Title
: Angel
with(out) Wings~
Categories : Multichapter
Genre : Fantasy – Romance – Friendship
Rating : Teenager – PG-15
Theme song : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
Categories : Multichapter
Genre : Fantasy – Romance – Friendship
Rating : Teenager – PG-15
Theme song : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
- Yamada Ryosuke [Hey! Say! JUMP]
- Hey! Say! JUMP members
- Shida Mirai
- Amakusa Ryuu (Original character)
- Daichi (Original Character)
- Nyonya Lin (Original character)
Disclaimer! : All casts are not mine. The story
is mine.
Synopsis/Quote: When a fairy flies down to the
earth and falls in love...
<-->
Tanpa pikir
panjang Ryo segera menghampiri gadis itu dan berkata dengan mantap.
“Selamat siang,
Mirai-san. Saya Yamada Ryosuke. Mulai saat ini saya akan menjadi peri
penjagamu. Mohon bantuannya,” Ryo menundukkan badannya 90 derajat.
“Eh?” Mirai
yang setengah kaget hanya bisa melongo mendengar perkataan konyol dari
laki-laki di hadapannya.
“Laki-laki
ini kan yang tadi pagi bertemu denganku. Ada apa dengannya?” batin Mirai.
“Mirai-san...
Sekarang katakan apa yang harus kukerjakan?” buru Ryo.
Mirai masih
berdiri mematung sambil memeluk nampan makanan. Dia masih tidak mengerti apa
yang dikatakan Ryo.
“Ayolahhh...
Cepat katakan... Supaya aku bisa cepat kembali ke kerajaan langit...” Ryo
menarik lengan Mirai dan membawanya ke luar restoran.
“He... Heiii....
Apa-apaan kau ini? Lepaskan!” Mirai menarik lengannya dari genggaman Ryo.
“Ayolah,
Mirai-san... Katakan apa yang harus kukerjakan untuk membantumu,”
“Tidak ada. Kau
tidak usah melakukan apa-apa,” Mirai hendak berbalik dan kembali masuk ke
restoran, tapi Ryo mencegatnya.
“Hei, masa
tidak ada? Aku harus melakukan sesuatu untuk membantumu, aku peri penjagamu...”
Mirai semakin
tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Ryo. Ia terus berjalan tanpa
mempedulikannya. Ryo hendak mengejarnya tapi ia terlanjur masuk ke kerumunan
orang-orang yang sedang mengantri dan menghilang di balik pintu dapur.
“Hhh...” Ryo
mendesah. “Apa maksud Yang Mulia Ratu menyuruhku menemui gadis itu? Dia
sepertinya tidak butuh bantuan sama sekali...” keluh Ryo sambil berkacak
pinggang. “Tapi, kalau dia tetap seperti itu, bisa-bisa aku tidak lulus dari
hukuman ini... Ahh... Tidak bisa... Pokoknya dia harus memberiku pekerjaan...”
Ryo segera berlari ke dalam restoran.
Bruk! Ia bertabrakan dengan Ryuu hingga
keduanya terjatuh.
“Auwwh...
Kenapa kau ini?” ringis Ryuu sambil memegangi pantatnya, kemudian bangkit
berdiri.
“Maaf... Aku
sedang mengejar seseorang...” Ryo hendak berlari lagi tapi Ryuu menangkap
lengannya.
“Eiiittt... Mau
kemana?”
“Aduhhh... Kau
ini kenapa? Aku ada urusan penting... Lepaskan!” Ryo melepaskan genggaman Ryuu
dan kembali berlari mengejar Mirai.
“He.. Hei...
Tunggu!” Ryuu pun akhirnya kembali ke dalam restoran.
Ryo menyeruduk
ke kerumunan orang-orang yang sedang mengantri makanan, kemudian masuk ke dapur.
“Mirai-san!
Mirai-san! Aku mohon, katakan apa yang harus kulakukan untukmu?” Ryo
berteriak-teriak dan mencoba mencari Mirai di antara koki-koki yang sedang
memasak.
“Hei.. Hei..
Heii.. Awas!!”
Ryo hampir saja
menabrak seorang pelayan yang sedang membawa nampan berisi makanan. Untung saja
pelayan itu sigap berkelit hingga ia tak tertabrak oleh Ryo. Tapi...
Brak!
Ia malah
menabrak pelayan lain di belakangnya. Makanan pun berserakan di lantai. Seperti
tak peduli dengan kejadian itu, Ryo terus menelusuri setiap sudut dapur untuk
menemukan Mirai.
Tiba-tiba seseorang
menepuk pundak Ryo, “Hei, anak muda. Ada apa denganmu? Kau tidak lihat akibat
dari perbuatanmu itu, hah?”
Ryo menoleh.
Seorang pria gendut berkumis tebal dan berpakaian serba putih menatap tajam ke
arahnya. Dari tatapannya, ia seperti ingin menelan Ryo hidup-hidup.
“Diam kau! Aku
tidak ada urusan denganmu!” Ryo menepis tangan pria itu dari pundaknya dan
hendak berjalan menyusul Mirai yang kembali sibuk mengantar hidangan.
“Eiitt...”
orang itu menangkap bahu Ryo dan menahannya pergi. “Kau pikir kau bisa
melarikan diri begitu saja, hah? Kau harus bertanggung jawab atas kejadian ini,
anak muda!” Suara pria gendut itu terdengar sangar dan menyeramkan. Kumis
tebalnya turun naik ketika ia menyeringai pada Ryo. Ryo menggeliat berusaha
melepaskan diri.
“Ma.. maafkan
kami...” tiba-tiba Ryuu muncul dan membungkuk pada koki yang sedang menawan
Ryo. “Mohon maafkan kami, Tuan...” ia menunduk semakin dalam.
“Siapa kau?”
“Dia temanku.
Mohon maafkan kelancangannya,” Ryuu masih belum beranjak dari posisinya –
menundukkan badan. “Tolong jangan hukum kami,”
“Kalian harus
mengganti rugi. Makanan yang ditumpahkan anak ini jadi tidak bisa dijual dan
itu akan merugikan restoranku, tahu?!”
“Kami
benar-benar minta maaf,” Ryuu masih bertahan dengan tubuh menunduk.
“Ya sudah. Sini
bayar! Seharga makanan yang dia tumpahkan,” pria itu menengadahkan tangan di
depan wajah Ryuu. Sementara tangan yang satunya masih bertahan mengunci
pergerakan Ryo.
“Hah?”
“Bayar!”
“Be.. Berapa?”
“800 yen,”
“Eehhh??”
“Kenapa? Tidak
mau bayar?”
Ryuu melirik
Ryo. Tapi sia-sia, wajah apatisnya kumat lagi.
“Hei, Ryo. Kau
tidak dengar? Bayar 800 yen...”
Kini Ryo
melirik Ryuu, “Ya sudah tunggu apa lagi? Bayar saja,” katanya dengan nada
datar.
“Eh? Apa maksudmu?
Kau menyuruhku membayarnya?”
“Lalu siapa
lagi?”
“Semua ini kan gara-gara
kau, kau saja yang bayar,”
“Hei, malah
berdebat. Mau bayar tidak?”
“Lepaskan dulu
tanganmu dari badanku, pria gendut!”
“Eh,
macam-macam kau, ya? Mau kutambah lagi harga makanannya agar kau membayar lebih
mahal?” Pria itu menghempaskan tubuh Ryo hingga Ryo oleng dan hampir
tersungkur. Untung saja Ryo bisa menyeimbangkan badannya hingga ia tidak
terjatuh.
“Ah, mohon
maafkan dia, Tuan,” Ryuu berusaha membela Ryo. Ryuu menarik Ryo agar mendekat
padanya, “Sudah cepat serahkan uangnya. Kalau tidak bisa-bisa kita dibawa ke
kantor polisi,” bisik Ryuu.
“Aku tidak
punya uang...” jawab Ryo masih sambil berbisik.
“Eh? Kau
bercanda...”
“Tentu saja
tidak... Aku memang tidak punya uang... Pakai saja uangmu...”
“Eh, dasar
menyebalkan,”
Meskipun
begitu, akhirnya Ryuu mengalah dan membiarkan uangnya melayang demi menebus
kesalahan yang dibuat si pengacau – Ryo.
<-->
“Sebenarnya kau
ini kenapa sih?” tanya Ryuu sambil menyiapkan makanan.
“Kenapa apanya?”
jawab Ryo datar – seperti biasa, kalau tidak ketus, ya datar.
“Iya, kenapa
kau mengejar gadis itu dan membuat kekacauan di dapur? Memalukan saja! Untung
kita hanya disuruh membayar. Kalau disuruh mengabdikan diri disana seumur hidup
bagaimana?” Ryuu menyodorkan piring berisi nasi dan tempura ke arah Ryo.
“Aku tidak akan
mengacaukan dapur itu kalau dia tidak kabur,” Ryo meraih piring itu dan
mendekatkannya ke hidung. Mencoba mengendus aroma dari kepulan nasi yang masih
hangat. “Aromanya enak juga,” ujarnya kemudian.
“Memanganya dia
siapa?”
“Aku juga tidak
tahu, tapi Yang Mulia Ratu menyuruhku menemui gadis itu,” Ryo masih
memutar-mutar piring di depan matanya. Menyelidik bentuk tempura dan nasi yang
baru saja dilihatnya.
“Yang Mulia
Ratu apa? Memangnya kau pengawal kerajaan? Haha...” Ryuu terbahak. Benar kan?
Dia pasti akan tertawa mendengar hal itu.
“Bukan
pengawal, tapi...” ucapan Ryo terhenti. “Ah, sudahlah... Panjang ceritanya. Ini
apa namanya?”
“Tempura. Memangnya
kau berasal dari mana, sampai tidak tahu tempura?” Ryuu mengangkat mangkuk nasi
dan menyumpit nasi yang masih mengepul itu hingga uapnya semakin menyembul
keluar. “Selamat makan...” Ryuu meniup sumpitan nasi kemudian memasukkan ke
mulutnya disusul dengan potongan tempura. Matanya terpejam, merasakan
kenikmatan setiap sari udang goreng yang melebur bersama nasi di lidahnya.
“Ahh... Enak sekali...”
Sementara Ryo
belum juga melahap santapan di tangannya. Ia masih merasa ragu.
“Kenapa tidak
dimakan? Malu ya, karena kau belum bayar makanannya? Haha...” ledek Ryuu.
“Ehh... Kau
ini...” Ryo mencoba menyumpit udang dan menggigitnya. Ryo mengunyahnya perlahan
dan kemudian ia merasakan sensasi baru di lidahnya. Matanya membesar. “Tidak
terlalu buruk. Ah, ini enak,” kemudian Ryo menyumpit nasinya. Pertama-tama Ryo melahapnya
perlahan tapi kemudian semakin cepat dan semakin cepat. “Uhuk.. Uhuk...”
Ryo tersedak. Sumpitnya terlempar. Ia memegangi tenggorokannya. Dengan cekatan
Ryuu segera memberikan air minum padanya.
“Hei, kau ini
kenapa? Makan seperti orang kesurupan. Sudah lama tidak makan nasi, ya?” Ryuu memijat
tengkuk Ryo yang masih terbatuk-batuk.
“Ah, sudah
jangan banyak bicara. Kalau mau tolong, ya tolong saja,”
“Huh,” Ryuu
mendorong leher Ryo hingga Ryo hampir tersungkur. “Kau ini, bisa tidak kalau
tidak seperti itu?”
“Seperti itu
bagaimana?”
“Ya seperti itu.
Sudah ditolong malah menggerutu,”
“Hhmmm... Ya
sudah, ayo makan lagi,”
Ryuu menatap
Ryo sesaat. “Kenapa? Anak ini seperti tidak punya kosakata ‘maaf’ atau
‘terima kasih’ di dalam kamusnya,” batin Ryuu.
<-->
“Ahhh~ kenyang
sekali...” Ryo membaringkan tubuhnya setelah berhasil menghabiskan makanannya
tanpa sisa.
“Hei, dasar
pemalas. Sudah makan tidak boleh langsung tidur,” Ryuu membereskan piring dan
mangkuk kotor bekas makan dan membawanya ke dapur.
“Memangnya
kenapa? Aku selalu seperti ini, kok,”
“Itu kebiasaan
buruk. Tidak sehat.”
“Kau ini bawel
sekali, ya,”
“Eh,
ngomong-ngomong, ganti uangku yang tadi kupakai membayar denda atas kelalaianmu
itu,” Ryuu bicara sambil terus menggosokkan sabun cuci ke piring-piring kotor.
“Uang? Harus
diganti?”
“Bicara apa
kau? Tentu saja harus. Itu kan uangku!”
“Tapi, aku
tidak punya uang,”
“Alasanmu dari
tadi seperti itu. Tadi mungkin kau memang lupa membawa dompet, tapi sekarang
kan kita sudah di rumah, kau tinggal ambil uang di dompetmu, kan. Lalu ganti
uangku yang tadi kupakai untuk membeli makanan dan membayar dendamu,”
Ryo bergeming
dan tak mengeluarkan suara apapun, “Uang apa?” bisiknya dalam hati. “Di
kerajaan langit aku tidak pernah menggunakan uang,”
“Hei! Malah
bengong...”
Ryo beranjak
dari tidurnya, “Ryuu, aku serius. Aku memang tidak mempunyai uang sepeserpun,”
“Hahh?? Lalu
bagaimana kau bisa membayar hutangmu padaku? Lalu uang sewa rumah ini?Lalu...”
“Ah... Jangan
banyak bicara...” Ryo memotong kalimat Ryuu.
“Apa maksudmu
jangan banyak bicara?” Ryuu membereskan piring dan gelas yang sudah selesai
dicuci di rak kemudian duduk di hadapan Ryo. “Kau tidak mungkin memakai uangku
selamanya, kan? Aku juga kan butuh uang...”
“Lalu?”
“Ya, lalu kau
harus punya uang...”
“Bagaimana aku
bisa mendapatkannya?”
“Apa ayahmu
tidak memberimu uang?”
Ryo menggeleng.
“Hmm... Kalau
begitu kau harus mencari uang sendiri. Kau harus bekerja,”
“Bekerja???”
“Iya, bekerja,
kenapa memangnya?”
“Aku tidak
pernah bekerja sebelumnya,”
“Maka dari itu,
kau harus bekerja sekarang.” Ryuu menepuk bahu Ryo. “Jangan khawatir, aku juga
akan mencari pekerjaan. Kita bekerja bersama-sama, ok?”
“Ah,
baiklah...” Ryo mengangguk setuju.
<-->
To be
Continued...
Mereka klop banget, Ryuu-yama...
BalasHapuslanjutin dek, ^^
Hee~! iya kak... Ryuu nya walaupun galak dikit, tapi care ama c nyebelin Ayam xD LOL
Hapusokay kak, sabar yah ^^
*dari kemaren2 bilang sabar tapi belum jadi juga -,-a