To make easy, Click the categories that you want to see^^

Kamis, 26 Juli 2012

[Fanfiction] Angel with(out) Wings~ [Chapter III] {Indonesian Version}


Title                             : Angel with(out) Wings~
Categories                 : Multichapter
Genre                         : Fantasy – Romance – Friendship
Rating                        : Teenager – PG-15
Theme song              : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author                          : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s]                        :
  1. Yamada Ryosuke [Hey! Say! JUMP]
  2. Hey! Say! JUMP members
  3. Shida Mirai
  4. Amakusa Ryuu (Original character)
  5. Daichi (Original Character)
  6. Nyonya Lin (Original character)
Disclaimer! : All casts are not mine. The story is mine.
Synopsis/Quote: When a fairy flies down to the earth and falls in love...

<-->

Chapter Three: He’s a good friend, actually
Tanpa pikir panjang Ryo segera menghampiri gadis itu dan berkata dengan mantap.

“Selamat siang, Mirai-san. Saya Yamada Ryosuke. Mulai saat ini saya akan menjadi peri penjagamu. Mohon bantuannya,” Ryo menundukkan badannya 90 derajat. 

“Eh?” Mirai yang setengah kaget hanya bisa melongo mendengar perkataan konyol dari laki-laki di hadapannya.

Laki-laki ini kan yang tadi pagi bertemu denganku. Ada apa dengannya?” batin Mirai.  

“Mirai-san... Sekarang katakan apa yang harus kukerjakan?” buru Ryo.

Mirai masih berdiri mematung sambil memeluk nampan makanan. Dia masih tidak mengerti apa yang dikatakan Ryo.

“Ayolahhh... Cepat katakan... Supaya aku bisa cepat kembali ke kerajaan langit...” Ryo menarik lengan Mirai dan membawanya ke luar restoran.

“He... Heiii.... Apa-apaan kau ini? Lepaskan!” Mirai menarik lengannya dari genggaman Ryo.

“Ayolah, Mirai-san... Katakan apa yang harus kukerjakan untuk membantumu,”

“Tidak ada. Kau tidak usah melakukan apa-apa,” Mirai hendak berbalik dan kembali masuk ke restoran, tapi Ryo mencegatnya.

“Hei, masa tidak ada? Aku harus melakukan sesuatu untuk membantumu, aku peri penjagamu...”

Mirai semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ryo. Ia terus berjalan tanpa mempedulikannya. Ryo hendak mengejarnya tapi ia terlanjur masuk ke kerumunan orang-orang yang sedang mengantri dan menghilang di balik pintu dapur.

“Hhh...” Ryo mendesah. “Apa maksud Yang Mulia Ratu menyuruhku menemui gadis itu? Dia sepertinya tidak butuh bantuan sama sekali...” keluh Ryo sambil berkacak pinggang. “Tapi, kalau dia tetap seperti itu, bisa-bisa aku tidak lulus dari hukuman ini... Ahh... Tidak bisa... Pokoknya dia harus memberiku pekerjaan...” Ryo segera berlari ke dalam restoran. 

Bruk! Ia bertabrakan dengan Ryuu hingga keduanya terjatuh.

“Auwwh... Kenapa kau ini?” ringis Ryuu sambil memegangi pantatnya, kemudian bangkit berdiri.

“Maaf... Aku sedang mengejar seseorang...” Ryo hendak berlari lagi tapi Ryuu menangkap lengannya.

“Eiiittt... Mau kemana?”

“Aduhhh... Kau ini kenapa? Aku ada urusan penting... Lepaskan!” Ryo melepaskan genggaman Ryuu dan kembali berlari mengejar Mirai.

“He.. Hei... Tunggu!” Ryuu pun akhirnya kembali ke dalam restoran.

Ryo menyeruduk ke kerumunan orang-orang yang sedang mengantri makanan, kemudian masuk ke dapur.

“Mirai-san! Mirai-san! Aku mohon, katakan apa yang harus kulakukan untukmu?” Ryo berteriak-teriak dan mencoba mencari Mirai di antara koki-koki yang sedang memasak.

“Hei.. Hei.. Heii.. Awas!!”

Ryo hampir saja menabrak seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi makanan. Untung saja pelayan itu sigap berkelit hingga ia tak tertabrak oleh Ryo. Tapi...

Brak!

Ia malah menabrak pelayan lain di belakangnya. Makanan pun berserakan di lantai. Seperti tak peduli dengan kejadian itu, Ryo terus menelusuri setiap sudut dapur untuk menemukan Mirai.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Ryo, “Hei, anak muda. Ada apa denganmu? Kau tidak lihat akibat dari perbuatanmu itu, hah?”

Ryo menoleh. Seorang pria gendut berkumis tebal dan berpakaian serba putih menatap tajam ke arahnya. Dari tatapannya, ia seperti ingin menelan Ryo hidup-hidup.

“Diam kau! Aku tidak ada urusan denganmu!” Ryo menepis tangan pria itu dari pundaknya dan hendak berjalan menyusul Mirai yang kembali sibuk mengantar hidangan.

“Eiitt...” orang itu menangkap bahu Ryo dan menahannya pergi. “Kau pikir kau bisa melarikan diri begitu saja, hah? Kau harus bertanggung jawab atas kejadian ini, anak muda!” Suara pria gendut itu terdengar sangar dan menyeramkan. Kumis tebalnya turun naik ketika ia menyeringai pada Ryo. Ryo menggeliat berusaha melepaskan diri.  

“Ma.. maafkan kami...” tiba-tiba Ryuu muncul dan membungkuk pada koki yang sedang menawan Ryo. “Mohon maafkan kami, Tuan...” ia menunduk semakin dalam.

“Siapa kau?”

“Dia temanku. Mohon maafkan kelancangannya,” Ryuu masih belum beranjak dari posisinya – menundukkan badan. “Tolong jangan hukum kami,”

“Kalian harus mengganti rugi. Makanan yang ditumpahkan anak ini jadi tidak bisa dijual dan itu akan merugikan restoranku, tahu?!”

“Kami benar-benar minta maaf,” Ryuu masih bertahan dengan tubuh menunduk.

“Ya sudah. Sini bayar! Seharga makanan yang dia tumpahkan,” pria itu menengadahkan tangan di depan wajah Ryuu. Sementara tangan yang satunya masih bertahan mengunci pergerakan Ryo.

“Hah?”

“Bayar!”

“Be.. Berapa?”

“800 yen,”

“Eehhh??”

“Kenapa? Tidak mau bayar?”

Ryuu melirik Ryo. Tapi sia-sia, wajah apatisnya kumat lagi.

“Hei, Ryo. Kau tidak dengar? Bayar 800 yen...”

Kini Ryo melirik Ryuu, “Ya sudah tunggu apa lagi? Bayar saja,” katanya dengan nada datar.

“Eh? Apa maksudmu? Kau menyuruhku membayarnya?”

“Lalu siapa lagi?”

“Semua ini kan gara-gara kau, kau saja yang bayar,”

“Hei, malah berdebat. Mau bayar tidak?”

“Lepaskan dulu tanganmu dari badanku, pria gendut!”

“Eh, macam-macam kau, ya? Mau kutambah lagi harga makanannya agar kau membayar lebih mahal?” Pria itu menghempaskan tubuh Ryo hingga Ryo oleng dan hampir tersungkur. Untung saja Ryo bisa menyeimbangkan badannya hingga ia tidak terjatuh.

“Ah, mohon maafkan dia, Tuan,” Ryuu berusaha membela Ryo. Ryuu menarik Ryo agar mendekat padanya, “Sudah cepat serahkan uangnya. Kalau tidak bisa-bisa kita dibawa ke kantor polisi,” bisik Ryuu.

“Aku tidak punya uang...” jawab Ryo masih sambil berbisik.

“Eh? Kau bercanda...”

“Tentu saja tidak... Aku memang tidak punya uang... Pakai saja uangmu...”

“Eh, dasar menyebalkan,”

Meskipun begitu, akhirnya Ryuu mengalah dan membiarkan uangnya melayang demi menebus kesalahan yang dibuat si pengacau – Ryo.

<-->

“Sebenarnya kau ini kenapa sih?” tanya Ryuu sambil menyiapkan makanan.

“Kenapa apanya?” jawab Ryo datar – seperti biasa, kalau tidak ketus, ya datar.

“Iya, kenapa kau mengejar gadis itu dan membuat kekacauan di dapur? Memalukan saja! Untung kita hanya disuruh membayar. Kalau disuruh mengabdikan diri disana seumur hidup bagaimana?” Ryuu menyodorkan piring berisi nasi dan tempura ke arah Ryo.

“Aku tidak akan mengacaukan dapur itu kalau dia tidak kabur,” Ryo meraih piring itu dan mendekatkannya ke hidung. Mencoba mengendus aroma dari kepulan nasi yang masih hangat. “Aromanya enak juga,” ujarnya kemudian.

“Memanganya dia siapa?”

“Aku juga tidak tahu, tapi Yang Mulia Ratu menyuruhku menemui gadis itu,” Ryo masih memutar-mutar piring di depan matanya. Menyelidik bentuk tempura dan nasi yang baru saja dilihatnya.

“Yang Mulia Ratu apa? Memangnya kau pengawal kerajaan? Haha...” Ryuu terbahak. Benar kan? Dia pasti akan tertawa mendengar hal itu.

“Bukan pengawal, tapi...” ucapan Ryo terhenti. “Ah, sudahlah... Panjang ceritanya. Ini apa namanya?”

“Tempura. Memangnya kau berasal dari mana, sampai tidak tahu tempura?” Ryuu mengangkat mangkuk nasi dan menyumpit nasi yang masih mengepul itu hingga uapnya semakin menyembul keluar. “Selamat makan...” Ryuu meniup sumpitan nasi kemudian memasukkan ke mulutnya disusul dengan potongan tempura. Matanya terpejam, merasakan kenikmatan setiap sari udang goreng yang melebur bersama nasi di lidahnya. “Ahh... Enak sekali...”

Sementara Ryo belum juga melahap santapan di tangannya. Ia masih merasa ragu.

“Kenapa tidak dimakan? Malu ya, karena kau belum bayar makanannya? Haha...” ledek Ryuu.

“Ehh... Kau ini...” Ryo mencoba menyumpit udang dan menggigitnya. Ryo mengunyahnya perlahan dan kemudian ia merasakan sensasi baru di lidahnya. Matanya membesar. “Tidak terlalu buruk. Ah, ini enak,” kemudian Ryo menyumpit nasinya. Pertama-tama Ryo melahapnya perlahan tapi kemudian semakin cepat dan semakin cepat. “Uhuk.. Uhuk...” Ryo tersedak. Sumpitnya terlempar. Ia memegangi tenggorokannya. Dengan cekatan Ryuu segera memberikan air minum padanya.

“Hei, kau ini kenapa? Makan seperti orang kesurupan. Sudah lama tidak makan nasi, ya?” Ryuu memijat tengkuk Ryo yang masih terbatuk-batuk.

“Ah, sudah jangan banyak bicara. Kalau mau tolong, ya tolong saja,”

“Huh,” Ryuu mendorong leher Ryo hingga Ryo hampir tersungkur. “Kau ini, bisa tidak kalau tidak seperti itu?”

“Seperti itu bagaimana?”

“Ya seperti itu. Sudah ditolong malah menggerutu,”

“Hhmmm... Ya sudah, ayo makan lagi,”

Ryuu menatap Ryo sesaat. “Kenapa? Anak ini seperti tidak punya kosakata ‘maaf’ atau ‘terima kasih’ di dalam kamusnya,” batin Ryuu.

<-->

“Ahhh~ kenyang sekali...” Ryo membaringkan tubuhnya setelah berhasil menghabiskan makanannya tanpa sisa.

“Hei, dasar pemalas. Sudah makan tidak boleh langsung tidur,” Ryuu membereskan piring dan mangkuk kotor bekas makan dan membawanya ke dapur.

“Memangnya kenapa? Aku selalu seperti ini, kok,”

“Itu kebiasaan buruk. Tidak sehat.”

“Kau ini bawel sekali, ya,”

“Eh, ngomong-ngomong, ganti uangku yang tadi kupakai membayar denda atas kelalaianmu itu,” Ryuu bicara sambil terus menggosokkan sabun cuci ke piring-piring kotor.

“Uang? Harus diganti?”

“Bicara apa kau? Tentu saja harus. Itu kan uangku!”

“Tapi, aku tidak punya uang,”

“Alasanmu dari tadi seperti itu. Tadi mungkin kau memang lupa membawa dompet, tapi sekarang kan kita sudah di rumah, kau tinggal ambil uang di dompetmu, kan. Lalu ganti uangku yang tadi kupakai untuk membeli makanan dan membayar dendamu,”

Ryo bergeming dan tak mengeluarkan suara apapun, “Uang apa?” bisiknya dalam hati. “Di kerajaan langit aku tidak pernah menggunakan uang,

“Hei! Malah bengong...”

Ryo beranjak dari tidurnya, “Ryuu, aku serius. Aku memang tidak mempunyai uang sepeserpun,”

“Hahh?? Lalu bagaimana kau bisa membayar hutangmu padaku? Lalu uang sewa rumah ini?Lalu...”

“Ah... Jangan banyak bicara...” Ryo memotong kalimat Ryuu.

“Apa maksudmu jangan banyak bicara?” Ryuu membereskan piring dan gelas yang sudah selesai dicuci di rak kemudian duduk di hadapan Ryo. “Kau tidak mungkin memakai uangku selamanya, kan? Aku juga kan butuh uang...”

“Lalu?”

“Ya, lalu kau harus punya uang...”

“Bagaimana aku bisa mendapatkannya?”

“Apa ayahmu tidak memberimu uang?”

Ryo menggeleng.

“Hmm... Kalau begitu kau harus mencari uang sendiri. Kau harus bekerja,”

“Bekerja???”

“Iya, bekerja, kenapa memangnya?”

“Aku tidak pernah bekerja sebelumnya,”

“Maka dari itu, kau harus bekerja sekarang.” Ryuu menepuk bahu Ryo. “Jangan khawatir, aku juga akan mencari pekerjaan. Kita bekerja bersama-sama, ok?”

“Ah, baiklah...” Ryo mengangguk setuju.

<-->

To be Continued...

2 komentar:

  1. Mereka klop banget, Ryuu-yama...

    lanjutin dek, ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hee~! iya kak... Ryuu nya walaupun galak dikit, tapi care ama c nyebelin Ayam xD LOL

      okay kak, sabar yah ^^
      *dari kemaren2 bilang sabar tapi belum jadi juga -,-a

      Hapus

Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...