku. Dan di sanalah ia. Memegang dua buah kantung plastik pada tangan kanannya.
Ia melambai singkat dengan tangan kirinya ke arahku. Aku membalas lambaiannya
lebih singkat dan segera menghampirinya yang sudah dekat.
“Apa sih, yang kamu beli? Lama
sekali,” gerutuku padanya.
Ia tersenyum. Namun ada sebersit
tatapan sayu yang ia berikan padaku. “Aku beli camilan sekalian,” jawabnya.
Kemudian ia melirik ke arah langit. Aku mengikutinya. “Mendung,” respon Yama
lebih cepat dariku. “Kita masuk saja yuk,” katanya lagi. Aku hanya mengangguk
dan segera melupakan rasa kesalku padanya.
Kami duduk dan bersandar di depan
tembok kelas 1-3, yang terdapat di ujung bangunan pertama yang mengarah ke
luar, ke arah halaman sekolah. Kuteguk Lemon squash kalengan itu. Sensasi
dingin menyeruak di dalam tenggorokanku saat kutelan cairan itu. Langit sudah
menjadi lebih pekat dari sebelumnya. Sepertinya akan ada hujan lebat. Untungnya
aku sudah meyediakan payung di dalam tasku.
Kulirik Yama yang sedang meminum
Greenteanya dengan nikmat. Entah mengapa. Kutarik napasku dan menghelanya
dengan berat. Dan itu cukup membantu sedikit mengurangi beban di dalam hatiku.
“Ne, Yama chan,” panggilku.
“Hm?” sahutnya.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” tannyaku
padanya.
Ia menoleh padaku, “Tanya apa?”
“...Menurutmu... Dai chan itu
bagaimana?” tanyaku sedikit ragu.
Ia tertegun sebentar kemudian
tersenyum tipis. “Kamu juga memikirkannya ya?”
“Eh?”
Ia menunduk dan sibuk dengan tali
sepatunya yang lepas. “Aku... tak suka cara berbicaranya,” jawabnya yang
membuatku terhenyak. Aku juga merasakan hal yang sama, Yama chan..
“Lalu... ia juga kini lebih dekat
dengan Rui. Jujur saja, itu membuatku sedikit sakit hati,” katanya lagi.
Aku menatap lantai dan tersenyum
tipis. “Benar,” sahutku. “Aku juga sakit hati kok, waktu dia dekat dengan Rui.
Padahal dulu ia tak begitu.”
Titik-titik air hujan turun dengan
cepat. Hanya gerimis.
Kami kembali diam.
“Sampai kapan ya, akan begini terus?”
gumamku.
Kurasakan tatapan Yama terarah padaku.
Namun aku tak menoleh padanya dan malah beralih pada sepatuku. Sepatu ini....
pemberian Daiki sebagai hadiah ulang tahunku tahun lalu.
“Hei, Yama chan,” panggilku lagi.
“Ya?” sahutku.
“Menurutmu, sampai kapan kita akan
bersahabat?”
“Entahlah. Selama-lamanya?”
“Dengan keadaan yang seperti ini?”
“....”
Ia diam. Tak tahu harus menjawab apa.
Aku kembali menghela napas dan menatap
halaman sekolah yang kini telah basah oleh air hujan. Seandainya air hujan ini
adalah air mataku, apakah Daiki akan tahu? Apakah ia akan menyadari bahwa aku
tengah menangis karena dirinya? Apakah ia akan tahu bahwa kini aku sedang sakit
karena dirinya?
Ah.. Entahlah..
“Ayo kita pulang, sebelum hujan
bertambah lebat,” kataku akhirnya.
Aku menoleh pada Yama dan tersenyum
kecil. Ia membalas senyumanku. Kemudian kami mengemasi barang-barang kami yang
berserakan di atas lantai dan beranjak. Kukeluarkan payung biru-langit-malamku
dari tasku dan membukanya. Hal yang sama dilakukan oleh Yama dengan payung
abu-abunya. Kemudian dengan bersama kami melangkah keluar gerbang sekolah dan
berbelok menuju ujung jalan.
Kami tetap berjalan dalam diam dan
berhenti di depan sebuah zebra cross. Jalanan agak sepi. Mungkin karena belum
jam pulang. Bahkan orang yang akan menyebrang hanya kami dan segelintir siswi
yang sepertinya baru pulang jalan-jalan.
Lampu merah berubah menjadi hijau dan
aku melangkah maju untuk menyeberang.
“Chii!!” seru Yama dari arah
belakangku.
Aku menoleh, “A—“
“Awas!” serunya sambil bergerak untuk
menyelamatkanku.
Apaan sih?
Brakk!!
Kurasakan sesuatu menabrak sisi kiriku
dan aku merasa melayang cukup tinggi dari tanah dan terjatuh. Peganganku pada
payungku terlepas. Kurasakan kepalaku berdenyut dengan sangat kencang.
Kurasakan juga rasa nyeri di setiap jengkal tubuhku. Kupejamkan mataku
erat-erat menahan sakit.
Kurasakan ada cairan pekat mengalir
dari bagian belakang kepalaku yang terbentur tadi. Juga dengan sudut mulutku
yang kurasakan adalah cairan berzat besi.
Kudengar langkah kaki yang menuju ke
arahku. Kubuka mataku sedikit. Namun rasa sakit dari arah kepalaku memaksaku
untuk menutup mataku.
“Chii! Kau tak apa?” tanya sebuah suara.
Aneh. Suara itu sangat familiar.
Kucoba untuk mengingat. Kemudian kubuka mataku sedikit. Dan ada sebuah bayangan
sosok di hadapanku, berlutut di sebelahku dan menunduk menatap wajahku. Itu
wajah...., “Dai chan...,” gumamku.
Kemudian kututup mataku. Dan semuanya
menjadi gelap.
-Our Friendship-
Kubuka mataku secara perlahan.
Kukerjab-kerjabkan mataku untuk membiasakan cahaya yang masuk ke dalam retina
mataku. Kemudian semuanya menjadi jelas. Aku terbaring di sebuah ruangan yang
asing. Sangat asing.
Kuserngitkan dahiku dan mencoba untuk
bangkit dan duduk. Namun kepalaku sangat sakit dan rasanya sangat mual. Aku
melihat sisi kiriku. Ada seorang yang tertidur di sana. Rambutnya agak
berantakan. Kuperhatikan orang ini lekat-lekat. Siapa dia?
Mungkin karena gerakanku, ia terbangun
dari tidurnya dan menatapku. Ia memiliki pipi yang sangat chubby. Apa ia anak
SMP? Ia terbelalak menatapku dan tersenyum sangat lebar.
“Chii! Akhirnya kau bangun juga!
Syukurlah. Tunggu ya, kupanggilkan dokter dulu!” seru pemuda itu.
Tak lama kemudian ia masuk dengan
seorang dokter dan seorang perawat dan beberapa orang. Yang satu memiliki paras
tampan namun imut. Dan senyumannya lebih mengarah pada seringaian yang jenaka.
Ada juga sosok gadis berambut sepundak lewat yang menatapku dengan tatapan sangat
lega. Dan pria dan wanita paruh baya yang tubuhnya terlihat agak atletis.
Dokter itu memeriksa keadaanku
sebentar dan memberitahu sesuatu pada perawat itu. Kemudian perawat itu
mencatat sesuatu di papan tulisnya.
“Nah, saya dr. Okada, dokter yang
menanganimu selama ini,”kata dokter itu. Aku hanya mengagguk mengerti. “Bisakah
kamu mengingat apa yang terjadi?” tanya dokter itu padaku.
Aku menyerngitkan dahiku. Mengingat
apa? Semuanya kosong dan gelap.
Kemudian aku menggeleng.
“Baiklah. Coba kamu sebutkan siapa
saja yang ada di hadapanmu ini,” pinta dokter itu dan menunjuk orang-orang yang
masuk tadi.
Aku melihat mereka satu persatu dan
aku kembali menyerngitkan dahiku. “Dare?”
Dan aku mendapat tatapan terkejut dan
tak percaya dari mereka...
-End-
Note:
Ah... Karakternya semua OOC ya.. >< Udah gitu, endingnya ambigu pula.
Hehe... Yah, itu dibuat supaya semuanya dapat berimajinasi sendiri bagaimana
akhirnya..^^
Nah, sekian.. ^^ Yoroshiku~ >w<
Glosarium:
Gomen: Maaf
Ohayou: Selamat Pagi
Arigatou: Terima kasih
Dare: Siapa
~ A SPECIAL GIFT ~
Title : A Special Gift
Categories : Oneshoot
Genre : Romance
Rating : Teenager
Theme song: Utada Hikaru - First Love
Address : Jl. Kediri Utara 1 Bonorejo Nusukan, Solo, Jawa Tengah,
Indonesia.
Age : 15 years
Reason why you join
this competition:
1. Because I like
Writting Fanfiction
2. Because I Like
Chinen Yuri
Cast
:
1. Chinen Yuri (HEY
SAY JUMP)
2. Sakura Haruno (OC)
3. Shori Sato (SEXY ZONE)
4. Inoo Kei (HEY SAY
JUMP)
5. Kotomi Ogawa (OC)
6. Kento Nakajima
(SEXY ZONE)
7. Nagiko Yamaguchi
(OC)
8. Miyu Akira (OC)
Synopsis : Cinta butuh perjuangan. ^^
KENTO NAKAJIMA
+++++++++++++++++++++++++++++++++
"Sakura-chan ! Tolong ambilkan pasta gigi
dong, ini pasta giginya sudah habis " seru seorang pemuda yang berada
dalam kamar mandi.
"Chotto .... " Sakura yang merasa
dipanggil segera menuju ke kamar mandi tersebut.
"Ini pasta giginya ...."
Sebuah tangan yang keluar dari balik pintu
kamar mandi, namun alih-alih mengambil pasta gigi tersebut malah pemuda itu
menarik tangan Sakura. "Mau mandi bersama ?" tanya seorang pemuda
penuh canda.
"KYAAA !! INOO-CHAN !! LEPAAASSS !!
TANGANKU SAKIT NIH !!" seru Sakura yang merintih kesakitan.
"Gomen ne Sakura-chan. Just Kidding kok
ya tidak mungkin beneran lah kalau kita mandi bersama. Hahaha ! Arigatou ya
sudah membantu mengambilkan pasta gigi yang baru." lalu Inoo segera
menutup pintu kamar mandinya dan melanjutkan mandinya.
"Huft dasar Inoo-chan membuat aku
terkejut saja. Huh!!" gumam Sakura kesal.
Sebenarnya Inoo dan Sakura sudah tinggal
bersama selama 1 tahun. Bukan karena mereka sepasang kekasih, tetapi lebih
karena itu sebuah Share House yang ditinggali oleh beberapa orang disana. Tidak
hanya Sakura dan Inoo, melainkan banyak orang yang tinggal disana.
Sebenarnya bukan keinginan Sakura untuk
tinggal bersama Inoo, melainkan keadaan keluarganya yang bekerja di London
mengharuskan dirinya tinggal di Share House tersebut.
"Sakura-chan ada apa ?" sosok Shori
yang tiba-tiba datang melihat Sakura yang wajahnya kelihatan shock.
"Eh Shori-kun..... Tidak apa-apa kok It's
Okay." jawab Sakura yang awalnya terkejut tiba-tiba mengubah dirinya untuk
tetap tersenyum.
Shori Sato adalah sahabat Sakura sejak masa
SMP. Mereka terkadang saling mencurahkan isi hatinya satu dengan yang lainnya.
Sebenarnya Shori menyukai Sakura karena dia anak yang pandai, rajin dan
sebagainya. Tetapi Shori orangnya agak pemalu jadi dia tidak mengungkapkan
kalau dia suka dengan Sakura. Bahkan Sakura pun sudah menjadi kekasihnya Chinen
Yuri sejak SMP kelas 3. Itulah sebabnya Shori menutup semua perasaan dirinya
terhadap Sakura.
"Wajah kamu aneh sekali, sebenarnya ada
apa Sakura-chan? Cerita saja." tanya Shori dengan tersenyum.
"Tidak apa-apa kok Shori-kun ini cuma
masalah kecil dan aku bisa menyelesaikan sendiri." jelas Sakura dengan
tersenyum.
"Ayo Minna !! Makanannya sudah siap
!!" suara seorang gadis yang mengubah suasana.
""KRING-KRINGG !!""
tiba-tiba keitai Sakura berbunyi.
"Kau makan duluan ya soalnya ada telfon masuk nih!" seru Sakura
sambil meniggalkan Shori.
"Konnichiwa My Honey!" suara
seorang pemuda yang terdengar samar-samar.
"Konnichiwa Chii ! Ada apa kau
menelefonku ?" tanya Sakura dengan heran.
"Tidak apa-apa kok Sakura-chan, aku
hanya kangen saja pada kau. Hehehe. By the way aku ingin kasih kejutan nih buat
kamu, bisakah nanti malam aku beri kejutannya di tempat saat kita jadian ?"
Tanya Chinen dalam percakapan telepon itu.
"Hai ! Tentu saja. Lalu kita mau
berangkat jam berapa Chii ?" tanya Sakura dengan bingung.
"Ya kira-kira sekarang saja bagaimana
?" Tanya Chinen.
"Baiklah. Kalau begitu aku ganti dulu ya
Chii." jawab Sakura dengan lemah lembut.
"Okay. Kalau begitu sekitar 15 menit
lagi aku jemput di tempat Perumahanmu ya !" Ucap Chinen bersemangat.
Tanpa berfikir panjang Sakura langsung masuk
kedalam rumah. Tiba-tiba langkahnya terhenti.
"Ah Inoo-chan ada apa !! Lepass dong
!!" seru Sakura yang tengah-tengah terkejut.
"Kau ini kelihatanya terburu-buru,
memangnya mau kemana ?" seru Inoo dengan sedikit tegas.
"Aku ini di ajak kencan sama Chii, aku
mau ke kamar untuk bersiap-siap. jaid LEPASKAN tanganku !! SAKIT tahu !!"
ketus Sakura sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Inoo.
Tanpa disadari setelah Sakura berhasil
melepaskan cengkeraman tangannya, langkahnya terhenti lagi karena Inoo langsung
memeluk Sakura dari belakang.
"Sakura-chan, apakah tidak bisa kau beri
aku kesempatan untuk.....untuk....." tiba-tiba kata-kata Inoo terhenti.
"Eh ! Na..Nani ?? beri kesempatan untuk
apa ?" tanya Sakura kebingungan sambil berusaha melepaskan pelukan dari
Inoo.
"Eh! Apa yang aku lakukan tadi. Bodohnya
diriku. Aku tidak ingin kalau Sakura tahu bahwa aku masih mencintainya."
gumam Inoo yang sadar akan yang dia perbuat tadi.
"Maaf Sakura-chan, aku akhir-akhir ini agak kacau pikirannya, jadi maaf ya
aku benar-benar tidak sengaja." ucap Inoo tanpa berpiikir panjang.
"Baiklah kalau gitu aku langsung saja ke
kamar untuk berganti baju." ucap Sakura dan meninggalkan Inoo.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Konbannwa Sakura-chan." sapa Chinen
sambil mengecup pipi Sakura.
"Haha konbannwa Chii. Kalau gitu kita
langsung saja yuk." ajak Sakura dengan bersemangat.
"Kau cantik sekali dengan blouse itu.
Warnanya sesuai sekali." ucap Chinen memuji.
"Arigatou Chii. Hahaha !" Ucap
Sakura dengan tertawa lembut.
"Okay My Princess. Let's go now."
kata Chinen sambil menggenggam tangan Sakura dan masuk kedalam mobil Chinen.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Sampailah Sakura dan Chinen disuatu tempat
yang pemandangannya sangat indah. Tiba-tiba Chinen menutup mata Sakura karena
dia akan membuat kejutan untuk Sakura.
"Loh ? Kenapa pakai matanya ditutup
segala Chii ?? Memangnya ada apa ?" tanya Sakura heran.
"Yah namanya saja kejutan. Hehehe. Tenang
ya Sakura-chan. Nah sekarang genggam tanganku ya supaya kau mengikuti
langkahku." suruh Chinen sambil menuntun Sakura.
"Nah waktu aku buka kain kecilnya kamu jangan membuka mata dulu ya."
saran Chinen sambil membuka kain kecil lembut yang menutupi mata Sakura.
"Hai Chii." Jawab Sakura sambil
mengangguk-angguk.
"Nah setelah hitungan ke 3 kau boleh
membuka mata. Oke." jawab Chinen menjelaskan.
"Hai Chii. Aku sudah tidak sabar untuk
melihat surprize nya." ucap Sakura dengan perasaan penuh penasaran.
"Baiklah. 1 2 3 !! Surprize !! Hadiah ini
khusu untuk kamu seorang Sakura-chan !!" seru Chinen bersemangat.
"Kyaaaa !! Arigatou gozaimashita Chii. Surprize
nya bagus sekali. Hontou ni arigatou gozaimashita Chii !!" ucap Sakura
dengan gembira.
"Dou itashimashitei my honey."
jawab Chinen dengan senyuman yang manis.
Tak lama kemudian bibir mereka menyatu antara
satu dengan yang lainnya. Lalu Chinen mulai berbisik disebelah telinga Sakura.
"I LOVE YOU SAKURA-CHAN. FOREVER AND
NEVER GONE." ucap Chinen pelan.
"ME TOO CHII. FOREVER AND NEVER
GONE." jawab Sakura dengan lemah lembut dan tersenyum.
"Kalau begitu aku antar kau pulang ya.
Kasihan kalau terlalu malam berlama-lama disini. Hehehe." ucap Chinen
sambil mengelus rambut Sakura.
"Hai Chii. Arigatou buat surprize nya
ya." kata Sakura sambil tersenyum.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Arigatou karena sudah mengantarkanku
sampai dirumah Chii. Selamat malam dan selamat tidur, mimpi indah." ucap
Sakura memberi ucapan pada Chinen.
"Dou itashimashitei Sakura-chan. Always
nice dream too Honey. Kalau gitu sampai ketemu besok." sapa Chinen dan
langsung pulang.
"Dor !! Sakura-chan lama sekali
perginya." tanya seorang wanita yang mengejutkan Sakura.
"Akira-chan !! Kau buat aku kaget saja
deh !! Ada apa sih ?" tanya Sakura sedikit jengkel.
"Haha gomen ne Sakura-chan.Sudah malam
nih ayo cepat tidur sana !" suruh Akira.
"Hahaha hai Akira-chan aku tidur duluan
ya." ucap Sakura yang tanpa banyak bicara langsung kekamarnya.
Lalu langkah Sakura terhenti oleh karena ada
Inoo di luar.
"Inoo-chan kau belum tidur ?" tanya
Sakura yang tiba-tiba mengejutkan Inoo.
"Ah Sakura-chan. Belum kok lagi tidak
bisa tidur nih. Sebenarnya ya sudah ngantuk sih tapi tidak bisa tidur, aneh ya.
Hehehe." jawab Inoo dengan tersenyum.
"Oh gitu ya. Hehehe. Lucu juga kamu
Inoo-chan." ucap Sakura dengan tersenyum juga.
"Kau baru saja pulang dari berkencan
dengan Chii ? Bagaimana ? Menyenangkan ?" tanya Inoo tersenyum.
"Kenapa tiap aku setelah pulang bersama
Chii dia selalu tanya tentang itu ya ?" gumam Sakura dalam hati.
"Ehem.. Sakura-chan ada apa kok melamun ?
Kencannya tidak menyenangkan ya ? atau awal-awalnya menyenangkan tetapi
akhir-akhirnya jadi tidak menyenangkan ?" tanya Inoo yang membuyarkan
lamunan Sakura.
"Eh ! Nani ? Tidak kok justru
menyenangkan bahkan si Chii memberiku kejutan yang special sekali. Aku ingin saathari
ultahnya nanti aku akan beri kado yang special untuknya. Seandainya saja Tuhan
memberiku usia yang panjang, pasti aku akan bahagia sekali." jelas Sakura
dengan suara yang memelas.
"Sssttt." jari telunjuk Inoo tepat
di bibir Sakura. "Kau tidak boleh seperti itu, aku tahu penyakit kankermu
itu akan makin parah setiap harinya. Tetapi kau harus tetap berpikiran positif
Sakura-chan. Banyaklah berdoa agar kau dan Chii bisa bersama sampai ke
pelaminan. Bahkan sampai maut memisahkan kalian berdua." nasehat Inoo
dengan lemah lembut.
"Aku tahu itu Inoo-chan. Tapi....
Tapi..." suara Sakura terhenti karena dia melihat Shori yang sedang
berdiri di balik tembok.
"Mmm... Yang dikatakan Inoo-chan benar
Sakura-chan. Kau harus optimis dalam menghadapi ini. Aku yakin karena takdirmu
itu tidak sekarang, melainkan masih lama Sakura-chan. Tetaplah optimis."
Saran Shori pada Sakura dengan lembut dan sedikit ragu-ragu.
"Arigatou gozaimashita minna. Hontou ni
arigatou gozaimashita. Aku akan berusaha untuk terus optimis dan terus berdoa
agar penyakitku segera hilang. Tapi aku mohon agar kalia tidak memberi tahu
pada Chii aku tidak mau kalau dia terlalu khawatir padaku." ucap Sakura
dengan penuh permohonan.
"Tapi lama-kelamaan dia akan segera tahu
Sakura-chan." jelas Shori dengan wajah khawatir.
"Iya aku tau. Lebih baik dia mengetahui
sendiri akhirnya. Paling tidak dia tidak perlu tahu sampai aku sembuh dari
penyakitku ini. Entah mengapa tiba-tiba aku terkena penyakit kanker."
jelas Sakura dengan sedih dan kecewa.
"Ya sudah yang penting saranku kau harus
optimis dan terus berdoa dan juga terus berusaha untuk hidup. Okay. Ya sudah
kau tidur saja ya." jelas Inoo menyarankan danmenyuruh Sakura untuk tidur.
"Hai Inoo. Kalau gitu aku duluan
ya." ucap Sakura sambil meninggalkan Inoo dan Shori.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
""KRING-KRING"" suara
keitai Sakura berdering dipagi hari.
"Mmm..... Hoaammm... Siapa ya yang
menelepon pagi-pagi begini." tanpa berpikir panjang Sakura langsung
membuka keitainya.
"Ternyata My Prince." gumamnya.
"Ohayou gozaimasu Chii." sapa Sakura dengan ramah.
"Ohayou Gozaimasu Sakura-chan. Apa aku
membangunkanmu di pagi-pagi begini. Gomen ne kalau aku mengganggu tidurmu,
Honey." Ucap Chinen.
"Daijoubu Chii. Ada apa kau meneleponku
?" tanya Sakura heran.
"Mmm... Hanya tanya saja kok, nanti
saat berangkat ke sekolah mau berangkat bersama ? Gomen ne karena kemarin lupa
bertanya sama kamu." jelas Chinen.
"Daijoubu Chii. Orang terkadang lupa
sudah biasa. Hehehe. Hai Chii." ucap Sakura dengan tersenyum.
"Oke deh. Aku jemput nanti 30 menit
sebelum sekolah kita masuk ya. Hehehe. Bye Honey. Muah! Hahaha." sapa
Chinen dengan memberikan kiss bye.
"Muah too. xixixi." ucap Sakura
sambil tertawa pelan.
~~~~~~~~~~~~~~~~
"Sumimasen !" suara seorang pemuda
yangl mengetuk pintu.
"Chotto......" ketika mendengar
ketukan pintu seorang wanita membukakan pintu itu.
"Eh! Chii apa kabar." sapa Nagiko
yang membukakan pintu untuk Chinen.
"Kenapa harus Nagiko yang membuka
pintunya ? Kenapa tidak Sakura-chan saja yang membuka pintunya. Huh menyebalkan
!" gumam Chinen sedikit kesal.
"Hey Chii ada apa kok mendadak melamun
seperti itu ?" tanya Nagiko sambil menepuk pelan pundak Chinen
"Eh! Gomen na Yama-chan. Baik saja kok.
By the way mana Sakura-chan ?" tanya Chinen secara mendadak.
"Na...Nani ! Kenapa Chii selalu
mencari Sakura-chan sih. Sebal rasanya. Huh !" gumam Nagiko dalam
hati.
"Hey ! Yama-chan kok malah kamu yang
gantian melamun ? Ada apa ?" tanya Chinen yang tiba-tiba membuyarkan
lamunan Nagiko.
"Eh ! Tidak apa-apa kok. Si Sakura-chan
baru diatas." jelas Nagiko dengan sedikit kecewa.
"Tuh Sakura-chan nya sudah turun."
jelas Nagiko sambil menunjuk Sakura.
"Hahaha tadi dia aku kirimi e-mail
Yama-chan. Xixixi. Kalau begitu kami berangkat dulu ya." seru Chinen
sambil menggeret tangan Sakura.
"Yama-chan aku berangkat dulu ya kasih
salam sama yang lainnya. Arigatou." seru Sakura dari suara kejauhan.
"Hai !!" jawab Nagiko dengan cepat
dan dengan sedikit kesal. Maklumlah Nagiko sudah lama menyukai Chinen sejak
mereka saling bertemu. Hanya sajs Chinen lebih menyukai Sakura daripada
dirinya. Itulah yang membuat Nagiko menjadi kesal.
"Apa tidak ada kesempatan bagiku untuk
bisa menjadi kekasihnya Chii ? Mengapa dia menyukai Sakura yang penyakitan
seperti itu. Hih !! Merinding aku !!" Gumam Nagiko kesal yang tiba-tiba tubuhnya tergerak
sendiri karena geli dan dia langsung kembali kekamarnya untuk bersiap-siap ke
sekolah.
~~~~~~~~~~~~~~~~
Setibanya disekolah.
"Sakura-chan, boleh kan aku tanya soal
Matematika ? Kau sepertinya ahli di pelajaran Matematika." tanya Chinen
sambil tersenyum.
"Haha. Hai Chii." ucap Sakura dengan
ramah.
Lalu mereka berdua langsung menuju ke kelasnya
untuk membahas soal matematika.
"Nah ini nih Sakura-chan. Nomor 4 dan 7
aku tidak bisa. Kau bisa memberi tahu caranya ?" tanya Chinen dengan ramah.
"Oh soal ini. Bisa kok. Sini aku jelaskan
caranya. ......." lalu Sakura mulai menjelaskan soal matematika itu.
"Nah sekarang kau sudah tahu caranya kan atau malah kebingungan karena aku
menjelaskannya tadi cepat-cepat ? Gomen na Chii" tanya Sakura sambil
menahan rasa sakitnya.
"Daijoubu Sakura-chan. Aku sudah mengerti
kok. Malah lebih mengerti kalau kamu yang menjelaskan. Hehehe." seru Chii
sambil tertawa.
TING TONG - TING TONG. Bel masuk sekolah telah
berbunyi
"Ya sudah kembali duduk sana sudah bel masuk
sekolah loh !" suruh Sakura yang setelah mendengar bel berbunyi.
Setelah semua siswa kelas 3-A duduk, tak lama
kemudian Azura sensei yang merupakan wali kelas mereka telah masuk ke kelas.
"Ohayou gozaimashita minna !" sapa
Azura Sensei pada murid-muridnya.
"Ohayou gozaimashita Sensei !" sapa
murid-murid pada Azura Sensei.
"Hai. Sekarang kitra mulai pelajaran kita
hari ini minna." ucap Azura Sensei dengan ramah pada murid-muridnya.
"Hai Sensei !" seru para murid
sambil mempersiapkan buku mata pelajaran.
~~~~~~~~~~~~~~~
TING - TONG. TING - TONG. Bel sekolah pun
telah berbunyi pertandakan waktu pulang sekolah.
"Hay Sakura ! Kau pulang denganku atau
dengan Chii ?" tanya seorang pemuda yang mengejutkan Sakura.
"Eh ! NakaKen !! Aku pulang bersama Chii
kok. Kau pulang sendiri tidak apa-apa kan. Hehe. Gomen na NakaKen."
"Daijoubu Sakura-chan. Ya sudah aku
duluan ya." seru Kento sambil melambai-lambaikan tangannya kearah Sakura
dan Chinen. Tiba-tiba langkah Kento terhenti karena Kento mendengar Sakura yang
mendadak merintih kesakitan.
"Ah!! Aduh !!" teriak Sakura
merintih kesakitan hingga sampai membungkuk tubuhnya.
"Ah Sakura-chan kau tidak apa-apa ?"
tanya Chinen yang tengah-tengahnya khawatir akan keadaan Sakura.
"Daijoubu ne Chii. Aku baik-baik saja
kok. Mungkin perutku sedikit sakit soalnya terkadang aku makan sering
terlambat, jadi sudah terbiasa kalau sakit. Hehehe." jelas Sakura yang
berusaha menutupi penyakitnya.
"Benarkah ?? Tapi sepertinya lumayan
parah. Perlu aku antar ke Rumah Sakit ?" tanya Chinen yang masih khawatir.
"Tidak usah Chii. Daijoubu ne Chii. Lebih
baik kita pulang saja." ucap Sakura yang masih merintih kesakitan.
"Baiklah Chii lebih baik kamu bawa pulang
Sakura supaya dia bisa beristirahat di Perumahannya." Saran Kento pada
Chinen.
"Haii Naka-Ken." ucap Chinen
menyanggupi dan langsung menopang Sakura sampai di mobilnya.
~~~~~~~~~~~~~~~
"Sumimasen !! Ada orang dirumah ??"
ucap Chinen sambil mengetuk pintu.
"Chotto ...." terdengar suara lelaki
yang berada didalam itu. "Oh Chii Sakura-chan kau sudah pulang. Loh ada
apa denga Sakura ?" tanya Inoo heran.
"Dia tadi kesakitan, jadi aku bawa
langsung dia pulang." Jelas Chinen dengan wajah yang masih terlihat
khawatir.
"Arigatou Chii sudah mengantarkan ku
pulang. Gomen na karena sudah merepotkanmu." ucap Sakura dengan suara yang
lemas.
"Dou itashimashita. Banyak istirahat ya
Sakura-chan. Kalau begitu aku pulang dahulu." ucap Chinen sambil
meninggalkan Sakura dan Inoo.
~~~~~~~~~~~~~~~
"Chii !!" seorang wanita tiba-tiba
mengejutkan Chinen.
"Ah ! Lagi-lagi Nagiko. Apa sih maunya
?" gumam Chinen dan langsung pergi begitu saja tanpa memerdulikan
Nagiko.
"Chii !! Tunggu !!" Lalu Nagiko
berlari dan akhirnya dia berhasil menggenggam tangan Chinen.
"Ada apa sih ? LEPASS TIDAK !!"
bentak Chinen sambil berusaha melepas genggaman erat dari Nagiko.
"Tidak akan. Kau tahu kan betapa aku
sangat mencintaimu Chii. Bahkan tadi saat kau mencari Sakura, itu saja sudah
membuatku cemburu pada Sakura karena dia telah merebut semua yang harus menjadi
hak aku. Aku mohon kasih aku kesempatan untuk membuatmu terus bahagia dan kau
tidak akan menyesalinya." jelas Nagiko berusaha meyakinkan Chinen.
"Tidak !! Aku ini sudah menjadi miliknya
Sakura dan Sakura sudah menjadi milikku, jadi kau jangan berharap bisa
meyakinkanku, Yama-chan !!" ucap Chinen sambil meninggalkan Nagiko secara
langsung dan melepaskan genggaman erat tangan Nagiko dengan kasar.
"Kenapa sih selalu saja Sakura yang
dia pikirkan. Mungkin suatu saat kau akan berpaling padaku lagi. Inilah tekadku
!" gumam Nagiko sedikit kesal sambil mengepalkan tangannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~
"Aku ingin membuat kejutan yang
special untuk Chii, tapi kira-kira bertahan tidak ya aku ?? Sesungguhnya saat
ultah Chii aku sudah harus sembuh jadi Chii tidak perlu mengkhawatirkan tentang
kondisi ku. Tuhan tolong sembuhkan aku agar aku bisa membahagiakan semua orang
yang aku sayangi termasuk Chinen orang yang sangat aku cintai." gumam
Sakura dengan suara melemah.
KRING-KRING keitai Sakura tiba-tiba berbunyi
dan sampai membuyarkan lamunan Sakura. "Ternyata Chii yang mengirimku
e-mail." gumamnya sambil membaca isi e-mail tersebut.
dari : chiinenyuri@yahoo.jp
subyek : rasa gelisah
"Sakura-chan kau tidak apa-apa kan ? dan sakitmu bagaimana sudah lumayan
membaik belum ? I wish you will get well soon honey :* "
'chiinen'
"Andaikan kau
tahu bahwa sebenarnya penyakitku ini sangat parah Chii. Tapi aku tetap berusaha
untuk hidup dan optimis." gumam Sakura dengan bersedih.
"Sakura-chan bolehkah aku masuk ? Aku
membawakan makanan dan minuman untukmu." seorang wanita yang berada diluar
mengetuk pintu kamar Sakura.
"Masuklah !" suruh Sakura dengan
suara yang masih melemas.
"Kami kira kau sudah istirahat ternyata
belum. Ini kami bawakan makanan sup sayur lettuce agar kau jadi sehat
selalu." jelas Kotomi dengan penuh perhatian.
"Hai Sakura-chan. Dimakan ya sup nya enak
loh !!" ucap Akira dengan semangat.
"Hahaha. Hai." jawab Sakura singkat
sambil mencoba sup buatan Kotomi dan Akira.
"Bagaimana ? Enak tidak ??" tanya
Kotomi yang sedikit penasaran.
"Hmm... Enak kok. Hangatnya terasa
loh." jelas Sakura dengan tersenyum. "By the way bisakah
kalian membantuku untuk mempersiapkan kejutan untuk Chii ?" tanya Sakura
dengan sedikit memohon.
"Hai. Tentu saja." jawab Kotomi dan
Akira menyetujui.
"Hmm begini ..........." Lalu Sakura
memulai menceritakan.
"Oh begitu rupanya. Daijoubu. Aku dan
yang lainnya akan membantu mempersiapkan ide mu itu." jawab Akira.
"Arigatou gozaimashita minna." ucap
Sakura dengan senang.
" Iya besok sudah 2 hari menjelang
ultahnya Chii. Jadi nanti yang lain aku beri tau untuk membantu kita dan kamu
jangan khawatir ya Sakura-chan." kata Kotomi sambil menepuk pelan pundak
Sakura.
"Sankyuu Kotomi-sama." ucap Sakura
pelan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Lalu keesokan harinya Sakura, Akira, Kotomi,
Kento, Inoo, dan Shori mulai megerjakan ide yang diusulkan oleh Sakura. Mereka
ingin membuat Special Gift untuk Chinen Yuri dihari ultahnya. Akhirnya
mereka pun tlah selesai membuat Spceial Gift untuk Chinen.
"Nah sekarang sudah siap nih. Lalu
rencana selanjutnya apa ?" tanya Kento.
"Selanjutnya, serahkan saja padaku, aku
akan menyusul kerumah Chii sekarang." ucap Sakura sambil melangkahkan kaki
menuju ke tempat garasi untuk mengambil kendaraan pribadinya.
"Sakura-chan sebaiknya kau hati-hati.
Takutnya sakitmu nanti kambuh lagi." kata Shori menyarankan.
"Hai." jawab Sakura singkat.
~~~~~~~~~~~~~~~~
KRING KRING. Keitai Chinen berbunyi pertanda
ada pesan masuk.
dari : sakuraharuno@yahoo.jp
subyek : berkencan
"Ohayou Honey :* aku ada diluar rumahmu sekarang, dan aku ingin mengajakmu
untuk pergi kesuatu tempat. Biasa ada surprize untukmu :*"
'sakura'
"Ah Sakura-chan ternyata kau ada diluar
rumahku. Lebih baik aku harus membalas kiriman dulu setelah itu
bersiap-siap." ucap Chinen yang memulai mengetik keyword keitainya untuk
membalas kiriman dari Sakura.
KRING KRING. Keitai Sakura berbunyi pertanda
balasan kiriman dari Chinen.
dari : chiinenyuri@yahoo.jp
subyek : hehehe
"Ohayou Honey :* tunggu sebentar ya aku
harus siap-siap dahulu. 10 menit kemudian aku sudah turun kebawah.
Sankyuu :3 ."
'chiinen'
"Hahaha baiklah Chii. Setia menunggu
kok." batin Sakura sambil tersenyum.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu
terbuka.
"Gomennasai Honey. Aku terlalu lama ya ?
Hontou ni gomennasai Honey." ucap Chinen sedikit menyesal.
"Daijoubu Honey. Lagipula aku bisa
melihat-lihat taman mu yang subur-subur kok dapat menyegarkan mata. Hehehe.
Kalau begitu langsung saja yuk, tapi kamu harus pakai kain ini untuk menutupi
matamu agar kau tidak langsung tahu kejutannya. Hehehe." ucap Sakura sambil
mengikatkan kain itu ke mata Chinen.
"Hahaha. Hai Sakura-chan. Tapi aku
dituntun ya. Hehehe." ucap Chinen sedikit manja.
"Hahaha kamu ini seperti ga tahu aku aja
Chii. Sudah pasti dong. Nah genggam tanganku ya aku tuntun sampai ke mobil
aku." suruh Sakura dengan lemah lembut.
"Hai Sakura-chan." jawab Chinen
bersemangat.
~~~~~~~~~~~~~~~
Tak lama kemudian sampailah Chinen dan Sakura
di suatu tempat yang berdekatan dengan pemandangan yang indah.
"Nah kita telah sampai nih Chii. Seperti
yang kau katakan padaku saat kau memberiku kejutan dahulu. Okey." suruh
Sakura dengan tersenyum.
"Hai Sakura-chan." ucap Chinen
dengan semangat.
"Okay siap-siap ya Chii.
One...Two...Three.... SURPRIZE !!!! Bagaimana kau suka ?" tanya Sakura
setelah membuka kain yang menutupi mata Chinen.
"Kyaaaa. Kawaii ne Sakura-chan. I..Ini
special sekali untuk ku. Arigatou gozaimashita Sakura-chan." ucap Chinen
gembira sambil memeluk erat Sakura.
"Dou Itashimashitei Chii. Syukurlah kalau
kau suka hadiah dari aku dihari special mu ini." ucap Sakura pelan sambil
membalas pelukan Chinen.
Perlahan-lahan Sakura mulai pingsan karena
penyakitnya telah kambuh lagi dan itu membuat Chinen terkejut.
"Sakura-chan !! Sadarlah !! Sakura-chan
!!" teriak Chinen menyebut nama Sakura dan langsung dibawanya ke rumah
sakit.
~~~~~~~~~~~~~~~
KRING KRING. Terdengar
suara keitai Inoo Kei yang berbunyi.
dari : chiinenyuri@yahoo.jp
subyek : berita buruk
"Ohayou Inoo-chan. Aku ingin memberi tahu sekarang Sakura di rumah sakit
karena dia tadi pingsan saat memberiku kejutan tadi. Tolong beritahukan pada
yang lainnya. Sankyuu."
'chiinen'
"Na..Nani ?? Sakura dirumah sakit ?
Jangan-jangan penyakitnya kambuh lagi." gumam Inoo dengan ekspresi
terkejut. Lalu Inoo segera memberitahu pada yang lainnya.
"Minna !! Gawat Minna !!" teriak
Inoo mericuhkan suasana.
"Ada apa Kei-ni kok teriak-teriak begitu
?" tanya seorang pemuda yang tiba-tiba mengejutkan Inoo
"Eh Shori. Sa..Sakura sekarang dirumah
sakit tadi Chii baru saja mengirimku pesan. Nih lihat pesan dari Chii."
jelas Inoo sambil menunjukkan pesan keitainya pada Shori.
"Oh ternyata ..... Tapi kenapa Sakura
bisa sampai dirumah sakit ? Apa penyakitnya kambuh lagi ??" tanya Shori
sambil mengembalikan keitai Inoo.
"Kemana yang lainnya ?" Tanya Inoo
penasaran.
"Itu pada datang tuh." seru Shori
sambil menunjuk.
"Ada apa Inoo-chan ? Kok tadi aku dengar
kau teriak-teriak ?" tanya Kento yang baru saja datang disusul dengan
Akira dan Kotomi
"Begini, Sakura-chan masuk kerumah sakit
dan sepertinya penyakitnya mulai kambuh lagi." jelas Inoo dengan suara
melemas.
"Na..Nani ?? Kalau gitu kita langsung
bersiap-siap saja untuk pergi ke rumah sakit." ucap Kotomi tanpa banyak
bicara dan langsung kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.
"Hai." jawab semuanya sambil
bersiap-siap.
~~~~~~~~~~~~~~~
KRING - KRING. Terdengar suara keitai Chinen
sambil dengan perasaan panik.
"Konnichiwa Chii. Rumah sakitnya
letaknya dimana ?" tanya seorang pemuda dalam telepon itu.
"Rumah Sakit langganan ayahnya
Sakura-chan, Kei-ni." jawab Chinen memberi tahu.
"Hai Chii. Sekarang aku dan yang
lainnya segera berangkat ke rumah sakit." jelas Inoo dan langsung
menutup teleponnya.
"Hai." jawab Chinen singkat.
~~~~~~~~~~~~~~
"Chii !" panggil Inoo dan segera
menghampiri Chinen. "Bagaimana keadaan Sakura ?" tanya Inoo sedikit
khawatir.
"Iya Chii bagaimana keadaan Sakura
?" ucap Kotomi lembut.
"Kata dokter dia terkena penyakit kanker
stadium 2. Sebenarnya penyakit itu bisa disembuhkan kalau dia dioperasi dan
jika didiamkan lama-kelamaan menjadi stadium akhir dan bisa meninggal."
jelas Chii dengan bersedih.
"Ya sudah lebih baik dilakukan operasi
saja gimana ? Demi kesembuhan Sakura sebelum penyakitnya tersebar ke
mana-mana." saran Kento.
"Jangan langsung begitu NakaKen. Lebih
baih kita hubungi saja orang tuanya. Chii orang tua mu dan orang tua Sakura
sama-sama pergi ke London kan ? Lebih baik kamu kasih tahu sama orang tuanya
Sakura." jelas Inoo meyarankan.
"Hai !" Lalu Chinen mengambil
keitainya dan menghubungi orang tua Sakura.
~~~~~~~~~~~~~~
Lalu Chinen memberitahu orang tua Sakura
melalui via keitainya. Setelah orang tua nya tahu mereka menyarankan pada
Chinen agar Sakura lebih baik dioperasi demi kebaikkan Sakura. Lalu mulailah
proses pengoperasian Sakura. 1 bulan berikutnya Sakura telah sembuh total dari
penyakit kankernya itu.
"Sakura-chan. Anakku !" seorang
wanita tua memanggil dengan bersemangat.
"Ibu !! Ayah !!" seru Sakura sambil
menghampiri kedua orang tuanya. "Bu.. Yah.. Aku rindu pada kalian."
ucap Sakura sambil memeluk orang tuanya.
"Kami juga merindukan mu,
Sakura-chan." ucap Ayah dan Ibu Sakura dan membalas pelukan anaknya itu.
"Bu.. Yah.. mereka akrab sekali ya."
ucap Chinen terharu.
"Hai Chii. Sangat akrab. Bagaimana kamu
dengan Sakura ? baik-baik saja kan ?" tanya Ibu Chinen.
"Iya, Bu baik kok." jawab Chinen
tersenyum.
Lalu orang tua Sakura menghampiri orangtua
Chinen dan langsung mengatakan sesuatu pada Chinen.
"Chii, arigatou gozaimashita karena sudah
menjaga Sakura-chan selama kami di London." ucap Ayah Sakura terharu.
"Dou itashimashitei Om Haruno. Saya tetap
menjaga Sakura dengan segenap hatiku Om Haruno" ucap Chinen sambil
menunjukkan uluh hatinya.
~~~~~~~~~~~~~~
"Minna. Sepetrinya kita perlu membuat
kejutan untuk Sakura dan Chii. Hari ini kan genap 1 tahun mereka menjadi
sepasang kekasih." bisik Kotomi pelan.
"Hmm... Tapi masa si Sakura sama Chii
tidak tahu kalau hari ini genap 1 tahun mereka menjadi sepasang kekasih ?"
tanya Inoo sedikit ragu-ragu.
"Mmm... Tapi tidak salah juga kok kalau
kita buat kejutan untuk mereka berdua dan aku tahu apa yang harus kita
lakukan." ucap Akira sambil tersenyum lebar.
"Begini instruksinya......" lanjut
Akira sambil menjelaskan.
"Kyaaaa. Pemikiran Akira-chan sama dengan
aku. Baru saja aku mau mengatakan itu." seru Shori.
"Sudah-sudah. Sekarang kita mulai
instruksinya." ucap Kento dengan bersemangat.
~~~~~~~~~~~~
"Ah. Pesan masuk dari Kei-ni ? Apa ya
kira-kira." gumam Sakura dan langsung membuka pesan tersebut.
dari :
inookei@yahoo.jp
subyek : apa saja
hehehe :D
"Konnichiwa
Sakura-chan. Aku mau kau hadir menemuiku ditempat saat kau dan Chii jadian itu
jam 7 malam. Ada hal penting yang mau aku bicarakan dengan kau. Sankyuu"
'inoo kei'
"Nani ?? Hal penting ? Kira-kira apa
ya ?" gumam Sakura dan langsung ke kamarnya untuk bersiap-siap.
~~~~~~~~~~~~~~
"Hohoho. Kei-ni mengirim ku pesan. Apa ya
isinya." seru Chinen dengan tertawa sambil membuka keitainya.
dari :
inookei@yahoo.jp
subyek : apa saja
hehehe :D
"Konnichiwa Chii.
Aku mau kau hadir menemuiku ditempat saat kau dan Sakura-chan jadian itu jam 7
malam. Ada hal penting yang mau aku bicarakan dengan kau. Sankyuu"
'inoo kei'
"Nani ?? Mmm.. Hal penting apa yang akan
dia katakan ya. Mmm.. lebih baik aku langsung berangkat saja" ucap Chii
sambil menuju kamarnya.
~~~~~~~~~~~~~~
"Ya ampun balasan pesannya bersamaan.
Tapi yang penting kan tugasku sudah beres tinggal menjalankan rencana
berikutnya."
ucap Inoo sambil meletakkan keitainya didalam
kantong celananya.
Lalu tibalah Chinen dan Sakura secara
bersamaan ditempat saat mereka pertama kali jadian.
"Loh Chii sedang apa kau disini ?"
tanya Sakura sambil menepuk pelan pundak Chii.
"Kamu sendiri juga sedang apa disini,
honey ?" tanya Chinen yang tengah-tengah nya terkejut.
"Aku kesini karena Kei-ni yang menyuruhku
dan katanya ada hal penting yang ingin dia katakan padaku." jelas Sakura.
"Loh kok sama ya ? Sii Kei-ni juga bilang
seperti itu. Ini aneh sekali." ucap Chinen dengan bingung.
Tiba-tiba terdengar suara kembang api yang
mengejutkan suasana mereka berdua.
"Ya mana ada kembang api segala.
Sebenarnya ada apa sih ini semua ?" ucap Chinen yang semakin bingung.
"Eh lihat itu Chii tulisan yang ada
dilangit sana." seru Sakura sambil menunjuk kearah langit.
"Loh itu bukannya tulisan kanji nama kita
berdua ? Kamu membuat kejutan lagi untukku ya Sakura-chan ?" tanya Chinen
menebak.
"Bukan Chii. Aku tidak membuat kejutan
seperti ini untukmu, kau tau sendiri kan kalau aku sebenarnya tidak begitu suka
dengan kembang api karena suaranya yang berisik." seru Sakura dengan
sedikit jengkel.
"Lalu ini semua yang membuat siapa ? Kalau
bukan kau ?" tanya Chinen dengan menaikkan alisnya.
"SURPRIZE !!!" terdengar suara ramai
sehingga mengejutkan Chinen dan Sakura.
"Ya ampun minna-san. Aku terkejut sekali.
Ternyata ini kalian semua yang membuatnya ?" tanya Chinen yang masih
sedikit penasaran.
"Hai. Ini semua idenya Akira-chan. Kalian
tidak tahu kalau hari ini genap 1 tahun kalian menjadi sepasang kekasih ?"
tanya Kento dengan penasaran.
"Astaga. Aku hampir lupa dengan
......" kata Sakura dan Chinen yang tiba-tiba terhenti. Lalu mereka saling
berpandangan karena tadi berbicara dengan bersamaan lalu mereka langsung
tertawa.
"Hahaha. Gomennasai Chii karena aku
hampir lupa dengan hari yang special ini." seru Sakura dengan menyesal.
"Hahaha. Gomennasai ya Sakura. Entah
mengapa aku bisa sampai lupa juga." ucap Chinen dengan sedikit tertawa.
Lalu mereka saling berpelukan dan tak lama
kemudian bibir mereka menyatu satu dengan yang lainnya.
The End
*hope you minna like
it
sankyuu :))
~ THE WIND ~
Title :
The Wind
Categories : One Shoot
Genre : Romance, Mystery
Rating : General
Theme song : tomorrow's
way - YUI (accoustic version)
Author : Lucia Oktafani (oii-chan)
Alamat : jalan menteng
atas selatan 2 RT 002 Rw 12 no 12 kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. 12960
Umur : 19 tahun yo
Alasan mengikuti lomba:
1. Suka banget ngerayain ulangtahun orang lain dan memberikan sesuatu meskipun
hal kecil buat birthday boy/ birthday girl nya
2. karena Chii kawai, jadi pengen nulis ff tentang dia
3. karena hadiahnya menggiurkan (-_-)v
4. I love all member jump daisuki
Cast :
1.
Chinen Yuri
2.
all member Hey! Say! Jump
3.
Fujiyama Reina (OC)
Disclaimer : all cast
is not mine, the story is mine
Quote
: “terimakasih karena telah menyediakan sisa waktumu yang berharga
untukku”
……………………………………………………………………………………………………
Tepat pada awal musim dingin Tokyo Dome sedang sibuk hari itu. Begitu juga
dengan para staff Johnny’s Entertainment dan personil Hey Say Jump. Mereka
sedang mempersiapkan konser musim dingin yang rencananya akan diadakan 3 hari
lagi disitu. Karena telah mendekati hari H, para personil bekerja keras
berlatih menari dan bernyanyi.
“huaaahhh lelahnya,sudah jam 7 malam dan aku belum
mengerjakan laporan wajibku di sekolah untuk besok” keluh Nakajima Yuto, salah
satu personil Hey say Jump dengan badan penuh keringat.
“eh? Laporan sains maksudmu? Aku hampir lupa tentang itu.
Yuto, bolehkah aku menginap nanti di rumahmu untuk mengerjakannya bersama?”
yamada ryosuke yang sekelas dengan yuto memohon.
“boleh saja, tapi…. Aku agak bingung dengan beberapa soal di
dalamnya. Bagaimana kalau Tanya chinen saja?” yuto melirik chinen yang sedang
duduk minum sebotol penuh pocari. “hey, chii. Menginaplah di rumahku untuk
mengerjakan tugas bersama.” Yuto merayu
“ah, tugas dari fukuchi sensei? Aku sudah selesai
mengerjakannya. Gomen ne~” chinen tertawa. Dia memang termasuk anak yang pintar
di kelasnya.
“sungguh?! Sejak kapan kau menyelesaikannya?” Ryosuke kaget.
“hahaha aku mengerjakannya saat kalian sibuk ribut tentang
suster cantik yang datang ke sekolah kemarin. Karena waktu ku luang jadi
kukerjakan saja” Chinen masih tertawa
“kau ini, boleh aku lihat tugasmu? Aku sangat lelah karena
latihan hari ini” yuto merayu Chinen lagi.
“kenapa tidak minta bantuan inoo-chan saja? Dia kan pintar”
Chinen berusaha menolaknya dengan halus. “kalau kau menyontek tugasku terus,
nanti kau tidak akan pintar yuto. Kau tidak bisa selamanya bergantung padaku”
Chinen menasehati
“ya, aku tahu. Uhmmm kalau begitu baiklah, biar aku
konsultasi saja pada inoo-chan” yuto menyetujui.
Datang keenam personil Hey Say Jump lain dan beberapa
pelayan yang membawa sejumlah makan malam untuk mereka. Kini meja makan sudah
terisi penuh dengan nasi, sushi, ayam, daging babi guling, steak, salad, dan
buah-buahan yang di hias cantik di meja makan mereka. Semua makanan itu khusus
untuk para member yang telah bekerja keras latihan hari ini. mereka mengambil
makanan kesukaan mereka masing-masing.
“hei, Chinen. Kau yakin ingin makan sebanyak itu?” Tanya
Yabu pada Chinen yang membawa sebuah piring berisi nasi, daging babi guling,
steak, udang, dan salad yang terisi penuh. “nanti perutmu bisa sakit”
“tidak, aku ingin makan semua ini” kata Chinen sambil
melahap suapan nasi pertamanya. Chinen memang sangat suka makan. Dia ingin
mencicipi semua makanan itu. Hanya saja, kebiasaan buruk Chinen adalah dia
selalu menyisakan makanannya hingga ada sebagian orang yang tidak kebagian
makanannya. Dan benar saja, kali ini makanannya juga tak habis.
“lihat!! Lagi-lagi kau melakukannya” Ryosuke menjitak kepala
Chinen. Dia kesakitan
“hey Chinen, kalau kau hanya ingin mencicipi makanan itu
saja, ambilah seperlumu. Kasihan orang yang tidak kebagian” seru Daiki pada
Chinen.
“tidak apa-apa, Johnny-sama menyiapkan ini semua untuk kita
kan?” Chinen menjawab omongan Daiki dengan ketus. Ia tak suka jika oranglain
mengkritiknya saat dia makan.
“sudah, biarkan saja dia memang keras kepala” kata Hikaru
sambil mengusap-usap kepala Chinen.
“nah, ini baru Hikaru. Dia memang selalu baik padakku. I
love you Hikaru-nii” kata Chinen sambil mencontohkan adegan wanita yang mencium
pacarnya. Hikaru merasa jijik dan menghindar. Semua anggota tertawa. Jam sudah
menunjukan jam 8 malam dan mereka semua harus pulang.
Keesokan harinya mereka berlatih kembali. Sudah menjelang 2
hari konser mereka akan digelar. Waktunya mereka makan siang di sela-sela
latihan mereka. Dan lagi-lagi Chinen mengulangi kebiasaan buruknya hingga Keito
yang saat itu terlambat datang ke ruang makan siang karena sakit perut tidak
kebagian makanan.
“ah, keito. Kau kemana saja? Makanannya sudah habis. Maaf”
semua personil lupa dengan Keito karena keito masuk ke WC terburu-buru sehingga
semua personil tak sadar ia belum mengambil jatah makan siangnya. Semua menoleh
ke arah Chinen yang menyisakan setengah dari jatah makan siangnya.
“ada apa? Kenapa kalian semua melihatku?” Chinen bingun
“chinen, tak baik menyisakan makanan seperti itu. jika kau
tak mau menghabiskan semuanya, kenapa tak kau ambil saja semampumu
menghabiskannya? Lihat, Keito jadi tak kebagian makanan kan?” Yabu menasehati
Chinen dengan dewasa.
“iya Chii, kau tak boleh seperti itu” Inoo menambahkan.
Chinen mulai marah, “kenapa kalian semua menyalahkanku?
Keito tak mendapat makanannya karena ia terlambat. Lagipula kalau kurang, kita
bisa memesannya lagi. Ini Cuma masalah sepele kan? Kenapa kalian semua jadi
marah padaku?” Chinen menjawab dengan kesal .
Chinen diam karena agak marah. Mereka kemudian berlatih
dance lagi. Saat latihan dance dimulai Chinen beberapa kali melakukan
kesalahan. Entah kenapa ia merasa hari itu sedang sangat tidak mood. Sebagian
karena teman-temannya menyalahkannya hari ini karena penyakit maag Keito
kambuh.
“Hei Chinen !! kita sudah 10 kali mengulang dance yang sama
karena kesalahanmu, tolong serius sedikit.” Kata Yuya mulai kesal karena
kelelahan.
“kenapa kau menyalahkanku lagi? Keito saja yang tak hadir
saat latihan tak dimarahi. Sudah aku bosan, kita lanjutkan besok saja.” Chinen
keluar ruangan. Ryosuke berusaha mengejarnya.
“mau kemana kau?” Ryosuke menarik tangan Chinen.
“mencari udara segar” Chinen menjawabnya dengan ketus dan
kemudian pergi ke pusat kota.
Di tengah keraimaian, Chinen memakai jaket, topi dan
kacamata hitamnya. Ia lebih suka berpakaian seperti itu agar orang tak menyadari
bahwa ia seorang idola. Memang idola di jepang tak terlalu di ekspose apabila
sedang berada di luar, namun Chinen masih terasa risih apabila oranglain tahu
ia sedang berkeliaran apalagi saat ini Chinen sedang kesal dan ingin sendirian
menenangkan pikiran.
“apa-apaan mereka. Cuma karena hal sepele, mereka jadi
seperti itu padaku. Ini tak adil. Hanya karena makanan beberapa ribu yen,
mereka tega memojokkan sahabat mereka sendiri.” Chinen berkata menggerutu
sendiri di depan jembatan di tengah Tokyo. Ia melempar-lempar bebatuan kecil ke
sungai di depan jembatan itu. dan tiba-tiba tersadar ada seorang wanita cantik
di sampingnya. Wanita itu berambut hitam panjang, rambutnya dikuncir satu. Dia
memakai kaos berwarna putih bermotif bunga dan memakai rok mini berwarna hitam.
Chinen memandangi wanita yang terlihat lebih tua darinya itu. sangat cantik,
begitu pikir Chinen. Chinen memang menyukai wanita yang lebih tua darinya. Dia
tersenyum pada Chinen dan memberikan tangannya menawarkan untuk bersalaman.
“Fujiyama Reina, Salam kenal. Kau siapa?” katanya tersenyum.
Chinen kaget. Dia tak percaya bahwa ada wanita yang tak
mengenali dirinya dengan jarak sedekat ini. “Chinen Yuri, salam kenal. Kau tak
mengenalku”
“hahaha aku hanya bercanda. Tentu aku tahu kau. Personil Hey
Say Jump kan? Kenapa kau sendirian di sini?”
“ya, aku hanya sedang bosan pada hidupku yang datar ini.”
“eh? Kenapa? Bukankah hidupmu sangat menarik? Selalu
dikelilingi para fans yang menyayangimu.”
“ya, aku …..” belum sempat meneruskan kalimatnya salah
seorang fans menyadari bahwa Chinen sedang berdiri disitu, wanita itu memanggil
temannya yang lain. Reina segera menarik tangan Chinen dan mengajaknya ke dalam
bus.
“hey, kita mau kemana?” Tanya Chinen takut. Ia agak takut
diculik memang. Mengingat penculikan terhadap artis dengan meminta sejumlah
uang tebusan pada pihak management memang sedang marak terjadi di Jepang. Dan
tidak sedikit pula dari kasus-kasus tersebut yang hanya sekedar dibuat-buat
untuk mencari popularitas.
Mereka sampai di sebuah gunung yang memiliki sawah yang
sangat luas. Udara disitu sangat sejuk dan memiliki lading bunga yang sangat
indah. Chinen tak tau masih ada tempat seperti itu di jepang.
“jika mood ku sedang tidak bagus atau sedang bersedih, aku
sering pergi kesini. Tempatnya tak jauh dari pusat kota. Dan disini banyak
bunga-bunga yang jarang ditemui. Selain itu jarang kan aku kesini dengan
seorang superstar seperti dirimu?” katanya sambil menghempaskan diri di ladang
bunga itu.
Chinen melihat Reina dengan tersenyum. Reina terlihat sangat
cantik ketika tersenyum.
“hey, lihat Chinen. Ada sepasang jangkrik.” Ia menarik
tangan Chinen. Ada sepasang jangkrik yang sedang kawin rupanya. Chinen terus
memperhatikan sepasang jangkrik itu. ini pertama kalinya Chinen melihat
jangkrik yang sedang kawin dari dekat. Karena kesibukannya selama ini, ia hanya
melihat berbagai hewan lewat televisi. Chinen memang sangat menyukai dunia hewan.
“fujiyama-kun. Sepertinya aku pernah melihatmu. Wajahmu
sangat familiar. Apa kita pernah bertemu sebelumya?” Tanya Chinen
“tidak, sepertinya kau salah orang. Ini pertama kalinya aku
bertemu langsung denganmu selain di televisi” kata Reina sambil memperhatikan
sepasang jangkrik tadi. “kau tahu? Aku suka sekali memperhatikan hal-hal kecil
seperti ini.” Reina menyambung. Kini sepasang jangkrik tadi telah selesai
proses kawinnya. Tetapi setelah itu sang jangkrik jantan mati. Reina terlihat
sedih.
“kenapa kau bersedih?” Tanya Chinen.
“yaa, jangkrik itu mati. Apa kau tidak merasa kasihan?”
“mengapa bersedih? Bukankah itu suatu proses alami? Ada
beberapa binatang yang memang harus mati untuk meneruskan kelestarian jumlah
spesiesnya dan itu memang sudah jadi tugas mereka kan?”
“ya tapi apa kau merasa ini tak adil? Terkadang aku merasa
Tuhan tak adil, jangkrik ini mati sebelum ia melihat bagaimana rupa
anak-anaknya. Dan apa kau pernah membayangkan bagaimana jika terlahir
sebagai anaknya dan lahir tanpa tahu ayahnya seperti apa? Terlebih lagi
jika kau seorang jangkrik jantan yang tahu kau harus mengorbankan nyawamu
demi suatu keegoisan tujuan bersama seperti ini?”
“entahlah, bukankah itu rahasia Tuhan. Aku rasa Tuhan
mempersiapkan segalanya dengan baik dan adil”
Chinen kaget, ia lupa bahwa ia harus kembali berlatih. Entah kenapa saat ini
perasaan kesalnya sudah hilang. “Fujiyama-kun. Maaf aku harus segera berlatih
untuk konser besok lusa.” Chinen meminta maaf.
“ya, pergilah Chinen. Mereka pasti mencarimu. Aku ingin beberapa saat lagi di
sini.”
“un, sampai jumpa”
“sampai jumpa” Chinen melambaikan tangan. Ia memberhentikan bus dan entah
kenapa tak sadar tersenyum-senyum sendiri. Sepertinya ia sedang jatuh cinta.
Karena terlalu bahagia, Chinen lupa menanyakan nomor telepon gadis tersebut
namun bus sudah pergi terlalu jauh dan tak bisa berhenti. Chinen merasa bodoh
sekali hari itu. ia sangat takut tak akan bisa bertemu kembali
dengan gadis itu.
Sesampainya di tempat latihan, Chinen meminta maaf pada teman-temannya. Karena
ia tak merasa marah lagi. Ia juga meminta maaf pada Keito. Sejak ke ladang
bunga tadi entah mengapa Chinen merasa sangat tenang. Chinen masih
terbayang-bayangi oleh wajah Reina. Ia seringkali tersenyum sendiri bahkan saat
latihan dance Chinen sering salah melakukan gerakan lagi. Latihan menjadi agak
lama karena itu. jadwal yang seharusnya selesai jam 5 sore mundur menjadi jam 6
sore waktu jepang.
“hey, Chii. Hari ini kau sangat aneh” kata Ryosuke sambil menepuk bahu Chinen.
Chinen hanya diam melamun memikirkan Reina. Ia tersenyum sendiri lagi
“aneh kenapa Yama-chan?”
“tadi pagi kau marah pada kami bukan? Tetapi entah kenapa
saat ini kau kelihatannya tidak marah lagi, bahkan senyum-senyum sendiri
seperti itu.” jawab Yamada.
“hey yama-chan, aku jadi agak khawatir dengannya. Apa kita
terlalu keras tadi padanya?” bisik Daiki pada Ryosuke.
“hahaha daiki, apa kau tidak sadar. Chinen sedang jatuh cinta. J a t u h
c i n t a …” hikaru mengejanya pada Daiki dan
mencubit pipinya.
“hee? Benarkah itu Chinen?” Tanya yuto yang memang selalu ingin tahu apa yang
terjadi pada anggota Jump.
Wajah Chinen memerah. Ia hanya diam tak menjawab tetapi menggeleng-gelengkan
kepala membantah pertanyaan Yuto.
“hee wajahnya memerah!! Itu tandanya benar!!” Yabu bersorak heboh.
“siapa? Siapa orang itu? apakah kau tadi bertemu dengan seseorang di
jalan?” Keito bertanya dengan antusias.
“R A H A S I A” Chinen mengedipkan satu matanya dan kemudian mengambil tasnya.
“aku pulang duluan ya teman-teman. Sampai jumpa lagi besok”
“Chinen benar-benar sedang jatuh cinta ya” Inoo tertawa geli
“yaah, jangan sampai Johnny-sama atau pihak management tau hal ini. kalau tidak
bisa gawat.” Yuya menggaruk-garukkan kepalanya, mengingatkan kembali kejadian
masa lalunya dulu.
Keesokan harinya Gladiresik konser diadakan. Mereka memakai kostumnya
masing-masing. Chinen hanya melihat jam berharap jam makan siang cepat datang.
Ia hendak pergi ke jembatan itu lagi. Memang terasa sia-sia sepertinya tetapi
Chinen tetap ingin selalu bertemu dengan gadis yang lebih tua darinya itu. 30
menit kemudian jam makan siang datang. Seperti biasa para personil berkumpul di
ruangan mereka yang khusus dibuat senyaman mungkin. Makanan telah siap saji
tetapi Chinen sama sekali tak mengambil makanannya.
“aku pergi dulu.” Katanya.
“eh, Chii !! mau kemana kau?” Tanya Ryosuke.
“biarkan yama-chan. Dia sedang jatuh cinta, biarkan dia pergi” Inoo menarik
tangan Ryosuke.
Chinen pergi berlari secepat mungkin ke tempat pertama kali ia bertemu Reina.
Ia berdiri selama 30 menit terus menunggu dan menunggu wanita itu. Chinen sudah
hampir frustasi. Ketika ia melangkah pulang Reina muncul. Senyum Chinen melebar
“selamat siang” sapa Reina
“selamat siang. Apa kabarmu?” Chinen ingin memeluk wanita itu karena terlalu senangnya namun ia tak mau melakukan itu. “sepertinya kau
sering kesini ya? Apa rumahmu di dekat sini?”
“tidak, aku hanya menyukai tempat ini” Reina mengaku. “bagaimana denganmu?”
“tempat ini adalah tempat aku sering bermain bersama kakakku sewaktu kecil
dulu. Ketika aku rindu kakak aku sering kesini.” Chinen menceritakan pada
Reina.
“Chinen, apa hari ini kau ingin menemaniku ke suatu tempat?”
“eh? Kemana?”
“ke tempat yang paling aku sukai”
Chinen sebenarnya keberatan karena latihannya belum rampung. Namun ia tak mau
kehilangan sekali lagi kesempatan untuk mengahbiskan waktu bersama Reina.
Ia mengirim SMS pada Ryosuke memberitahunya bahwa Chinen tiba-tiba sakit
perut dan kemungkinan agak lama kembali lagi latihan. Chinen lupa bahwa besok
ia mempunyai jadwal konser. Tetapi karena Reina ada di sampingnya, semua itu
seolah hilang. Ia lupa dengan semua beban-bebannya saat berada di samping
Reina.
Reina mengajaknya ke sebuah pantai di pinggir Kota. Di sana terlihat beberapa
perahu kecil. Reina mengajak Chinen menaiki perahu itu. Chinen mendayungnya.
Reina tersenyum memandanginya.
“Chinen, kau tahu anak kecil yang memakai kaos biru dengan celana hitam itu?”
Reina menunjuk seorang anak kecil yang sedang bermain pasir sendirian di
pinggir pantai.
“tidak, aku tidak tahu. Memang ada apa dengannya?”
“dia kehilangan adik perempuannya beberapa waktu silam saat terjadi bencana
tsunami itu”
“adiknya hilang?”
“tidak, dia dan adiknya selamat, dia bercerita padaku. Adiknya meninggal bukan
karena terbawa arus. Tetapi karena kelaparan”
“eh? Kenapa bisa?” Tanya Chinen heran.
“pada saat itu makanan sangat sulit karena akses komunikasi dan kendaraan agak
sulit. Adiknya memang sakit kurang gizi karena mereka tak punya uang
untuk membeli makanan. Setelah kejadian tsunami itu, adik anak itu sangat
membutuhkan nutrisi untuk tubuhnya. Namun jiwanya tak tertolong. Sejak saat
itu aku terus berfikir bahwa tiap butir nasi yang kumakan sangat berharga untuk
orang-orang seperti mereka.”
Chinen terdiam, ia malu pada Reina, apalagi mengingat kebiasaan buruknya selama
ini.
“kau tahu Chinen? Pada awalnya aku berfikir Tuhan sangat tidak adil menciptakan
mereka untuk hidup seperti itu. tetapi, ketika aku melihat lebih dekat, tetang
kehidupan mereka, tentang kehangatan mereka untuk saling mencintai, mengasihi,
tentang perjuangan mereka untuk terus bertahan hidup. Mereka masih mempunyai
cinta sebagai kekuatan untuk meneruskan hidup mereka.”
“itu menurutmu kan? Bagaimana dengan pandangan mereka?” Chinen bertanya kagum
pada Reina.
“aku pernah bertanya pada anak itu, apa dia membenci kehidupannya. Tetapi dia
menjawab ‘Tuhan mengirim kami, untuk memberitahukan dunia bahwa mereka harus
selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki, Karena itu kami bahagia dengan
keadaan ini. memang sulit. Tapi aku yakin. Tuhan tak pernah menjadikan
ciptaan-Nya menjadi sia-sia’ . aku tak percaya kalimat itu keluar dari
murid SD seperti dia yang membuatku malu saat itu. aku yang selalu mengeluh
tentang kehidupanku, dan tak pernah merasa puas dengan hidupku tanpa melihat
mereka yang tidak lebih beruntung dariku.
Chinen hanya tersenyum. “kau wanita baik Reina, aku kagum padamu”
“terimakasih.” Reina tersenyum. “hei, kau harus latihan kan? Ayo jangan
membuang-buang waktumu karena aku. Banyak orang yang menunggumu.”
“eh, tapi Reina, bolehkah kapan-kapan aku mampir ke rumahmu?”
“boleh saja.” Reina tersenyum
“Reina, boleh aku minta nomor teleponmu?”
“untuk apa?”
“hanya untuk bertukar nomor, jika ingin bertemu lagi denganmu”
“biarkan angin takdir yang membawa kita kembali bertemu”
“eh tapi …. “
“sudahlah, teman-temanmu menunggumu. Aku bisa dituntut oleh Kitagawa-san nanti
dengan tuduhan menculik artisnya. Ganbatte ne!! Hahaha” Reina berncanda dan
mendorong Chinen ke pinggir jalan.
“besok setelah konser, aku akan menemuimu lagi di jembatan itu, akan kutunggu
kau malam setelah aku selesai konser. Karena besok adalah ulangtahunku”
Reina hanya tersenyum. Chinen menaiki bus nya dan berlalu. Dia kembali
bergabung dengan teman-temannya. Besok aku akan memintanya untuk menjadi pacarku, aku tak peduli apa
yang akan terjadi. Chinen dengan berani
berfikir seperti itu. ia tahu apa konsekuensinya. Namun ini pertama kalinya ia
merasa benar-benar hidup karena seorang wanita. Seorang wanita yang dapat
membuatnya kagum, membuatnya tahu apa tujuan hidupnya, membuatnya lebih
menghargai apa yang dimiliki Chinen. Dan wanita seperti itulah yang kelak akan
bisa membimbingnya di masa depan. Begitu pikir Chinen. Ia tak mau
melepaskan wanita seperti itu. walapun baru dua hari bertemu, ada sesuatu
dalam diri Reina yang tak dimiliki wanita manapun yang telah ditemui Chinen
selama ini. Chinen berlari ke ruang costum dan bergabung bersama
teman-temannya.
“Chinen !!! darimana saja kau!!!” Tanya Ryosuke khawatir.
“hei, kau boleh jatuh cinta dengan wanita mana saja tetapi jangan abaikan
pekerjaan kita. Jaga perasaan fansmu” yuya menasehatinya. Chinen hanya
mengangguk
“tapi ngomong-ngomong, siapa wanita beruntung itu Chinen? Apa dia seorang
model?” Tanya Yabu ingin tahu.
“hahaha itu rahasia !! tolong jaga rahasia ini dari siapa-pun. Besok aku
akan memintanya untuk menjadi pacarku, saat itu akan kuberitahu pada kalian
nama wanita itu setelah konser selesai.”
“kau jahat sekali, tak mau memberitahukannya pada kami.” Kata keito cemberut
“hahaha sudahlah, apapun alasannya. Selamat ya Chinen” kata Yuya sambil menepuk
bahu Chinen. Tidak hanya Yuyan, para personil satu persatu menepuk bahu Chinen
member selamat padanya.
“hei hei dia kan belum menerima pengakuanku. Jangan beri selamat. Aku takut
jawabannya tak seperti yang diharapkan.”
“hahaha, wanita mana yang mampu menolak pesona Chinen Yuri hah???” Daiki
mengambil setangkai bunga mawar dan berbicara seolah pangeran dalam sebuah
dongeng.
“sudah sudah, ayo kita lanjutkan latihannya, konsernya dimulai besok” Yuto
mengajak yang lain.
“baik” mereka berdelapan menjawab serempak.
Keesokan harinya konser dimulai dengan meriah di Tokyo Dome. Penampilan mereka
sangat memukau, karangan bunga dan bingkisan dari fans bertebaran di ruang
kostum. Chinen lah yang paling bersemangat hari itu. ia berharap Reina datang
menonton konsernya atau setidaknya menontonnya di televisi. Ia ingin
mempersembahkan yang terbaik untuk fansnya dan Reina tentunya. Selesai konser,
mereka merayakan keberhasilan mereka bersama para staff dan pihak yang membantu
keberlangsungan konser. Saat sedang mengobrol-ngobrol kedelapan personil Jump
menarik Chinen ke ruang kostum yang kedap suara dan mengunci pintunya rapat-rapat.
Mereka semua berkumpul di depan Chinen. Chinen kaget dan canggung.
“a.. ada.. ada apa ini? kenapa kalian semua berkumpul seperti ini?”
“ayo Chii, penuhi janjimu. Ceritakan tentang wanita yang kau sukai itu.” Yuto sangat
antusias.
“eh? Dia.. baiklah..” Chinen berdiri layaknya seorang dalang yang menceritakan
kisah dongeng kepada anak kecil. Dan seperti anak kecil juga, kedelapan
personil lain duduk manis di kursinya masing-masing.
“ayo cepat ceritakan” Ryosuke tak sabar mendengar cerita Chinen.
“dia.. aku bertemu dan berkenalan dengannya beberapa hari lalu di jembatan
tengah kota. Saat aku sedang marah dan sedih, dia datang menghiburku dengan
membawaku ke suatu tempat yang sangat indah. Dan akhirnya tempat itu adalah
tempat rahasia kita berdua” Chinen bercerita dengan singkat.
“waaahh.. romantis sekali Chinen !! ayo lanjutkan ceritamu” Yuyan menarik-narik
tangan Chinen.
“sakit yuya !!” Chinen memegangi tangannya. “ya, kemudian di hari kedua
kami bertemu lagi di jembatan itu. padahal aku tak punya nomor teleponnya.
tetapi sepertinya setiap hari dia ke tempat itu. dia bilang itu tempat
favoritnya.. dia mengajakku ke sebuah pantai, dan dia mengajarkan hal-hal
penting dalam hidupku. Dia seperti angin sejuk bagiku. Yang datang menghapus
semua kehampaan dan keegoisan hatiku.”
“waaahhhhhhhhh” para personil berkata serempak. Mereka heboh sekali dan
terlihat senang karena teman mereka sedang jatuh cinta.
“lalu, siapa nama gadis itu Chinen?” Tanya keito
pada Chinen
“Fujiyama Reina” Chinen menyebutnya dengan semangat. Ketika nama itu disebut
Hikaru, Inoo, Yuya, dan
Yabu terdiam. Mereka saling melihat.
“Chinen, kau…. Tak salah menyebutkan nama kan?” Tanya Hikaru pelan. Semua
anggota lain jadi ikut terdiam.
“eh? Tidak… memangnya ada apa?” Tanya Chinen heran.
Inoo segera mengambil smart phone miliknya dan memperlihatkannya sebuah foto.
Sebuah foto dari album buku tahunannya.
“apa dia.. Fujiyama Reina yang ini Chinen?” Tanya Inoo dengan lembut
“ah !! kenapa kau punya fotonya? Kalian kenal dengan Reina??” Chinen kaget
“hahahaha jadi kalian teman Reina?! Aku senang sekali ternyata kalian kenal
dia”
Yabu, Inoo, Yuya, dan Hikaru diam, anggota lain tak mengerti apa yang mereka
pikirkan .
“anoo, Chinen. Wanita ini. aku Tanya sekali lagi, apa benar-benar dia yang
beberapa hari ini menemuimu? Dan mengajakmu berjalan-jalan?” Tanya Yabu
mendekati Chinen.
“begini Chinen, sebenarnya wanita ini.. dia adalah kakak kelas dua tingkat di
atas kami sehingga Daiki tak mengenalnya karena Daiki
setahun di bawah kami. Dia berasal dari kelas beasiswa yang terpisah dari kelas
para idol. Dia siswa yang sangat cerdas. Karena kecerdasannya dia diminta untuk
memberikan tutorial belajar pada beberapa siswa di kelas idol yang tertinggal
pelajaran, dan aku salah satu persertanya” cerita Hikaru pada Chinen.
“lalu …??” Chinen mulai tegang.
“lalu, menurut kabar, dia memiliki penyakit kanker dan beberapa bulan kemudian
meninggal dunia.” Saat Hikaru meneruskan ceritanya semua orang yang ada disitu
berdiri bulu kuduknya. “aku hanya menceritakan ini pada yabu, yuya,
dan inoo karena mereka mengenal wanita ini dan aku sempat suka padanya. Namun
aku terus menutupinya. Dia…..”
“bohong !!! kau bohong kan?!! Kau pasti bohong?!” air mata chinen hampir
keluar, ia tak mau teman-temannya melihat dia menangis. Chinen pergi keluar.
Ryosuke hendak mengejarnya tetapi lagi-lagi dicegah oleh Inoo.
“biarkan dia, Chinen sudah dewasa, dia tau apa yang dilakukannya” kata Inoo
tegas.
“tapi … “ ryosuke sangat khawatir pada Chinen.
“tetapi aku heran, kenapa wanita yang sudah tidak ada lagi di dunia ini bisa
ada di hadapan Chinen bahkan mengajaknya berjalan-jalan?” Tanya Yabu heran.
“dia… sangat menyukai Chinen. Dia fans Chinen dari kecil.”
Hikaru menjawab pertanyaan Yabu dengan wajah sedih. Dia segera menyusul Chinen.……………………………..
Kenapa? Apa itu benar Reina? apa itu benar bahwa kau telah lama pergi ke hadapan
Tuhan? Aku sama sekali tak percaya dengan semua yang dikatakan Hikaru. Kau tahu
Reina? kau lah wanita pertama yang membuatku tahu arti pentingnya hidup ini.
kau yang menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang tak bisa aku cari
jawabannya, kau yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna, kau yang
memberitahuku tentang arti menyayangi, arti mencintai, dan menghargai setiap
detik yang aku punya. Tolong datanglah, datanglah sebagai hadiah ulangtahunku
malam ini. Tuhan ku mohon bangunkan aku dari mimpi burukku ini. ini semua
bohong kan? Bohong kan?
Chinen terus berlari ke jembatan tempat pertama kali dia bertemu Reina. dia
menunggu Reina selama puluhan menit namun Reina tak kunjung datang. Ia tak
ingin mempercayai bahwa cinta pertamanya ternyata sudah lama pergi.
Hikaru tahu bahwa Chinen akan pergi ke jembatan itu lagi. Ternyata benar.
Chinen sedang duduk menangis di depan jembatan itu. semua personil menyusul
mereka berdua. Ryosuke memeluk Chinen yang sedang menangis.
“dia… dia tak datang yama, dia tak datang…” Chinen berkata sambil menangis.
“Chinen. Maafkan aku. Maafkan aku” Hikaru memeluk Chinen dengan erat. Ia ingin
menangis tetapi tak mau memperlihatkannya. “sejak pertama kau mulai bernyanyi,
dia selalu memperhatikanmu di TV. Dia pernah bercerita padaku. Dan berkali-kali
menitipkan coklat bahkan kado saat ulangtahunmu. Namun karena aku cemburu, aku
tak mau menyampaikannya. Dan ketika dia menanyakan apa balasan darimu, aku hanya
menjawab bahwa kau sangat senang. Bahkan ketika saat-saat terakhirnya di rumah
sakit, dia memintaku untuk menanyakanmu untuk datang ke pemakamannya, dia
bilang dia tak pernah memohon pada seseorang. Dia hanya memohon padaku dan ini
rahasia kita berdua. Karena terbakar rasa cemburu, aku sama sekali tak
menyampaikan hal itu dan hanya ingin memiliki kenangan bersama Fujiyama-san
sendirian” Hikaru mengaku dengan hati sedih.
“kenapa hikaru…. Kenapa harus dia yang pergi?? Kenapa tidak oranglain saja?”
Chinen mulai menangis kencang dan untungnya saat itu sudah jam 1 malam
sehinngga tak ada orang yang lewat.
“Tuhan tak pernah menjadikan ciptaan-Nya menjadi sia-sia. Reina selalu
berbicara itu padaku. Ia terus memberiku dorongan untuk selalu semangat
menjalani hidup dan tak pernah melihat ke belakang. Chinen, ia datang ke
hadapanmu karena ia tak ingin kau menjadi laki-laki yang lemah. Ia ingin kau
menjadi laki-laki yang kuat dan tau arti hidup ini” Hikaru mulai menangis.
“tapi kenapa dia harus pergi sebelum bertemu denganku” Chinen protes sambil
menangis.
“maafkan aku Chinen, jika bukan karenaku, kau pasti sudah bertemu dengannya
jauh sebelum ini” Hikaru meminta maaf pada Chinen. Chinen memukul wajah Hikaru
namun Hikaru tak membalas. Ia merasa pantas mendapatkan semua itu. semua
anggota Jump memisahkan mereka berdua. Ryosuke Yuto dan Keito mengajak Chinen
ke dalam mobil Ryosuke dan memulangkan Chinen. Begitu juga dengan Yabu, yuya,
Inoo dan Daiki.
“sudahlah, ini bukan sepenuhnya salahmu hikaru….” Yabu menenangkan Hikaru dan
membasuh darah di bibir Hikaru.
Menjelang pagi datang, seseorang mengetok pintu rumah Hikaru.
Rupanya itu adalah Chinen. Ia memberi salam hangat pada ibu dan ayah Hikaru dan
kemudian pergi ke kamarnya. Hikaru hanya diam. Chinen membuka pembicaraan.
“anoo, Hikaru, maaf atas pukulanku yang semalam. Aku sadar, bahwa ini bukan
sepenuhnya salahmu.”
“tidak apa-apa Chinen.”
“Hikaru, maukah kau mengantarku ke rumah Reina? Walau sudah tidak ada,
aku ingin memberikannya sesuatu”
“baiklah, aku akan mengantarmu. Naik mobilku saja”
Mereka berdua pergi ke rumah Reina yang ternyata tak jauh dari gunung tempat
rahasia Chinen dan Reina. Tak jauh dari ladang bunga itu. di depan halamannya
tampak seorang wanita dengan pakaian serba hitam dan seorang anak perempuan
kecil. Rupanya itu adalah ibu dan adik Reina. Mereka berdua memberi
salam pada ibu Reina. Ibu dan adik Reina kaget kedatangan seorang artis seperti
mereka. Ibu itu mempersilahkan Chinen dan Hikaru untuk duduk.
“anoo, maaf tiba-tiba datang merepotkan.” Kata Hikaru dengan sopan
“ah, ibu !! lihat !! orang ini kan yang ada di dinding kamar kakak!!” kata adik
Reina sambil menunjuk ke Chinen. Ibu itu menangis dan menangis melihat Chinen,
ia teringat kembali pada anak perempuan yang sangat dibanggakannya. Anak
satu-satunya tumpuan harapannya yang telah pergi ke sisi Tuhan. Ia memeluk
Chinen. Chinen membiarkan ibu itu memeluk dirinya, membiarkan
ibu itu menangis sepuasnya, tenggelam ke dalam nostalgia anak kesayangannya
yang telah pergi medahuluinya. Setelah ibu itu puas menangis, ia mengantarkan
Chinen dan Hikaru ke kamar Reina. Seluruh kamar Reina penuh dengan poster dan
gambar Chinen. Ia memiliki seluruh aksesoris bergambar wajah Chinen. Chinen tak
percaya bahwa orang sehebat Reina mengidolakan dirinya yang seperti ini. di
cermin dinding Reina terdapat foto Chinen dengan tulisan aku akan segera
sembuh dan menonton konsermu . Chinen tak tahan lagi untuk tak mengeluarkan
air matanya, begitu juga dengan Hikaru. Chinen mengambil tulisan itu.
“dia.. dia sangat mengidolakanmu. Saat sakit kanker dan tak bisa berjalan, ia
percaya bahwa suatu hari pasti dia akan sembuh dan bisa menonton konsermu. Dia
bilang, dia ingin bersinar seperti seorang Chinen Yuri.” Ibu Reina berkata
sambil menangis.
“bibi, apa boleh aku menyimpan tulisan ini?”
“ambillah, aku yakin Reina di surga sana pasti sangat senang.”
“bibi, tolong antarkan aku ke makamnya” Chinen memohon.
“baiklah, aku akan mengantarmu, makamnya tak jauh dari sini dan hanya tinggal
berjalan kaki.”
Dan benar, memang makam Reina tak jauh dari tempat itu juga tak jauh dari ladang
bunga tempat rahasia mereka. Chinen mengambil beberapa tangkai bunga itu dan
menaruhnya di nisan Reina. Ia berdoa untuk
Reina.
“Reina, terimakasih. Karena telah menjadi kado terbaik dari Tuhan untukku”
Chinen berkata sambil tersenyum “aku berjanji padamu akan menjadi orang yang
lebih baik lagi”
“Reina, maafkan aku atas semua kesalahanku. Aku tahu kau pasti marah padaku
hingga kau memutuskan untuk menemui Chinen sendiri. Kau akan terus berada di
dalam hatiku.” Hikaru berbicara juga sambil tersenyum. “aku benar-benar sangat
menyesal”
“nak, sebelum pergi, Reina memberikan ini padaku. Berharap suatu saat nanti kau
membacanya.” Ibu reina memberikan Chinen sepucuk surat yang lusuh, itu
berarti bahwa surat ini telah dibaca oleh ibu Reina berkali-kali bahkan mungkin
sambil menangis.
Dear Chinen Yuri,
Aku tahu mungkin surat ini tak akan pernah sampai padamu, aku menyukaimu dari
awal kau bernyanyi. Mungkin ini agak sedikit berlebihan tetapi, aku benar-benar
menyukaimu dan kadang berfikir untuk menjadi istrimu ya. Hahahaha . sejak kecil
aku terus berjuang untuk mendapatkan beasiswa di sekolah ternama ini. meskipun
aku tahu kita tak akan pernah bertemu pada satu sekolah yang sama karena umurku
jauh di atasmu, tetapi aku yakin. Aku akan bisa selalu ada di dekatmu. Dan
akhirnya aku mendapat beasiswa di sekolah mahal ini. jujur aku sangat senang,
dan kau tahu aku berteman baik dengan Hikaru lho, dia sangat baik padaku. Aku
pikir dia adalah orang yang sombong. Dia selalu bercerita semua hal tentangmu.
Juga saat-saat kalian di belakang panggung. Aku harap suatu hari nanti aku bisa
sembuh dan segera menonton konsermu. Aku akan berusaha melawan penyakitku ini
dengan sekuat tenaga. Aku tak mau dikalahkan oleh sakit ini. dan andaikan Tuhan
tak memberiku waktu, aku sudah cukup puas dengan apa yang selama ini Dia
berikan untukku. Memang pada awalnya aku sama sekali tak bisa menerima ini
semua. Tapi suatu hari, aku bertemu dengan seorang lelaki kecil dan ia membuka
mata hatiku dengan kalimatnya. Tuhan mengirim kami, untuk memberitahukan
dunia bahwa mereka harus selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki, Karena
itu kami bahagia dengan keadaan ini. memang sulit. Tapi aku yakin. Tuhan tak
pernah menjadikan ciptaan-Nya menjadi sia-sia. Sejak saat itu aku tak
pernah mengeluh tentang penyakitku hingga pada akhirnya aku tak bisa berlari di
lapangan sekolah lagi seperti ini. namun sosokmu, lagu-lagumu terus menemaniku
setiap saat. aku percaya Tuhan benar-benar sayang padaku dan memintaku untuk
cepat-cepat kembali pada-Nya karena ia telah mempersiapkan tempat terbaik
bagiku untuk melihat konsermu dari sana. Hahaha.
Chinen Yuri, teruslah bersinar seperti bintang di
langit. Terangi terus para fansmu. Berikan mereka harapan untuk hidup, berikan
mimpi-mimpimu lewat lagumu,aku percaya kau bisa melakukannya.
Tertanda, salah satu dari ribuan fansmu di dunia ini
Fujiyama Reina
Chinen menangis membaca surat itu di depan nisan Reina. ia
terus memandangi nisan Reina
“hei Reina, terimakasih karena telah menyediakan sisa
waktumu yang berharga untukku” Chinen berkata pada batu nisannya. Ia sama sekali tak menyesal walau hanya bertemu Reina pada
saat yang tidak tepat. Dan yakin suatu saat pasti akan ada sosok wanita yang
datang ke kehidupannya dengan kebaikan hati seperti Reina.
THE END
Kata dan Pesan dari Penulis:
jangan pernah menyia-nyiakan
sedetikpun dari waktu kita yang berharga, karena Tuhan punya rencana di setiap
detik yang kita habiskan
~ 知念のえがお (CHINEN NO EGAO) ~
Title : 知念のえがお
Categories : Oneshot
Genre : Family/Friendship/Humor
Rating : Teenage
Theme Song : —
Author : NoviIzmi Damayanti
Alamat :
Tiban 1, Jalan Nila Blok D nomor 91, Patam Lestari Sekupang, Batam, Indonesia
Umur :
13 tahun
Alasan : Well, tidak ada alasan pasti mengapa seorang fans ikut
merayakan ulang tahun Idolanya kan?
Cast : Chinen Yuri, Other JUMP Member, etc.
Summary :
Hari ini adalah hari yang paling MENYEBALKAN bagi Chinen
Yuri. Keluarga, teman, bahkan fans melupakan hari ulang tahunnya. Di tambah
lagi seharian ia diseret ke sana-ke mari oleh Okamoto Keito(yang tanpa dosa
melupakan hari ulang tahunnya!) untuk berbelanja. Astaga... ia tak tau apa yang
telah ia perbuat sehingga membuat Kami-sama marah kepadanya./”Kau lupa ini hari
apa setelah menyeretku berkeliling Shibuya seharian penuh?!”/”KALIAN SEMUA MENYEBALKAN!”/”Tunggu
sampai aku mendapat boneka beruang setinggi Jesse!”/”Astaga! Kalian benar-benar
gila!”/”I LOVE YOU!!! CHUU~!!!”
.
.
.
Hari yang cukup cerah di penghujung bulan November.
Yep! Tanggal 30 November!!! Pemuda bertubuh kecil—kalau tidak ingin disebut
pendek—yang memiliki nama lengkap Chinen Yuuri terlihat jauh lebih bersemangat
dari hari biasanya. Yah... tentu saja. Ini kan hari ulang tahunnya. Okey,
sedikit penekanan, INI HARI ULANG TAHUNNYA!!!
Oke, ini terlalu berlebihan. Tapi apa salahnya terlalu
bersemangat di hari ulang tahunnya?
Burung-burung bernyanyi riang seolah menjadi lagu pengantar
hari yang cerah ini. Ia buru-buru masuk ke kamar mandi dengan riang dan memulai
aktifitas paginya, mandi, tentu saja.
Setelah sekitar 30 menit, ia segera keluar dari kamar mandi
dan memakai pakaiannya. Ia hari ini memutuskan menggunakan kaus berwarna putih
dengan lengan berwarna merah yang mencapai sikutnya. Ia pun memutuskan
menggunakan jeans berwarna hitam kesayangannya.
Yuuri lalu berjalan riang menuju lantai bawah. Tepatnya
ruang makan.
“OHAYOU GOZAIMASU~!!!” seru Yuuri.
Hening. Tak ada balasan. Tak ada tanda-tanda kehidupan.
Yuuri bengong.
“Minna wa doko?” Yuuri memiringkan kepalanya ke kanan tetapi
hasilnya tetap sama. Rumahnya sepi. Ia lalu berjalan menuju kulkas dan melihat
secarik kertas yang di tempelkan menggunakan magnet yang berbentuk pisang.
Yuuri,
hari ini ibu, ayah, dan Saaya pergi ke rumah nenekmu di Shizouka. Kau terlambat
bangun makanya kami meninggalkanmu.
PS.
Kau bisa menghangatkan kare kalau kau ingin makan.
PPS.
Hati-hati di rumah.
Yuuri makin bengong. Ia memutarkan kertas putih tersebut.
Namun hasilnya nihil. Tak ada ucapan selamat ulang tahun atau apapun di kertas
tersebut. SAMA SEKALI TIDAK ADA UCAPAN SELAMAT ULANG TAHUN DI KERTAS
TERSEBUT!!!
Astaga... mimpi apa ia semalam?!
.
.
.
Yuuri kembali menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Ia lalu
lompat ke atas ranjangnya bak atlit lompat tinggi. Tangannya dengan liar
meraba-raba kasurnya untuk mencari telepon genggamnya. Ia mulai menekan 4
digit yang menjadi kata sandi telepon genggamnya.
SIIING
TIDAK ADA E-MAIL, SMS, WHATS APP, LINE, KAKAO, MENTION, PM,
DM, WALL DAN BAHKAN MISSCALL!!! ASTAGA!!!
Dengan cepat ia lompat ke arah meja dimana ia meletakkan
laptopnya. Tanpa aba-aba ia membuka segala macam jenis blog yang ia miliki mulai
dari Ameblo, yaplog, bahkan Google+. Hasilnya tetap nihil. Tidak ada yang
mengucapkan selamat ulang tahun untuknya.
Ia lalu men-stalk beberapa fanbase yang ia ketahui.
Hasilnya sama. NI to the HIL. NIHIL!
You’ve got the mall tamanishita you’ve got e-mail. Over!
“YATTA!!! E-MAIL PERTAMA DARI KEITO!!!” Chinen buru-buru
membuka e-mail dari Keito.
From: Okamoto
Keito-gorinyan~
Subject: Hey!
Nov, 30 2012 8:30 AM
Temani aku berbelanja hari ini! Aku yakin seleramu lebih
bagus dari pada seleraku. Kau akan ku jemput 10 menit lagi. Bersiap-siaplah.
PS. Aku serius!
Yuuri mengerutkan alisnya. Seorang berselera tinggi seperti
Keito meminta sarannya? Okay, memang aneh tapi apa boleh buat. Tidak ada
salahnya menemani Keito. Tapi tunggu dulu... KEITO TIDAK MENGUCAPKA SELAMAT
ULANG TAHUN PADANYA!!!
‘Pasti Gorii-nyan mengucapkannya nanti!’ pikir Yuuri.
Baiklah, ada baiknya berpikir positif bukan? Toh, di lagu Hero ciptaan
Keito terdapat kalimat Non-stop! Positive thinking! Yuuri tak
ingin ia dianggap hanya bernyanyi tanpa mendalami! Lagu bagi setiap penyanyi
adalah jiwa! Dan yah... semua lagu memiliki makna sendiri. Dan ia mengerti
semua maknanya. Baik yang tersirat atau tidak.
Ting! Tong!
“YA!!!” tidak lupa mengambil dompet dan mantel serta tas
berpergiannya yang sudah di isi barang-barang penting, ia segera keluar rumah.
Setelah mengunci pintu, ia berbalik dan mendapati Keito sedang bersandar
di gerbang rumahnya.
“Ohayou~!!!” sapa Yuuri ceria.
“Ohayou gozaimasu,” Keito membalas sapaan Chinen
dengan datar, dingin, dan penuh formalitas... chotto! Mana ucapan ‘Happy
Birthday’, ‘Otanjoubi Omedetou’ atau setidaknya ‘OtanOme’?!
Yuuri menarik napas panjang. ‘Mungkin ia akan mengucapkannya nanti,’ Yuri
kembali berpikir positif.
“Saa, ikuzo!” seru Yuuri bersemangat.
.
.
.
Yuuri cemberut. Kali ini ia tidak dapat berpikir positif
sama sekali. Yeah, pemuda mana yang dapat berpikir positif kalau ia disuruh
mencari pakaian perempuan dan mencobanya?! Keito sudah mulai tak waras! Bahkan
ia disuruh memilih sendiri sementara Keito duduk memandanginya. Yah... Yuuri
bersumpah akan mengerjai Keito habis-habisan setelah hari ini berakhir.
Belum puas menyuruh Yuuri memilih pakaian perempuan, ia
menyeret Yuuri ke toko sepatu.
ASTAGA!!! KEMBALIKAN KEITO-NYA YANG DULU!!!
.
.
.
Matahari yang menyinari bumi perlahan bersembunyi dari
peradaban. Setiap sudut Shibuya sudah mereka jelajahi—ralat—setiap sudut yang
menjual aksesoris perempuan sudah mereka jelajahi. Mau-tak-mau kaki Yuuri
membutuhkan istirahat. Ia dan Keito pun memutuskan untuk di Icecream Cafe.
Setelah memesan Vanilla Icecream untuknya dan Strawberry Icecream
untuk Keito, ia langsung duduk di depan Keito yang tampak serius dengan telepon
genggamnya.
“Ne, Gorii-nyan, kau lupa hari ini hari apa?” tanya Yuuri
mencoba memancing Keito.
“Tentu saja aku ingat. Ini hari Jum’at kan?!” balas Keito
yang sudah memasukkan telepon genggamnya ke dalam saku mantelnya.
DOE—EENG!
“Kalau tanggal 30 November itu ada apa?” pancing Yuri lagi. Icecream-nya
yang dua menit lalu baru datang sudah ia habiskan.
“Tanggal 30 November adalah hari terakhir di bulan November.
Tentu saja,” balas Keito cuek. Ia masih memakan Strawberry Icecream-nya
dengan minat yang sangat sedikit.
KRIK—jangkrik
tiba-tiba hening setelah mengeluarkan suara terakhirnya yang penuh penekanan.
“Kau lupa ini hari apa setelah menyeretku berkeliling
Shibuya seharian penuh?!” Yuuri murka. Jangkrik malang tadi ternyata sudah di
pukul oleh pengelola toko.
“Lho, memangnya hari ini hari apa?” tanya Keito. Polos
seolah tanpa dosa.
“ASTAGA KAMI-SAMA APA SALAHKU?!” Yuuri heboh sendiri. Keito
masih mempertahankan wajah polosnya. Dan jangkrik tadi sudah disemayamkan di
tempat sampah terdekat. Tunggu… apakah aku mulai lupa kalau tokoh utama fanfic
ini Chinen Yuuri?
“Sudah jam 8 ayo kita pulang,” kata Keito datar, dingin dan
tanpa perasaan tepat setelah Yuuri berhenti misuh-misuh sendiri. Akhirnya
mereka keluar setelah membayar.
.
.
.
Mereka sampai di depan kediaman keluarga Chinen tepat pukul
8.30. Yuuri membuka pintu rumahnya begitu ia sampai. Lampu ruang tamu mendadak
menyala. Ia dapat melihat teman-temannya di Jimusho berkumpul bersama
keluarganya.
“OTANJOUBI OMEDETOU!!!” seru semua orang yang
ada di dalam ruangan. Yuuri yang sudah pupus harapan hanya bisa memasang wajah
datar, dingin, tanpa perasaan. Oh yeah! Terima kasih Keito yang mengajarkannya
ekspresi tersebut.
Hening.
Tiba-tiba punggung Yuuri ditepuk seseorang. Yep! Keito.
“Happy birthday! Masuk sana. Nikmati pestamu!” kata Keito
santai. Yuuri meledak. Ia benar-benar meledak.
“KALIAN SEMUA MENYEBALKAN!” penuh
penekanan pada kata MENYEBALKAN.
Hening sekali lagi.
Yuuri masuk. Melewati kerumunan. Menaiki tangga. Masuk ke
kamarnya.
BLAM!—suara pintu
yang dibanting.
“OTANOMEEE!!!” seru Ryosuke yang muncul tiba-tiba.
Lagi-lagi hening.
Tidak ada sahutan. Yang ada semua orang bengong seperti
habis melihat Voldemort berhidung mancung(astaga, memiliki hidung saja sudah
mengerikan bagaimana kalau berhidung mancung).
“Chii mana?” tanya Daiki yang menyelipkan kepalanya di
antara kepala Ryosuke dan Keito yang bengong di depan pintu.
Hening.
Hikaru yang masih sedikit normal menunjuk ke atas. Daiki
yang memang sedikit memiliki jiwa keibuan—yang sangat diragukan—segera menyusul
Yuuri ke lantai dua. Ia lalu memasuki kamar Yuuri. Sementara pemilik kamar menggelinding
ke sana-ke mari.
“Chii, daijoubu?” hening. Yuuri masih setia
bergelindingan.
“Iya! Daijoubu nai yo!” seru Yuuri yang masih
bergelindingan. Daiki ngakak dalam hati.
“Maaf kan kami ya. Mungkin kami agak keterlaluan,” kata
Daiki masih berusaha membujuk.
“Tunggu sampai aku mendapat boneka beruang setinggi Jesse!”
seru Yuuri yang masih setia pada kegiatannya, menggelinding. Lampu mendadak
hidup di atas kepala Daiki. Buru-buru ia mematikan lampu tersebut karena panas.
Dengan jiwa keibuannya—yang sesat—ia mengambil inisiatif. Ia menyeret tubuh
Yuuri. Bahkan, waktu melewati tangga, Daiki tidak peduli Yuuri berjalan atau
tidak. Yang jelas mereka turun dengan sangat heboh karena Yuuri menabrak terus.
“TADAA!!!” mereka berhenti di depan sebuah boneka beruang
berwarna coklat dengan mata segaris. Di samping boneka tersebut ada Jesse dan
Yuto yang terlihat kelelahan.
“Jesse berdiri!” perintah Daiki yang langsung di turuti oleh
Jesse. Pas! Boneka itu benar-benar setinggi Jesse!
“Astaga! Kalian benar-benar gila!” seru Yuuri yang langsung
melompat dan memeluk boneka tersebut.
Setelah puas memeluk boneka tersebut, ia memandangi
satupersatu teman-teman yang datang di pesta kejutan itu.
“Minna…,” airmata haru menetes di pipi Yuuri. “I LOVE YOU!!!
CHUU~!!!”
Satu lompatan, ia memeluk Keito dan mengecup bibir Keito.
Lalu ia mulai beralih ke tamu yang lain. Satu lompatan lagi, ia memeluk Ryutaro
yang disamping Keito dan mengecup bibir Ryutaro. Tak puas, ia mengejar
yang lainnya yang sudah menyelamatkan diri. Meninggalkan Keito dan Ryutaro yang
bengong.
“MINNA!!! I LOVE YOU!!! CHUU~!”
Ya, begitulah akhir dari hari ini. Happy birthday Yuuri.
Yah… selamat makin tua!!!
.
.
.
Author notes: well, fic yang pendek… langsung ngena ke inti…
plotless(maybe). (°。°)¥ well, saya udah mencoba yang terbaik
bagi saya maaf kalau masih jelek u,u
Akhir kata, tiada kesan tanpa kehadiranmu /Lho/
でわまたネクストストーリ
Izumi (*´∀`)つ
~ ONE THOUSAND ORIGAMI FOR YOU ~
Title :
one thousand ORIGAMI for you
Categories :one
shoot
Genre :
romance
Rating :Teenager
Theme song :restless love -V[neu]
Author :
niya
Alamat
: jln. haji munajat no.16 rt4/rw06 bandung 40274
Umur :
22 tahun
Alasan mengikuti lomba: karena suka tulis fanfic ^^
Cast
: 1. Chinen Yuri
2. all member hey say jump
3. hatsune miku (OC)
Synopsis/ Quote: "Sampai kapanpun, kau
adalah wanita yang telah mengisi hatiku. Dan akan ku kenang dan ku simpan di
hatiku."
April 2008~
Musim semi aku masuk horikoshi gakuen
dan saat itulah aku bertemu dengannya. Seperti biasa selalu saja banyak fans menungguku karena
aku adalah seorang idol dan nama grupku hey say jump. Tapi walaupun begitu aku
harus melebarkan senyum manis kepada fans yang telah menungguku.
“CHINEN-KUN ~~~~!!!” mereka semua
berbondong-bondong meneriakan namaku.
“arigatou!!” ucapku dengan singkat.
Ketika aku hendak pergi. Salah satu fans beratku menarikku agar aku tak pergi.
“chinen-kun, ayo kita berfoto!!!”
perempuan ini menarik paksa diriku. karena tak bisa menolak, akupun mengabulkan
permintaanya.
“sudah yak, aku harus masuk kelas!!”
aku berusaha untuk pergi. Tapi gara-gara tadi, semua berdesak-desakan untuk
meminta fotoku. “ bagaimana ni!!!” aku kebingungan, yama-chan dan yuto kenapa
mereka belum datang sih!!!” aku hanya bisa membatin.
BRUKKKKK
Ada seseorang menimpa punggungku, dan
aku membalikan tubuhku. Seorang perempuan pingsan tepat di belakangku. Dengan
sigap, aku menggotongnya ke UKS. Dan beruntungnya aku terbebas dari fans-fans
itu. Hanya tinggal 5 meter menuju ruang kesehatan, perempuan itu membuka
matanya.
“kau bisa menurunkan aku sekarang!!”
ucap perempuan itu. Dan aku menurunkannya, dahiku mengerut.
“eh!!kau mengerjaiku!!!!!”aku baru
sadar.
“sudah yah!!” perempuan itu hanya
melambaikan tangannya. Siapa anak perempuan itu. Tapi kalau dipikir lagi,
ia membantuku lari dari kejaran fans-fans itu.
Untuk pertamakalinya dalam hidupku
penasaran pada seorang perempuan.
Jam istirahat telah berbunyi, untuk
mengindari perempuan di kelasku. Aku memutuskan menenangkan pikiranku di
belakang sekolah dan tidur dibawah pohon sekolah.
“hua…segar sekali suasananya!!!!” aku
menatap indahnya bunga sakura. Dan alangkah terkejutnya seseorang terjatuh dari
atas pohon dan menimpa tubuhku.
BRUKKKKKKK
“sakit!!!” seorang perempuan ternyata
yang menimpa tubuhku.
“lagi-lagi kau!!kau ingin sekali
menarik perhatianku yak!!” bentakku padanya. Lagi-lagi aku bertemu dengan
perempuan ini.
“apaan sih….sakit tauk!!tadi aku
sedang asyik di atas pohon. Karena ada ulat, aku terkejut dan terjatuh. Aku
tidak tahu kalau di bawah ada orang!!” ceritanya.
“kau inikan perempuan, lihat kau
terluka. Untung saja ada aku, kalau tidak kau bisa patah tulang!!” bentaku
lagi.
“kau seperti ayahku, selalu saja
berisik!!” iapun berdiri, tapi ia terjatuh lagi.
“mau cari perhatian lagi!!!gak
mempan!!” aku bicara ketus dan meninggalkannya yang sedang duduk.
“aku gak butuh bantuan orang sepertimu!!”
teriaknya. Tapi aku tak menghiraukannya. Selama pelajaran di mlai lagi, entah
kenapa aku jadi khawatir dengan keadaan perempuan itu.
Aku bangkit dari tempat dudukku.
“ada apa??” tanya sensei padaku. Apa
yang telah ku lakukan.
“sensei, kepalaku pusing. Bisakah aku
pergi beristirahat di ruang kesehatan??” padahal aku sama sekali tidak pusing.
Dan senseipun mengangguk. Segera aku berlari mengambil kotak P3K, dan kembali
ke belakang sekolah. Tapi tak ada seorangpun di sana.
“hahahah…bodoh, apa yang telah ku
lakukan sih!!!” akupun meninggalkan tempat ini, tapi langkahku terhenti
mendengar seseorang menangis. Dan aku mendengarnya di balik pohon sakura itu.
Aku pun mengintipnya. Ternyata perempuan itu masih duduk di sini. Ia menangis
dengan wajah tertunduk.
“kau benar-benar terluka??” tanyaku
padanya. Dan ia menatapku. Wajahnya yang sedang menangis sangat cantik,
jantungku berdetak tak karuan sekarang.
“kenapa kau kembali??” tenyanya.
“maaf, aku meninggalkanmu!!!sakit
sekali yak??!!” aku memberinya obat merah.
“kau jahat, aku ketinggalan pelajaran
sekolah tau!!” ketusnya.
“pelajarankan baru berjalan satu
jam!!” jawabku dengan santai.
“aku gak mau sampai tidak naik kelas
lagi!!” rengeknya.
“eh, kenapa bisa??nah sudah selesai!!”
tanyaku.
“sekarang antar aku ke kelas!!”
pintanya. Aku mengerutkan dahiku. Dia benar-benar mengacuhkanku.
“kau sama denganku kelas satu!!” aku
melihat papan kelas 1-5 ketika mengantarkannya.
“aku bisa berjalan kesana sendiri!!”
ucapnya. Akupun pergi.
Sorenya seperti biasa aku berlatih vocal
dan dance bersama-sama temanku di JUMP.
“huaaa menyebalkan. Tempat pensilku
selalu saja hilang!!” rengek yama-chan.
“bukan kau saja, masa saputanganku
yang hendak ku buang hilang begitu saja!!” cerita yuto.
“oiii chinen-kun..bagaimana di sekolah
tadi??” tanya yama-chan. Aku menatap mereka, gara-gara pertanyaan yama-chan.
Aku jadi teringat wajah perempuan itu.
“tidak terjadi apapun!!” ucapku
singkat sambil tersenyum.
“huaa…kau bohong!!!” goda yuto.
“kalian, mau sampai kapan bergosip.
Ayo kita latihan!!” yabu-kun memanggil kami bertiga.
Keesokan harinya. Karena jadwal
kerjaku masih kosong, aku masih bisa mengikuti pelajaran.
Dan lagi-lagi ketika jam istirahat aku
perg ke taman belakang itu, dan yang kulihat ia sedang berdiri di samping pohon
sakura itu.
“hah, ternyata kau!!” akupun memutar
tubuhku, tapi kemejaku di tariknya. “apa??” tanyaku.
“ini sebagai tanda permintaan maafku
dan terima kasihku!!” ia menyodorkan sebuah bento padaku.
“tidak perlu!!” ia kecewa sekali
dengan ucapanku. Tanpa sadar aku mengambil bentonya dan memakannya. Iapun
tersenyum manis, membuat jantungku berdetak tak karuan lagi.
“terima kasih!!!siapa namamu??”apa
yang kulakukan, padahal aku tidak boleh sampai dekat dengan seorang perempuan.
Tapi mulutku tak bisa ku tahan untuk tidak bertanya.
“hatsune miku….yoroshiku!!!” ucapnya.
Dan aku tau kenapa ia tidak mau ketinggalan pelajaran, sebenarnya miku
seharusnya kelas 2, tapi karena ia sakit makanya ia harus mengulang lagi ke
kelas satu.
Itulah perkenalan pertama kita,
2 musim telah kami lewati. Aku dan miku-chan semakin dekat. Perasaanku padanya
tidak terbendung lagi. Musim berikutnya tepat di hari natal, aku menyatakan
perasaanku pada miku-chan. Cukup lama untuk meyakinkan muki-chan. Tapi ternyata
ia punya perasaan sama sepertiku. Dan ia mau menjalani hubungan rahasia
denganku. Baru pertamakali aku jatuh cinta pada seseorang.
Selama 2 tahun aku dan miku-chan
melakukan hubungan rahasia. Aku berharap takkan ketahuan oleh siapapun, dan
bisa bersamanya untuk selamanya. Yama-chan dan yuto tau hubunganku. Tapi mereka
mau merahasiakan hubungan kami dari yang lain.
31 desember 2010 ~
Tahun baru yang lalu aku tak bisa
menemani miku-chan. Untuk tahun ini aku harus bisa merayakannya bersamanya.
Tapi ternyata tak sesuai apa yang di bayangkan olehku. Hari ini aku bekerja,
tahun baru sudah lewat. KAMI-sama, pasti miku-chan menungguku semalaman,
bagaimana ini??. Aku mencoba untuk menghubungi handphonenya tapi tak bisa
kuhubungi. Perasaanku semakin tak karuan.
“chinen-kun, ada apa??” tanya dai-chan
padaku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku.
“chinen-kun, tak apa pergilah.
Bukankah hari ini ada acara keluarga yang penting!!” aku membalikan tubuhku.
Ternyata yama-chan, ia mengedipkan matanya padaku.
“cepatlah, lagipula setelah ini acara
makan biasa!!” yutopun datang membantuku.
“tak apa pergilah kalau penting!!”
ucap yabu.
“arigatou minna!!” akupun melesat
pergi ke kuil tempat dimana aku dan miku-chan bertemu. Tapi ini jam 2 dini hari
manamungkin ia masih menungguku, di sinipun hanya ada 5 pasang pemuda dan
pemudi. Akupun semakin merasa bersalah pada miku-chan.
KLONTAnkkkk
Terdengar suara kaleng terjatuh tepat
di belakangku, alangkah terkejutnya diriku. miku-chan duduk d kursi.
“chinen-kun??pekerjaanmu sudah
selesai??” miku-chan masih menungguku. Segera aku mendekatinya. Dan memeluknya
dengan erat.
“gomenasai!!” miku-chan sangat dingin,
dengan cuaca sedingin ini, ia tetap menunggu kedatanganku. Apa 2 tahun yang
lalu ia berbuat seperti ini. Kopi kaleng yang ia berikanpun membeku.
“aku tak apa, orang-orang melihatmu.
Tutupilah dengan ini wajahmu!!” miku-chan menutup kepalaku dengan syal birunya.
Ia malah mengkhawatirkan keadaanku.
“tapi kau kedinginan!!lebih baik kita
pulang, biar kuantar pulang!!” ucapku. Tapi ia hanya terduduk.
“sebentar saja, tetaplah seperti
ini!!” pintanya. Tentu saja, apapun akan ku lakukan untuknya.
Dia bersandar kepundakku dan memegang
tangan kiriku. Aku menghagatkan pipinya dengan tangaku agar ia merasa lebih
baik.
“chinen-kun, ulangtahunmu tahun ini,
kau ingin apa??” tanyanya.
“eh, ulang tahunku?? Bukankah baru 2
bulan yang lalu!!” aku bingung dengan pertanyaan miku-chan.
“apapun yang kau berikan, akan menjadi
barang berharga bagiku!!” ucapku.
“walaupun hanya sebuah kertas!!”
tanyanya lagi.
“semuanya,,, asalkan itu darimu!!”
ucapku lagi sambil tersenyum. Miku-chanpun tersenyum ke arahku.
Dua minggu kemudian, aku melaksanakan
ujian untuk kelulusan. Tapi, di hari ujian selama seminggu ini, miku-chan tak
terlihat sama sekali batang hidungnya.
Karena penasaran aku bertanya pada
teman sekelasnya, apa yang ku dengarkan membuatku terkejut.
“apa maksudmu??” tanyaku.
“iya, hatsune memang sering tidak
masuk 2-3hari setiap bulannya, kadang-kadang ia memaksakan dirinya untuk
masuk sekolah. Dan kali inipun sepertinya ia tak masuk karena sakit!!” mendengar
ceritanya, kakiku seketika melemas. Aku sama sekali tak tahu kalau miku-chan
sering tidak masuk.
Akupun berencana pergi ke rumah
miku-chan setelah latihan selesai. Tapi hal tak terduga menghampiriu, aku
ketauan oleh atasanku yang tak lain johnnis kitagawa-san. Ia melemparkan
beberapa lembar foto ke arahku.
“apa maksudnya ini? Kau tahukan aturan
disini!! Di larang berpacaran!!” tegasnya.
“tapi ini……!!!!”
“tak ada tapi-tapian. Kalau kau masih
ingin bekerja di sini, ku harap kau harus mematuhinya!! Camkan itu!!”
kitagawa-sanpun meninggalkanku sendirian di ruangan ini. kepalaku serasa mau
pecah. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Setelah ujian aku tidak mengikuti
kegiatan apapun. Jadwalku semakin padat.
Maret 2011~
Hingga waktu acara kelulusanpun kau tak
ada. Dimana kau miku-chan?? Kenapa kau hilang seperti di telan bumi?? Apa kau
membenciku. KAMI-sama, aku sangat merindukannya. Secara diam-diam aku mencari
keberadaan miku-chan di setiap waktu kosongku. Sekarang ku berdiri menatap
bunga sakura yang biasa ku lihat bersama miku-chan.
“chinen-kun!!!” yama-chan
menghampiriku.
“ada apa??” tanyaku.
“soal hatsune!!ia pindah 2 bulan
lalu??” aku terkejut dengan ucapan yama-chan.
“tapi kan, miku-chan 3 bulan lagi ia
lulus??kenapa ia harus pindah??” aku tak percaya apa yang ku dengar sekarang.
“soal itu, teman sekelasnya juga tidak
tahu!!”
“lalu, dimana miku-chan sekarang?? aku
ingin bertemu. Aku benar-benar merindukannya yama-chan!!” aku menarik kerah
kemeja yama-chan, dan lututku tak bisa menahan tubuhku ini. aku menangis selama
aku bisa. Yama-chan menemaniku sampai aku tenang.
Menjelang sorepun aku masih menatap
pohon sakura yang berada di depanku.
“pulanglah, yang lain pasti
mengkhawatirkan kita!!” yama-chan menarik tanganku, aku masih menatap ke
belakang, melihat bunga sakura yang bertebaran di tiup oleh angin.
Oktober 2011~
Hari-hariku terasa hampa sejak saat
kau tidak ada. Selama beberapa bulan ini, aku hanya bisa melamun, dan membuat
senyuman palsu agar semua orang di sekitarku tidak khawatir dengan keadaanku.
Terutama teman-temanku di JUMP.
“chinen-kun, apa kau sedang sakit??”
tanya yabu-kun padaku.
“aku baik-baik saja!!!”
“hari ini terakhir kita konser, ku
harap kau baik-baik saja!!” ucapnya. Akupun mengangguk. Aku bersama jump
mengadakan konser, dan hari ini hari terakhirku konser di tahun ini. Dan
yokohamalah tempat konserku berakhir.
Selama 2jam aku masih bisa mengontrol
diriku, semoga hingga akhir aku tetap dalam kondisi seperti ini.
Tapi pada saat sesi terakhir, seperti
biasa kita semua bernyanyi mendekati para fans. Aku terkejut melihat sosok di
paling belakang, aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
“miku-chan??” ucapku dalam hati. Apa
benar yang kulihat. Acara konserpun akhirnya selesai.
“chinen-kun, tadi kau melamun lagi
sampai-sampai kau lpa bernyanyi!!” aku segera mengganti pakaianku.
“yuya, aku pinjam topimu
sebentar!!”aku langsung berlari keluar untuk mencari miku-chan.
Aku berputar mencari sosok yang
kucari.
“miku-chan, dimana kau??” aku terus
mencari sosoknya.
“chinen-kun, apa yang kau lakukan.
Masuklah!!” yama-chan datang menyusulku.
“tapi aku tadi liat miku-chan!!”
ucapku.
“kau sudah gila!!masuklah!!” yama-chan
terus menarikku kedalam.
“huaaaa bukankah itu yamada-kun dan
chinen-kun!!”
“tuh liat, ayok masuk!!” akupun masuk
kedalam. Setelah di dalam ruangan semua mengerumuniku.
“kau kenapa??” tanya dai-chan.
Semua bertubi-tubi menanyakan diriku.
tanpa sadar aku meneteskan airmataku di hadapan mereka.
“aku tak tahu harus bagaimana, aku
benar-benar merindukannya!!” lirihku. Tentu saja kecuali yama-chan dan yuto.
Yang lain tidak tahu apa-apa soal hubunganku.
“ceritakanlah pada kita semua jika
membuatmu lebih baik!!” ucap yabu. Karena terlalu lelah, pandangan mataku
menjadi gelap seketika aku tak bisa menahan tubuhku.
Mataku terbuka, dan kepalaku merasa pusing.
Ternyata aku berada di rumah sakit, dan ku lihat semua JUMP mengelilingiku.
“aku mendengar semuanya dari yamada,
sekarang istirahlah dan tidur!!kita semua akan pulang ke hotel untuk
istrihat!!” uap yabu-kun.
“aku baik-baik saja!!besok aku
sembuh!!” ucapku. Dan merekapun pergi.
Malam begitu dingin, aku pergi keluar
menatapi bintang di atas.
“nona kau tak boleh keluar
malam!!” karena suara itu aku mendekatinya.
“aku tak mau!!!” teriak gadis itu yang
tak lain.
“miku-chan??” aku terkejut begitupun
dia. Setelah melihatku ia berlari.
“nona jangan berlari!!tuan ku mohon
jangan kejar dia, dia tidak boleh kecapaian!!” ucap suster itu. Aku tak berani
mengejarnya lagi.
Jadi selama ini miku-chan berada di
sini. Miku-chan sebenarnya kau sakit apa??. Keesokan harinya aku mencegat
suster yang kemarin yang mengejar miku-chan.
“anda??bukankah yang mengejar nona
hatsune??” tanyanya padaku.
“ano….sebenarnya hatsune sakit apa??”
tanyaku.
“ternyata kau temannya. kasian anak
itu, di usianya semuda itu harus mempunyai penyakit paru-paru basah stadium
akhir!!”
“apa??”
“sejak kecil anak itu sering keluar
masuk rumah sakit!! Waktunya benar-benar di habiskan di rumah sakit!!”
“Tunggu, suster pasti bohong!!” suster
mnggeleng-gelengkan kepalanya.
“ini pasti bohong…..kenapa penyakit
itu harus menimpanya!!” airmataku tak terbendung lagi.
“anda kenapa??”
“suster, dimana kamarnya!!cepat
KATAKAN SUSTER!!” aku memegang kedua pundaknya dengan kencang agar ia mau
memberitahuku.
“kamar 56!!!lantai 3!!”setelah
mendapatkan kamarnya, aku segera berlari ke kamarnya. Lalu membuka pintu kamar
sehingga ia terkejut melihatku.
“chinen-kun!!!” ku lihat wajahnya
sepucat salju, badanya semakin kurus.
“miku-chan!!kenapa aku…
“PERGIIII…………!!!PERGI KATAKU…..!!AKU
BUKAN MIKU-CHAN LAGI YANG DULU!!” teriaknya sambil menutup telinganya dengan
tangannya.
“miku-chan, aku rindu sekali!!” ia
masih mendorongku ketika aku hendak memeluknya. Tapi karena aku benar-benar
ingin memeluknya.
“ku mohon tinggalkan aku, aku tidak
pantas menjadi milikmu!!aku sakit, aku tak tahu bertahan berapa lama lagi”
ucapnya lirih.
“kau harus bertahan!!!aku yakin kau
bisa mengatasi penyakitmu ini!!”
“chinen-kun tidak tahu apa-apa!!aku
tak mau menjadi bebanmu!!” ia menangis, lalu membalas pelukanku.
“maaf, semua ini gara-gara aku
menyatakan perasaanku. Harusnya aku tak membebanimu dan aku yang membuatmu
seperti ini!!” semakin kencang aku memeluknya. Berjam-jam kita dalam keheningan
ini.
“aku pulang hari ini, bulan depan di
hari ulang tahunku. Aku pasti datang kesini untuk merayakannya bersamamu!!”
ucapku sambil memegang kedua tanganya.
“berjanjilah kau akan datang, aku akan
menunggu chinen-kun!!” ia tersenyum padaku.
“kita berdua pasti bisa melawati semua
ini!!hanya kaulah wanita yang kucintai!!”
“u..n!!!” ia mengagguk. Berat rasanya
ku meninggalkanya di sini. Tapi aku harus kuat. Dan kembali kemari di hari
ulang tahunku.
30 november 2011~
“chinen, nanto malam kita berpesta
yak!!” ucap yabu-kun dan yang lainpun ikut semangat.
“maaf, aku harus pergi menemui
seseorang!!” ucapanku ternyata bisa terbaca oleh semuanya.
“bersemangatlah, berikan salamku
untuknya….!!!” Ucap yama-chan. Akupun mengangguk dan segera pergi ke
yokohama.
Akupun sampai di rumah sakit di
yokohama dimana miku-chan berada. Ketika aku disana, miku-chan sudah berpakaian
sangat manis sekali.
“kau sangat cantik!!” rambutnya
terurai panjang dengan memakai baju biru langit.
“komban wa!!” ucapnya.
“kita berjalan-jalan di sekitar sini
saja!!malam mulai dingin, ingat pakai jaket yang tebal!!” miku-chan mengagguk.
Setelah cukup lama mencari tempat, kita berdua duduk di bawah pohon sambil
menatap bintang.
“chinen-kun otanjoubi omedetou!!! ^_^
akhirnya kata-kata ini bisa terucap di hari ulang tahunmu!!”
“maaf, aku terlalu mengabaikanmu!!”
“u..n…!!tidak apa…!!!aku punya hadiah
yang ingin keberikan untukmu, tapi nanti saja!!”
“ee…miku-chan pasti memberikan hadiah
yang mahal yak!!” aku menggodanya.
“tidak, aku hanya punya ini!!” aku
terkejut, miku-chan mencium pipiku.
“kenapa tidak di sini!!” aku
mengerucutkan mulutku.
“nanti saja!!” ucapnya.
“padahal aku ingin sekarang!!”
“chinen-kun, boleh aku minta
sesuatu??” ucapnya.
“tentu!!”
“aku ingin sekali bisa di gendong
olehmu!!” pintanya.
“aku kira apa, kemarilah!!meskipun aku
pendek, aku kuat loh menggendong orang!!”
Akupun mengajaknya jalan-jalan.
“chinen-kun!!”
“u..unn!!”
“aishiteru yo!!” ucapnya. Aku tak bisa
menahan lagi rasa senangku.
“boku mo!!” ucapku. Selama setengah
jam miku-chan tidak bersuara. Aku terus memanggilnya tapi tak ada sahutan sama
sekali. Aku tersadar, miku-chan sedari tadi tak sadarkan diri. Segera ku
berlari mencari dokter.
“dokter, tolong!!” teriakku.
“cepat bawa keruangannya!!” tanganku
bergetar, ketika memegang tangan miku-chan dingin bagaikan es.
“tunggulah di luar!!!” ucap sang
dokter. Aku menunggu kabar dari dokter, tak selang satu jam ketika orangtua
miku-chan datang, dokter keluar dari ruangannya.
“bagaimana??” tanya ayah miku-chan.
Melihat ekspresi dari dokter, membuat jantungku semakin berdetak tak karuan.
“dokter, dia bisa sembuh kan DOKTER!!”
teriakku.
“maaf, dia tidak bisa di selamatkan!!”
“tidak…ini tak mungkin.
MIKU-CHAN….!!!!!!!!” Jeritan tangisan memecah malam yang dingin ini. Ini
terakhir kalinya aku melihat senyuamnnya, dan ia pergi meninggalkanku untuk
selamanya.
Keesokan harinya aku menghadiri
pemakaman miku-chan. Aku tak tahu harus bagaimana menjalani hari-hariku.
“apa kau yang bernama chinen yuri!!”
ternyata ibu miku yang bertanya.
“iyah!!” ucapku.
“ini untukmu, selaa di rumah sakit ia
membuat semua ini untukmu!!ia percaya jika membuat ini, doanya akan terkabul!!”
aku terkejut, seribu origami. Jadi ini hadiah yang ingin kau berikan. Aku
terkejut, ketika membuka lipatan origami itu, banyak tulisan berisikan
doa dan semangat untukku. Ia menulis dan membuat sebanyak ini untukku.
aku menatap foto miku-chan yang berada
di hadapanku.
“arigatou, hontou ni arigatou!!”
airmataku mengalir, aku akan berusaha menjalani hidupku walau tanpamu. Karena
kau telah memberikanku banyak kekuatan.
Epilog ~januari 2012~
Aku bersama anak jump lainnya
mengadakan rapat.
“kira-kira konser jump world bagusnya
bertemakan apa yak??” tanya yabu.
“jangan tanya aku!!” ucap yuya.
“chinen-kun apa kau punya ide??” tanya
yabu.
“bagaimana kalau ORIGAMI!!” aku
teringat hadiah yang di berikan mku-chan padaku.
“bagus sekali idemu!!” ucap yama-chan.
Sampai kapanpun, kau adalah wanita
yang telah mengisi hatiku. Dan akan ku kenang dan ku simpan di hatiku.
END
~ TIME MACHINE ~
Title : TIME
MACHINE
Categories : oneshoot
Genre
: Friendship — hurt/comfort
Rating : General
Plot : backward flow (alur mundur)
Theme song : Time Machine © Girls Generation
Author
: Sheila Juwita
Alamat : Jalan Raya Ngepung, RT. 01 RW 01, dsn. Jenar, ds.
Ngepung, kec. Patianrowo, kab. Nganjuk, Jawa Timur
Umur : 16 th.
Alasan
mengikuti lomba:
last year, i wrote a birthday fanfic for Chinen. And then, I think that this
year, I must do the same thing.
Cast
: 1. Chinen Yuri
2. and all
the members of Hey! Say! JUMP
Synopsis/Quote: Aku
memang manusia yang tidak tahu diri. Aku sendiri yang membuang diri dari
kalian, tetapi dengan egoisnya aku malah masih mengharapkan kalian mencariku.
Atas semua yang sudah aku perbuat pada kalian.
…
…
Bisa
kulihat butiran-butiran salju yang terinjak oleh kakiku yang terbalut sepatu
kets berwarna merah. Salju yang putih bersih, yang baru saja turun.
Hah, kapan terakhir
kali aku melihat salju bersama kalian?
Dengan
tidak ada niat untuk mempercepat langkah di tengah salju putih yang mulai turun
dari langit yang cukup basah di atas sana, aku terus melangkah maju dengan
perlahan sembari terus mengawasi jalanan yang cukup sepi saat ini.
Kalau sekarang aku
bisa bertemu dengan kalian dan memohon maaf, apa semua ini bisa berubah lebih
baik?
Senyuman
tipis tiba-tiba saja tersungging dengan ragu di wajahku. Semua kalimat
pengandaian yang terus muncul di kepalaku bagai proses kesetimbangan dalam
kimia yang tak pernah habis, kalimat itu pula tak pernah berhenti terpikirkan
olehku.
Aku sungguh menyesal
atas semuanya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.
Di
tengah-tengah keputusasaaanku, tiba-tiba beberapa orang menghampiriku. Dengan
susah payah, aku membalasnya, “kalian…?”
…
Kalau
aku bisa menuliskan perasaanku, pasti sudah satu buku penuh yang terisi hanya
dengan kosakata maaf di sana. Dan tentu saja kata maaf itu untuk kalian.
Sekali
lagi, aku melihat foto yang ada di tanganku. Ini adalah satu-satunya benda yang
tersisa setelah aku menghancurkan semua barang yang aku miliki. Saat itu aku
benar-benar tak kuasa dan kehilangan kendali. Karenanya aku merasa muak melihat
hal-yang-berhubungan-tentang-aku-dan-kalian.
Meskipun
pada awalnya aku berkata pada diriku sendiri bahwa, ayolah, semua tidak akan apa-apa tanpa mereka dan benda sialan ini. Tapi
nyatanya semua tidak seperti pikiran jangka pendekku saat itu.
Semua-bukanlah-tidak-apa-apa jika kalian tidak bersamaku.
Aku
tahu, aku tahu. Semua penyesalan ini sudah terlambat. Dan apa yang akan aku
lakukan sekarang, tidak akan mengubah apapun selain menambah tumbukan dalam
perasaan ini. Ya, luka ini semakin melebar ketika aku mengingat kesalahan besar
yang sudah aku lakukan.
Demi
apapun di dunia, aku ingin memperbaiki semuanya.
…
Hari-hari
kesendirianku terasa berjalan begitu lambat. Hukuman ini benar-benar
menyakitiku, saat aku sadar bahwa aku sendirian dala ruang waktu ini.
Setiap hari, aku tak pernah berhenti
berharap, seandainya saat ini aku memiliki mesin waktu. Pasti aku akan
menggunakannya untuk kembali ke saat sebelum semuanya menjadi hal yang terlalu
rumit seperti ini.
Aku akan menemui kalian, dan menarik
kata-kata tidak pantasku saat itu. Meskipun mungkin dengan aku menarik
kata-kataku saja tidak dapat mengembalikan semuanya dengan cepat. Tetapi
setidaknya, aku tidak melukai kenangan kita yang pernah ada selama ini.
Semua kenangan itu, yang sangat
indah dan tidak akan terulang jika aku sendirian seperti ini, sekarang hanya
tinggal fosil memori yang terpuruk begitu dalam karena tertindih dengan noda
yang aku perbuat. Sebelum kenangan kita berlalu begitu saja.
Semua ini adalah kesalahan. Ini
adalah kesalahan terbesar yang pernah ada, bukan?
Aku memang manusia yang tidak tahu
diri. Aku sendiri yang membuang diri dari kalian, tetapi dengan egoisnya aku
malah masih mengharapkan kalian mencariku. Atas semua yang sudah aku perbuat
pada kalian.
…
“Chinen?”
Sontak
aku mendongakkan kepala. Dengan tetap memasang wajah angkuh, aku menatap
kalian. Satu lawan delapan. Benar-benar tidak menunjukkan sebuah keadilan.
“Apa?”
balasku tak ingin banyak bicara. Tapi entah kenapa jantungku ingin meledak.
Rasanya ingin berteriak dengan keras.
“Tidak.
Aku hanya ingin melihatmu sekali lagi. Mungkin setelah ini kita akan jarang
berjumpa.”
Mendengar
kalimat tersebut muncul dari mulut itu, perasaan aneh ini semakin bergejolak.
Jantungnya terasa benar-benar ingin keluar. Rasanya
sakit tidak karuan dan… aaarrgh, kenapa perasaan aneh ini muncul di saat
seperti ini?
Benarkah itu…
Ryosuke?
“Hn.
Mungkin saja iya.” Demi sapu terbang Harry Potter! Ada apa dengan diriku!
Kenapa aku bisa mengucapkan kalimat sedingin itu? Kemana Chinen Yuuri yang
selalu tersenyum ceria selama ini?
“Dan
juga… Semoga apa yang kau lakukan setelah ini, adalah jalan yang benar-benar
ingin kau lalui. Sukses ya.”
Yabu-kun? Kenapa cara
bicaramu seperti itu? Kini aku benar-benar merasa berada di pada jalan yang tak
sama dengan kalian.
“Ya,
kalian juga.” Entah kenapa lidah ini selalu saja tidak mau bergerak untuk
mengeluarkan kalimat yang lebih panjang.
“A-ah,
Chinen!”
“Ya,
Daiki?”
“J-jaga
dirimu baik-ba— ah maaf, kau mengerti maksudku.” Daiki berlari memasuki rumah
tanpa mengatakan apa-apa lagi. Setelah itu kulihat, berturut-turut kalian masuk
ke dalam rumah. Hingga tersisa Yuto di akhir, tetapi tidak berlangsung lama
karena dia hanya mengangguk lalu ikut masuk ke dalam rumah dan menutup pintu
depan.
Sekarang
tinggal aku sendirian.
“Sayonara…”
…
“Kau…
Serius akan pergi?” Tanya Daiki tiba-tiba.
Seketika
itu, aku yang sedang mengemasi barang-barangku dan memasukkannya ke dalam
koper, berhenti sejenak. Detik kemudian aku kembali melakukan kegiatanku,
sembari menjawab pertanyaan Daiki tetapi tanpa memandang wajahnya.
“Tentu
saja. Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya.”
Setelah
itu hening kembali terjadi di antara aku dengannya. Hingga akhirnya selang
beberapa waktu, aku sudah selesai mengemas semua barangku dan menarik koper itu
ke pojok kamar. Ketika kulirik sekilas, kulihat Daiki tetap pada posisi dia
sebelumnya. Duduk di atas kasur dengan kepala menunduk.
Melihat
Daiki seperti itu, muncul sebuah perasaan aneh dalam dadaku.
Apa
Daiki seperti itu karena dia terkejut dengan keputusanku tadi? Apa iya, Daiki
yang selalu ceria itu sekarang berwajah murung dan menundukkan kepalanya hanya
karena seorang Chinen Yuuri menyatakan bahwa dirinya mundur dari Hey! Say!
JUMP?
Lalu,
apa teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama?
Kugelengkan
kepalaku dengan keras. Tidak mungkin.
Tidak mungkin mereka seperti itu karena aku. Bukankah akhir-akhir ini mereka
sendiri yang berkata kalau aku sudah berbeda. Itu artinya aku sudah tidak sama,
dan harus pergi kan? Ah, mungkin saja Daiki sedang memikirkan hal lain.
“Chii?”
Spontan
aku menoleh pada Daiki yang memanggilku, “a-ada apa?”
Begitu
kupandang matanya, di sana tampak seperti redup dan sayu. Tidak seperti matanya
yang biasanya aku lihat. Tetapi kemudian, Daiki hanya diam dan tidak mengatakan
hal lain.
“Oyasuminasai…”
katanya seraya menarik selimut dan memutar badan agar tidur menyamping ke
kanan.
“Oyasumi,”
balasku sambil melakukan hal yang sama.
…
“—Kalau
begitu, aku keluar.” Tukasku memotong perkataan Daiki.
Semua
mata sekarang tertuju padaku. Memang tak dapat dipungkiri bahwa aku melihat
jelas di sana raut wajah terkejut dan tidak percaya yang diberikan oleh delapan
orang temanku. Termasuk Daiki yang sekarang berdiri tepat di sampingku.
Tangannya yang tadinya memegang pundakku sekarang jatuh terkulai begitu saja.
“A-apa?”
Hikaru yang pertama kali bersuara. Setelah keheningan terjadi secara begitu
mendadak dan cukup memakan waktu lama.
“Aku
keluar. Keluar dari Hey! Say! JUMP. Apa kurang jelas?” jelasku dengan sedikit
gusar.
“Tapi
tunggu dulu! Apa maksudmu dengan mengatakan kalau kau keluar? Mendadak seperti
ini? Kau sudah gila ya?!” teriak Ryosuke. Dapat kulihat jelas, matanya memerah.
Entah karena marah atau hal lain.
Aku
maju satu langkah. Agar lebih dekat pada Ryosuke. Masih dengan nada dingin dan
bosan, aku berniat memperjelas semuanya.
“Aku
tidak gila. Justru karena aku tahu jalanku bukan di sini, karena itu aku
keluar. Bukankah akhir-akhir ini kalian sendiri juga mengatakan kalau ada yang
berbeda dariku yang sekarang? Kalian menganggap aku sudah bukan diriku yang
dulu kan?” aku berhenti sejenak. Seraya mengambil napas, aku juga memperhatikan
ekspresi semua orang.
Inoo
dan Takaki hanya diam menunduk. Yuto, Keito, dan Yabu walau tidak berbicara
tapi mereka memperhatikan. Hikaru yang berdiri tak jauh dari Ryosuke juga hanya
diam. Daiki masih membeku di tempatnya. Hanya Ryosuke yang bereaksi dengan
keras.
“Bukankah
bagus, jika aku keluar? Kalian tidak perlu khawatir lagi dengan formasi yang
berantakan dan suara yang tidak menyatu. Kalian juga tidak perlu menungguku
yang selalu datang terlambat. Dengan begini, latihan kalian juga tidak akan
terhambat bukan?” lanjutku.
Setelah
itu, hening kembali terjadi. Ryosuke tampak membalikkan badan. Menjauh dariku
dan mengambil tempat duduk di pojok ruangan. Dia mengalihkan pandangan kepada
dinding di sampingnya.
“Tapi…”
Yuto menahan suaranya sebentar, dan melihat dan kau mataku sambil melanjutkan,
“Ryuu belum kembali. Dan… dan kau akan keluar? Apa kau membiarkan Hey! Say!
JUMP tinggal berdelapan?”
Semua
orang menundukkan kepala. Tak ada yang berani saling memandang. Begitu juga
denganku. Perkataan Yuto barusan menusuk dada kami semua. Aku sendiri juga
tahu, Ryutaro belum kembali. Tapi aku
sudah muak. Aku benci dengan grup ini sekarang.
“Tak
ada pilihan lain. Aku memang sudah tidak cocok dengan kalian. Lebih baik kita
sama-sama pergi dengan jalan yang berbeda dari pada dipaksakan seperti ini.”
Jelasku.
“Chinen—“
perkataan Inoo di potong oleh Yabu.
“Sudahlah,
minna. Kalau itu sudah keputusan Chinen, biarkan saja. Kita sebagai teman,
harus menghormatinya. Sekarang lebih baik kita istirahat. Hari sudah begitu
malam.” Kata Yabu dengan tegas tetapi entah kenapa terdengar lembut di
telingaku.
Aku
melihat wajah Yabu. Disana terdapat ekspresi yang tenang. Khas seorang leader.
“Meskipun
aku berharap, esok hari kau akan merubah keputusanmu.” Lanjut Yabu. Tak
kusangka masih ada lanjutan dari kalimatnya tadi.
Aku
tersenyum simpul, dan berjalan membelakangi mereka. Ketika sampai di depan
pintu, aku membalas perkataan Yabu barusan, “tentu saja. Besok pagi, aku akan
berkemas dari sini.”
Setelah
pintu kututup, dapat kudengar dengan samar bahwa seseorang berteriak dari dalam
sana.
…
Sudah cukup. Yang
seperti ini sudah cukup.
“Berhentilah
memarahiku seperti itu! Apakah semua masalah ini adalah kesalahanku
sepenuhnya?!” teriakku dengan cukup keras.
Aku
benar-benar muak. Selalu seperti ini. Selalu aku yang disalahkan. Mereka sama
sekali tidak bisa mengerti apa yang aku pikirkan.
“Hei,
jangan membentak seperti itu. Kita bisa bicarakan semua ini dengan pelan.
Jangan emosi.” Yuto mengangkat suara.
Aku
mendengus. Pelan-pelan katanya? Yang seperti ini seharusnya secepatnya
diselesaikan. Sebelum lebih buruk lagi. “Baik. Katakan apa mau kalian.” Tegasku
tetapi dengan suara yang lebih pelan dari pada tadi. Aku melirik kursi kosong
di sampingku dan akhirnya memutuskan untuk duduk di atasnya.
“Kenapa
kalimatmu seperti itu? Bukankah kita ini sama saja? Kesannya seperti kau bukan
anggota dari kami.” Ryosuke berkomentar.
Aku
hanya diam. Menunggu pembicaraan lain yang lebih serius.
“Begini,
Chinen. Bukannya aku memarahimu, tetapi akhir-akhir ini kau sudah berubah.
Sering telat latihan dan gerakanmu kebanyakan tidak bersamaan. Aku hanya ingin
bertanya, sebenarnya kau ini kenapa?” Yuya melanjutkan kalimatnya yang tadi
sempat terputus.
Aku
tersenyum sinis, “buat apa kau ingin tahu masalahku? Bukankah masalah telat dan
berbeda tempo itu adalah masalah biasa? Atau kau menganggap ini sebagai hal
lain?”
“Chinen!
Bisakah kita bicara lebih serius lagi? Jangan buang kata-kata tidak penting
seperti itu. Lebih baik selesaikan semuanya dan kita bisa berlatih bersama
lagi.” Keito kali ini juga ikut berkomentar.
“Kata-kata
tidak penting katamu? Apakah apa yang ada di dalam hatiku bukan hal penting
bagi kalian?” emosiku kembali terpancing. Pembicaraan ini benar-benar menguras
emosi.
“Tidak,
bukan begitu—“
“Cukup.”
Kataku memotong kalimat Keito. Aku lekas berdiri dari posisiku duduk dan
berjalan meninggalkan ruang latihan. Membuka pintu dan menutupnya. Tidak peduli
lagi dengan apa yang terjadi di dalam sana.
Uza i yo.
…
“Akhir-akhir
ini kau sering telat. Sebenarnya sebelum latihan kau pergi kemana?” Tanya Daiki
sembari menutup pintu kamar. Dia berjalan ke kursi dan menunggu jawaban dariku.
“Tidak
ada.” Jawabku singkat sambil melepas baju dan berganti dengan piyama.
“Aku
tidak ingin ikut campur dengan urusanmu, tetapi yang aku tahu sebelumnya kau
tidak pernah tidak disiplin seperti ini.” Kata Daiki.
Aku
hanya mengangkat bahu dan kemudian berbaring di atas kasur, menarik selimut dan
mengucapkan salam, “ya, aku tahu. Oyasumi.”
“Oyasuminasai,
Chii.”
…
“Terlambat
lagi, eh?” seru Hikaru.
Aku
hanya diam. Sambil meletakkan tas di atas sofa dan melakukan sedikit pemanasan
otot. Tidak terlalu ingin menanggapi apa yang dikatakan Hikaru barusan.
“Sebenarnya
kau dari mana? Akhir-akhir ini sering terlambat.” Inoo menepuk pundakku dan
kemudian dia duduk di sofa lantas mengambil handuk dan mengelap keringan yang
ada di dahinya.
“Bukan
apa-apa.” Balasku. Tak ingin berkomentar banyak. Aku tidak ingin mereka
menanyakan lebih jauh tentang hal sepele seperti ini.
Mereka
saling berpandangan sejenak. Tetapi aku tidak mempedulikan itu dan melakukan
beberapa gerakan dasar. Berniat untuk memulai latihan dan tidak menghiraukan
mereka.
“Yosh!
Karena Chinen sudah datang, ayo kita latihan lagi! Ganbatte!” teriak Yuto penuh
semangat.
Merepotkan…
…
Aku
berjalan-jalan di atas jembatan. Berhenti di tengah-tengah dan menopangkan
tubuh pada selusur besi jembatan. Membiarkan angin mengibarkan rambutku dengan
lembut. Aku membalikkan badan dan melihat ke arah bawah. Air sungai tampak
begitu tenang.
Aku lelah.
Aku
tidak berniat membohongi diriku sendiri. Aku memang lelah. Tidak bisa
terus-terusan berpura-pura baik di depan banyak orang. Meskipun aku tahu,
banyak penggemar di luar sana yang menantikanku, tetapi rasanya aku tidak ingin
menemui mereka.
Aku
lelah. Sudah sangat lelah.
Tidakkah
salah satu orang di dunia mengerti itu?
Aku
membalikkan badan dan berjalan meninggalkan jembatan. Dengan perasaan terpaksa
aku harus kembali ke tempat yang selama ini serasa memenjarakanku. Mengurungku
dalam sangkar ketidakbebasan.
Aku harus berbuat
sesuatu untuk ini…
…
“Nemureru
mori no naka eien no wana to shittemo koukai shinai sa…”
“Tunggu-tunggu!”
Semua
orang berhenti menari, dan menoleh kepada sumber suara. Ternyata Yabu-lah yang
tadi bersuara, dan dia sekarang mematikan music player dan berdiri di depan
kami semua.
“Ada
apa?” Daiki buka suara.
“Temponya
berantakan. Kalau begini, nanti Yuya tidak bisa sampai depan pada saat yang
tepat.” Jelasnya.
Semuanya
saling memandang. Sedikit kurang mengerti dengan penjelasan Yabu. Dan Yabu
hanya menggelengkan kepala.
“Chinen,
bisakah di saat bertukar posisi dengan Ryosuke tadi kau bergerak dengan sedikit
lebih cepat? Semua akan berantakan jika kau terus menari dengan cara seperti
itu.” Jelas Yabu.
Kunaikkan
sebelah alisku. Sedikit tersinggung dengan perkataan Yabu barusan. Hei, kenapa tiba-tiba dia menyalahkanku?
“Maksudmu
apa?” tanyaku dengan dingin.
Yabu
berjalan selangkah lebih dekat. Kemudian dia memutar badannya, dan menari
bagian yang tadi aku tarikan. Beberapa detik aku hanya diam melihatnya menari.
Setelah selesai dia berbalik badan dan melihatku.
“Seperti
itu. Kau mengerti?” ucap Yabu.
Maksudnya apa? Aku hanya
diam, tak membalas.
“Ah,
iya benar. Akhir-akhir ini tempo gerakan Chinen memang berubah. Sedikit
lambat.” Ryosuke ikut berpendapat.
Kenapa dia
ikut-ikutan? Aku memandang Ryosuke. Namun dia hanya membalas dengan
tatapan hei-aku-benar-kan?
“Sebenarnya
aku juga sering hampir menabrakmu ketika berpindah posisi.” Kata Hikaru.
Dengan
geram aku berseru, “hei! Maksud kalian apa? Memojokkanku seperti itu?” otakku
jelas-jelas tak habis pikir. Kenapa tiba-tiba mereka semua melemparkan
kesalahan padaku. Memojokkanku seperti ini, apa iya adalah hal yang bagus bagi
mereka?
“Kami
tidak memojokkanmu, kawan. Hanya… Melakukan sedikit evaluasi mungkin?” Yuya
membalas.
Aku
mundur satu langkah. Lalu kulihat satu-persatu wajah mereka. Entah kenapa semua
mata hanya tertuju padaku. Bahkan Daiki juga melakukan hal yang sama! Sial, apa maksudnya semua ini?
“Kalian
mengerjaiku?” ucapku waspada. Di sini seperti aku adalah buronan dan mereka
adalah polisi yang siap menerkam kapan saja.
Daiki
melangkah mendekatiku, meskipun suaranya terdengar lembut tetapi tatapannya
sungguh mengangguku, “maksudmu apa?”
Tiba-tiba
saja seluruh pikiranku kacau. Tidak dapat kukendalikan dan tanganku mendorong
bahu Daki agar tidak mendekat lagi. Dia memang tidak sampai jatuh, tetapi bisa
kulihat raut wajah terkejut yang tergambar olehnya.
Aku
berlari meninggalkan ruang latihan tanpa mengatakan apapun.
…
“Kau
tidak lelah, Daiki?” tanyaku padanya yang sedang melepaskan jaket dan
kemejanya, lantas mengganti dengan kaos oblong berwarna biru.
“Tentang
apa?” balasnya kemudian. Dia menutup pintu lemari dan menatapku sekilas.
Aku
mengangkat bahu, sedikit tidak yakin dengan apa yang akan aku katakan. “Semua
ini. Maksudku, kegiatan kita. Profesi kita.” Jelasku dengan sedikit rancu.
Daiki
hanya membalas dengan senyum simpul, kemudian dia mengambil dua cangkir yang
ada di atas meja dan memberikan salah satunya padaku. Kulihat isinya dan
tenyata coklat panas. Isyarat yang diberikan Daiki agar aku meminum coklat itu,
aku lakukan. Dengan diam, aku menunggu balasan Daiki.
“Hmm…”
dia bergumam beberapa saat, sampai akhirnya menggeleng dan berkata, “tidak.
Tidak terlalu sih.”
Aku
hanya mengangguk-angguk kecil. Padahal jawaban itu sudah bisa kuterima, tetapi
entah kenapa rasanya seperti ada perasaan mengganjal di dalam hatiku.
Rasanya aku tidak
merasakan hal yang sama.
“Hei!”
Daiki menepuk pundakku. “Memangnya kau lelah?”
Saat
itu, entah kenapa sebagian besar hatiku memberontak ingin mengatakan ‘iya’
dengan keras. Tetapi aku hanya menahannya. Dan menggeleng. “sedikit. Badanku
terasa pegal-pegal.” Kataku.
Daiki
tersenyum dan berdiri lalu menuju ke kasurnya sendiri. Sebelum dia berbaring
dia mengatakan beberapa hal padaku, “yang pasti, aku tidak tahu kapan semua ini
akan berakhir nantinya. Yang aku tahu, aku hanya harus melakukan yang terbaik
sebelum semuanya berhenti pada saatnya. Karena, ini adalah keputusan besar yang
aku buat beberapa tahun lalu. Untuk semua orang yang mengenalku, aku memang
harus terus berusaha bersama kalian kan?” katanya, nyaris seperti separagraf
pidato.
Aku
menoleh padanya. Dan mengerutkan dahi. Sedikit tidak mengerti dengan ucapan
Daiki.
“Untuk semua orang dan diri kita
masing-masing. Kita harus berjuang dalam Hey! Say! JUMP. Kita mulai debut kita
dengan penuh semangat! Apa kau sudah lupa kalimat itu?” katanya dengan sedikit suara tawa kecil di sela-selanya.
“Uun.
Itu adalah janji yang kita ucapkan ketika pertama kali debut.” Jawabku.
“Baguslah
kalau kau ingat. Kalau begitu, lekas tidur. Besok ada pemotretan untuk majalah.
Oyasumi!”
“Oyasumi,
Daiki.” Dan aku menarik diri ke dalam selimut yang tebal.
Entah kenapa, saat
mengingat janji tadi. Rasanya seperti tidak ada perasaan yang berubah. Aku
tetap merasa terganggu.
…
…
Aku
membelalakkan kedua mata. Memastikan dengan seksama, apakah benar gerangan yang
berdiri di depanku sekarang adalah bukan ilusi. Bukan seperti sebuah genjutsu
dalam anime Naruto.
“M-minna?”
suaraku tertekan. Hanya bisa mengucapkan satu kata dengan terbata untuk
memperoleh alasan kuat, atas makhluk yang ada di depanku sekarang.
Benarkah ini kalian?
“Ohisashiburi
ne. Kau tampak sedikit berbeda.”
“Ya.
Kau terlihat sedikit gemuk. Sayangnya tubuhmu masih tetap pendek.”
“Oh,
dan juga lihat pipinya. Semakin besar dan jelek.”
Tidak
peduli dengan ejekan-ejekan yang dilontarkan, aku segera berlari. Berlari
menuju mereka agar aku benar-benar bisa menyentuhnya. Dan yakin seratus persen,
bahwa aku tidak sedang meratapi nasib dengan bermimpi di sore hari.
Kudekap
tubuh pemuda sedkit gemuk di depanku, dengan berbisik aku dan sedikit tidak
percaya aku berkata, “Daiki… Kukira aku tidak akan melihatmu lagi.”
Yang
kudengar, Daiki tertawa dan mengelus-elus kepalaku. “Hahaha, yang benar saja!
Kita pasti bertemu kan? Masih satu Negara dan satu prefektur!”
Aku
tersenyum simpul membalasnya. Perasaan penat yang selama ini ada di dalam
dadaku, rasanya hilang begitu melihat wajahnya. Kukira semua tidak akan semudah
ini. Ternyata sekarang aku bisa bertemu dengannya. Setelah kesalahan besar yang
aku perbuat dan mengakibatkan kami berpisah. Mengingat dialah orang yang paling
dekat denganku, membuatku sangat lega melihatnya sekarang berada di depanku.
“Hei,
hei. Kenapa kalian jadi yaoi begitu? Memangnya kau tidak kangen padaku, eh
Chinen?” suara Ryosuke membuatku melepaskan pelukan pada Daiki, dan berganti
memeluknya.
“Oi
oi, kenapa kau jadi memelukku?” protes Ryosuke saat aku mendekap tubuhnya.
“Kangen.”
Balasku singkat. Tetapi tubuh ini, benar-benar nyaris aku lupakan rasanya.
“Hanya
Ryosuke?” Yuto bersuara.
Aku
melepas pelukan pad Ryosuke, dan sekarang berganti memeluk tubuh jangkung Yuto.
Sama seperti Ryosuke dan Daiki sebelumnya, aku mendekap erat tubuh Yuto dengan
mata terpejam. Merasakan perasaan nyaman karenanya.
“Jadi
rencanamu sekarang adalah memeluk kami satu-persatu, begitu?” kata Yabu.
Aku
melepaskan Yuto dari tubuhku, dan berganti menatap semua orang. Aku membungkuk dan
menangis. Menangis karena terlalu lega dan merasakan perasaan bersalah yang
amat besar.
“Gomen...
Gomen... Gomen…” ucapku berulang dengan berlinang air mata. Jujur, aku tak bisa
memaafkan diriku saat ini. Aku merasa sebagai manusia terburuk di dunia.
“Sudah…
Jangan begitu.” Hikaru menegakkan tubuhku kembali.
Aku
terisak. Menatap semua orang dengan penuh perasaan bersalah. “Maafkan aku. Aku
sungguh merasa bersalah. Aku yang memutuskan untuk keluar, tetapi aku juga yang
menyalahkan kalian karena tidak ada di dekatku. Kalian pasti susah, ketika aku
pergi. Maafkan aku. Aku hanya membuat masalah dalam grup kita.” Jelasku.
“Kukira
aku tidak bisa bertemu kalian lagi. Kukira aku tidak bisa lagi untuk
mengucapkan maaf pada kalian. Meskipun aku tahu, kata ‘maaf’ tidak cukup untuk
menggantikan semua perbuatanku. Tetapi percayalah… Aku begitu bahagia saat
melihat kalian berada di depanku sekarang.” Lanjutku. Airmataku terus keluar
tak bisa kuhentikan. Semuanya memang hanya tergambar lewat sikap ini.
“Kami
juga sangat bahagia, melihatmu dengan keadaan baik-baik saja. Kami sangat
khawatir terjadi hal yang buruk padamu. Sejak hari itu, semua hal terasa kurang
dan tidak bisa berjalan sebaik biasanya. Tentu saja karena kau tidak ada
bersama kami.” Jelas Ryosuke.
“Chinen,
dengar. Sebelum ini, kami tidak pernah sedikit pun merasa tidak cocok denganmu.
Kami memang salah, karena tidak mengerti perasaanmu saat itu dan malah bersikap
memojokkanmu. Seharusnya kami menahanmu pergi, bukan malah membiarkanmu. Semua
hal terasa sangat sulit saat itu.” Yabu menambahkan.
“Setiap
hari, kami selalu mencarimu. Tetapi entah kenapa, menjadi begtiu sulit dan kami
tak bisa menemukanmu. Putus asa, memang sudah hampir kami lakukan. Tetapi
karena kami tahu, jiwa Hey! Say! JUMP terasa kurang, kami harus mencarimu.
Melakukan semua hal yang terbaik sebelum terlambat. Dan akhirnya, hari ini kami
bisa bertemu denganmu.” Tambah Inoo.
“Semua
karena ini adalah hari yang special bukan?” seru Yuya.
“Ya.
Ini adalah harimu, kawan. Karena itu keajaiban menuntun kita pada hari penting
ini. Otanjoubi omedetou, kami sangat menyayangimu.” Kata Daiki.
Dan
kami berpelukan bersembilan. Dalam beberapa saat kami hanyut dalam pikiran
masing-masing. Semua terasa begitu hangat dan menyenangkan. Sebelumnya aku
sempat lupa, bahwa mereka terasa begitu membahagiakan bagiku.
“Ah,
ya! Ini aku bawakan kue ulang tahun untukmu. Agak kecil sih, tapi cukup untuk
satu lilin kok.” Kata Keito sembari mengeluarkan kotak kecil dari balik
tubuhnya.
Aku
membuka kotak itu, dan di sana ada sepotong kue coklat. Lalu Keito meletakkan
satu lilin kecil di atasnya dan menyalakan api.
“Make
a wish, brother.” Ucapnya.
Aku
memejamkan mataku dan mengepalkan kedua tangan di depan dada. Sembari membuat
permohonan.
Aku
membuka mata dan meniup lilin kecil di atasnya. Lalu tersenyum dan memandang
teman-temanku satu-persatu.
“Jadi?”
tanya Yabu memecah keheningan.
Tanpa
berpikir banyak aku menjawab, “tadaima.”
“Okaeri.”
…
Aku berharap. Dalam ulang tahunku kali ini.
Tidak akan terjadi hal buruk lagi pada kami. Semua akan berjalan dengan baik,
seperti cahaya lilin kecil di depanku ini.
…
…
THE END
…
…
Mini dictionary
Oyasuminasai/oyasumi : selamat tidur.
Sayonara : selamat tinggal.
Uza
i yo : menyebalkan.
Matte : tunggu!
Minna :
semuanya.
Tadaima : aku kembali.
Okaeri : selamat
datang kembali.
Ohisashiburi
ne : lama tak
jumpa.
~ ENEMY BECOME BESTFRIEND~
Title :
Enemy Become Bestfriend
Categories : Oneshoot
Genre :
Friendship, family
Rating : General
Theme
Song :
Tsunagu te to (Hands and Connect)
Alamat : Banjar Kuwum, Gang Bangau no 22,
Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Badung-BALI
Umur :
20 tahun
Alasan
mengikuti lomba : Untuk
merayakan ulangtahun Chinen Yuri yang ke 19 dan menyalurkan hobi dalam bidang
menulis.
Cast :
all Hey! Say! JUMP! Member
1.
Chinen Yuri
2.
Nakajima Yuto
3.
Yamada Ryosuke
4.
Okamoto Keito
5.
Arioka Daiki
6.
Yaotome Hikaru
7.
Inoo Kei
8.
Takaki Yuya
9.
Yabu Kota
Synosis / quote :
Yuto hanya
mendesah pelan. “Aku cuma nggak mau ada yang berpikiran buruk tentang Chinen.
Aku nggak mau nantinya sahabatku direndahkan oleh kalian, geng BEST.” Yamada
hanya tertawa mendengar itu, “Aku nggak akan merendahkan orang hanya karena
itu. Lagipula aku menganggap Chinen dan juga SEVEN adalah rival terbesarku.
Mungkin karena itu juga kita bermusuhan.” Balas Yamada santai..
***
“Kau benar-benar keterlaluan! Jangan
bicara yang bukan-bukan tentang Chinen!” teriak seorang anak laki-laki berumur
16 tahun yang bernama Nakajima Yuto, sambil melayangkan sebuah pukulan keras
pada lawan bicara yang juga seumuran dengannya. Lawan bicaranya yaitu Okamoto
Keito tidak terima karena dirinya dipukul dan dia membalas pukulan Yuto.
Perkelahian pun tidak dapat dihindarkan dan beberapa anak perempuan yang
berdiri di lorong sekolah yang melihat perkelahian itupun tidak dapat berbuat
apa-apa. Kerumunan pun semakin banyak, melibatkan beberapa siswa pria yang juga
melihat, tapi mereka juga tidak bisa bertindak karena perkelahian di depan
mereka ini melibatkan dua orang dari dua geng yang sangat berkuasa di sekolah
mereka, Horikoshi Gakuen.
Tiba-tiba dari dua arah yang
berlawanan, kerumunan itu dipecahkan oleh dua orang anak laki-laki yang
berbeda. “YAMETE!” teriak keduanya
hampir bersamaan, dan seketika itu juga kerumunan siswa yang tadinya berisik
itupun terdiam. Perkelahian antara Yuto dan Keito pun terhenti, dengan Keito
memegang kerah seragam Yuto. Perlahan kerumunan siswa dan siswi sekolah itupun
memberi jalan bagi dua eksistensi yang baru datang setelah mengetahui siapa
mereka. Dua eksistensi itupun berjalan ke tengah-tengah kerumunan, dan mereka
saling berhadap-hadapan, sama-sama melancarkan tatapan sinis ke arah lawan
bicara.
“Yuto, hentikan saja perkelahian
ini. Ada beberapa sensei
yang datang, jangan sampai kau dihukum karena ulah konyol anggota BEST itu.”
Kata eksistensi pertama, yang bernama Chinen Yuri, tanpa mengalihkan pandangan
dari lawan bicaranya yang sudah menatapnya sinis. Lawan bicaranya itu adalah
Yamada Ryosuke. Yuto pun segera melepaskan tangan Keito yang masih memegang
kerah seragamnya dan segera berjalan ke samping Chinen.
“Keito, jangan habiskan waktumu
untuk meladeni perbuatan anggota SEVEN.” Kata Yamada, yang juga tidak
mengalihkan pandangannya dari sosok Chinen Yuri. Keito juga berjalan ke samping
Yamada, sambil mengelap bibirnya yang sedikit berdarah karena pukulan Yuto
tadi. Yamada dan juga Chinen saling melancarkan tatapan sinis mereka untuk yang
terakhir kali, lalu mereka berdua pun meninggalkan kerumunan itu. Sementara itu
para siswi yang melihat adegan itu hanya bisa meleleh karena karisma dari dua
orang cowok yang muncul itu, Chinen Yuri dan Yamada Ryosuke. Perkelahian pun
dapat dihentikan, dan perlahan kerumunan siswa-siswi itu membubarkan diri untuk
melanjutkan waktu istirahat siang mereka.
Begitulah secuil dari sekian banyak
kejadian pertentangan dari dua geng yang berkuasa di Horikoshi Gakuen, yaitu
BEST dan SEVEN. Sebenarnya Horikoshi Gakuen melarang keras jika ada siswanya
yang bermusuhan apalagi sampai berkelahi, tapi anggota dari kedua geng tadi
sangat pintar menyembunyikannya dari para guru jika ada kejadian seperti tadi.
Ditambah lagi karena tidak ada siswa yang melaporkan pada guru jika terjadi
perkelahian antara kedua geng itu, karena semua siswa dan siswi hormat dan juga
respek pada pemimpin kedua geng tersebut, Yamada Ryosuke dan juga Chinen Yuri.
Yamada Ryosuke adalah pemimpin geng
BEST yang terdiri dari 5 orang cowok tampan, pintar dan kaya. Dia bersahabat
karib dengan keempat temannya yaitu Okamoto Keito yang sekelas dengannya di
kelas 1-D, dan juga ketiga senpainya dari kelas 3-D yaitu Daiki Arioka, Inoo
Kei dan Yuya Takaki. Sedangkan Chinen Yuri yang juga berada di kelas 1-D adalah
pemimpin geng Seven yang terdiri dari 4 orang cowok yang juga sama-sama tampan,
pintar dan kaya. Sama juga seperti Yamada, Chinen juga bersahabat dengan ketiga
teman gengnya itu yaitu Nakajima Yuto yang juga di kelas 1-D, Hikaru Yaotome
dan Yabu Kota dari kelas 3-D. Sebenarnya kedua geng ini akan menjadi geng yang
sempurna kalau saja mereka tidak bermusuhan dan disatukan, ditambah lagi mereka
banyak diidolakan oleh siswi-siswi Horikoshi Gakuen dan juga dari siswi sekolah
lain di kota Tokyo, Jepang. Sayangnya hal itu tidak terjadi karena kedua geng
ini bermusuhan sejak masing-masing pemimpinnya menginjak Horikoshi.
Sebenarnya mereka bermusuhan karena
hal yang sepele, karena keadaan yang disebut dengan salah paham. Waktu itu saat
upacara pembukaan ajaran tahun baru, Yamada dan Chinen sama-sama di antar
dengan mobil dan karena mereka menyuruh sang sopir ngebut agar tidak terlambat,
terjadilah tabrakan kecil di depan gerbang Horikoshi. Mobil mereka berdua
saling menabrak, walaupun tidak parah. Yamada dan Chinen pun sempat adu mulut
karena sama-sama mengaku benar, dan ujungnya mereka berdua terlambat juga.
Akhirnya mereka pun dihukum dan karena sama-sama tidak mau mengalah, tidak ada
yang mau meminta maaf dan mereka pun bermusuhan sampai sekarang.
Kepala sekolah dan guru-guru
Horikoshi sebenarnya tahu apa yang terjadi dengan kedua geng itu. Tapi mereka
pura-pura menutup mata, karena tidak dapat dipungkiri Chinen Yuri adalah anak
pemilik sekolah sedangkan Yamada Ryosuke adalah calon penerus Meiji Company
yang paling banyak memberikan sumbangan untuk Horikoshi. Belum lagi prestasi
anggota kedua geng itu yang bisa dibilang sangat bagus. Secara berurutan Chinen
Yuri, Yamada Ryosuke, Yuto Nakajima dan Okamoto Keito menempati peringkat 4
besar saat ujian masuk yang ditempatkan dalam satu kelas di 1-D. Sedangkan
secara berurutan Inoo Kei, Yabu Kota, Hikaru Yaotome, Daiki Arioka dan Takaki
Yuya menempati peringkat 5 besar di seantero siswa kelas 3 di Horikoshi. Tentu
saja dengan asset seperti itu kepala sekolah dan juga guru-guru nggak bisa
mengeluarkan kesembilan cowok itu sembarangan.
Siang ini pun masing-masing anggota
BEST dan SEVEN berada di markas mereka. Maksudnya markas disini ya rumah
pemimpin geng mereka.
Markas
BEST (rumah Yamada)
“Aku nggak habis pikir sama si Yuto
itu. Aku cuma nggak sengaja menyenggolnya dia langsung marah begitu.” Omel Keito
sambil menempelkan es batu di pipinya yang tadi kena pukul. Inoo yang lagi
asyik baca buku cuma menoleh sekilas lalu melanjutkan bacaannya yang super
tebal itu. Sedangkan Yuya dan Daiki yang lagi asyik main PS tidak
menghiraukannya. “Aku nggak ngerti, apa hebatnya si Chinen sampai Yuto rela
membelanya mati-matian begitu.” Tambah Keito lagi. Yamada yang baru saja
mengambil jus kaleng dari kulkas di kamarnya, melemparkan jus itu pada Keito
yang refleks menangkapnya. “Tenangkan dirimu, cuma buang-buang waktu berurusan
dengan mereka.” kata Yamada kalem. Inoo yang sudah selesai membaca buku, iseng
memukul kepala Yamada. “Aaahh, iittaaii!”
seru Yamada sambil memegang kepalanya, dan langsung menoleh menatap Inoo.
“Inoo-chan kenapa sih? Kenapa kepalaku dipukul?”
“Dasar Yama-chan baka. Kau menyuruh Keito tenangkan diri,
sementara kau sendiri masih bersaing dan berantem sama Chinen.” Kata Inoo
datar. Yamada yang nggak terima pun protes, “Kau juga Inoo-chan. Kau sendiri
bersaing dengan Yabu senpai dalam hal akademik kan!”
“Itu masih lebih baik, Daiki juga
masih sering berkelahi sama Hikaru!” kata Inoo, membawa-bawa Daiki. Daiki yang
asyik main PS pun menoleh karena namanya disebut, “Kenapa namaku juga
dibawa-bawa? Kita semua kan memang sering berkelahi sama SEVEN.” Protes Daiki.
Yuya yang kesal karena Daiki melupakan permainannya pun menengahi mereka,
“Sudah-sudah. Jangan lanjutkan lagi! Semua sama-sama bermusuhan dengan SEVEN.
Nggak perlu di tekankan lagi dong.” Katanya. Yuya sebenarnya lelah juga kalau
harus berdebat lagi sampai disini. Keempat temannya pun diam. Walaupun Yamada
adalah pemimpin di sana, tapi kalau menyangkut kedewasaan berpikir, Yuyalah
yang paling dewasa di antara mereka. Mereka pun akhirnya diam dan melanjutkan
aktifitas masing-masing.
Sementara
itu di markas SEVEN (rumah Chinen)
“Chii, tolong bantu aku menempelkan
plester ini dong.” Kata Yuto. Chinen pun membantu sahabatnya itu menempelkan
plester di mukanya yang tadi dipukul oleh Keito. Setelah selesai, Chinen lalu
menekan intercom di kamarnya dan menyuruh pembantunya untuk membawakan 4
minuman ke kamar. Dilihatnya dua sahabatnya yang lain, Yabu dan Hikaru sedang
asyik memainkan gitar mereka mencoba nada-nada baru. Yabu dan Hikaru memang
senang menciptakan lagu yang diiringi oleh permainan gitar mereka sendiri.
“Sebenarnya aku malas berurusan
dengan anggota BEST itu. Tapi kenapa mereka selalu cari gara-gara dengan kita?”
keluh Chinen. “Aku ingin kita pindah kelas, supaya nggak sekelas dengan Yamada
dan Keito itu.” Tambahnya lagi. Hikaru yang mendengar itupun mendongak, “Aku
setuju sekali dengan usulmu itu Chii. Aku kadang kesal sekali harus sekelas
dengan Inoo yang sok pintar, dan Yuya dan Daiki yang sok cakep itu.” Kata
Hikaru. Chinen pun tertawa mendengar Hikaru mengatakan ejekan tentang Inoo,
Yuya dan Daiki. Tiba-tiba pintu kamar Chinen diketuk, dan pembantunya pun
masuk.
“Tuan muda, tadi ada pesan dari
orangtua anda. Mereka mengatakan akhir minggu ini belum bisa pulang karena
urusan mendadak di Australia. Lalu Nona muda juga berpesan tidak bisa pulang
karena dirumah sakitnya sedang banyak pasien.” Kata pria yang berumur separuh
baya itu. Chinen pun hanya mengangguk, lalu menyuruhnya keluar kamar. Cowok
kawaii ini pun hanya mendesah pelan. “Selalu saja seperti itu.” Gumamnya. Yabu
yang melihat itupun hanya terdiam sebentar, sementara yang lainnya hanya saling
pandang.
Tiba-tiba Hikaru berseru, “YOSSHH,
kalau begitu, akhir minggu ini kita menginap di rumah Chii. Bagaimana minna? Kalian setuju?”
Yang lain pun mengangguk dan
menyetujui usulan itu. Chinen hanya tersenyum melihat teman-temannya. “Arigato, minna.” Katanya.
***
KRIIINGG, bel jam istirahat pertama
pun berbunyi. Semua penghuni di kelas 1-D pun membereskan buku mereka, dan
bersiap untuk ke kantin. Sebelum semuanya pergi, Nakamura sensei memberikan
pengumuman. “Untuk Nakajima-kun, Yamada-kun, Chinen-kun dan juga Keito-kun
tolong temui kepala sekolah ya. Ada yang ingin dibicarakannya dengan kalian.”
Lalu keempat orang tadi pun segera menuju ruang kepala sekolah dalam diam.
Sampai di depan pintu, Chinen mengetuk pintu dan terdengar jawaban menyuruh
mereka masuk. Ternyata di dalam sudah ada senpai mereka, yaitu Yabu, Yuya,
Inoo, Hikaru dan juga Daiki. Tiba-tiba Chinen merasakan firasat tak enak karena
mereka dikumpulkan begini.
“Bagus, semuanya sudah lengkap
berkumpul. Kalian sengaja saya kumpulkan karena kalian akan bekerja dalam satu
tim mewakili sekolah untuk olimpiade akademik.” Kata kepsek mereka. Kesembilan
pemuda yang ada di depannya itupun kontan terkejut. Bayangkan saja, dua geng yang
selama ini musuhan sekarang harus kerjasama?
“Muri!
Itu nggak mungkin kan pak? Kenapa kami harus dijadikan satu tim? Kenapa nggak
dipisah saja?” protes Hikaru. Lelaki tua di depan mereka yang bernama Johny
Kitagawa itu hanya tersenyum penuh arti. “Jelas kalian harus satu tim, karena
kemampuan kalian jika digabung akan membuat sekolah kita menang. Dan tidak ada
penolakan, kalau ada yang menolak aku akan memanggil dan bicara dengan orangtua
kalian.” Katanya tegas dan jelas, membuat Sembilan cowok itu diam dan nggak
bisa membantah.
“Oh iya, kalian bisa mulai latihan
mulai besok dan kalian diijinkan menggunakan semua fasilitas sekolah untuk
belajar. Sekarang kalian bisa kembali ke kelas” Tambah kepala sekolah
mereka. kesembilan pemuda itupun berjalan
lesu dan kembali ke kelas masing-masing.
Saat ini anggota geng BEST dan SEVEN
berkumpul di perpustakaan. Mereka masih diam, belum ada yang berbicara, sampai
akhirnya Yabu memulai pembicaraan. “Untuk sementara sampai lomba ini selesai,
kita kesampingkan dulu permusuhan kita, karena saat ini kita membawa nama baik
Horikoshi.” Katanya tegas. Chinen dan Yamada hendak protes, tapi tiba-tiba Inoo
menyetujui, “Yabu-kun benar. Permusuhan ditangguhkan untuk sementara.” Selain
Yamada dan Chinen, Yabu dan Inoo juga berpengaruh di antara kedua geng itu.
“Dan aku rasa kita juga harus belajar saat dirumah agar lebih intensif. Kalian
mau belajar dirumah siapa?” tambah Inoo
mengusulkan.
“Di rumah Chinen saja. Disana lebih
enak dan nyaman,” kata Yuto sambil memandang Chinen. Tapi sekarang Daiki yang
protes, “Kau kira kami mau belajar di markas SEVEN? Rumah Yamada juga tidak
kalah nyamannya seperti rumah Chinen! Dirumah Yamada saja.”
Gantian Hikaru membela Yuto, “Kami
juga nggak mau belajar di markas BEST! Mana mungkin kami belajar di markas
musuh.” Kata Hikaru sambil memasang tampang cemberutnya.
“Di rumah Yamada saja!” seru Keito
“Rumah Chinen!” balas Yuto
“Rumah Yamada!” tambah Yuya dan
Daiki membela Keito
“Rumah Chinen!” seru Hikaru dan Yuto
bersamaan. Mereka masih berdebat sampai petugas perpustakaan datang dan
memarahi mereka. sedangkan Yabu dan Inoo hanya mendesah pelan. “Lebih baik
bergantian saja.” Kata Yabu simple, dan Inoo mengangguk menyetujui. “Usul
Yabu-kun bagus juga. Bergantian saja, dimulai dari rumah Yamada dulu besok jam
5 sore sampai 7 malam. Dan kalian jangan ada yang protes, karena lebih baik
sekarang kita pulang.” Kata Inoo, dan dia membereskan tasnya. Yang lainnya pun
tidak protes dan mengikuti Inoo untuk segera pulang.
Begitulah
akhirnya mereka bersembilan mulai belajar bersama untuk olimpiade itu. Tapi
walaupun namanya belajar bersama, mereka tetap saja masih terlihat bermusuhan.
Siang ini setelah pulang sekolah mereka bersembilan memulai belajar di rumah
Chinen. Akhirnya mereka pun saling menukarkan tugas masing-masing untuk
diperiksa. Chinen memeriksa tugas Yamada. "Yamada, kau ini bodoh atau
bagaimana sih? Rumus yang kau pakai ini salah! Bahkan siswa yang rankingnya
paling rendah di sekolah pun tahu kalau ini salah. Kau ini bodoh sekali"
Protes Chinen keras, yang justru membuat Keito kesal karena sahabatnya
dibegitukan. "Kau kan nggak perlu bicara kasar begitu, tinggal bilang saja
baik-baik!" Ucap Keito, sudah bangun dari kursinya ingin membela Yamada,
tapi dia ditahan oleh Yamada. "Sudahlah Keito, jangan cepat emosi. Aku
memang salah karena nggak memperhatikan soal." Ucap Yamada sambil
tersenyum manis. Keito protes, "Tapi, Yama-chan.." Dan Yamada hanya
melemparkan senyum agar Keito nggak kesal lagi. Akhirnya anak itupun duduk,
tapi dia masih memandang Chinen sinis. Yang lainnya pun hanya melihat saja
kejadian itu, dan melanjutkan belajar mereka.
***
Yamada sedang
berjalan menuju rumahnya, hari ini dia tidak dijemput sopir seperti biasa
karena pulang agak terlambat dan dia nggak mau menyusahkan sopirnya. Dia terus
berjalan menuju halte bus, dan dia melihat Yuto yang ingin menyebrang jalan.
Saat Yuto mau menyebrang, tiba-tiba ada motor ngebut dan sepertinya nggak
melihat ada yang menyebrang. Yamada yang melihat itu kontan berlari dan menarik
Yuto agar tidak ditabrak motor tadi,
BRUKK! Tubuh
Yamada dan Yuto pun menghempas pinggir jalan. “Aaahh, ittaiii..” keluh Yuto,
sambil berusaha bangun. Yamada pun membantu Yuto untuk berdiri. “Yuto-kun, daijobu ka?” tanya Yamada. Yuto pun
mendongak dan baru sadar kalau yang menolongnya adalah Yamada, “Aaah
Yama-chan..Arigatou” kata Yuto canggung, lalu dia tersadar kalau tangan Yamada
mengeluarkan darah. “Yama-chan, kau terluka.” Kata Yuto, lalu dia memberikan
sapu tangannya pada anak yang telah menolongnya itu. Yamada menerima sapu
tangan itu dan mengelap lukanya, “Ini hanya luka kecil saja. lebih baik kau
berhati-hati Yuto. Aku duluan ya! Mata
ashita!” kata Yamada, tapi Yuto mencegahnya, membuat yamada bingung. Yuto
terlihat bingung dan ragu mau mengatakan sesuatu, tapi akhirnya dia bicara
juga, “Kita pulang bareng.” Katanya datar dan agak canggung, dan Yamada hanya
membalasnya dengan senyum dan anggukan. Mereka berdua pun akhirnya berjalan
bersama menuju rumah. Saat sampai di pinggir sungai yang ada di tengah kota,
tiba-tiba Yamada berhenti dan duduk ditanah. Yuto pun mengikuti cowok di
depannya itu. “Gomen Yuto-kun, aku ingin refreshing sebentar di sini. Kalau kau
ingin, duluan saja tidak apa.” Kata Yamada. Tapi Yuto malah duduk disamping
Yamada. Yamada memandangi sungai di depannya sebentar, menutup matanya dan
merasakan semilir angin yang menyentuh rambut coklatnya. Yuto hanya memperhatikan anak yang selama ini
menjadi musuhnya itu. Dalam hati Yuto berpikir kalau anak disampingnya ini tidak
buruk juga, malahan sangat baik karena dia baru saja menyelamatkan Yuto.
“Ne, Yama-chan.
Gomen atas perkataan Chii kemarin.”
Kata Yuto datar, membuat Yamada membuka matanya. “Gomen karena dia sudah berkata kasar padamu.” Lanjut Yuto.
“Hmm..aku tidak
mempermasalahkan itu karena aku juga salah, jadi kau nggak perlu minta maaf
karena itu.” Ucap Yamada, kalem. Yuto hanya mendesah pelan. “Aku cuma nggak mau
ada yang berpikiran buruk tentang Chinen. Aku nggak mau nantinya sahabatku
direndahkan oleh kalian, geng BEST.” Yamada hanya tertawa mendengar itu, “Aku
nggak akan merendahkan orang hanya karena itu. Lagipula aku menganggap Chinen
dan juga SEVEN adalah rival terbesarku. Mungkin karena itu juga kita
bermusuhan.” Balas Yamada santai. Yuto memperhatikan anak di depannya ini, dia
melihat kejujuran di mata Yamada, membuat Yuto tambah ingin bercerita.
“Kau tahu,
Chinen itu anak yang baik. Walaupun dia sering berkata kasar dan arogan tapi
sebenarnya dia punya hati yang lembut. Dia sangat sering membantuku. Dia
melakukan itu karena sebenarnya dia sangat kesepian.” Kata Yuto tiba-tiba.
Yamada melihat Yuto yang sekarang sedang memandang langit, dia tidak
berkomentar sampai Yuto melanjutkan lagi, “Orangtua dan kakak perempuan Chinen
selalu saja sibuk dan tidak punya waktu untuknya. Mereka selalu pergi keluar
kota untuk urusan bisnis. Walaupun dari luar Chinen terlihat sempurna, dengan
wajah yang kawaii dan harta yang melimpah, tapi kami sahabatnya tahu kalau dia
sangat kesepian.” Lalu sepertinya Yuto tersadar kalau dia sudah bercerita
banyak. “aaahh, yabai! Aku sudah
bercerita yang bukan-bukan. Kalau kau sampai menyebarkan ini Yama-chan, kau
habis ditanganku!” katanya, lalu memandang langit lagi.
Yamada hanya
tersenyum mendengar itu, dia sangat mengerti apa yang dikatakan Yuto barusan.
Malahan mungkin Yamada jauh lebih mengerti perasaan Chinen daripada Yuto
sendiri. “Tenang saja Yuto-kun, aku bukan tipe cowok penggosip.” Kata Yamada
sambil tersenyum simpul.
Sementara itu di tempat lain, waktu yang sama..
Keito menaruh
roti dan susunya di depan meja kasir dan merogoh tasnya untuk mengambil dompet.
Tapi dia tidak menemukan dompet kulit hitamnya di tas, padahal biasanya dompet
itu selalu dia bawa kemana-mana, lama dia mencari dia tetap nggak menemukannya
sampai pelayan kasir menatapnya. Lalu dia baru ingat kalau dia mengganti tasnya
tadi pagi, dan lupa mengecek dompetnya. “Anoo..gomen..” kata Keito, berencana untuk nggak jadi belanja, tapi
tiba-tiba dari belakangnya ada seseorang yang menyeruak antrian. “Berapa total
belanjaannya?” tanya seorang cowok, dan Keito mengenali suara ini sebagai suara
Chinen Yuri. Si pelayan pun menyebutkan totalnya dan Chinen membayarnya.
Setelah itu dia mengambil roti dan susu itu, menyerahkannya pada Keito lalu
berjalan keluar supermarket. Keito yang sempat kaget, berusaha mengikuti Chinen
yang berjalan menuju taman. “Tunggu, Chinen-kun. Arigato na. Besok aku akan menggantinya” Kata Keito akhirnya.
“Tidak usah kau
ganti, anggap itu permintaan maaf karena kemarin sudah sedikit mengacaukan
belajar kita.” Kata Chinen datar, lalu dia duduk di kursi taman. Keito pun ikut
duduk disamping Chinen. Dia masih heran karena anak yang selama ini jadi rival
dan musuhnya barusan malah menolongnya. Dilihatnya Chinen mengeluarkan roti dan
susu miliknya, lalu memakannya dalam diam. Dia makan sambil sesekali tersenyum
senang melihat keluarga-keluarga kecil yang bermain di taman itu. “Bahagia
sekali melihat keluarga kecil seperti itu bisa berkumpul dan bercanda bersama.”
Kata Chinen tiba-tiba, membuat Keito ikut memperhatikan mereka. Keito
memperhatikan Chinen lagi, lalu dia berdeham.
“Ne,
Chinen-kun. Kemarin aku kesal bukan karena kau telah mengacaukan acara belajar.
Tapi aku kesal terlebih karena kau berkata kasar pada Yama-chan.” Kata Keito,
membuat Chinen memandangnya. “Kalau kau berkata kasar padaku, atau pada semua
anggota BEST, aku nggak mempermasalahkannya, tapi jangan lakukan itu secara
personal ke Yama-chan. Aku nggak mau orang sebaik Yama-chan diperlakukan
begitu. Aku nggak mau dia sakit hati, karena dia sudah cukup menderita.” Lanjut
Keito.
Chinen bengong
mendengar itu, dan sudah penasaran apa yang dimaksud Keito, tapi Keito nggak
mau melanjutkan lagi. “Apa maksudmu, Keito?” tanya Chinen. Tapi Keito hanya
menggeleng, “Aku nggak akan cerita lebih lanjut. Karena kau adalah rival dan
musuh BEST. Nanti kau malah menyebarkan gosip yang tidak-tidak lagi.”
“Baiklah kalau
kau memang nggak mau cerita. Tapi kau perlu tahu satu hal, aku bukanlah tipe
orang yang menggunakan kelemahan seseorang untuk menjatuhkannya. Itu adalah
cara yang sangat nggak terhormat.” Ucap Chinen, lalu memandangi orang yang lalu
lalang disekitar sana. Keito memikirkan perkataan Chinen barusan, dan
memperhatikan anak itu lagi. Mungkin kata-kata Chinen bisa dipegang, apalagi
selama ini dia memang nggak pernah menggunakan cara curang untuk menjatuhkan
BEST, dan Keito memang nggak ingin Chinen menganggap Yamada sebagai seorang
rendahan, karena Keito begitu menyayangi sahabatnya itu.
“Yamada..” kata
Keito tiba-tiba, membuat Chinen menoleh padanya. “Yama-chan itu anak yang baik.
Dialah yang menolongku saat usaha ayahku hampir bangkrut dulu. Dia anak yang
ceria dan semangatnya tinggi sekali. Dia
memang punya segalanya, tampan, pintar, populer, kaya, berkharisma. Aku dan
sahabatku yang lain bahkan kadang iri dengannya.” Kata Keito memberi jeda
sebentar dan meneguk susunya. Chinen melihat ekspresi Keito tiba-tiba berubah
sendu, “Tapi Yama-chan itu sangat merindukan kasih sayang orangtuanya. Dia
tidak mendapat kasih sayang dan perhatian orangtua sebanyak seperti yang
didapatkan anak-anak lain. Aku tahu dia sangat kesepian, makanya dia
menutupinya dengan selalu ceria dan tersenyum. Karena itulah, aku nggak mau ada
yang menyakiti hatinya, karena aku sayang padanya.” Kata Keito mengakhiri
ceritanya. Chinen yang mendengar itu benar-benar terharu, dia sadar kalau
sebenarnya Yamada sama seperti dirinya, sama-sama kesepian. Hanya saja Yamada
mengekspresikannya dengan cara menjadi orang yang ceria, yang justru membuat
Chinen kesal dan menjadikan Yamada rivalnya. Sebenarnya Chinen merasa simpati,
tapi dia nggak mau menunjukkannya di depan Keito karena gengsi.
“Aku pegang
janjimu untuk nggak menyebarkan ini.” Kata Keito, dan Chinen hanya mengangguk.
Setelah puas berada di taman itu, akhirnya mereka pun kembali ke rumah
masing-masing.
***
Sudah selama
dua minggu ini anggota BEST dan SEVEN belajar bersama untuk memenangkan
olimpiade akademik itu. Mereka juga sudah lolos dalam babak-babak kualifikasi
yang mereka ikuti, dan mereka belajar untuk tahap final, yang hasilnya akan
diumumkan pada akhir bulan November, 3 hari lagi. Perkelahian antara kedua geng
pun mulai berkurang, dan walaupun mereka masih sama-sama gengsi, anggota BEST
dan SEVEN sudah tidak menunjukkan aura permusuhan yang kuat seperti dulu,
seperti saat waktu istirahat siang ini contohnya.
Chinen sedang
membawa beberapa buku berat yang tadi diminta oleh Sayama sensei, saat sampai
di belokan koridor ada seorang cowok yang nggak sengaja menabraknya, dan buku
itu jatuh berantakan, tapi cowok itu langsung berlari begitu saja sepertinya
buru-buru. Untung saat itu Yamada kebetulan lewat dan membantu Chinen.
"Hati-hatilah
Chii, kalau sampai buku ini rusak, nanti kau dimarah oleh sensei." Kata Yamada meletakkan buku terakhir yang
dipungutnya. Chinen menoleh cepat, karena dia sadar itu pertama kalinya dia
dipanggil 'Chii' oleh Yamada, panggilan yang memang dia sukai karena terdengar
enak dan dia merasa lebih disayang jika dipanggil begitu. "Arigato, Yamada.." Ucap Chinen
pelan.
"Panggil
Yama-chan saja. Biar lebih gampang" Kata Yamada ceria. Lalu tiba-tiba,
KLIK! Terdengar suara kamera. Ada seorang gadis yang mengambil gambar mereka
berdua. Chinen mengenalinya sebagai teman seangkatannya yang beda kelas.
"Waahh, ternyata Chinen-kun dan Yamada-kun kalau tidak bermusuhan dan
akrab seperti itu sangat manis." Kata gadis itu. "Semoga saja kepsek
terus mengikutkan kalian dalam lomba, agar kalian nggak musuhan lagi. Semua
siswa pasti akan senang kalau BEST dan SEVEN bisa bersatu." Kata cewek itu
manis, dan meninggalkan dua eksistensi yang masih bengong itu. Akhirnya Yamada
dan Chinen pun tersadar dan salah tingkah. "Jaa, mata! Sampai ketemu saat belajar bersama nanti." Kata
Yamada dan berlari meninggalkan Chinen.
Sore ini pun BEST dan SEVEN belajar lagi dirumah Chinen,
karena 2 hari yang lalu sudah belajar di rumah Yamada. "Inoo-kun, tolong
bantu aku mengerjakan soal yang ini." Kata Hikaru, sambil mendekati Inoo
dan Inoo mulai menjelaskan soal itu pada Hikaru. Chinen hanya tersenyum melihat
Hikaru, mengingat dulu dia mengejek Inoo orang yang sok pintar. Chinen melirik kalender
yang ada disebelahnya. 3 hari lagi, adalah waktu pengumuman final dan saat itu
tepat hari ulang tahunnya yang ke 17. Chinen ingin sekali bisa masuk final, ia
ingin menunjukkannya pada orangtua dan kakaknya. Tapi mengingat kesibukan
orangtuanya yang saat ini sedang keluar kota, Chinen nggak berharap banyak.
Anggota BEST pun sudah tahu tentang ultah Chinen, karena anak-anak perempuan
disekolah mereka sudah heboh ingin memberi kado, otomatis membuat mereka tahu.
Saat itu terdengar suara mobil, ternyata itu
orangtua Chinen. Sepertinya mereka kembali untuk mengambil beberapa dokumen.
Chinen tersenyum melihat orangtuanya. "Kaa-san,
too-san, bisakah aku bicara sebentar?" Tanya Chinen.
"Bisa,
tapi jangan lama ya nak. Ibu dan ayah masih harus pergi lagi." Jawab
ibunya, lalu ibu dan ayahnya menuju ruang kerja mereka.
"Minna, kalian lanjutkan dulu ya. Aku
tinggal sebentar." Kata Chinen meninggalkan yang lainnya di ruang belajar,
lalu menyusul ayah dan ibunya.
Beberapa saat
kemudian, orangtua Chinen keluar lagi. Tapi tampang mereka sepertinya kesal,
dan Chinen mengikuti dari belakang dengan tampang frustasi juga. Baik Yabu,
Hikaru Yuto, Yuya, Inoo, Daiki, Keito dan Yamada memperhatikan kejadian itu.
"Too-san, kaa-san! Tidak bisakah
kalian libur sehari saja pada tanggal 30?" Tanya Chinen.
"Kami
sangat sibuk Yuri, tidak bisa meninggalkan janji dengan klien. Saat itu kami
ada janji penting dengan klien." Kata ayahnya, menatap putra bungsunya
itu.
Lalu ibunya pun
menambahkan, "Lagipula ada apa dengan hari itu? Kau kan harus sekolah pada
saat itu. Jangan sampai kau berbuat yang aneh-aneh ya." Kata ibunya,
membuat Chinen tambah diam. "Kalau tidak ada lagi yang mau kau bicarakan,
ayah dan ibu mau pergi dulu. Mungkin kami baru kembali beberapa hari lagi."
Kata ayahnya, lalu mengajak ibunya pergi. Chinen merasa kesal sekali dengan
orangtuanya, dia sakit hati karena bahkan mereka tidak ingat dengan hari
ulangtahunnya dan malah sibuk dengan pekerjaan. "Mereka itu sibuk bekerja
untuk siapa sih!?" Keluh Chinen kesal, membuat 8 eksistensi Horikoshi
Gakuen yang ada disana hanya bisa terdiam. Walaupun mereka tidak melihat
keseluruhan kejadiannya, tapi mereka tahu apa yang sedang terjadi antara Chinen
dan orangtuanya.
Yabu tiba-tiba
menepuk pundak cowok imut yang lebih muda 2 tahun darinya itu, "Tenanglah
Chii, aku yakin mereka itu sangat sayang padamu." Katanya menghibur
Chinen. Tapi Chinen menghempaskan tangan senpainya itu. "Kau tidak
mengerti bagaimana perasaanku!" Seru Chinen kesal, lalu dia berlari keluar.
"Chii, matte!" Seru anggota SEVEN, tapi
anak itu nggak memedulikan panggilan teman-temannya. Yamada yang melihat itupun
segera berlari menyusul Chinen. Yabu dan Hikaru juga ingin menyusul, tapi
mereka berdua dihalangi oleh Yuya.
"Sebaiknya
biarkan Yama-chan yang bicara pada Chinen." Kata Inoo. Yuto sudah
menaikkan alisnya, pertanda nggak setuju.
"Kenapa
begitu? Mana mau aku membiarkan Yamada yang jelas-jelas rival kita membujuk
Chinen!" Protes Yuto.
"Iya,
nanti dia malah berkata yang aneh-aneh pada Chii." Tambah Hikaru.
Yuya sudah
berdecak nggak sabar, "Saat ini yang paling mengerti perasaan Chinen hanya
Yama-chan. Jadi aku yakin mereka akan baik-baik saja." Kata Yuya.
Akhirnya Hikaru menuruti kata-kata Yuya,
tapi Yabu sepertinya masih penasaran. “Yuya, bisa tolong kau jelaskan maksud
perkataanmu tadi? Kenapa hanya Yamada yang paling mengerti perasaan Chii? Kami
ini sahabatnya!” kata cowok tinggi itu penasaran, membuat anggota SEVEN yang
lain juga ikut penasaran.
“Benar kata
Yabu. Kami ini sudah bersahabat sejak lama, jadi kamilah yang tahu persis
bagaimana keadaan Chii.” Kata Yuto skeptis. Yuya jadi tambah bingung bagaimana
harus menjelaskannya pada SEVEN tanpa menceritakan latar belakang Yamada. “Kami
tidak bisa menjelaskannya, yang jelas kita biarkan saja Yama-chan bicara dengan
Chinen.” Kata Daiki, membantu Yuya yang kebingungan, tapi anggota SEVEN tambah
protes. “Tidak bisa! Ini menyangkut sahabat kami!” seru Hikaru.
“Sudahlah
Yuya-kun, ceritakan saja apa yang terjadi. Toh lama-lama juga mereka akan
tahu.” Kata Inoo akhirnya memutuskan.
“Iya, lagipula
Yama-chan nggak akan keberatan jika kita menceritakan ini pada SEVEN.” Tambah
Keito lagi. Akhirnya Yuya pun bercerita, dan anak-anak SEVEN mendengarkannya
dengan baik.
“Mungkin kalian
memang sahabat Chinen, dan paling mengetahui keadaannya dari dulu. Tapi bahkan
di antara kita semua, hanya Yama-chan yang paling tahu dan mengerti perasaan
Chinen.” Kata Yuya. “Itu karena Yama-chan juga mengalami hal yang sama dengan
Chinen.” Tambahnya lagi, membuat anggota SEVEN yang lain diam. “Jadi maksudmu,
orangtua Yamada juga sama-sama sibuk seperti orangtua Chii? Dan dia juga kurang
mendapat perhatian?” tanya yuto, dan keempat anggota BEST hanya mengangguk.
“Tapi itu dulu, dan orangtua Yama-chan ternyata sangat menyayanginya dan begitu
memperhatikannya. Sekarang Yama-chan pun tahu dan sadar kalau orangtuanya
sangat sayang padanya.” Kata Yuya.
“Lalu dimana
sisi Yamada yang juga mengalami hal yang sama seperti Chii? Jangan kalian
samakan Chii dengan Yamada! Chii orang yang berbeda, dia itu anak yang kuat.
Walaupun orangtuanya sibuk, dia tidak pernah terjerumus hal-hal buruk. Beda
dengan Yamada yang mendapat perhatian dari orangtuanya, sebagai seorang anak
dia sangat beruntung.” KataYabu panjang lebar, disertai anggukan anak SEVEN
yang lain. “Kalian salah..” kata Daiki sambil tersenyum miris. “Chinen mungkin
lebih beruntung. Yama-chan sama seperti Chinen, tidak bisa merasakan kasih
sayang secara nyata dari orangtuanya.” Sambung Daiki.
“Itu karena
Yama-chan tidak akan pernah bisa bertemu dengan orangtuanya lagi, karena mereka
sudah meninggal.” Lanjut Daiki pelan, yang sukses membuat mata anak-anak SEVEN
melebar.
Sementara itu disaat yang bersamaan, Yamada berlari
menyusul Chinen..
Yamada melihat
Chinen yang duduk di bangku taman di kompleks rumahnya. Yamada pun berjalan
perlahan mendekati anak yang sedang menutup wajahnya dengan tangan itu. Yamada
juga bisa melihat sedikit butir-butir air mata jatuh dari sela-sela tangan itu.
“Kau bisa saja sakit kalau diam di luar tanpa jaket dengan cuaca sedingin ini.”
Kata Yamada berdiri di depan bangku yang di duduki Chinen. Chinen pun perlahan
mendongak dan melihat Yamada sudah berdiri di depannya. Dengan segera dia
menghapus air matanya, merasa malu juga dilihat menangis oleh rival sekaligus
musuhnya ini. “Apa pedulimu!?” seru Chinen skeptis.
“Tentu saja aku
peduli, karena kalau kau sakit dan nanti tim kita masuk final, kita bisa saja
di diskualifikasi karena kekurangan anggota. Kau juga akan merugikan yang
lainnya.” Kata Yamada enteng, lalu dia pun melemparkan jaket yang refleks di
tangkap oleh Chinen. Tadi Yamada memang sempat mengambil jaket sebelum menyusul
Chinen, karena dia melihat anak itu berlari hanya menggunakan sweater saja.
Yamada pun langsung duduk disebelah Chinen yang sedang memakai jaket yang
diberikan Yamada, padahal belum diijinkan. Chinen juga merasa malas untuk
berdebat, jadi dia membiarkan saja anak disebelahnya ini duduk disampingnya.
“Aku mengerti bagaimana perasaanmu.” Kata Yamada pelan.
“Jangan banyak
bicara. Tidak ada yang mengerti perasaanku. Semua orang mengatakan mengerti
perasaanku, tapi mereka nggak mengalami apa yang aku alami.” Kata Chinen kesal.
Yamada pun hanya tersenyum simpul mendengar kata-kata Chinen.
“Kau tahu, aku
bukan sekedar mengerti perasaanmu. Tapi aku tahu bagaimana rasanya jadi kau,
karena aku pernah berada di posisimu.” Kata Yamada, membuat Chinen menoleh
padanya. Seketika Chinen teringat cerita Keito tentang masa lalu Yamada
beberapa hari yang lalu, dan dia menjadi merasa nggak enak.
“Gomen..” kata Chinen pelan. “Gomen, aku lupa kalau orangtuamu juga
sama sibuknya seperti orangtuaku.” Tambah Chinen lagi, dan Yamada memiringkan
kepalanya, tanda dia bingung darimana Chinen tahu tentang itu. “Ah, kemarin
Keito cerita padaku sedikit tentang kau Yama-chan. Tapi jangan marah padanya,
karena aku sebenarnya sudah janji nggak akan cerita ini padamu.” Kata Chinen
lagi. Yamada pun hanya tersenyum, dia memang tahu kalau beberapa hari yang lalu
Keito sempat ditolong oleh Chinen karena Keito yang cerita.
“Itu nggak
masalah. Tapi Chinen-kun, janganlah membenci orangtuamu.” Ucap Yamada. Chinen
hanya mendesah pelan mendengarnya, membuat uap udara muncul dari desahannya
itu. “Bagaimana aku bisa nggak benci dan kesal pada mereka, mereka begitu
sibuk. Bahkan kakakku juga sibuk sekali dengan pekerjaannya di rumah sakit. Aku
hanya ingin paling tidak mereka ada saat hari ulangtahunku, tapi ternyata
mereka bahkan tidak mengingatnya.” Keluh Chinen. Chinen merasa aneh sekali,
padahal selama ini dia selalu kesal dengan Yamada tapi entah kenapa hari ini
dia begitu nyaman dan leluasa menceritakan apa yang selama ini dipendamnya.
Yamada masih
diam, belum berkomentar. Lalu dia memandang langit sebentar, dan berkata,
“Jangan sampai kau menyesal mengatakan kau membenci orangtuamu Chii.” Katanya,
dan lagi-lagi Chinen menoleh padanya senang dipanggil dengan kata ‘Chii’ Chinen
hanya menunggu Yamada melanjutkan kata-katanya.
“Dulu aku juga
sama sepertimu. Sangat haus dengan kasih sayang, kesal dan benci sekali dengan
orangtuaku yang tidak pernah punya waktu untukku. Bahkan saat aku ulangtahun
pun, mereka hanya mengirimkan kartu ucapan dan belakangan aku tahu bahwa yang
mengirim kartu itu adalah pembantuku, agar aku tidak sedih.” Kata Yamada.
Chinen masih diam mendengarkan, dan Yamada pun melanjutkan, “Aku bahkan
mengatakan pada mereka berdua aku benci dengan mereka. Aku bertengkar hebat
dengan kedua orangtuaku hari itu. Ayah dan ibuku berusaha menjelaskan padaku
bahwa semua yang mereka lakukan ini demi kebaikanku, tapi aku nggak mau
mendengarkannya dan sangat marah pada mereka. Dan setelahnya aku sadar kalau
aku sudah melakukan hal yang sangat salah melawan orangtuaku, dan benar-benar
menyesali sikapku itu.”
“Kau kan
tinggal bilang maaf pada mereka kalau kau benar-benar menyesal.” Sungut Chinen.
Sementara eksistensi disebelahnya hanya tersenyum kecil.
“Aku juga
inginnya begitu Chii. Tapi sayangnya aku nggak bisa. Aku nggak bisa mengucapkan
kata maaf pada mereka walaupun sangat ingin, karena tepat hari itu mereka
mengalami kecelakaan mobil dan meninggal dunia sebelum aku sempat minta maaf.”
Kata Yamada pelan. Chinen kaget mendengar cerita itu. Dia masih diam, tidak
bisa berkata-kata mendengar cerita yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.
Yamada pun
tersenyum pada Chinen. “Jadi, semasih orangtuamu ada di dunia, dan kau juga
memiliki seorang kakak, sayangilah mereka. Jangan pernah membenci mereka karena
mereka adalah keluargamu. Jika mereka melupakan ulangtahunmu, itu belum
seberapa jika harus kehilangan mereka untuk selamanya kan?” kata Yamada, dan
entah kenapa Chinen hanya mengangguk. “Jangan sampai kau juga mengalami
penyesalan seperti yang aku alami dulu.” Tambahnya Yamada lagi, dan dia pun
bangkit dari duduknya.
“Baiklah, aku
akan kembali sekarang. Kau juga cepatlah kembali, agar teman-temanmu tidak khawatir.”
Kata Yamada lagi sambil tersenyum manis, dan meninggalkan Chinen yang masih
menatapnya. Setelah di tinggal Yamada, Chinen pun termenung beberapa saat. Dia
baru sadar apa yang dikatakan Yamada tadi benar. “Kalau aku harus kehilangan
ayah, ibu dan juga kakakku, aku nggak tahu harus bagaimana.” Gumam cowok
bergigi kelinci itu, pelan. Tanpa sadar, air matanya sudah jatuh. Dia sedih,
sedih karena perlakuan orangtua dan kakaknya yang tidak perhatian pada dirinya.
Tapi di sisi lain dia juga bahagia, karena dia merasa beruntung masih bisa
melihat ayah, ibu dan juga kakaknya berbicara padanya.
“Arigatou, Yama-chan. Kau telah
mengajarkanku banyak hal.” Ucap Chinen pelan.
Sekembalinya Yamada dari taman..
Yamada masuk ke
ruang belajar, dan dia melihat tujuh temannya yang lain masih menunggu dan
tidak ada satupun dari mereka yang belajar. Melihat Yamada datang, baik Yabu,
Yuto dan Hikaru langsung menghampirinya. "Bagaimana Chii? Dia baik-baik
saja? Kenapa dia nggak kembali bersamamu?" Cecar Yuto.
"Kalian
tenang saja, dia baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti kembali kesini. Tapi
sebelumnya, minna aku punya sebuah
rencana, dan aku butuh bantuan kalian semua. Bantuan dari anggota BEST dan
SEVEN." Kata Yamada, membuat 7 eksistensi yang ada di depannya menaikkan
alisnya tanda bingung. Yamada pun menceritakan tentang rencananya, dan
teman-temannya mengangguk-angguk mengerti.
"Yamada-kun,
kenapa kau mau melakukan itu untuk Chii? Kita ini adalah rival lho." Kata
Hikaru.
"Aku tahu
itu. Tapi, aku cuma nggak mau ada yang mengalami penyesalan seperti yang aku
alami dulu. Semasih hal itu bisa diperbaiki, lebih baik kita perbaiki dari
sekarang kan." Jawab Yamada, membuat Yuto, Yabu, dan Hikaru diam nggak
bisa berkata-kata. Lalu Yamada memandang teman-teman BESTnya. "Kalian
bagaimana? Apakah kalian mau ikut membantu?"
Keito tersenyum
melihat sahabat di depannya ini, "Tenang saja aku pasti akan membantu.
Kami mengerti bagaimana perasaanmu kok Yama-chan." Kata Keito, dan baik
Daiki, Inoo dan Yuya juga mengangguk menyetujui. Yamada tersenyum senang
melihat sahabat-sahabatnya itu.
"Arigatou, Yamada-kun." Kata Hikaru
canggung, dan Yamada hanya membalas dengan senyuman.
***
KRING! KRING!
KRING!
Alarm yang ada
disamping tempat tidur Chinen berbunyi nyaring. Si empunya alarm langsung
menekan tombol of di jam yang berbentuk bola itu, jadi nggak menganggu
telinganya lagi. Perlahan Chinen membuka matanya, dan dia menyipit sedikit
karena sinar matahari pagi yang masuk lewat celah gorden kamarnya.
"Aaahh, otanjoubi omedeto, Chinen-kun."
Ucapnya pada diri sendiri, setelah berhasil mengumpulkan nyawanya. Chinen
mendesah pelan. Hari ini tepat ulangtahunnya yang ke 17. Seperti biasa, tidak
ada kejutan dirumahnya karena orangtua dan juga kakaknya saat ini pasti sedang
berada entah dimana. Paling-paling nanti saat disekolah, anak-anak perempuan
akan heboh memberinya kado, lalu setelah itu dia akan pergi ke karaoke bersama
teman-teman SEVEN yang lain dan membuka kado-kado itu disana.
"Tidak ada
yang spesial." Komentar Chinen. Anak itu mengecek keitai berwarna
hitamnya, dan melihat e-mail yang masuk. Disana sudah banyak e-mail dari
teman-temannya disekolah dan juga anak-anak cewek di kelasnya yang mengucapkan
selamat ulangtahun padanya. Dia terus mencari daftar e-mail itu, mengecek
e-mail dari sahabat-sahabatnya. Tapi sampai lama dia menggulir tombol keitainya, e-mail dari 4 sahabatnya
tidak ada satupun. Yang terakhir adalah e-mail dari Yuto kemarin sore yang
mengatakan dia terlambat datang kerumahnya. Hanya itu, dan tidak ada e-mail
baru dari mereka hari ini untuknya.
"Aneh.
Biasanya mereka yang selalu pertama mengucapkan selamat padaku lewat
e-mail." Kata Chinen lagi, sambil bangkit dari tempat tidurnya dan segera
bersiap. Mungkin mereka akan mengucapkannya langsung saat nanti disekolah,
pikir Chinen.
Chinen segera
menuju Horikoshi Gakuen. Sampai disana, dia segera mencari keberadaan
sahabat-sahabatnya. Pertama dia melewati koridor kelas 3-D dan melongok ke
kelas itu, tapi dia nggak melihat ada Yabu dan Hikaru disana. Cuma ada Inoo,
Yuya dan Daiki yang sepertinya lagi asyik bergosip entah tentang apa. Lalu dia
berjalan lagi menuju kelasnya. Dia heran karena biasanya akan ada sapaan dari
Yuto, tapi dia nggak melihat sosok sahabatnya yang tinggi itu. Mungkin dia
belum datang, pikir Chinen. Chinen pun berjalan menuju mejanya.
"Yuto
tidak sekolah hari ini, dia sakit." Kata Yamada, saat Chinen melewati
mejanya. "Tadi barusan surat ijinnya dibawakan oleh ketua kelas
kita." Tambah Yamada lagi saat melihat keheranan di wajah Chinen. Chinen
pun hanya mengangguk dan segera duduk dibangkunya. Chinen menunggu dibangkunya,
karena setelah ini biasanya akan ada anak-anak cewek yang memberinya kado dan
mejanya akan penuh kado, membuat teman-teman cowoknya yang lain iri. Dan benar
saja pikiran Chinen, karena Shida Mirai datang mendekatinya.
"Omedeto, Chinen-kun! Ini kado untukmu,
semoga kau suka" Kata Mirai sambil menepuk bahu Chinen, lalu berjalan
pergi. "Arigatou" jawab
Chinen. Lalu bergantian Suzuka Ohgo memberikannya kado, dan setelah itu Umika.
"Otanjoubi omedeto Chinen.
Semoga kau suka kado dariku." Kata Umika sambil memberikan kadonya, dan
dibalas dengan senyuman oleh Chinen. Lalu anak itupun menunggu lagi, sambil
senyum-senyum sendiri berapa banyak kado yang akan diterimanya tahun ini.
Teman-temannya yang lain pun bergantian mengucapkan selamat ulang tahun, tapi
tidak ada lagi yang memberinya kado, terutama dari anak-anak cewek. Chinen pun
tersenyum miris, karena dimejanya hanya ada 3 buah kado saja. Anak itupun
menunggu sampai bel masuk, bahkan sampai jam terakhir, tapi yang datang hanya
ucapan selamat saja. "Hah, mungkin tahun ini tahun untuk berhemat, jadi
mereka hanya memberi ucapan saja." Pikir Chinen.
Chinen merasa
bosan hari ini karena dia biasanya bersama Yuto, apalagi saat jam istirahat pun
dia tidak melihat Yabu dan Hikaru. Kata teman-temannya sih mereka ikut
pelajaran tambahan. Memang kelas 3 sedang mempersiapkan ujian nasional karena
sebentar lagi akan lulus. Chinen melihat ke arah Yamada dan Keito yang sedang
asyik mengobrol seru bersiap pulang, lalu tanpa sadar dia mendekat, membuat
Yamada dan Keito menatapnya heran. "Doushita
no, Chinen-kun?" Tanya Keito, membuat Chinen tersadar. "Aah, nandemonai." Jawab Chinen, lalu
segera meninggalkan dua orang itu.
"Aah,
mereka asyik sekali tadi. Aku jadi iri. Andai saja kami nggak musuhan, mungkin
sekarang aku bisa pulang bareng mereka." Keluh Chinen sambil berjalan.
Lalu dia melihat toko buah, dan masuk ke dalamnya. Dia membeli sekantong
strawberry. Dia memang suka dengan buah yang satu itu. Lalu dia pun berjalan
santai kerumahnya.
"Tadaima.." Kata Chinen datar, saat
masuk kerumahnya.
"OTANJOUBI OMEDETO CHINEN!!!!"
Teriak beberapa orang, membuat Chinen kaget. Ternyata yang tadi berteriak
adalah Yuto, Yabu, Hikaru yang membawa kue tart, dan juga teman-teman sekelasnya
yang lain masing-masing dengan kado di tangan mereka, bahkan Yamada, Keito,
Inoo, Yuya dan Daiki juga ada. Bahkan ruang tamunya sudah didekorasi untuk
pesta kecil. Chinen masih bengong, sampai Yuto menarik tangannya.
"Kenapa
kau bengong saja, ayo tiup lilinnya." Kata Yuto, dan Chinen hanya
mengikuti, masih shock diberi surprise seperti itu. Semua yang ada disitu pun
menyanyikan lagu happy birthday. "Ayo make
a wish dan tiup lilinnya Chii." Kata Yabu. Chinen pun menatap mereka
satu persatu.
"Minna, arigatou na." Katanya
terharu, dan meniup lilin berjumlah 17 didepannya. Semuanya pun bertepuk tangan heboh, dan beberapa sudah
meniup terompet. Akhirnya semuanya pun berpesta disana sampai sore, dan Chinen
merasa senang karena itu. Saat sudah jam menunjukkan pukul 6 sore, teman-teman
sekelas Chinen pun satu persatu pulang, sampai menyisakan Yuto, Hikaru, Yabu,
dan anggota BEST. Lalu tiba-tiba Chinen ingat, "Aah, Yuto, bukannya kau
sakit ya?" Tanya Chinen, yang ditanya hanya tersenyum jahil. "Sebenarnya
aku nggak sakit, tapi memang ijin, supaya kau merasa kesepian hari ini
disekolah dan kaget dengan surprise kami." Kata Yuto, diikuti senyum Yabu
dan Hikaru. "Ini ide Hikaru" tambah Yuto lagi. Chinen hanya bisa
memanyunkan bibirnya karena sudah dikerjai oleh teman-temannya.
"Otanjoubi omedeto Chii." Kata Yabu, Hikaru dan Yuto bersamaan,
membuat Chinen tersenyum bahagia. Tidak apa walaupun orangtua dan kakaknya lupa
dengan ulangtahunnya, yang penting dia masih punya sahabat-sahabatnya, pikir
Chinen. Tiba-tiba Chinen ingat, lalu menoleh ke arah BEST.
"Anoo, arigatou karena sudah mau ikut memeriahkan hari ini." Kata
Chinen pada Yamada. Yamada hanya tersenyum, lalu dia menepuk pundak Chinen.
"Chinen, kami berlima juga akan memberikan hadiah." Kata Yamada, lalu
dia, Yuya dan Inoo sepertinya menyetel sesuatu di TV yang ada di ruangan itu.
Kemudian Keito menyalakan TVnya. "Lihatlah ini Chii." Kata Hikaru.
Sesaat Chinen bingung apa yang dilakukan oleh mereka, karena TV itu tidak
menunjukkan gambar apa-apa, tapi tiba-tiba
"OTANJOUBI OMEDETO YURI!!" Seru ayah, ibu, dan juga kakaknya
dari layar TV itu, membuat Chinen kaget. "Aa..aa, too-san, kaa-san, nee-chan..kalian.." Kata Chinen
terbata-bata. Semua anggota keluarganya tersenyum padanya. Chinen tahu, itu
pastilah rekaman dan bukan LIVE, tapi dia merasa semua itu seperti LIVE,
melihat anggota keluarganya berkumpul dan mengucapkan selamat ulangtahun
padanya.
"Kau mengira pasti kami
melupakan ulangtahunmu kan?" Kata nee-chan sambil tertawa ringan.
"Tenang saja Yuri, kami ini keluargamu. Walaupun kami ini terlihat sibuk,
kami tidak mungkin lupa dengan hari penting ini. Apalagi kau itu satu-satunya
adikku yang paling aku sayang." Chinen tersenyum mendengar itu. "Maaf
aku tidak bisa kesana Yuri, karena rumah sakit saat ini sedang sibuk-sibuknya.
Tempat paling dekat denganku sekarang memang tempat ayah dan ibu mengurus
bisnis sekarang, jadi aku kesini agar aku bisa menyampaikan ucapanku
padamu." Tambah nee-channya lagi sambil tertawa.
"Sudah Sayaka, ibu juga ingin
bicara." Kata ibunya, dan Chinen melihat sosok ibunya yang cantik
tersenyum. "Yuri, kau sekarang sudah 17 tahun, sudah dewasa. Ibu senang
sekali kau tumbuh menjadi anak kebanggaan kami, walaupun kami sangat sibuk.
Kesibukan ini bukan karena kami tidak sayang padamu nak, tapi justru karena
kami terlalu sayang padamu makanya kami tidak ingin kau kekurangan
apapun." Kata ibunya sambil tersenyum bangga, dan sedikit meneteskan air
mata. "Ibu jangan menangis dong." Protes kakak Chinen, dan ibunya
mengusap air matanya.
"Arigatou kaa-san. Aku juga sayang kau." Kata Chinen, tanpa
sadar air matanya keluar. Lalu didengarnya ayahnya berdeham. Ayahnya menatap
kamera lama, membuat Chinen dan yang lainnya yang ada diruangan itu penasaran
apa yang akan dikatakan pria setengah baya itu.
"Yuri, kau anak laki-laki ayah
satu-satunya." Kata ayahnya, lalu terdiam sebentar, kemudian dia
melanjutkan, "Bagaimana pun kondisinya, dan apapun yang terjadi pada kita,
kau harus ingat satu hal Yuri. Kau, Sayaka dan juga ibumu selalu menjadi prioritas
utama ayah. Kalian bertiga adalah harta paling berharga bagiku, melebihi apapun
di dunia. Ayah sangat sayang padamu, nak." Kata-kata itu sukses membuat
Chinen menangis terharu sekaligus bahagia.
Lalu sekali lagi ayah, ibu dan juga
kakaknya berkoor ria, "Otanjobi Omedeto!!"
Dan akhirnya rekaman itupun selesai. Chinen menghapus air matanya. "Aku
juga sangat sayang kalian." Gumam Chinen. Yabu, Hikaru, Yuto, Yuya, Inoo,
Keito, Daiki dan Yamada terdiam melihat itu semua. Lalu Chinen menoleh pada
kedelapan temannya. "Minna, arigatou.."
Kata Chinen. "Sudah memberi hadiah paling indah dalam hidupku."
Tambahnya lagi sambil tersenyum.
"Ini semua ide Yama-chan."
Kata Daiki. Dia yang menghubungi orangtua dan kakakmu, lalu mengirim orang
untuk merekam mereka." Tambah Daiki, membuat Chinen menoleh ke arah
Yamada. Dilihatnya Yamada berjalan mendekatinya dan memberikannya sebuah keitai. "Telponlah orangtua dan
kakakmu, lalu minta maaflah karena kau sempat kesal dan membenci mereka."
Kata Yamada sambil tersenyum, dan Chinen pun melakukan apa yang dikatakan
Yamada. Chinen menelpon ibunya, dan berbicara dengannya. Yamada yang melihat
itu, nggak bisa menahan air matanya dan dia berjalan keluar. Yuya, Inoo, Daiki
dan Keito mengikutinya.
Yamada duduk dibangku taman rumah
Chinen, dan masih menangis sampai keempat temannya berhasil menyusulnya. Mereka
pun mendekati Yamada yang sedang menghapus air matanya itu. "Yama-chan,
kau sedih?" Tanya Daiki. Yang ditanya hanya tersenyum. "Sedih? Nggak
mungkin aku sedih. Aku senang, karena paling tidak aku bisa membuat seseorang
nggak akan mengalami penyesalan yang sama seperti aku dulu." Jawab Yamada
sedikit serak.
Yuya, Inoo, Daiki dan Keito hanya
memeluk sahabat kecil mereka itu, untuk menenangkan hatinya. Walau tidak
dikatakan pun, mereka tahu kalau Yamada teringat dengan orangtuanya, makanya
anak itu menangis. "Minna, setelah ini apa yang akan kita lakukan dengan
SEVEN? Kita akan tetap musuhan atau bagaimana?" Kata Yamada. Semuanya pun
terdiam. Mereka sadar, walaupun dengan waktu belajar bersama yang singkat,
mereka sudah merasa anak-anak SEVEN adalah teman mereka.
"Sebaiknya kita tidak usah
bermusuhan lagi dengan mereka. Mereka ternyata anak-anak yang baik."
Komentar Yuya.
"Iya, walaupun diluarnya mereka
kadang terlihat sombong, tapi mereka sangat setia dengan
sahabat-sahabatnya." Tambah Inoo.
"Kalau memang mereka nggak mau
menganggap kita teman, tidak apa. Yang penting kita nggak usah berkelahi lagi
dengan mereka." Daiki juga ikut-ikutan.
"Hai, wakatta." Kata Yamada pelan.
"Yamada-kun!" Teriak Chinen,
yang entah sejak kapan sudah muncul di taman itu bersama dengan Yabu, Yuto dan
Hikaru. "Kenapa kau malah pergi tiba-tiba." Kata Chinen sambil
mendekat. "Minna, sekali lagi arigatou, karena kalian sudah memberiku
kejutan di hari ulangtahunku. Kalian memberiku banyak pelajaran berharga di
hari istimewa ini." Kata Chinen pada anak-anak BEST dan dibalas dengan
senyuman.
"Anoo, aku sudah memutuskan.
Kita hentikan saja permusuhan antara BEST dan SEVEN ini. Karena menurutku ini
tidak ada gunanya." Kata Chinen tiba-tiba. Baik anggota BEST dan SEVEN pun
terdiam. "Menurut kalian bagaimana?" Tanya Chinen pada Yuto, Yabu dan
Hikaru.
"Ya, memang sebenarnya kita
musuhan dengan alasan yang sepele. Lagipula setelah aku sadari anak-anak BEST
adalah anak-anak yang baik." Kata Yabu. Lalu Chinen menoleh pada Hikaru
dan Yuto. "Aku nggak bisa bohong, kalau mereka memang baik." Tambah
Hikaru, dan Yuto pun menyetujui. Lalu Chinen menatap Yamada, Yuya, Inoo, Daiki
dan Keito.
"Teman lebih baik daripada
musuh." Kata Yamada sambil tersenyum. Yuya, Inoo, Daiki dan Keito pun
mengangguk dan tersenyum lebar.
"Teman?" Tanya Chinen
sambil menaikkan jari kelingkingnya.
"Teman." Jawab Yamada
ceria, dan mengaitkan jari kelingkingnya di jari Chinen, lalu mereka berdua pun
berpelukan. Tanpa sadar Yabu, Yuya, Inoo, Hikaru, Daiki, Keito dan Yuto pun
ikut berpelukan bersama mereka.
“Sahabat dan Keluarga adalah hadiah
terbaik dan terindah dalam hidupku.” Kata Chinen sambil tersenyum lebar.
Akhirnya geng BEST dan SEVEN tidak
bermusuhan lagi. Mereka tidak pernah berkelahi dan menjadi sahabat. Semua siswa
Horikoshi pun senang karena duo 'penguasa' sekolah kini berteman. Chinen juga
menjadi lebih sayang dengan orangtua dan kakaknya, dan tidak akan
menyia-nyiakan kasih sayang mereka. Hari ulangtahun yang awalnya dia anggap
sangat mengesalkan, merupakan titik awal perubahan kehidupan seorang Chinen
Yuri. Otanjoubi Omedetou Chinen-kun!
***OWARI
***
Kata / pesan dari penulis : tidak selamanya musuh akan
menjadi musuh seumur hidup. Adakalanya seorang musuh bisa menjadi sahabat yang
dekat, dan mengajarkan pada kita banyak hal termasuk tentang keluarga.
Persahabatan itu sangat indah dan begitu murni, bahkan sama indah dan murninya
dengan cinta. Jadi, jagalah sahabat dan juga hubungan persahabatan, karena itu termasuk
harta berharga yang dimiliki oleh manusia.
GLOSARIUM
Yamete :
berhenti
Itai : sakit
Senpai : senior
Arigato :
terimakasih
Minna :
semuanya
Baka : bodoh
Muri : tidak
mungkin
Daijobu ka :
baik-baik saja?
Mata ashita :
sampai jumpa besok
Gomen : maaf
Yabai : sial
Sensei : guru
Jaa mata :
sampai jumpa
Kaa-san :
panggilan untuk ibu
Too-san :
panggilan untuk ayah
Nee-chan :
panggilan untuk kakak perempuan
Matte : tunggu
Otanjoubi
omedeto : selamat ulang tahun
Keitai : ponsel
Omedeto :
selamat
Doushita no :
ada apa?
Nandemonai :
tidak ada apa-apa
Tadaima : aku
pulang
Make a wish :
buat sebuah harapan
Hai wakatta :
iya, aku mengerti
~ 君のしわと僕の心拍
(Your
Wrinkles and My Heartbeat) ~
Title :
君のしわと僕の心拍 (Your
Wrinkles and My Heartbeat)
Categories : One
shot
Genre :
Friendship, Family, Angst, Romance
Rating : G (General)
Theme song :
K.Will – Please Don’t ; K.Will—We never Go alone
Alamat : Jl. P.
Jayakarta 46/A9, Jakarta Pusat.
Umur : 17
Years Old
Alasan mengikuti lomba : Karena saya sudah lama
tidak menulis Fanfic, dan kebetulan saat saya ingin menulis fanfic, tiba-tiba
ada yang menyelenggarakan lomba fanfic.
Cast :
1.
Chinen Yuri
2.
Tanamachi Kotomi (OC)
Disclaimers ! : The story and idea are mine,
the casts (except OC) are belongs to God and their family.
Synopsis/ Quote: “Eventhough our wrinkles
are getting more now, but also our love are getting bigger. Until this heart
beat is stop to beat now, My love to you is never end.”
***
Aku mengenalnya sejak usiaku berumur
5 tahun di daerah pengunungan Shizuoka. Aku menyebut pertemuan kami adalah
salah satu takdir yang telah ditetapkan oleh seorang ‘penulis’, tak lain adalah
Tuhan. Takdirlah yang membawanya kepadaku. Seolah-olah sudah ada benang merah
yang mengaitkan hubungan kami berdua. Dia, Tanamachi Kotomi, anak perempuan
yang baru pindah dari Tokyo. Awalnya, ia tidak begitu ramah kepada orang
sekitarnya. Mulutnya tajam selalu dianggap lucu karena pada saat itu ia berumur
3 tahun. Dua tahun lebih muda dariku tapi sudah bisa membedakan apa yang ia mau
dan tidak mau. Bagaikan seorang putri yang turun dari kerajaannya dan mulai
meninggalkan harta kekayaan di sana. Aku sangat ingin sekali untuk berbicara
kepadanya, Namun entah kapan aku bisa benar-benar bicara dengannya.
“When I was young, I thought I never be loved by someone
else,”
Suatu ketika kelinciku mati, aku
menangis terisak-isak dan tubuhku mengigil. Tak lama kemudian, seseorang
berambut hitam kelam dengan matanya bulat mendekatiku. Aku tidak sadar kalau
tangisanku sudah berhenti. Ia tersenyum kecil menanyakan ada apa dengan
kelinciku.
“Kelinciku mati,” jawabku.
Kelinciku ini sudah menjadi temanku
jika aku kesepian namanya Momo, sejak lusa kemarin ia sudah tidak napsu makan.
Aku sedih sekali. Anak perempuan itu memelukku, dan jemari kecilnya mengusapkan
kepalaku lembut. Awalnya kukira ia anak yang nakal tapi ternyata ia peduli pada
sekitarnya. Aku membalas pelukannya, dan kembali menangis.
Dibawah rintik-rintik salju, suara
kecilnya mulai terdengar olehku.
“Aku Kotomi yang ditulis dengan 3
huruf hiragana,”katanya melepaskan pelukannya.
“Aku Yuuri,” ulasku.
“Nah, Yuuri-kun, ayo kita berdoa
untuk kelincimu agar dia baik-baik saja diatas sana,” ia tersenyum.
Aku memandangnya dengan perasaan
kagum. Aku menggangguk. Sejak hari itu, Kotomi menjadi sahabatku yang paling
kusayangi walaupun umurnya lebih muda dariku tapi segala tingkahnya selalu
menunjukkan kedewasaannya, namun terkadang ia mudah menangis. Bukan karena ia
cengeng tapi karena ia punya hati yang lembut dan baik hati. Terkadang,
tingkahnya dingin dan langsung mengatakan apa yang ingin ia katakan. Sedangkan,
aku lebih terlihat tenang, walaupun aku tidak sabaran dan berbeda dengan Kotomi
yang lembut, aku lebih keras kepala.
Tetapi, kadangkala aku keras kepala,
Kotomi menghadapinya dengan sabar.
“By the time, I was with you, I realize that I
liked you”
Saat aku duduk di bangku SMP, ada
masa kita mulai menyukai lawan jenis kita. Waktu itu, aku tidak ingin jatuh
cinta kepada siapapun. Aku selalu melihat akhir dari jatuh cinta itu lebih
kearah patah hati dan itu sakit sekali. Apa itu cinta ? Walaupun aku tidak
pernah mempunyai pengalaman dalam hal bercinta, tapi aku punya definisi
sendiri. Cinta itu adalah dimana kita akan merasakan jatuh cinta, saling
menyayangi, dan patah hati. Jika kau benar-benar mencintai orang tersebut tidak
ada salahnya kalau kita melindungi mereka ? Jangan pernah membuat seseorang
patah hati, tetapi biarlah kita yang berkorban untuk mereka.
Rintik-rintik hujan membasahi
ruas-ruas jalan di pagi hari, aku melangkahkan kakiku dengan cepat dan menutupi
kepalaku dengan tasku. Tidak berapa lama kemudian, aku tidak sengaja menabrak
seseorang yang berdiri di depanku. Seorang gadis dengan seragam sekolah yang
sama denganku itu sedikit terkejut dan menoleh ke arahku.
“Yuuri-kun,”panggilnya.
“Ko…Kotomi ? Gomen,” jawabku.
“Eh ? Kamu nggak bawa payung ?”
tanyanya.
Aku menggelengkan kepalaku, lalu ia
menyodorkan payungnya padaku. Ia tersenyum kembali. Ah, ia sudah tumbuh
gadis yang dewasa dan memiliki rambut yang panjang. Andai kalau ia tidak
berpacaran saat ini, mungkin aku akan menyatakan perasaanku. Tapi, lagi-lagi,
aku telat selangkah. Ia berpacaran dengan seorang kakak kelas yang dia kenal
dari teman sekelasnya. Pemuda itu adalah seorang pemain basket dan seorang
primadonna sekolah.
Andai kau ditakdirkan bukan sebagai
sahabatku, tapi melainkan takdir cintaku. Aku yang sekarang ini lebih bahagia
dari sebelumnya.
“The time with you is the precious time,”
Setelah wisuda upacara SMP, Kotomi
tiba-tiba menghilang. Aku tidak tahu kemana ia pergi, padahal teman-teman
sekelasnya mencarinya untuk memberinya selamat atas mendapat nilai tertinggi
pada tahun ini. Aku mulai mencarinya dari sudut-sudut sekolah. Mungkin, ia
memberikan salam perpisahan pada bunga-bunga yang ia rawat dulu. Aku berjalan ke
dalam halaman belakang, ternyata benar ia duduk sambil memupuk tanahnya. Lalu,
ia berdiri.
“Kotomi ?” panggilku.
“Yuuri-kun ?”
“Semua orang mencarimu,” lanjutku.
“Maaf, aku membuat semuanya kuatir,”
ia tersenyum lemah, “Yuuri-kun, aku dan dia sudah putus …”
Kata-katanya sebenarnya sama sekali membuatku terkejut, karena aku tahu cepat
atau lambat ia akan putus darinya. Ini bukan hal yang pertama kalinya, beberapa
orang pemuda silih berganti datang menggantikan setiap posisi pemuda yang
pernah bersamanya. Tidak satu pun yang bertahan di hati Kotomi. Mereka
seakan-akan menginjak-injak harga dirinya dan mereka juga tidak suka jika
Kotomi dekat denganku. Seharusnya, seorang pasangan itu harus saling
menghargai, tetapi kenapa harus Kotomi yang mengalaminya ?
“Sudah, sudah… aku berada disisimu
kok, tenang saja, ya?” aku menariknya ke dalam pelukanku dan mengelus-elus
kepalanya, membuatnya lebih tenang.
Seperti biasa, ia akan menangis
lebih deras jika sudah dipelukkanku. Gadis ini tidak sepantasnya untuk disakiti
seperti ini, ia lembut layaknya sebuah kapas putih. Hati mudah hancur, jika
seseorang menyakitinya. Kotomi dari 3 hiragana yang artinya harpa jepang, ia
harus benar-benar dirawat.
“I will always protect your smile,”
Waktu bergulir dengan cepat, hingga
aku bertemu dengan seorang gadis yang merupakan sahabat baik dari Kotomi saat
aku menginjakkan kakiku di SMA, tampaknya gadis itu menyukaiku. Kotomi begitu
semangat dan selalu menjodohkan kami berdua. Entah apa daya tarikku pada gadis
ini, apa gadis ini bisa membantuku melupakan perasaanku terhadap Kotomi ? Aku
harus bagaimana ? Haruskah aku tetap mencintai Kotomi atau aku lebih baik
menyayanginya sebagai adikku ? Tapi ini semua membuatku sakit hati.
Di saat malam hari, kami sering
berbincang-bincang satu sama lain, beruntung kamar kami saling berdekatan. Ia
selalu tertawa saat aku membuat lelucon. Namun, entah kenapa, hari ini ia tidak
keluar ke balkonnya padahal lampunya masih menyala tapi tirai jendela
kamarnya tertutup rapat-rapat. Aku pun meraih ponselku dan meneleponnya,
terdengar bunyi ponselnya dari kamarnya. Tetapi, ia tidak mengangkatnya. Ada
apa ? Aku meneleponnya hingga 5 kali berturut-turut.
“Kotomi ?” tegurku dengan suara
pelan.
Tak lama, Ia mengeser jendela
kamarnya, matanya sembab seperti sehabis menangis. Ia mendekatiku, dan kemudian
butiran-butiran kecil itu keluar dari matanya. Suaranya serak mulai terdengar,
“Yuuri-kun… Aku harus bagaimana ? Dia menyuruhku untuk menjauhimu,”.
Mataku terbelalak karena mendengar
apa yang ia katakan barusan. Ia meraih pergelanganku dan ia kembali berkata,
“Aku tidak bisa seenaknya meninggalkanmu ! Aku ingin bersamamu, Yuuri-kun !”
Ungkapannya membuatku terkejut, “Apa
? Apa maksudmu ?”
“Yuuri-kun, aku ingin kau melihatku
seorang saja, aku tidak mau kau melihatnya atau siapapun diluar sana, tapi
tolonglah …” katanya, ia menunduk dan menangis.
Aku mengelus-elus kepalanya, apa
sudah saatnya aku mengungkapkannya ? Tampak sudah, ya ?
“Kotomi … Aku mencintaimu, Kotomi.
Aku takkan kemana-mana, aku hanya akan melihat dirimu seorang saja, boleh aku
mengisi hatimu ?” kataku dengan hati-hati.
Kotomi mendongak, yang semula raut
wajahnya bingung lambat laun berubah dengan sebuah tangisan bahagia. Ia
tersenyum senang, tetapi butiran air matanya terus mengalir saja.
“Terima kasih, Yuuri-kun…”
Sejak saat itulah perasaan kami
akhirnya menjadi satu. Kami pun menjadi sepasang kekasih sejak saat itu. Ia
menjadi kekasihku yang dimana ia akan mencintaiku sepenuh hatinya sekaligus
sahabatku yang selalu memberiku nasihat jika aku sedang terpuruk, dan juga
sebagai adikku yang bisa kumanjakan setiap hari.
“It feels like a dream, My feeling reached you”
Kami berjalin cinta hingga
bertahun-tahun, cinta kami pun disetujui oleh kedua orang tua kami hingga ke
altar pernikahan. Memang sebuah pernikahan adalah awal dari hidup kami berdua.
Aku akan terus mencintai hingga sampai tua nanti. Hanya sebuah acara pernikahan
yang sederhana, sebuah taman kecil dengan di hiasi bunga-bunga ros berwarna
pink, semua kerabat dan teman-teman dari kedua pihak sudah menunggu kedatangan
sang mempelai wanita, begitu pula denganku. Di saat, ia muncul ditengah-tengah
kami semua, para tamu berdiri dan tersenyum kearahnya.
Ia dengan baju pengantin putih
selutut dengan buket bunga ros di tangannya, sedangkan aku dengan jas pengantin
berwarna putih. Kami saling berhadapan dan mengatakan sumpah kami berdua.
“Aku, Chinen Yuuri, bersedia menjadi
suami untuk Tanamachi Kotomi…” kataku.
“Aku, Tanamachi Kotomi, bersedia
menjadi istri untuk Chinen Yuuri …” lanjut Kotomi.
“Walaupun suka duka, kaya miskin,
dan sakit maupun sehat… Kami berdua akan terus bersama selamanya …” kataku
dengan tersenyum kearahnya.
Sang pendeta yang menjadi saksi
cinta kami berdua berkata, “You may kiss the bride now,”
Kukecup bibirnya yang tipis itu
dengan lembut, perlahan tapi pasti. Sekarang dan untuk selamanya aku akan
mencintaimu, menjagamu, dan melindungi senyummu. Aku memasukkan cincinnya ke
jari manisnya, matanya mulai tergenang airmata. Ia tampak bahagia, begitu pun
dengan aku.
“Our heart is connected now,”
Sebuah hadiah istimewa yang Kotomi
berikan untukku yaitu anak kami berdua. Tangisan bayi itu membuat kami bahagia.
Perjuangan Kotomi selama 9 bulan, tidak pernah sia-sia. Aku selalu berusaha
menjaga kandungan dan kondisinya agar sang bayi lahir sempurna. Aku bahagia
bisa menjadi ayah dari anak ini. Aku mengecup dahi Kotomi dan tersenyum. Tahun
demi tahun berlalu, kami membesarkan putra kami hingga ia duduk di bangku
sarjana. Kemudian, aku merasakan betapa berartinya hidup bersama dengan Kotomi.
Ia selalu mempertahankan keutuhan dari keluarga kami bahkan membimbing putra
kami agar menjadi anak yang baik dan patuh pada orang tua. Aku tidak menyangka,
jika masa depanku akan seperti ini, begitu bahagia.
“Yuuri,” panggilnya.
Wajahnya yang dulunya begitu mulus,
tetapi kerutan keriputnya tumbuh satu persatu di wajahnya karena diikuti waktu
yang begitu panjang. Aku sama sekali tidak menyadari tentang parasnya, karena
sampai sekarang pun ia masih begitu cantik di mataku.
“Aku sangat bahagia,” katanya lagi.
“Aku tahu,” aku memeluk pinggangnya
dan mengecup dahinya. “aku juga sangat bahagia… Jika nanti kita berdua
dipisahkan, aku tidak bisa membayangkan sebanyak apa yang kita derita nantinya
? Aku tidak ingin kau meninggalkanku,”
Ia meraih pipiku dan tersenyum,
“Tidak ada yang memisahkan kita berdua, Yuuri. Hanya mautlah yang bisa
memisahkan kita berdua …”
Walaupun kematian memisahkan kami
berdua, tetapi aku lebih baik ikut bersamamu. Walaupun rambut kita tidak
sehitam dulu lagi, walaupun kita tidak setampan dan secantik dulu lagi,
walaupun daya ingat kita mulai mengurang. Semua itu tidak akan menghambat kita
berdua.
“Even Your heartbeat is low beat now”
Kesehatan Kotomi menurun dratis, ia
mulai tidak napsu makan dan lebih banyak tidur. Entah kapan ia akan benra-benar
memejamkan matanya. Aku menjaganya, hingga tidak dapat tidur dengan pulas.
Telapak tanganku memeluk telapaknya. Ia selalu tersenyum kepadaku, mengatakan
ia akan baik-baik saja. Apa itu sebuah jaminan ia akan bersamaku selama-lamanya
?
“Yuuri, aku ingin kau baca surat ini
…” ia memberikan sebuah pucuk surat.
Aku membuka suratnya, mataku
terbelalak.
Untuk Yuuri yang amat kucintai,
Yuuri, perasaanku kepadamu sudah bertumbuh saat aku masih
berumur 3 tahun dan waktu itu pertama kalinya aku bertemu denganmu, betapa
polosnya aku. Cintaku mulai menumpuk seiringnya waktu. Awalnya, aku mengira aku
hanya menyukaimu sebagai kakak beradik. Namun ternyata aku salah, kau selalu
ada untukku dan berusaha melindungi senyuman yang tidak sempurna ini. Beberapa
kali kau melihatku bersama pria lain, kau tetap tabah berada bersamaku. Kau
selalu memelukku di saat aku jatuh, kau selalu mengusap kepalaku di saat aku
butuh perhatian, kau menepuk punggungku di saat aku menangis. Kau ada setiap
aku sedang sedih maupun senang.
Saat aku tahu sahabatku menyukaimu juga, rasanya begitu
menyakitkan sekali. Aku ingin sekali melihat kau berada di sampingnya dan
bahagia. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku merasa aku begitu egois. Aku
berusaha aku tidak mengucapkan bahwa aku mencintaimu. Tapi aku lepas kontrol,
aku tidak bisa menahan perasaanku lebih lama lagi. Begitu aku luapkan isi
hatiku, kau juga mencintaiku. Tidak satu pun kata yang bisa aku ucapkan.
Bersamamu, itu adalah sesuatu memori yang begitu bahagia.
Sikap kita memang bertolak belakang, kau begitu keras kepala sedangkan aku yang
begitu sabar. Namun, semua itu bisa ditutup dengan saling mempercayai dan
saling memenuhi satu sama lain. Setiap kali kita berkelahi, aku lah yang selalu
meminta maaf padamu. Kau tahu ? Kata minta maaf itu sulit diucapkan, namun saat
kau memaafkan kesalahanku atau mengakui kesalahan yang kau perbuat itu adalah
sesuatu bermakna bagi diriku.
Manusia bisa berubah layaknya musim. Tetapi, perasaanku
kepadamu tidak akan berubah. Hingga saat kau memberikan ku sebuah cincin itu
hadiah yang sangat special. Sewaktu aku melahirkan anak pertama kita, itulah
hadiah yang bisa kuberikan kepadamu.
Cinta mungkin sebuah kata yang istilahnya sangat simple,
akan tetapi begitu bermakna. Walaupun usia kita bertambah setiap tahunnya,
begitu banyak yang terjadi di antara kita berdua, cintalah yang membuat kita
tetap kuat sampai saat ini. Cinta kita mungkin tidak sesempurna kisah dongeng
yang ada di buku-buku cerita yang pernah ku baca sebelumnya, tetapi cinta yang
penuh warna warni di setiap lembaran album yang kau simpan di lemari itu lebih
bermakna.
Yuuri,
Jika aku meninggal nanti, jangan susul aku. Biarkan kau
hidup di sini lebih lama lagi, karena walau aku meninggal nanti aku ingin masih
hidup di dalam hati mu. Biarpun aku tidak dapat di samping mu lagi, ingat apa
yang kulakukan untukmu. Sebuah kasih sayang yang tak pernah terukirkan selama
ini.
Yuuri,
Masih ingatkah kau, pertemuan kita berdua di tengah salju ?
Saat itu kau menangis karena kelincimu mati. Aku ingin kau tetap tersenyum
walaupun aku menutup mataku nanti.
Teruslah bahagia. Karena disaat kau bahagia, aku pun ikut
bahagia. Aku selalu ada di hatimu hingga nanti.
Dari,
Tanamachi Kotomi
Mataku menitikkan butiran air mata,
mataku melirikku kearah Kotomi yang terus tersenyum. Aku menangis layaknya anak
kecil, nafasku tersendat-sendat. Kotomi menyentuh pipiku dan berkata, “Jangan
menangis. Apa kau tidak bahagia bersama ku ?”
“Tentu saja, aku bahagia. Tapi ini
semua terlalu mendadak untukku, aku tidak ingin kau pergi,” jawabku.
“Jangan bilang seperti itu, Yuuri.
Aku harus pergi,” balasnya tersenyum. “Sampai sekarang pun kau begitu tampan,
aku begitu bahagia bersamamu, Yuuri. Aku mencintaimu seperti diriku sendiri…”
“Kotomi …”
Saat ia memejamkan matanya untuk
terakhir kalinya, ia menangis dan juga tersenyum. Walau ini semua menyayat
hatiku tetapi kebersamaannyalah yang bisa membuatku bisa mencintai orang lain.
Aku mengira dulu aku tak dapat mencintai siapa-siapa, tapi saat aku bertemu
dengannya semuanya berubah begitu indah.
“In the end, I still love you”
Aku menaruh bunga lily kesukaannya
di atas batu nisannya. Aku tersenyum. Terima kasih atas cinta kau berikan
padaku. Pertemuan kita berdua adalah takdir yang telah ditentukan oleh kita
berdua. Jika kita dilahirkan kembali, aku akan mencarimu lagi walaupun itu akan
menjadi 1 : 1 miliyar, namun rasa cintaku tidak akan berakhir begitu saja.
“Our wrinkles is increased now but Our heart never stop
beating,
It means our love is stronger than before”
The End
Author’s Note : Aku mau mengucapkan
puji syukur kepada Tuhan, yang telah membimbingku bisa menyelesaikan FF ini
dengan tepat waktu. Aku mau terima kasih buat K-Will, Miyano Mamoru-sama, dan
Matsushita Yuya untuk menemani aku saat bikin FF. Terima kasih buat Akira-kun
karena sudah menginspirasikanku dan moment bersamamu itu yang bisa membuatku
menulis FF ini. Cerita ini yang terlihat datar tetapi aku ingin memberitahukan
bahwa cinta itu begitu bermakna. Even in the end, it will be broken heart.
Just smile, Maybe he / she wasn’t yours. Kau tidak tahu siapa jodohmu
nanti. Jadi, untuk menang atau kalah dalam perlombaan ini, aku serahkan kepada
juri. Terima kasih telah menyelenggarakan lomba ini, semoga Pagenya tetap
lancar. Ganbatte !! :D Arigatou Gozaimasu.
~ MACHINE TIME_ ~
Title : Machine Time_
Categories : Oneshot
Genre : Adventure, Comedy
Rating : General
Theme Song : Hey!Say!JUMP - Time
Author : Annisa Nadyastitiaka Nakajima Hikari
Address : Jl. Ciremai Raya
no. 220, RT 06/RW11, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan 17144
Age : 16 years old
Reason why I join
this competition :
1.
Just want to make new experience
2.
I’m a fans of Chinen too
3.
Just want to make new fanfic to celebrate Chinen’s 19th b’day XD
Cast :
1.
Chinen Yuri
2.
Morinomiya Ryoko (OC)
3.
Nakajima Yuto and other supported cast
Disclaimer! : Just hope u enjoy
my little story
Synopsis/Quote : “Takkan
kukembalikan. Dasar cowok cantik”
*~*~*~*~*~*
Haaah… Rasanya bosan sekali.
Akhir-akhir ini sering hujan. Cuaca yang sangat tak mendukung sekali. Banyak anak-anak
hanya bermain di dalam rumah. Aku bosan! Lagipula hari ini hari minggu.
Biasanya aku pergi bermain basket bersama teman-temanku di lapangan. Kini yang
bisa kulihat hanya air yang turun dari langit dari jendela kamarku. Haah, kapan
hujan akan berhenti?
“Oi, Chinen. Kau sedang apa?” suara
yang terdengar itu… siapa lagi kalau bukan suara nee-chan. (=nee-chan: kakak
perempuan).
“Aku hanya berbaring-baring, kau tak
melihatnya?” jawabku dengan sedikit malas.
“Dasar pemalas. Ibu sudah membuatkan
masakan kesukaanmu di bawah. Cepatlah turun.”
“Benarkah? Yosha! Kenapa kau tak
bilang dari tadi? Aku sudah kelaparan.”
“Cih, siapa suruh kau tak mau
turun-turun? Aku sudah memanggilmu dari tadi.”
Aku pun tak mengabaikan ocehan
nee-chan. Aku pun dengan segera lagsung turun dan menuju meja makan. Kulihat di
sana sudah ada ayah dan ibu yang sedang duduk.
“Otou-chan, okaa-chan…” kataku sambil
tersenyum. (=otou-chan: ayah).
“Suwatte kudasai ne.” jawab okaa-chan
juga sambil tersenyum. (=suwatte kudasai ne: silahkan duduk).
“Di mana Saya-chan?” kata otou-chan.
“Dia—”
“Aku di sini.” Jawab nee-chan yang
tiba-tiba berada di belakangku. Haah bikin kaget saja.
“Nah, ibu sudah memasakkan makanan
kesukaanmu hari ini. Ibu tau pasti kau kelaparan karena cuaca yang dingin ini.”
Ucap okaa-chan ambil mengambilkan nasi untukku.
“Hehehe, arigatou okaa-chan.”
(=arigatou: terima kasih; okaa-chan: ibu).
“Huh, besok aku ingin makanan
kesukaanku.”
“Tidak! Aku ingin gyoza besok!”
“Aku mau sashimi!” (=gyoza, sashimi:
makanan khas dari Jepang).
“Sudah-sudah kalian jangan berantem.
Saya-chan, kau kan sudah besar. Baiklah besok akan ibu masakkan makanan
kesukaan kalian berdua.” Huuh dasar nee-chan. Tapi tak apa-apa lah, soalnya aku
suka sekali dengan gyoza
bikinan okaa-chan. Tak ada yang pernah bisa menandinginya! Menurutku itu adalah
makanan yang paling enak di dunia. Hehehe~
Keesokan paginya…
“Chii, sudah waktunya bangun. Kau
harus pergi ke sekolah bukan?” kudengar suara okaa-chan membangunkanku.
“Lima menit lagi!” teriakku sedikit
malas. Cuaca hari ini masih saja sama seperti kemarin. Hujan. Kamarku terasa
sangat dingin. Aku sampai menarik selimutku. Huh, kenapa dingin sekali sih? Apa
pemanas ruangan tak dinyalakan?
Brukkk! Suara pintu yang dibuka dengan
keras.
“Hey anak manja, bangun sana. Kalau
tidak kau akan terlambat untuk ke sekolah. Bukankah kau harus mengumpulkan
tugasmu pagi-pagi?” ucap nee-chan. Aku menghiraukannnya. Rasanya aku tak mau
keluar dari selimutku ini. Rasanya lebih nyaman di dalam selimut ini
dibandingkan aku harus keluar menghadapi cuaca sedingin itu. Hiii….
“Hei! Bangun sana! Jangan jadi pemalas
napa?” teriak nee-chan sambil menjatuhkanku dari tempat tidur. Ittai!! (=ittai: sakit).
“Errggh awas kau nee-chan!” nee-chan
pun tak mempedulikanku dan langsung keluar dari kamarku. Huuh, punggungku jadi
sakit sekali.
Aku pun bergegas untuk berangkat ke
sekolah. Aku lupa satu hal. Aku harus naik kereta untuk sampai di sekolahku,
kalau tidak aku akan dikunci dari luar oleh sensei
‘itu’. Aku pun berlari sekuat tenaga agar aku tidak terlambat. Di saat hujan
seperti ini pula. Huuh, dingin…
Aku pun akhirnya sampai dengan keadaan
setengah basah kuyup. Untung saja aku sampai tepat pada waktunya sebelum bel.
Haah, baguslah. Tidak, tidak. Bajuku basah! Urrgghh aku jadi malas sekali.
“Hey, Chinen.” Sapa seseorang di
seberang sana.
“Ahh, Yuto-kun.” Jawabku. Dia adalah
sahabat baikku, namanya Nakajima Yuto. Orang yang sangat perhatian dan baik
sekali. Dia juga sangat tinggi untuk ukuran anak SMA. Huh, kenapa aku jadi
membahas ini? Aku paling benci kalau membahas tentang tinggi badanku.
“Kau kenapa bisa basah kuyup begitu?
Apa kau lupa membawa payung?” tanya Yuto.
“Enak saja. Kau tak melihat apa yang
kupegang ini? Lagipula aku terburu-buru tadi.” Jawabku kesal.
“Ya aku melihatnya. Terburu-buru?
Tumben kau terburu-buru? Atau karena kau terlambat bangun? Hahaha.” Jawab Yuto.
Huh, memang benar sih apa yang dikatakan Yuto.
“Ngomong-ngomong kau sudah
mengumpulkan tugas ke Yuugo-sensei?” aku pun terdiam sejenak.
“Ahh gawat! Aku hampir lupa! Duuh, aku
harus bagaimana, Yuto bantu aku!” jawabku sedikit panik.
“Hmmm, sebaiknya kau ganti baju dulu
dengan baju olahraga. Daripada kau masuk angin?” kata Yuto. Hmmm, iya juga sih.
“Baiklah, aku akan ganti baju dulu.
Apa kau mau ikut?” godaku.
“Haah??? Kau pikir aku siapa?”
“Haha, joudan joudan.” Jawabku geli
melihat ekspresi Yuto kaget begitu. Aku pun bergegas menuju ruang ganti pria di
lantai bawah. Biasanya ruangan itu dipakai untuk ganti baju jika ingin atau
sudah berolahraga. (=joudan: bercanda).
Selesai ganti baju aku pun berjalan
menuju kelas dengan santainya. Saat aku masuk ke kelas kulihat semua duduk
dengan rapinya. Ternyata ada Yuugo-sensei. Gawat! Aku lupa dengan tugasku!
“Okaeri, Chinen-kun. Kuharap kau tak
lupa dengan hukumanmu.” Hiks! Aku terlambat mengumpulkan! Tidak, yang lebih
parah aku kena hukuman! (=okaeri: selamat datang).
Aku pun mau tak mau harus membersihkan
kelas karena telat mengumpulkan tugasku pada Yuugo-sensei. Sensei yang paling
tidak kusenangi! Setiap kali pelajarannya dia hanya memberikan tugas yang
menggunung. Apalagi saat dia tak berada di sekolah, alasannya macam-macam.
Kadang dia malas untuk mengajar kami, kadang dia berpura-pura sakit, kadang dia
benar-benar tak masuk. Alasannya sih karena menengok istrinya yang berada di
luar kota. Haah, tapi dia tak harus memberikan tugas seperti gunung juga kan?
Tapi aku senang sekali. Karena ada
Yuto yang membantuku di sini. Hihihi, sebenarnya aku yang memaksanya untuk membantuku.
Aku kan tak mau membersihkan kelas sendirian. Aku takut sendirian!
“Di luar sana masih hujan ya?” ucap
Yuto tiba-tiba.
“Ya. Aku ingin cepat pulang…”
“Kalau kau ingin cepat pulang cepat
bereskan pekerjaanmu.”
“Hahaha, iya iya.”
Kami pun akhirnya selesai. Haah,
kerjaan memang terasa ringan bila dikerjakan bersama-sama. Itu yang kudengar
dari okaa-chan.
“Arigatou Yuto-kun, sudah membantuku.”
“Sama-sama. Sebaiknya jangan kau
ulangi lagi. Kau kan tau Yuugo-sensei seperti apa.”
“Ya ya ya. Aku mengerti. Hmm,
ngomong-ngomong ayo pulang sekarang.” Yuto pun mengangguk. Enak sekali Yuto.
Rumahnya sangat dekat dengan sekolah, sementara aku harus mengarungi hujan ini
dan naik kereta. Setelah itu aku harus berjalan menuju rumah. Sudah dua tahun seperti
ini berturut-turut.
“Jaa, mataashita. Kyotsukete ne,
Chinen.” (=sampai jumpa besok. Hati-hati ya).
“Hai, wakatta. OtsukaCHII.” (=baik,
aku mengerti. Aslinya otsukaresama
deshita yang artinya terima kasih untuk hari ini, Chinen terlalu
bangga dengan dirinya).
Aku pun akhirnya sampai di rumah. Hari
ini kereta penuh sekali. Mungkin salahku juga pulang saat jam kantor bubar. Dan
lagi-lagi bajuku basah. Haah, aku harus membeli jas hujan besok. Anginnya
kencang sekali di luar sana. Aku ingin mandi air hangat. Aku pun masuk kamar
mandi. Ternyata okaa-chan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Baguslah.
Aku tak menyangka setelah kurang lebih
setengah jam aku menghabiskan waktuku untuk berendam. Hahaha. Aku pun beranjak
mencari baju di lemari. Tiba-tiba sesuatu jatuh dari dalam lemari. Aku pun
mencari benda yang jatuh tadi. Setelah kucari-cari ternyata benda itu jatuh ke
bawah lemari. Uuh, tanganku tak sampai. Aku pun mengambil sapu dan mendorong
benda tersebut keluar.
“Nani kore?” kataku sambil penasaran.
Tiba-tiba badanku serasa melayang. Looh, aku ada di mana? Tidak!! Tolong aku!!
(=nani kore: apa ini). Tiba-tiba secara tak sengaja Chinen pun menuju suatu
tempat yang tak disangka.
“Ini…… di mana??!” ucapku tanpa sadar.
Kenapa tiba-tiba aku di sini? Ini… seperti di taman dekat SDku! Ehhh?? Kenapa
aku bisa ada di sini? Beribu-ribu pertanyaan mondar-mandir di kepalaku. Sudah
seperti bola yang menggelinding di tanah.
“Hey kau kakak tua!” aku pun
tersentak, aku pun mencari-cari asal suara tadi.
“Dasar kakak tua. Aku ada di bawah.”
Aku pun menengok ke bawah. Aku pun langsung melompat secara tak sadar. Ada…
anak kecil?
“Kenapa kau takut denganku?” takut?
Ngapain takut dengan anak kecil?
“Apa maksudmu? Dan kenapa kau
memanggilku kakak tua? Aku belum setua seperti kakek penjual mangga di pasar.
Dan lagi aku bukan burung kakak tua. Aku punya nama. Namaku Chinen Yuri.
C-H-I-N-E-N Y-U-R-I.” jawabku. Anak sombong tadi masih melihatku dengan
mata sinis.
“Terserah kau, kakak tua.
Ngomong-ngomong dari mana kau muncul? Kenapa kau ada di taman bermain? Seperti
anak TK saja.” Cih, pedas juga kata-kata anak ini.
“Aku juga tak tau. Dan hey, bukan
kemauanku untuk kemari. Dan aku juga bukan anak TK. Aku sudah SMA, kau tau SMA
yang ada di seberang jalan sana? Itu sekolahku.” Jawabku sedikit bangga. Asal
kalian tau saja, SMAku adalah sekolah terfavorit di Tokyo. Sangat-sangat susah
untuk bisa masuk ke sana.
“Oh, terserah kau kakak tua.” Tch,
lama-lama aku semakin kesal dengan bocah ini. Tenang, tenang Chii. Jangan mudah
marah dengan anak kecil seperti ini.
“Ngomong-ngomong namamu siapa?”
tanyaku penasaran.
“Ryoko. Morinomiya Ryoko. Panggil aku
PRINCESS RYOKO-CHAN. Murid terpintar di SD ini. Aku berhasil mengalahkan kakak
kelasku sekalipun. Bwahahaha.” Heeeh?? Princess? Hahaha, khayalan anak ini
tinggi sekali. Dan lagi ketawanya itu sangat tak enak.
“Kenapa kau tertawa? Tak ada yang
lucu. Kakak tua aneh.” Cih, kini aku jadi kesal lagi.
“Haha, dasar bocah kecil. Tau apa kau
hah? Ngomong-ngomong kau ngapain sendiri di sini?”
“Memangnya penting untuk kau ketahui?”
tch, bocah keras kepala. Tapi dia lucu juga.
“Kenapa kau tertawa lagi? Dasar aneh.
Dan aku berjanji suatu saat aku akan mengalahkanmu. Aku juga akan masuk di SMA
itu dan menjadi juara di sana!” aku semakin tak bisa menahan ketawaku.
“Ryoko-chan!” terdengar suara
panggilan dari luar sana.
“Baiklah, sampai jumpa. Jangan lupa
dengan janjiku, kakak tua Chi.” Baiklah, aku semakin terganggu dengan panggilan
‘kakak tua’ itu.
“Ya ya ya, terserah kau bocah
sombong.” Jawabku sedikit kesal. Ngomong-ngomong kenapa aku tiba-tiba bisa di
sini? Haah, ada-ada saja. Aku harus pulang. Nanti okaa-chan bisa khawatir
karena aku tiba-tiba menghilang.
Aku pun berjalan menuju rumahku.
Tunggu dulu, kenapa aku bisa berjalan ke sini? Seharusnya aku berjalan menuju
stasiun! Aku pun melihat-lihat sekitar. Seperti ada yang lain.
“Hey kau, sedang apa kau di depan
rumahku?” aku mendengar suara anak kecil lagi. Kali ini suara anak laki-laki.
Aku pun membalikkan badanku dan melihat siapa itu.
Aku pun membuka lebar-lebar mulutku.
Tidak, tak mungkin. Anak kecil yang sedang berdiri di depanku ini… ini… aku???
Heee??????
Aku tak percaya yang ada di depanku
ini. Aku benar-benar sedang berada dalam mimpi bukan? Oh, Tuhan. Tolong katakan
ini benar-benar mimpi. Ini sangat tak mungkin! Sangat tak logis! Jika aku harus
memikirkan rumus gaya gravitasi yang terjadi saat bom meledak di kota
Hiroshima. Ehh, itu juga tak mungkin.
“Sedang apa kau di sini om penguntit?”
apa? Aku dibilang penguntit?
“Hey, aku bukan penguntit. Dan lagi
aku masih muda. Aku masih remaja.” Jawabku sedikit kesal sambil membara.
“Huh, terserah apa katamu om
penguntit. Kenapa kau ada di depan rumahku? Aku ingin masuk. Sebaiknya kalau
kau tak punya urusan lebih baik kau pulang saja.” Cih, omongannya di luar
dugaanku. Chinen kecil itu mulai masuk ke rumah. Tunggu, apa aku… apakah ini
masa laluku? Heeee…… tak mungkin!
“Kau masih saja di situ om penguntit?”
tiba-tiba aku mendengar suara yang ternyata datang dari Chinen kecil.
“A… ano… ini… tanggal berapa?” kenapa
aku jadi gugup begini?”
“Hari Senin, tanggal 29 November 1999,
jam 5 sore, tempat—”
“Ok ok, cukup. Terima kasih banyak.”
YANG BENAR SAJA?? INI TAHUN 1999??? TAK MUNGKIN!!!
“Memangnya ada apa?” tanya si Chinen
kecil.
“Hmm, tak apa-apa. Apa aku boleh
tinggal di rumahmu sebentar saja? Aku takkan berbuat macam-macam. Aku janji.”
Jawabku. Tapi, ngomong-ngomong kenapa aku harus tinggal di sini? Yasudahlah tak
apa-apa, daripada aku harus tidur di taman.
“Hmmm…” Hmmm? Kenapa dia hanya
menajawab itu?
“Baiklah. Lagipula tak ada orang di
rumah. Okaa-chan dan otou-san sedang pergi keluar, nee-chan juga sedang bermain
bersama teman-temannya.” Haah, kukira dia bakal menolaknya.
“Arigatou. Oh iya, namamu siapa?”
tanyaku iseng.
“Chinen Yuri desu. Dan kau siapa om
penguntit?” ergghh, kenapa hari ini aku sial sekali. Aku bertemu dengan dua
bocah kecil yang memanggilku dengan sebutan-sebutan yang aneh. Tunggu, dia
menanyakan namaku. Bagaimana ini? Apa aku harus memberitahunya kalau aku ini
sebenarnya dia…?
“A… ano… namaku…” aku berpikir secepat
mungkin. Kepalaku benar-benar seperti kapal pecah. Aku harus cepat memikirkan
nama yang tepat.
“Jerry. Namaku Jerry.” Jerry? Aku
tiba-tiba terpikir nama itu. Itu kartun yang kusenangi. Ya, alias Tom and Jerry.
“Jerry? Nama yang aneh untuk orang
Jepang. Apa kau orang luar negri? Namamu seperti yang ada di kartun Tom and
Jerry.” Ahhh tidak, jangan-jangan ketahuan.
“Ya, terserah kau mau bilang apa.”
Ucapku mengalihkan pembicaraan.
“Baiklah, silahkan masuk.” Ucap si
Chinen kecil. Uwaah, aku jadi bernostalgia. Dulu aku ingat sekali jika aku
pulang dari sekolah okaa-chan pasti menyiapkan makanan favoritku. Dan aku juga
suka minta es krim dan otou-san selalu membelikannya sepulang kerja.
Aku pun berjalan menelusuri
lorong-lorong rumahku. Rumahku dulu masih sangat terkenal khas Jepangnya.
Lantainya terbuat dari kayu. Aku juga ingat aku sering latihan dance dan
akrobatik di ruangan yang tak jauh dari pintu masuk. Biasanya itu ruangan yang
dipakai kami untuk kumpul bersama. Aku juga ingat, dulu aku pernah jatuh dari
atas. Ya, dulu aku berguling-guling di lantai, dan karena terlalu semangat, aku
jatuh dari atas. Hahaha, benar-benar nostalgik.
“Hey, kenapa kau bengong saja om
Jerry? Kemarilah. Aku akan menunjukkan semua mainan yang kupunya.” Mainan? Aku
pun akhirnya terpaksa mengikuti. Lagipula aku sedikit canggung walaupun dulu
ini juga rumahku.
“Ini dia mainanku.” Ujar si Chinen
kecil. Tunggu, ini kan matras. Kenapa ini bisa di bilang mainan?
“Matras?” tanyaku penasaran.
“Ya. Begini caraku main.” Si Chinen
kecil ternyata melakukan atraksi akrobat di atas matras itu. Oh, aku mengerti
sekarang. Aku memang suka bermain di atas matras di bandingkan bermain di luar.
“Aku juga bisa sepertimu.” Aku pun
melakukan juga beberapa atraksi. Ahh, rasanya aku jadi senang entah kenapa. Aku
tak sadar kalau dari tadi si Chinen kecil ini melihatku dengan tampangnya yang
heran itu.
“K… kenapa kau?” tanyaku sedikit
gugup. Dia kemudian menunduk. Heh? Kenapa dia?
“Sa… sasuga!!! Itu hebat sekali om
Jerry!” katanya semangat dan tiba-tiba. (=sasuga: hebat, keren).
“Haha... itu tak seberapa. Kau juga
pasti bisa melakukannya suatu saat.” Jawabku ringan.
“Un… baiklah. Kalau gitu ajarkan aku
beberapa trikmu! Aku ingin berguru padamu om Jerry.” Jawab si Chinen kecil.
“He? Hmm… baiklah kalau begitu.”
Jawabku santai.
Tak terasa kami menghabiskan waktu
semalaman untuk berlatih akrobat. Hebat juga tenaga si Chinen kecil. Dia tetap
bertahan sampai akhirnya dia bisa. Hmmm, ngomong-ngomong aku jadi lapar. Apa di
dapur ada makanan ya?
“Ne, Chinen-chan. Kau tak lapar?”
tanyaku pelan. Aku menunggu jawaban dari si Chinen kecil. Tak ada jawaban
darinya. Setelah kusadari ternyata si Chinen kecil sudah tidur di bawah meja
makan. Astaga. Aku ingat benar dulu aku juga sering tidur di bawah meja makan
sewaktu aku kecil. Hahaha, dan si Chinen kecil memang diriku.
Aku pun mengendong Chinen kecil ke
kamarnya. Wahh aku benar-benar bernostalgia. Ini adalah kamarku yang dulu. Di
sana terpasang jelas foto-foto Ohno Satoshi. Dia adalah idolaku. Dan juga
banyak gambar-gambarku waktu masih kecil. Hahaha, aku sangat ingat kalau aku
benar-benar tak pandai menggambar waktu kecil., tapi aku sangat suka menggambar.
Kutaruh si Chinen kecil di atas
kasurnya dan memasangkan selimut untuknya. Lucu sekali dia. Dia benar-benar
kecapean. Semangat Chinen kecil. Kau pasti bisa menempuh impianmu kelak. Aku
pun mengelilingi kamar tidur si Chinen kecil. Setiap kali aku melihat sekitar
ruangan aku hanya bisa tertawa kecil.
Aku pun keluar dari kamar Chinen kecil
dan mengelilingi rumah. Wahh aku benar-benar ingat sekali aku sering berantem
dengan nee-chan. Nee-chan selalu usil padaku. Aku selalu dibuat nangis olehnya.
Aku pun akhirnya ke dapur karena perutku yang sudah tak sependapat denganku
lagi. Aku pun membuka kulkas dan kaget melihat di dalamnya. Makanan habis!
Astaga bagaimana ini? Aku pun membuka rak yang ada di atas kulkas. Saat aku
lihat di sana juga tak ada apa-apa. Tidak! Bagaimana ini? Aku pun merogoh
kantong celanaku. Ahh, aku masih punya uang. Sebaiknya aku membeli makanan di
luar.
Tak beberapa lama aku pun kembali
setelah membeli mie instant di warung sebelah. Aku sedikit gugup karena
tiba-tiba ibu warung itu seperti mengenalku. Dia berkata kalau aku mirip
tetangganya di sebelah, namun dia masih anak-anak. Aku hanya bisa tertawa kecil
dan membantah walaupun sebenarnya itu adalah kenyataan. Aku pun segera kembali
ke dapur dan merebus mie instant tersebut. Hmm… nikmatnya…
Keesokan harinya…
“Kau akan mengantarkanku ke sekolah
bukan, om Jerry?” tanya Chinen kecil sambil merengek.
“Ya ya ya. Baiklah aku akan
mengantarmu.” Jawabku terpaksa.
“Yeey!!” jawab si Chinen kecil.
Yasudah lah, lagipula aku harus bagaimana lagi? Aku tak tau mengapa aku bisa
tiba-tiba datang ke dunia aneh ini. Ahh, aku jadi ingat benda yang terjatuh di
atas kepalaku. Kemana perginya benda itu? Aku tak pernah melihatnya setelah
itu.
“Kau kenapa, om Jerry?” tanya Chinen
kecil tiba-tiba.
“Ahh, iie. Nandemonai. Yoshha, ayo
kita berangkat.” Jawabku. Chinen kecil pun mengangguk tanda setuju.
Aku pun akhirnya mengantarkannya ke
sekolah. Wahh, sudah lama aku tak melihat sekolah lamaku ini. Gedung-gedung
sekolah, taman di belakang sekolah, aku suka sekali bermain di sana saat bel
istirahat berbunyi.
“Oi, Chinen.” Sapa seseorang di sana.
Aku pun membalikkan badanku dan melihat siapa itu. Ahh ternyata dia lagi.
“Oh, kau bersama kakak tua toh? Tch,
dasar anak kecil. Masih saja mau di antarkan ke sekolah.” Jawab anak itu
mengejek. Chinen kecil ternyata memegang lengan bajuku tanpa sadar.
“Uh… biarkan saja. Lagipula aku ingin
menunjukkan sekolahku pada om Jerry.” Jawab Chinen kecil tegas dengan suaranya
yang seperti dipaksakan.
“Bocah kecil. Oh, jadi namamu
Jerry-san, kakak tua? Aku lebih suka memanggilmu kakak tua.” Cih, sebenarnya
apa mau anak ini. Tiba-tiba si Chinen kecil berlari ke depanku dan berkata…
“Jangan ejek om Jerry! Dia orang
baik!” jawab Chinen tegas. Aku pun kaget mendengar Chinen kecil berkata seperti
itu. Aku benar-benar terharu padamu, Chinen kecil.
“Sudahlah… jangan berantem di sini.
Kalian cepat masuklah ke dalam kelas. Kalau tidak kalian kena hukuman dari
sensei loh.” Ucapku menenangkan situasi. (=sensei: guru).
“Ahh, aku malas untuk belajar hari
ini. Kita pergi bermain saja yuk, bocah kecil.” Ucap Ryoko-chan.
“Hai!!!” jawab Chinen kecil
mengagetkanku.
“Hei, kalian tak takut dimarahi
sensei?” tanyaku heran.
“Ahh, paling juga si sensei tak akan
datang. Dia kan selalu berpura-pura sakit.” Jawab Ryoko-chan tegas.
“Iya! Betul sekali!” jawab Chinen
kecil. Haah, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku. Terserahlah apa mau
kalian.
“Baiklah, kita main petak umpet saja.
Kau yang harus mencari kami, kakak tua. Dan kau bocah kecil, ayo kita
sembunyi.” Ucap Ryoko-chan.
“Tunggu… sebelumnya aku ingin minta
satu hal.” Jawabku.
“Apa itu, om Jerry?” tanya Chinen
kecil.
“Berhentilah memanggilku kakak tua.”
Suasana pun tiba-tiba menjadi hening.
“Ahh, lupakan saja.” Jawabku sebelum
mereka mulai berbicara, apalagi si Ryoko-chan. Dia benar-benar anak yang
cerewet.
“Baiklah, ayo kita mulai gamenya!”
jawab Ryoko-chan.
Kami pun akhirnya bermain. Haah,
kenapa harus aku yang mencari mereka. Mereka kan anak kecil, sangat mudah untuk
bersembunyi. Setelah aku selesai menghitung aku pun mulai mencari mereka. Dan
benar seperti dugaanku. Mereka benar-benar hilang entah kemana. Tiba-tiba aku
mendengar suara dari belakang. Aku pun menoleh siapa yang ada di belakang sana.
Tch… hahaha… sudah kutemukan kau.
15 menit kemudian…
“Ahh sial sekali, aku kena duluan.”
Jawab si Chinen kecil.
“Salah kau sendiri bersembunyi di
tempat yang orang bahkan bisa langsung tau itu adalah kau.” Jawabku.
“Hahaha, kau terlalu bodoh untuk
bersembunyi bocah kecil. Hahaha.” Ujar Ryoko-chan.
“Huh, terserah kau lah cewek ge—.”
“Awas kau!!!” sebelum Chinen kecil
menyelesaikan kalimatnya dia sudah dipukul duluan oleh Ryoko-chan.
“Uhh… ittai!!! Om Jerry!!!” ucap
Chinen kecil sambil menangis.
“Sudahlah… kalian tidak lelah berantem
setiap hari? Kau juga pasti capek bukan berantem dengan nee-chanmu, Chinen
kecil?” eh??? Apa yang barusan kukatakan??! Gawat!!!
“Nee-chan… kau tau darimana aku selalu
berantem dengannya?” tanya Chinen kecil. Oh, tidak. Aku takkan selamat setelah
ini.
“A… ano… itu…” jawabku sedikit gugup.
Lagi-lagi si Chinen kecil menunduk. Baik, kali ini apa lagi??
“SUGOI!!! Kau bisa meramalku, om
Jerry?” lagi-lagi Chinen kecil membuatku kaget. Meramal? Haha, tidak juga. Itu
karena aku tau kalau kau adalah aku hahaha… (=sugoi: keren/hebat)
“Sudahlah lupakan saja. Ahh aku baru
ingat! Hari ini okaa-chan dan otou-san pulang! Aku harus cepat pulang! Ahh iya
om Jerry, kau tak bisa menginap di rumahku lagi karena ada orang tuaku. Hontou
ni gomenasai. Jaa, mata ashita!” aku pun hanya bisa berdiri seperti orang
bodoh, heran meilhat si Chinen kecil meninggalkanku. Jadi… aku harus tinggal
dimana sekarang???
“Kenapa kau masih di sini, kakak tua?”
ahh, aku lupa masih ada Ryoko-chan di sini.
“Hei… berhentilah memanggilku dengan
sebutan itu.”
“Hmm, terserah kau. Ngomong-ngomong
kau belum menjawab pertanyaanku.” Jawab Ryoko-chan.
“Ahh, gomen gomen. Hmm, memangnya ada
apa? Aku bebas melakukan sesuatu sesuka hatiku bukan? Kalau kau masih anak kecil.
Kalau kau di sini sampai malam orang tuamu bisa khawatir.” Jawabku pelan.
“Hmm, baiklah.”
“Ahh iya, kau gadis yang manis juga ya
Ryoko-chan. Kau akan terlihat manis lagi jika menggunakan pita di rambutmu.”
“Pita ya?” jawab Ryoko-chan sambil
merogoh sesuatu di kantong bajunya. Ia oun mengeluarkan sebuah benda. Itu
adalah sebuah pita yang lucu. Dan ia pun memakainya. Wahh, dia jadi manis.
“Ahh, tunggu sebentar.” Aku pun
mendekatinya perlahan.
“A… apa maumu?” jawab Ryoko-chan
malu-malu. Aku pun mengambil barang yang jatuh dari kantong baju Ryoko-chan.
“Ini dia… kau menjatuhkannya.” Jawabku
pelan.
Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh
terjadi pada diriku. Aku pun melihat apa yang terjadi. Tubuhku melayang! Ahh,
apa ini? Aku mau kemana lagi? Ahh tidak…
Saat aku sadar aku sudah berada di
dalam kamarku lagi. Di luar sana hari sudah siang dan aku pun segera melihat
jam di dinding kamarku. Sudah terlambat! Aku harus berangkat ke sekolah! Aku
pun bergegas dan langsung menuju sekolah.
Aku pun akhirnya sampai di sekolah
dengan selamat. Syukurlah, aku tak terlambat. Aku pun menuju kelasku dengan
segera. Lorong demi lorong sekolah kulewati, lalu aku harus naik tangga untuk
sampai ke kelasku. Ya, kelasku berada di deretan gedung atas.
“Ohayou gozai—” aku pun tak sempat
menyelesaikan salamku, tiba-tiba aku terkejut melihat isi kelas.
“Otanjoubi omedetou, Chinen!” seru
anak-anak di kelas. Ya ampun, aku lupa kalau hari ini aku ultah!
“A… arigatou minna.” Jawabku sambil
terharu. Aku tak menyangka mereka saja mengingat ultahku, bagaimana bisa aku
lupa sendiri dengan ultahku?
“Ne Chinen, jangan lupa traktiran di
kantin.” Ucap Yuto yang menghampiriku.
“Haha, baiklah kalau begitu.”
Tiba-tiba keadaan kelas menjadi ribut. Ternyata ada sensei yang datang.
“Ohayou gozaimasu.” Salam kami pada
sensei.
“Ohayou gozaimasu. Ahh, baiklah aku
ingin menunjukkan sesuatu pada kalian.” Ucap sensei tiba-tiba. Kelas pun
menjadi riuh. Masing-masing berbisik sendiri.
“Jaa, hari ini kita kedatangan teman
baru. Jaa, silahkan perkenalkan dirimu Morinomiya-san.” Ucap sensei.
“Ohayou gozaimasu. Morinomiya Ryoko
desu. Yoroshiku onegai shimasu.” Aku… tak bermimpi bukan? Dia… dia… si
Ryoko-chan!
“Baiklah Morinomiya-san. Kau bisa
duduk di samping Chinen-kun di belakang sana.” Kulihat Ryoko-chan mengangguk.
Tunggu, dia akan duduk di sampingku? Tidak mungkin!
Setelah beberapa saat kelas menjadi
normal seperti biasa. Aku pun masih diam. Aku takut untuk menengok ke arah
Ryoko-chan. Ahh, apakah dia tau kalau sebenarnya om Jerry itu aku? Ahh
tidak-tidak. Tidak mungkin. Ahh, apa yang terjadi setelah aku menyerahkan pita
itu pada Ryoko-chan?
Akhirnya selama pelajaran berlangsung
aku tak bisa konsen. Aku jadi kepikiran tentang apa yang kualami kemarin. Jika
dipikir-pikir, itu sangatlah pemikiran yang tidak logis. Ahh…… kepalaku terasa
seperti lari mengelilingi Tokyo Dome seratus kali dengan kekuatan super cepat
seperti menggunakan roket.
“Sumimasen.” Hiks, aku tak salah
mendengar bukan? Barusan saja aku mendengar suara seseorang di sebelahku. Aku
pun memberanika diri untuk melihat siapa di sana.
“Ahh… hei…” jawabku gugup.
“Ohisashiburi desu ne, bocah kecil.”
Aku pun langsung membuka mataku lebar-lebar. Aku tak percaya dia masih ingat
saja dengan sebutan itu. (=ohisashiburi: lama tak berjumpa).
“Berhentilah memanggilku dengan
sebutan itu, Ryoko-chan.” Jawabku tiba-tiba. Ehh??! Tidak! Aku terlanjur
ngomong!
“Ryo… ko… chan???” baiklah, aku dalam
keadaan bahaya sekarang.
“Ahh, iie. Nandemonai. Jaa, aku ingin
menemui Yuto sebentar.” Aku belum sempat bisa melarikan diri tiba-tiba
Ryoko-chan sudah memegang tanganku. (=iie, nandemonai: tidak, tidak apa-apa).
“Apa kau…” ahh, firasatku sudah
semakin buruk. Aku bisa mati sekarang.
“Jangan-jangan kau terkena virus si om
Jerry lagi???” tanya Ryoko-chan penasaran. Aku hanya bisa tertawa kecil lega.
“Hahaha, terserah apa katamu.” Aku pun
meninggalkan Ryoko-chan dan menuju Yuto.
“Ne, Chinen-kun!” teriak Ryoko-chan.
“Nani yo?” jawabku. (=nani yo: ada
apa?). Tanpa berkata apa-apa Ryoko-chan langsung menarik tanganku dan berbisik.
“Kau… om Jerry bukan?” tanya
Ryoko-chan. Aku pun langsung tak bisa berkata apa-apa.
“A… apa maksudmu?” tanyaku penasaran.
“Kau… memakai pita yang dulu pernah di
bawa kabur oleh om Jerry.” Aku pun langsung kaget. Aku pun melihat ke bawah.
Dan aku menemukan apa yang dikatakan Ryoko-chan. Haduuh, aku harus bagaimana
ini?
“Hei, kenapa kau diam saja?” tanya
Ryoko-chan penasaran.
“Ahh, ini…”
“Sudahlah kau tak perlu berbohong lagi
kalau itu adalah kau. Karena aku ingat sekali mukamu seperti apa. Aku tak
menyangka bahwa itu adalah kau. Hahaha.” Tunggu… mengapa ia tertawa?
“Jadi… aku sudah ketahuan ya?” jawabku
pelan.
“Apa katamu?”
“Iie, nandemonai.” Aku pun kembali ke
tempat dudukku.
“Dasar cowok cantik.” Kataku sambil
berjalan.
“Dasar kakak tua.” Jawabnya.
*~*~*~*~*~*
“Ini dia… kau menjatuhkannya.” Jawabku
pelan.
“Huh…kembalikan kataku.” pinta
Ryoko-chan.
“Takkan kukembalikan. Dasar cowok
cantik.”
“Huh…”
Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh
terjadi pada diriku. Aku pun melihat apa yang terjadi. Tubuhku melayang! Ahh,
apa ini? Aku mau kemana lagi? Ahh tidak…
Saat aku sadar aku sudah berada di
dalam kamarku lagi. Di luar sana hari sudah siang dan aku pun segera melihat
jam di dinding kamarku. Sudah terlambat! Aku harus berangkat ke sekolah! Aku
pun bergegas dan langsung menuju sekolah.
==============================================================
©「中島光」~2012
Kata dan pesan dari Penulis : Mungkin
ini fanfic yang dikejar waktu juga, makanya endingnya rada aneh. Aslinya ini
buat iseng doang, biasanyanya sih setiap member HSJ yang ultah kubuatin ff dan
biasanya multichapter. Jadi baru kali ini bikin yang oneshot XD tapi tak
apalah, tak ada salahnya mencoba? Jaa, ganbarimasu. Nakajima Hikari desu,
yoroshiku onegai shimasu~ :D
~ BEHIND THE SNOW ~
Title :
Behind the Snow
Categories : Ficlet
Genre : Family
Rating : G
Theme song : Please Stay
with Me(YUI)
Author : Vivina JUMP(levina
Tarunajaya)
Alamat : Pondok Indraprasta
Jl.Suprobo IA/21,Semarang Utara
Umur : 13tahun
Alasan mengikuti lomba:
a) Karena aku ingin memberikan
sesuatu kepada Chii di hari ulang tahunya yang ke-19
b) Karena aku senang akan membuat cerita ini untuk Chii xD
Cast :
1. Chinen Yuri
2. Nakajima Yuto
3. Daiki Arioka
4. Ryosuke Yamada
5. Morimoto Ryotaro
6. Okamoto Keito
7. Kei Inoo
8. Kota Yabu
9. Hikaru Yaotome
10. Yuya Takaki
11. Chinen Takashi
12. Chinen Miki
13. Chinen Sayuri
14. Yukazaki Vina(OC)
Synopsis/ Quote: “Dunia yang sulit ini, bukankah bila berjalan sesuai
kehendak kita itu menyenangkan? Tidak perlu merasakan kesulitan bukan?”
***
Aku berlari menuju sekolahku dengan
nafas tak karuan. Kukeluarkan benar benar seluruh tenagaku. Pikiranku
kacau!Kutabrak beberapa orang yang kulewati. Tak lama kemudian aku dapat
melihat gerbang sekolah yang nyaris saja tertutup. Kuperbesar langkahku agar
dpat memasuki lahan tersbut. HUP! Akhirnya kulalui gerbang itu. Tapi,aku tetap
berlari tidak terdiam maupun istirahat. Aku tetap berlari, menuju ruang
kelasku. Berhasil kumasuki ruang kelasku itu. Suaraku semakin tak karuan, Aku
mendekati bangkuku. DUAK! Kubanting tasku ke kursi, semua mata tertuju padaku
tapi tak kuhiraukan itu. Kududuk dikursi itu dengan badan melemas. Tak lama
kemudian masuklah guruku,Guru Biologi. Entah, mengapa,Badanku sangat kacau,
Kakiku keram,sulit bergerak.
“Chinen?kau baik?”tanya guruku yang membuatku tersentak kaget.
“Ah! Aku baik..” Jawabku. Guruku menatapku khawatir , Tapi kubalas dengan
senyuman layaknya seorang anak kecil. Aku tak ingin seseorang disekitarku
mengkhawatirkanku! Akhirnya guruku meninggalkanku. Aku menghela napas dan
memandang langit yang menurunkan salju, Mataku tertuju hanya pada salju-salju
yang turun itu.
Istirahat berlangsung, Aku bergegas berlari menuju ruang kesehatan dengan cara
berjalan sedikit terpincang-pincang. Kumasuki Ruang kesehatan dan kulihat guru
kesehatan sedang duduk di kasur. Sebenarnya aku tak ingin seseorang tau apa
yang sdang kurasakan ini, Tapi kuharap guru kesehatanku ini dapat membantuku
menjaga apaun itu.
“Chinen?Ada apa?” Tanya guru kesehatan itu menghampiriku.
“um.. Bisakah guru sembunyikan sesuatu apapun itu?”Jawabku ragu
“maksudmu?”
“Sejak pagi,Kakiku sakit sulit bergerak...”
“eh!? Benarkah!?”
“um..” aku mengangguk merasa menyesal
“duduklah akan coba kuperiksa..”
Aku duduk di kasur, aku melepas sepatu sekuat tenaga. Kemudian Guruku memeriksa
kakiku. Beberapa bagian yang disentuh oleh guruku membuat keringat dinginku
bercucuran. Beberapa menit kemudian guruku melepaskan kakiku dari genngaman
tanganya.
“Apa yang terjadi dengan kakiku? Baik bukan?”Aku bertanya untuk meyakinkan. Aku
mempersiapkan mental,Harus!Harus!Harus dapat menerima!
“Kakimu.., mengalami kecelakaan yang sedikit serius...”
Perkataan itu membat mataku terbuka lebar “itu tidak mungkin!”Kataku tidak
yakin “Aku tidak melakukan kesalahan pada kaki ini! Itu tidak mungkin!” JUJUR!
Aku sedikit SHOCK akan itu. “Itu tidak benar bukan?” Aku tidak ingin itu
terjadi.Aku ingin tetap melakukan kegiatan bersama kakiku ini! Aku tidak mau!
Tidak mau!
“Kakimu Benar benar mengalami kecelakaan serius..Jadi berhati-hatilah..”
Aku tak sanggup lagi. Sekarang bukan hanya badan,Jiwaku merasa aneh! Sampai
sampai tak kusadari kuteteskan air mataku ini.
“permisi..” Terdengar suara seseorang dari luar pintu yang membuat kami berdua
kaget. Orang itu memasuki ruang kesehatan itu. Dan ternyata,Itu Yama-chan!?
Perasaanku bertambah kacau. Apakah Yamada mendengar apa yang tadi dibicarakan
antara aku dan guru?
“Chinen?Kenapa kau disini? Aku mencarimu!Kau lenyap begitu saja dari
kelas!”tanya Yamada
Kurasakan sedikit kelegaan bahwa ia tidak mendengarkan percakapan kami berdua.
“Chii?ada apa denagn kakimu?!”yamada memandang kakiku dengan heran. Aku bingung
dan tak bisa menjawab itu. Tapi,untuk meyakinkanya aku memberi jawaban yang
dapat kujawab. “Tadi ada serangga di sepatuku, Jadi aku segera menuju
kesini..”Jawabku asal.“lho?kenapa kesini segala?” Tanya Yamada bingung, Aku
hanya membalas dengan tertawa dan menggaruk-garuk kepala.
“Chinen!”
“ya?Ada apa?”
“Ayo!kita kembali ke kelas”
“ah.. Baik”
Kutinggalkan Ruang kesehatan itu dan mengangguk pada guru mohon pamit. Guru
membalasku dengan tersenyum. Samar samar mulutntya bergerak tanpa mengeluarkan
suara “Bersemangatlah” itu arti yang diucapkanya. Aku membalasnya dengan
tersenyum walau aku tau, Senyuman tidak mengubah kejadian yang telah terjadi.
Kulangkahkan kakiku mengikuti Yamada menuju ke kelas dengan menahan sakitnya
kakiku itu. Kumasuki ruang kelas itu setelah Yamada memasukinya. “Hei!Kalian
kemana saja?”teriak orang di belakang kami. Yuto,Ya kami bertiga sekelas
tapi?Kenapa dia duduk di depan kelas seperti itu? Sudahlah. “Lho?Ngapain kamu
disini?”tanya Yamada memandang Yuto
“Nganggur..”Jawabnya dengan tertawa
Bel pun berbunyi.Kami bertiga memasuki Ruang kelas kami,dan mengikuti pelajaran
sampai kami pulang. Aku sedikit merasa kakiku lebih ringan dari pada tadi. Bel
meunjukan jam pulang, Aku segera pergi menuju rumahku berlari dengan sekuat
tenaga. Saat kuberlari sesuatu terjadi pada kakiku, Kakiku mulai kesakitan.
Jalan tertutup dengan salju. BRUK aku terjatuh karena aku tersandung batu yang
tertutup salju. Aku mencoba untuk bangun tapi,aku tak bisa berdiri.Aku
memaksakan diri untuk berdiri dari tempat itu,Tapi percuma tidak berhasil.
Tiba-tiba seseorang berdiri di depanku dan menyulurkan tanganya,Aku menengok
keatas dan kulihat seorang gadis. “baikah?sini mari kubantu”ucap gadis itu
dengan suara lembut. Tanpa pikir panjang kuraih tanganya agar ia mau membantuku
berdiri. Akhirnya aku pun berdiri berkat bantuan gadis itu. Aku membungkukan
kepala dan mengucapkan terimakasih padanya. Aku sedikit malu akan diriku ini,
Bukankah biasanya laki laki yang membantu perempuan? Tapi ini? Perempuan yang
membantu pria. Tapi,apa boleh buat.
“Apakah keadaanmu baik?”Kata kata gadis itu mengagetkanku
“ah,Baik aku tidak apa-apa..”
Gadis itu pun menghela napas menunjukan perasaan lega,Kemudian ia ijin pamit.
Tapi,tanganku bergerak sendiri aku tak tau mengapa. Aku meraih tangan gadis
itu.
“Ada apa?” Tanya gadis itu dengan tatpan bingung
“Ah.. Terimakasih banyak..atas bantuanmu..”Jawabku bingung
Gadis itu membalas dengan senyuman dan meninggalkanku. Aku membalikkan badanku
dan menuju rumah. Aku berjalan dengan berhati hati,Aku takut akan kejadian
barusan. Dan tak lama setelah itu, kutiba di rumahku. Sayuri,Kakak perempuanku
melihatku berjalan dengan kaki sedikit pincang. “Ibu! Yuri berjalan
pincang!”Seru kakaku. Aku pun yang mendengarnya hanya bisa terdiam, Aku tak
bisa berkata apa-apa lagi. Dan benar,Ibuku menghampiriku. “Yuri, ada apa dengan
kakimu?”Tanya ibuku dengan tatapan khawatir. “Tidak ada apa-apa..” jawabku agar
mereka tidak mengkhawatirkanku. Tapi,semua tidak berjalan sesuai akan
keinginanku itu, yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka makin mengkhawatirkanku
setelah melihat keadaan asli kakiku ini.
“Ayo!kita segera ke rumah sakit!Yuri! Kaki kamu harus dirawat di rumah sakit
agar cepat sembuh!”kata kata ayahku membuatku tak bisa berkata apa apa.
“Ini baik baik saja.. Aku tidak apa apa..”kata kataku akhirnya dapat terungkap
juga,aku tetap tidak ingin mereka semua mengkhawatirkanku. Kemudian ayahku
memukul pundakku dan berkata “ini semua demi kebaikanmu Yuri.. Bagaimanapun
kami tak ingin melihatmu yang kesakitan merasakan sakitnya rasa sakit itu
sendirian..”. Aku hanya dapat terdiam dan merenungkan arti dan maksud asli yang
dikatakan oleh ayahku itu. Mereka bertiga duduk di depanku yang sedang terdiam
menundukan kepala. Aku berpikir, “Bagaimana jika semua orang tau aku mengalami
kecelakaan serius? Ah!ini semua karena aku ceroboh! Tapi, Aku ingin semua ini
cepat selesai..” Akhirnya aku menghadap lurus kepada ayahku. “Ya..”Jawabku
sambil menganggukan kepalaku. “Tapi, aku ingin mengambil cuti pekerjaanku
terlebih dahulu bisa bukan?”lanjutku. Mereka bertiga setuju akan permintaanku
dan segera kuhubungi agency, Kusediakan banyak alasan supaya tidak ada siapapun
yang tau apa yang kualami ini. Dan tak lama setelah basa basi itu, akhirnya
mereka semua menyetujui permintaanku itu dan akhirnya aku mendapat cuti selama
1 minggu. Kami seluruh keluargaku pergi meninggalkan rumah menggunakan mobil
ayahku, dan kukenakan penyamaranku. Aku tidak mau pengunjung rumah sakit
melihat keadaanku seperti ini. Sangat tidak ingin.
Kami pun tiba di rumah sakit. Kami memasuki loby rumah sakit itu, Kemudian kami
meminta ruangan yang mungkin dibilang khusus supaya tidak mudah dijangkau orang
hanya kami sekeluarga. Mula mula dokter akan memeriksa kakiku itu, Dia
melakukan hal yang sama dengan guru kesehatanku itu. Dan komentarnya sama
dengan guruku itu. Tapi,Dokter mengatakan “Tapi ini masih lumayan ringan dan
semoga kami bisa mengobatinya.” Kata-kata itu membuatku tenang sesaat. Aku
diminta tetap tinggal di Rumah Sakit. Keluargaku sebenarnya tidak ingin
meinggalkanku sendirian di Rumah Sakit itu. Tapi,Aku tidak ingin membuat mereka
beribu ribu kekhawatiran. Dan akhirnya mereka pulang meninggalkanku. Hari itu
aku sangat lelah, Aku memutuskan untuk beristirahat panjang sampai kelelahanku
itu hilang. Sungguh, Malam itu sama sekali tidak meyenangkan! Aku bermimpi
buruk!
@Chii’s Dream
Dibawah bulan yan bersinar terang tak seterang biasanya, aku berdiri tepat dibawah
bulan itu.
“Dimana ini!? Gelap! HALO?? Ada orang disana?”Seruku yang tiba tiba menangis
ketakutan, Aku berjalan terus dan terus melangkah ke depan. Tiba-tiba bunyi
pohon jatuh melewati gendang telingaku, Aku mencari dari mana sumber bunyi
tersebut. Aku menoleh ke belakang dan melihat sesosok di depan mataku itu. Aku
menjerit kaget dan ketakutan dan aku pun terjatuh. Sosok itu mendekatiku terus
menerus, Aku berusaha menghindari makhluk tersebut. Walau sudah sekuat tenaga
aku menjauhi sosok itu, Sosok itu tetap mendekatiku. Aku berusaha menguatkan
diri untuk berdiri dan berlari. Tapi,saat aku akan berdiri,dinding sudah tepat
dibelakangku dan akhirnya aku terbanting jatuh kembali. Aku memandang takut
sosok itu. Sosok itu mengulurkan tangan seperti ingin menolongku. Tapi aku
menolak!Jangan jangan dia Malaikat penyabut nyawa! Aku berusaha berdiri. Dan
segera kuberlari menjauhi sosok itu. Tapi, anehnya sosok itu sama sekali tidak
mengejarku.Aku memalingkan muka melihat sosok itu, Kulihat sosok itu hanya
menatapku tetap di tempatnya. Aku berusaha menghindari makhluk itu. Samar samar
sosok itu berkata berat “Chii...Chiinen... Chiinen.. Yuu...Yuuuri..., Chinen..
Yuri..”. Aku teriam mendadak dan tanpa kusadari kukeluarkan keringat dingin
dari tubuhku. Tak lama setelah itu makhluk itu mendekatiku,Tapi dia berjalan
secara lambat dan mengulurkan tangan seperti meminta tolong. Aku menghindari
makhluk itu dan terus menghindari. Makhluk itu berkata “Toolong.... Toloong...
Berhati-hatilah....”ucap sosok itu mengulurkan tangan. “apa maksudnya? Aku tak
mengerti!”pikirku sambil berlari mendengarkan perkataan sosok itu. Di depanku
semuanya hanyalah jalan berlapis salju!Lupakan sosok itu! Saat kulewati lahan
yang penuh dengan salju tiba tia salju itu hilang dan ternyata tepat dibawahku
lubang! Aku terjatuh dalam lubang itu.
Aku terbangun akan apa yang kumimpikan tadi. Aku memegang jidatku yang
mengeluarkan keringat dingin. “apa maksud mimpi tadi?”pikiranku kacau akan
mimpi itu. Aku melihat jam yang menunjukan pukul 3 pagi setidaknya lebih 3
menit. Aku menundukkan kepalaku, Aku menggapai ponsel yang berada di sebelah
tempat tidurku. Sebenarnya ingin kuhubungi teman-temanku tentang mimpi itu,
tapi itu berbahaya! Bisa bisa mereka bertanya sampai-sampai mengetahui
keadaanku ini! Aku menaruhnya kembali di tempat asal ponselku tadi. Aku
menggeletakan diriku, entah mengapa aku takut melihat keatas maupun kesamping.
Akhirnya aku tidur dengan caraku tersendiri dengan posisi terlentang membalik
badan memeluk bantalku. Dengan posisi tersebut aku melihat keluar melalui
jendela yang ada di depanku. Aku memandang salju yang turun perlahan. “Musim
dingin sudah dekat ya?”Aku memandang salju salju yang turun tersebut dengan
tatapan kosong. Aku berharap semoga aku tak menjumpai mimpi seperti itu lagi.
Akhirnya aku tertidur pulas dan tak bermimpi buruk lagi.
“Chinen?Chinen?”Seseorang mengganggu tidurku dengan menggoyang nggoyangkan
tubuhku. Aku terbangun dan melihat ternyata orang itu dokter khususku.
“Ada apa,Dok?”
“Bolehkah kami mengambil darahmu?”
“Untuk apa?”tanyaku bingung
“Kami juga harus mengetes kondisimu. Jadi, Kita harus meneliti darahmu.”
“eh?Tes darah? Kondisiku baik-baik saja.”
“Belakangan ini virus banyak menyebar dimana mana kadi kami harus mengetes
apakah darahmu mengandung virus..”
“ah, Baik”Jawabku
Dokter mengambil darahku, Aku merasa kesakitan. Walau biasanya tidak merasakan
sesakit ini menurutku. Tak lama setelah itu dokter selesai mengambil darahku.
“Sekarang kamu boleh istirahat.”
“Dok..”
“ya?”
“bolehkah aku pergi keluar untuk mengirup udara?”
“ah,Boleh berhati hatilah diluar jalan licin, udaranya juga dingin pakailah
mantelmu.”
“ah!baik. Terimakasih banyak!”
Akhirnya aku mendekati mantelku dan pergi menuju luar dengan penyamaran. Aku
menelusuri taman yang indah, Aku terduduk di kursi taman yang sepi itu melihat
indahnya taman yang tertutup sedikit salju. Aku melihat langit biru yang indah.
BRUK! Aku mendengar bunyi sesuatu yang terjatuh. Aku menoleh dan melihat
seorang gadis tergeletak di tanah berlapis salju. Ada perasaan ingin tertawa
dan menolong, Tapi bukankah bila tertawa itu kejam? Akhirnya aku berdiri dan
mendekati gadis itu ,dan menyodorkan tangan sedikit ingin tertawa. Sepertinya
gadis itu malu akan apa yang dirasakanya. Aku juga pernah begitu, mungkin lebih
memalukan!Gadis itu menerima tanganku dan aku pun membantunya. Saat aku
membantunya dari beakangku ada yang mendorongku hingga aku terjatuh. Kakiku..
Sakit.. Kesakitan itu kualami lagi. Aku mengeuarkan keringat dingin memegang
kakiku dengan meringis kesakitan. Apa-apaan ini? Apa maksud semua ini?
*******
Aku membuka mataku perlahan-lahan untuk memastikan dimana keberadaanku. Tiba
tiba kakiku sakit untuk kugerakan. Sambil berusaha mengurangi kesakitan yang
kalami. Aku samar samar mendengar seseorang berbisik bisik “af.... Maaf... Aku
sungguh minta maaf..” Suara bisikan itu masuk kedalam telingaku dan aku
memastikan siapa yang mengucapkan itu. Aku menoleh kearah kursi. Dan kulihat
gadis yang tak asing menyebutkan kata kata itu terus menerus.
“Ada apa?”Tanyaku bingung Gadis itu spontan terkejut
“ah! Sudah sadar?”jawab gadis itu.
“ah,iya..”
“Sungguh minta maaf!! Maafkan aku!Karena salahku kakimu jadi seperti itu!”Kata
gadis itu dengan menundukan kepala.
“tidak apa apa..”
“benarkah?”Gadis itu menatap padaku dengan tatapan merasa bersalah.
Saat meliha wajah gadis itu seakan aku baru menyadarinya bahwa dialah gadis
yang menolongku waktu iu. Apakah dia lupa padaku?
“Kamu yang waktu itu?” Aku mencoba bertanya untuk meyakinkanya
“eh?”.
“kamu yang membantuku disaat aku terjatuh?”tanyaku spontan
Gadis ini sepertinya lupa akan kejadian itu. Dia berpikir lama, tapi akan
kutunggu untuk jawaban sebenarnya.
“Yang terjatuh kemarin itu?”Tanya gadis itu dengan tatapan polos. Aku
menganggukan kepala dan gadis itu mematung. Gawat,Sepertinya aku membuat
suasana disini buruk. Aku berpikir untuk menyuburkan suasana kembali.
“Apakah kamu masih ingat?” tanyaku
“ya, aku masih ingat.”
Tak lama kemudian, Dokter memasuki ruanganku.
“Ah!Chinen!Kau sudah sadar?”
“Ah, ya..aku sudah sadar”
“Minumlah obatmu terlebih dahulu! Ini.”kata dokter menyerahkan satu kantung
plastik obat.
“Tapi Dok, Bukanya kakiku yang sakit kenapa aku diberi obat?”
“Itu untuk menjaga kesehatan tubuhmu.”
“ah... Baiklah..”
“Vina-chan tolong jaga Chinen untuk minum obat dan sebagainya ya..”kata dokter
itu
"Baik.."
Dokter meninggalkan kami berdua.
"Ini.. Minumlah obatnya"kata gadis itu memberikan segelas air.
"Terimakasih.Kalau boleh tanya, Kamu sering bantu bantu disini ya?"
"Ya, aku sering membantu di sini."
"Sejak kapan kamu sering membantu disini?"
"Sejak Orang tuaku meninggalkanku."
"Eh? Kamu ditinggalkan oleh kedua orang tuamu?"Tanyaku Kaget
"Ya, sudah 2 tahun aku ditinggalkan."
"Kamu putus asa?"
"Nggak.. Aku akan tetap berusaha bagaimnapun itu. Aku masih mempunyai
sesama yang masih peduli padaku.Jadi, aku nggak mau mereka semua kecewa itu
saja."
Aku terdiam sesaat mendengarkan apa yang dikatakan gadis itu. Aku berpikir,
Bagaimanapun juga aku tidak boleh menyerah bukan? Masih ada sesama yang
menungguku. Aku pasti bisa!
"Ini obatnya."Kata gadis itu yang mengejutkan lamunanku tadi.
"Iya.. Terimakasih"aku meminum obat yang diberikan oleh gadis itu
tadi.
Setelah meminum obat, Tiba tiba handphone ku berbunyi. Aku mengangkat
handphoneku. Aku mendengar suara editorku dari sebrang sana.
"Yuri! Waktu cutimu akan berakhir. Hari X kau harus mengikuti latihan
karena pada hari Y kita akan mengadakan konser. Ingat hari X!"
"Ya, baik.."
Aku mengakhiri pembicaraan dengan editorku itu. Aku berpikir dalam hati,
"Bagaimana ini? Kakiku belum sembuh total. Bagaimana jika aku gagal?"
"Ada apa?"Tanya gadis itu mengagetkanku
"Tidak ada apa apa.."
"Jujur saja, mungkin aku bisa bantu.."
Aku menyerah kebingungan. Aku mengatakan semuanya.
"Kamu serius?" Tanya gadis itu setelah mendengar semua yang
kukatakan.
"Ya, aku nggak boleh menyerah.."
Dokter memasuki ruanganku itu secara tiba tiba dan berkata,"Tapi, harus
ada pihak rumah sakit yang menjagamu diwaktu latihan bukan?"
"Benar! Mungkin pada saat kamu mengalami kecelakaan tim medis bisa menolongmu!"
"Ah, terimakasih.."
*****
Pada hari X aku benar benar
menyelesaikan cutiku dan melakukan latihan. Aku menahan rasa sakit yang
kualami, Aku menahan sekuat tenaga sampai kubisa. Aku menyelesaikan latihan
waktu itu seperti merasakan kakiku ditusuk 150pisau. Teman temanku berlari
menuju panggung utama, aku mengejar mereka. Tapi, aku terjatuh di saat aku
mengejar mereka. Kakiku tidak dapat kugerakan sama sekali! Aku memegangi kakiku
berusaha berdiri. Teman temanku mendekatiku.
"Chinen? Ada apa!?"
"Chinen kau kenapa?"
"Chinen ada apa dengan kakimu?"
"Chinen, kenapa? Apa yang terjadi?"
"Hei! Chinen baikah dirimu?"
"Apa yang terjadi Chinen?"
"Kakimu kenapa Chinen?"
"Ada apa Chinen?"
"Kau tidak seperti biasanya Chinen!"
"Kau tidak apa apa?Chinen?"
Aku mendengarkan semua perkataan yang mereka ajukan kepadaku.Aku tak mampu
berkata kata dan aku tak kuat akan rasa sakit pada kakiku itu. Tak terasa aku
menutup mataku.
******
Aku membuka mataku, aku melihat
teman temanku, Yuto,Daiki,Yamada,Ryuu,Keito,Inoo,Yabu,Hikaru,Takaki. Aku
melihat mereka memandangku dengan tatapan 1000 khawatir.
"Chinen, kau baik?"Tanya Yamada kepadaku.
"Chinen! Kau kenapa? Ada apa dengan kakimu?"Tanya Yuto
"Chinen kenapa kamu tidak mengatakan semua ini!?"Tanya Daiki
"Chinen, kenapa kamu hanya memendam sakit yang kamu rasakan
sedirian?" Tanya Inoo
"Chinen, Kamu tidak seperti biasanya! Ada apa denganmu?"Tanya Hikaru
"Chinen ada apa denganmu?" Tanya Yabu
"Kenapa kamu menyembunyikan ini dari kami semua?"Tanya Takaki
"Kita seharusnya bisa mengatasi ini bersama. Jadi, kamu seharusnya nggak
seperti ini bukan?"Kata Keito
"Chinen berusahalah! Jangan membuat kami khawatir, Bagaimana pun juga kita
teman bukan? Kita akan membantu dimana kita merasa kesulitan.
Aku menyesal, aku menyesal! Andai aku tak menyembunyikan ini dari mereka semua!
Aku menyesal!
"Maafkan aku ... Aku sangat sangat minta maaf atas perbuatanku selama ini.
Aku tidak ingin membuat kalian khawatir. Tapi, pada akhirnya aku membuat kalian
khawatir kepadaku. Maafkan aku.."
Tak lama kemudian keluargaku memasuki ruanganku dan memelukku erat erat. Aku
melihat wajah mereka semua, wajah mereka mencerminkan 50000juta kekhawatiran.
Aku menyesal sekali. "MAAFKAN AKU!! Aku menyesal! Aku sangat menyesal!
Maafkan aku!!" Tak lama kemudian dokter memasuki ruanganku dan mengatakan
bahwa kakiku mendapat kelumpuhan yang sangat berbahaya. Aku menyesal!
Malam harinya aku meninggalkan rumah sakit dan terdiam di rumah. Aku memandang
bintang bintang melalui kaca jendela kamarku. Aku menyesal akan hari ini.
********
Keesokan harinya, aku bangun pagi
tak seperti biasanya. Aku menuju keluar dengan menggunakan kursi roda menuju
halaman dan menikmati turunnya salju yang melewati pandangan mataku itu. Entah
mengapa aku merasa sangat aneh dan kacau hari ini. Aku shock akan hari itu. Aku
takut bila aku tidak dapat berjalan.Tapi, Bukan waktunya untuk menyerah bukan?
Kulangkahkan kaki keluar dri kursi rodaku itu.BRUK! aku terjatuh.Sekarang aku
benar benar menyerah, air mataku mulai berjatuhan,Aku menyerah! Aku tidak ingin
berdiri,aku sudah lelah.Perjuanganku sia-sia! Mataku terpejam dan lebih banyak
mengeluarkan air mata."Semangat dong!" Suara itu melalui gendang
telingaku.Aku membuka mataku dan dapat kulihat sebuah boneka tupai memegang
hati dengan tulisan'semangat'.Mataku membelak dan segera menengok ke atas.
Kulihat sesosok teman temanku dan juga gadis yang bernama Vina dari Rumah Sakit
. "Jangan menyerah Chii" Sorak mereka semua. Perlahan aku merasa
diriku dapat melewati masalah itu. Dan keajaiban terjadi! Aku berjalan dan
dapat berlari.Kaki ku tidak sesakit sebelumnya. Kakiku menjadi ringan. Aku
bahagia, Kupeluk semua teman temanku tak lupa Vina yang membantuku selama ini.
"Chi akhirnya kamu bisa berjalan bukan? Dihari ulang tahunmu ini,TUHAN memberimu
kekuatan."Kata-katanya membuatku tersenyum bagai anak kecil. Aku lupa akan
hari ulang tahunku. Tapi, Walau kulupa akan hari ini,semua orang mengingat hari
ulang tahunku ini. "Terimakasih Tuhan.."Ucapku dalam hati.
END
Kata dan pesan :
Sebenarnya bikin FF ini kebut
kebutan -_-" *kebiasaan menunda* Akhirnya jadilah seperti ini xD
/Plak/
Maunya sih ada Romance dikit
tapi,aneh!jadi tidak dimasukan. Soal mengisi Genre Saya sama sekali tidak
mengerti apa itu genre ._. Tapi, demi Chii aku tetep berusaha! Aku
berusaha semaksimal mungkin sampai lembur xD (maaf bahasanya aneh) . Maaf bagi
kesalahan ketik maupun salah dalam bahasa.. Tapi semoga Readers menyukainya..
^^
Aku senang sekali, Aku bisa
mengikuti lomba. Biasanya bikin FF untuk kesenangan pribadi saja. Tapi,
akhirnya bisa buat LOMBA \(^O^)/ Otanjoubi Omedetou Chii~
/SUPPORT TEN
JUMP/