Categories : Multichapter
Genre : Fantasy – Romance – Friendship
Rating : Teenager – PG-15
Theme song : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah Faqoth
Cast[s] :
- Yamada Ryosuke [Hey! Say! JUMP]
- Hey! Say! JUMP members
- Shida Mirai
- Hongo Kanata
- Amakusa Ryuu (Original character)
- Daichi (Original Character)
- Nyonya Lin (Original character)
- Tuan Hiroshi (Original character)
- Rizuki (Original character)
Disclaimer! : All casts are not mine. The story
is mine.
WARNING!: This is just a story. A fantasy.
An imagination. Dont bash me coz my story.
Synopsis/Quote: When a fairy flies down to the
earth and falls in love...
<-->
Chapter Eight: That’s
what she needs
“Mirai-san,”
gumam Ryo. Masih memegangi pipinya yang terkena tamparan Mirai.
Ryuu
segera menghampiri mereka. “Ada apa?” ia berusaha mencari tahu apa yang
terjadi.
“Kau
jahat! Kenapa kau melarangku untuk menolong nenekku? Sekarang apa yang
terjadi?? Kau lihat??!! Kau tega sekalii...! Aku benci padamuu!!” Mirai
mendaratkan beberapa pukulan ke tubuh Ryo. Ryo tak berusaha menangkisnya.
“Aku
hanya tidak ingin kau terluka. Api itu besar sekali, kau bisa celaka kalau
masuk kesana,”
“Aku
tidak peduli! Aku hanya ingin nenekku...” Mirai semakin menjerit.
Ryo
berusaha menenangkan Mirai. Tapi Mirai semakin berontak. Ryuu ikut memegangi
tubuhnya.
“Tenanglah,
Mirai. Semuanya akan baik-baik saja,”
<-->
Mirai
duduk bersandar ke dinding. Pandangannya kosong. Matanya masih mengeluarkan air
mata, tapi tak bersuara. Ia menangis dalam diam. Ryo berusaha mendekatkan
sesendok bubur ke mulutnya, tapi Mirai mengelak.
“Makanlah,
Mirai-san. Agar kau tidak lemas,” bujuk Ryo.
“Benar,
kau harus makan, Mirai. Perutmu harus diisi,” Ryuu ikut membujuk Mirai.
Apa
gunanya bujukan itu? Mirai tetap diam. Dia sangat depresi. Bagaimana tidak, dengan
mata kepalanya sendiri, ia melihat neneknya hangus di’kremasi’ hidup-hidup.
“Mirai-san,
makanlah. Kumohon,” bujuk Ryo sekali lagi.
“Ayolah,
Mirai-san,” Ryuu berkata sekali lagi.
Dalam
keadaan biasa saja, Mirai sangat dingin dan takut pada laki-laki, apalagi dalam
keadaan seperti ini. Ia hanya ingin menangis, kalau bisa dipelukan neneknya.
Kejadian
itu terus terbayang di benak Mirai. Ketika api menjalar dan melahap habis
rumahnya. Ketika ia melihat mayat itu dibawa. Mirai menyesal. Menyesal kenapa
ia tetap pergi bekerja hari itu. Kenapa ia tidak menjaga neneknya yang sakit
saja. Semua itu hanya menambah sesak dada Mirai. Dan membuat air matanya panas.
Sepanas kobaran api yang membara tadi siang.
Mirai
mengalihkan pandangan pada Ryo. Sejenak Ryo tertegun, tapi kemudian tersenyum. Sementara
ekspresi Mirai masih datar. Mirai berbalik memandang Ryuu. Ryuu menampilkan
senyum termanisnya. Mirai tetap saja memasang ekspresi datar. Tak lama kemudian
ia menunduk.
“Mirai-san,
bagaimanapun kau harus makan. Lihat, bubur ini enak, Ryuu yang membuatnya. Dia
jago memasak, hehe... Benar kan, Ryuu?” Ryo melirik ke arah Ryuu.
Ryuu
mengangguk dan tersenyum, “Aehehe, kau bisa saja, Ryo...”
Demi
apapun, Mirai sama sekali tak tertarik dengan bujukan atau candaan dua
laki-laki di hadapannya. Ryo dan Ryuu hampir saja kehabisan akal.
Hari
sudah gelap. Mirai masih saja tak bisa diajak bicara. Apalagi makan. Dia terus terdiam
dan matanya tetap mengalirkan isi kelenjar air mata. Melamun, tak tentu arah.
<-->
“Selamat
pagi...” sapa Rizu pada Ryo.
“Selamat
pagi,” jawab Ryo singkat.
“Mana
Mirai?”
“Dia
tidak masuk,”
“Ohh...
Masih belum baikan?”
Ryo
mengangguk.
“Hh..
Kasihan Mirai. Nanti sepulang kerja aku akan menengoknya, boleh kan?”
“Ya.
Tentu saja,” jawab Ryo sambil menyunggingkan senyuman.
“Ryosuke,”
sebuah suara parau terdengar memanggil Ryo.
“Ya,
tuan Hiroshi,” Ryo merendahkan badan.
“Ke
ruanganku sekarang,”
“Baik,
Tuan,” Ryo memberi isyarat pada Rizu karena ia harus meninggalkannya menuju
ruangan tuan Hiroshi. Rizu mengangguk.
“Duduklah,”
pria dengan cerutu yang setia menempel di jarinya itu menunjuk kursi di
hadapannya. Ryo pun duduk dengan sopan.
“Bagaimana
keadaan Mirai?”
“Belum
baik, Tuan,”
“Aku
harap dia segera sembuh. Oh ya, apa temanmu yang waktu itu datang bersamamu bisa
bekerja di sini?” tuan Hiroshi menghisap cerutunya.
“Amakusa
Ryuu?”
“Un,”
Tuan Hiroshi mengangguk kemudian menghembuskan asap dari mulutnya.
“Memangnya
kenapa, Tuan?”
“Mirai
sudah 3 hari tidak masuk kerja. Apa temanmu itu bisa menggantikannya?”
“Nanti
akan kutanyakan padanya, Tuan,”
“Hmm...”
tanggap pria itu asal. “Kau tahu restoran ini setiap hari ramai pengunjung.
Jika kekurangan pegawai, mereka bisa kerepotan. Haha..” pria itu tertawa
garing.
“Iya,
Tuan. Nanti saya bicara pada Ryuu. Saya permisi dulu, Tuan,” Ryo beranjak dari
kursi dan menunduk – mohon diri. “Dasar orang aneh, kenapa dia kemarin tidak
menerima Ryuu juga, kalau dia memang kekurangan pegawai,” gerutu Ryo dalam
hati sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
<-->
“Ryo,
tunggu aku. Kita pulang bersama,”
“Ya.
Ayo!”
Ryo
dan Rizu berjalan berdampingan menuju rumah kontrakan Ryuu. Ryo tak banyak
bicara atau bertanya sesuatu pada Rizu sampai Rizu sendiri yang membuka
pembicaraan.
“Sudah
berapa lama kau tinggal disana, Ryo?”
“Ah...
Baru dua minggu yang lalu,”
“Hhmmm...
Pantas saja,”
“Pantas
saja apa?”
“Pantas
saja aku baru tahu kalau Mirai mempunyai tetangga yang ganteng, hehe..”
“Hee...
Dasar, kau,” Ryo tertawa kecil. Rizu malah tersipu sendiri.
Tak
lama kemudian mereka tiba di depan rumah. Ryo membuka pintu.
“Masuklah,”
Ryo memberi isyarat dengan tangannya.
“Ya,”
Rizu membuka alas kakinya. “Permisi...”
“Ryo...
Eh? Ada tamu... Hehe...” Ryuu segera meletakkan semangkuk bubur di atas meja
dan memberi salam pada Rizu. “Saya Amakusa Ryuu,”
Rizu
menundukkan badan membalas salamnya. “Saya Rizuki,”
“Ingin
menjenguk Mirai?” Rizu mengangguk. “Masuklah, dia sedang tidur,”
Rizu
perlahan melangkah mendekati Mirai, lalu duduk di sampingnya. Ryo menyentuh
pundak Rizu. Rizu menengok.
“Tolong
bujuk dia agar mau makan. Selama tiga hari ini dia sama sekali tidak mau
makan,” Ryo menyodorkan semangkuk bubur. Rizu mengangguk, dan menerima mangkuk
itu. Ryo tersenyum, “Terima kasih, ya,”
“Ryuu,
sini sebentar, aku mau bicara denganmu,” Ryo mengajak Ryuu ke luar. Mereka
duduk di depan pintu.
“Ada
apa?” tanya Ryuu.
“Tuan
Hiroshi memintamu bekerja menggantikan Mirai,”
“Apa?”
“Ya.
Kau bersedia tidak? Dia bilang restorannya kekurangan pegawai jika Mirai absen
terus. Sementara kita juga tidak tahu kapan Mirai bisa mulai bekerja kembali,”
“Oh...
Baiklah... Kebetulan besok lusa aku sudah mulai liburan musim panas. Aku akan
bekerja di sana,” ujar Ryuu mantap.
“Ah,
baguslah,” Ryo tersenyum.
Sementara
Rizu masih terduduk di samping Mirai. Rizu tak tega membangunkannya. Tiba-tiba Mirai
mengerjap, membuka matanya perlahan. Samar-samar ia melihat seorang wanita di
hadapannya. Bukan dua laki-laki menyebalkan itu lagi. Mirai melebarkan matanya.
Kemudian dia bangkit memeluk Rizu, dan menangis kembali sejadi-jadinya.
“Sudahlah,
Mirai... Jangan menangis lagi... Maafkan aku baru bisa mengunjungimu, aku
mengurusi ibuku di rumah sakit,” Rizu membelai rambut Mirai dengan lembut.
Mirai terus terisak. “Mirai, kau belum makan, kan? Makan dulu, ya?” Rizu melonggarkan
pelukannya dan menghapus air mata di pipi Mirai dengan ibu jarinya. Rizu tersenyum
penuh kehangatan. Ini, yang dibutuhkan Mirai. Pelukan dan ketenangan dari seorang
wanita. “Senyum dulu dong, sayang,” goda Rizu. Mirai melakukannya walau
otot-otot pipinya masih terasa berat untuk melengkungkan senyuman.
<-->
“Ryo,
aku pulang dulu, ya,”
Ryo
dan Ryuu yang sedang duduk di depan pintu segera beranjak.
“Oh,
iya... Apa Mirai sudah makan?” tanya Ryo – khawatir.
“Sudah.
Tenang saja, mulai sekarang dia tidak akan menolak bubur buatanmu lagi,” Rizu
mengedipkan mata pada Ryuu.
“Benarkah?
Apa yang kau katakan padanya?” tanya Ryo dan Ryuu bersamaan.
“Rahasiaa...”
Rizu kembali mengedipkan matanya. “Aku pulang, ya. Sampai jumpa,”
Ryo
dan Ryuu melambaikan tangan sampai sosok itu menghilang di tikungan jalan. Lalu
mereka saling bertatapan dan mengangkat bahu bersama-sama.
Bingung?
Tak apalah, yang penting Mirai sudah mau makan. Mereka berdua tersenyum lega.
<-->
To be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d