To make easy, Click the categories that you want to see^^

Selasa, 26 Juni 2012

[Fanfiction] I’ll be there~ {Indonesian Version}


Title                      : I’ll be there~
Categories           : OneShot
Genre                   : Friendship – School Life - Romance – Angst
Rating                  : [Maybe] General or [Maybe] Teenager
Theme song         : I’ll be there - Westlife
Author                 : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s]                  :
1.       Yamada Ryosuke [Hey!Say!JUMP]
2.      Shida Mirai
3.     Kei Inoo [Hey!Say!JUMP]
4.     Rika (OC) – friends at school
5.      Olive (OC) – Mirai’s rival
Disclaimer! : All casts (kecuali OC) adalah tokoh idola yang saya pinjam untuk memerankan fanfic saya [Meski tanpa izin >,<]. Ide cerita hanyalah fiktif/khayalan penulis belaka. Jika terdapat kesamaan latar maupun jalan cerita, maka itu merupakan ketidaksengajaan.
Note: Jika anda menemukan ketidakjelasan di awal, di tengah, atau di akhir cerita [singkatnya: kalo ceritanya gaje], itu hanya salah satu aspek ke’amatir’an author [mafhum, masih belajar]. After all, happy reading, minna san! ^^
Synopsis: I’ll be there to comfort you~ I’ll be there to protect you~ Just call my name, and I’ll be there~

~(^_^)~
#Yamada Ryosuke’s POV
Sahabat jadi cinta.
Pertama kali aku tertawa mendengar kalimat klise itu. Bagiku itu hal yang konyol. Laki-laki dan perempuan yang sudah bersahabat untuk waktu yang lama tidak mungkin saling mencintai, bahkan sampai berpacaran. Mereka akan saling mengetahui bahkan terlalu mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hubungan persahabatan biasanya lebih terbuka daripada hubungan percintaan.
Namun kini aku akui aku sudah menelan kembali kata-kata yang sudah dengan tegas aku lontarkan, aku tidak akan pernah mencintai sahabatku – lebih dari sekedar sahabat. Aku tidak pernah berpikir untuk mencintai Mirai, sahabatku. Tapi apa kuasaku? Perasaan itu datang sendiri tanpa kuundang, dan yang aku benci adalah aku tidak dapat mengusirnya.
Sudah lama aku bersahabat dengan Mirai. Banyak teman yang menggosipkan kami pacaran dan kami hanya menanggapinya dengan tertawa.
Mirai adalah tipe perempuan yang mudah sekali ditebak. Mudah mengutarakan perasaannya. Mudah jatuh cinta, tetapi mudah patah hati. Dia unik – menurutku. Umm, mungkin karena itu aku menyukainya.
Mirai sering datang padaku dengan berbagai ekspresi. Kadang-kadang dia datang dengan senyuman lebar dan mata yang berseri-seri – ketika dia baru saja menerima cinta laki-laki pujaannya. Kadang-kadang dia datang padaku dengan wajahnya yang ditekuk sedemikian rupa dan mata yang berkaca-kaca – ketika dia baru saja putus dengan pacarnya. Dan aku~ aku selalu menerimanya saat dia datang padaku dalam keadaan apapun. Aku berusaha untuk selalu ada kapanpun dia membutuhkanku. Aku melakukan ini karena dia sahabatku? Atau karena aku mencintainya? Entahlah, aku tak tahu. Yang jelas aku hanya ingin melihatnya selalu tersenyum. Aku berjanji pada diriku sendiri, akan melindunginya sampai batas terakhir kemampuanku – sampai aku berhenti bernafas.
~(^_^)~
Tiit~Tiit~
Klik~
Moshii-moshii~, kenapa Mirai?” sapaku pada orang di seberang telepon.
Moshii-moshii~, Ryo,” suara Mirai terdengar agak serak.
“Apa yang terjadi? Apa kau baik-baik saja?” tanyaku khawatir. Mirai hanya terdiam sambil terisak. “Kau menangis?” aku tanya lagi.
“Kanata~” ia menjawab singkat. Dan aku langsung bisa menyimpulkan bahwa dia baru saja putus dengan pacarnya – Kanata.
“Ah~ tenanglah, kau baik-baik saja sekarang? Jangan terlalu lama menangis,” aku mencoba menenangkannya.
“Temani aku mengobrol malam ini~” pintanya.
“Tentu~” jawabku mantap.
Beberapa menit setelah kami mengobrol, aku tak mendengar suaranya lagi – dia sudah tertidur. Aku sengaja tak mematikan teleponnya dulu, ingin mendengarkan suara nafasnya. “Oyasuminasai~” bisikku. Kemudian kumatikan sambungan teleponnya.    
~(^_^)~
“Ryooo~” panggil Mirai dari bawah kamarku.
“Iya~,” jawabku dari atas. Aku segera melongok ke luar jendela dan melambai ke arah Mirai, “Chotto matte, aku segera turun,” teriakku yang hanya ditanggapi anggukan Mirai.
Ikou~” ajakku.
“Kau pasti tak sempat sarapan lagi ya?”
“He~he~” aku menggaruk belakang kepalaku yang sama sekali tak gatal.
“Kebiasaan,” katanya sambil menyilangkan tangan di dadanya. “Untung aku bawa bento, nanti kau makan ya,” dia menepuk-nepuk pundakku pelan. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
“Oya, maaf tadi malam aku ketiduran, he~” kali ini Mirai yang menggaruk kepalanya yang tak gatal. Aku sama sekali tidak apa-apa, itu sudah kebiasaannya, dia yang mengajak ngobrol, tapi dia yang tertidur duluan.
“Iya, tidak apa-apa. Kau mau tahu sesuatu?” bisikku.
“Apa?” tanyanya penasaran.
“Hhhmmm~ tadi malam aku mendengar anak perempuan yang tidurnya mendengkur,” candaku pada Mirai.
“Hah?” dia terlihat sangat kaget mendengarnya. Pipinya memerah. Kemudian ia bergumam pelan, “Apa aku mendengkur,”
“Ah, tidak Mirai, aku hanya bercanda. Kau tidak mendengkur kok...,” aku melirik wajahnya yang terlihat sedikit lebih lega. “bukan hanya mendengkur, tapi juga mengigau~”
“Hah?!” Mirai memukul punggungku dengan tasnya.
“Auwh~! apa yang kau lakukan. Sakit tahu?”
“Jahat~” ujarnya sambil mengerucutkan bibirnya. Lucu sekali.
“Hahaaa~. Cewek tukang ngigau,” godaku sambil berlari. Mirai mengejarku dan memukulku tanpa ampun.
Bugh~
Tiba-tiba aku menabrak seseorang di depanku hingga kami berdua terjatuh.
Sumimasen~” ucapku padanya.
“Ya, tidak apa-apa,” dia berdiri dan menepuk-nepuk celananya yang kotor. Seragamnya sama dengan kami, tapi aku tak pernah melihat orang ini sebelumnya. “Aku duluan,” dia segera berbalik dan berjalan meninggalkan kami.
Aku berjalan lagi, tapi setelah beberapa meter aku berhenti ketika kulihat Mirai masih mematung di posisinya tadi. “Mirai, hayaku! Kita hampir terlambat,” kataku agak berteriak.
Mirai seperti baru tersadar dari lamunannya, “Ah, iya,” kemudian ia berlari menyusulku.  
~(^_^)~
“Kei Inoo desu. Indonesia kara kimashita. Yoroshiku onegaishimasu,” seorang anak laki-laki berkacamata dan bertubuh agak tinggi berdiri di depan kelas, memperkenalkan dirinya. Ia menunduk memberi salam. Murid baru dari luar negeri. Ia anak yang tadi bertabrakan denganku.
Aku melihat Mirai memperhatikan anak itu serius sekali – seperti ketika kami bertemu tadi pagi. Boleh kuambil kesimpulan kalau Mirai tertarik pada anak itu?
Dia duduk di sebelah Mirai, di depan bangkuku.
“Shida Mirai desu, yoroshiku,” Mirai berbisik, diikuti anggukan kecil dan senyuman ramah dari pria itu. Aku berusaha mengacuhkan mereka dan memfokuskan perhatian pada pelajaran yang sedang disampaikan Mukai-sensei. Aku tidak ingin peduli pada mereka.
Sepanjang perjalanan pulang dari sekolah, Mirai tak henti membicarakan anak pindahan itu. Walaupun sedikit tidak tertarik, tapi aku mencoba mendengarkannya.
“Ryo, menurutmu bagaimana anak baru itu?” tanya Mirai serius.
“Bagaimana apanya?” jawabku datar.
“Iya, bagaimana menurutmu tentang dia?”
“Entahlah, kita baru saja bertemu dengannya. Aku belum bisa menyimpulkan karena aku tidak mengenalnya,”
“Hmmm,” Mirai mengerucutkan bibirnya. Kebiasaan jika ia sedang kesal.
“Memangnya kenapa? Kau tertarik padanya?”
“Eh? Tidak kok,” Mirai gelagapan.
Aku merangkulkan tanganku ke bahu Mirai, “Dengar ya, sahabatku sayang. Mata dan ekspresi wajahmu itu tidak bisa berbohong. Apalagi di depanku. Semua itu terbaca jelas, kau tahu?”
Mirai melirikku, dahinya mengkerut, sudut bibirnya terangkat sebelah, kemudian mendorongku pelan menjauh darinya, “Sok tahu!” ujarnya ketus. Mirai berjalan lebih cepat meninggalkanku.
Terkadang aku memang tahu apa yang tidak kau katakan, Mirai.
~(^_^)~
Sudah hampir dua bulan Kei bersekolah disini. Kulihat dia baik juga. Orangnya ramah dan mudah bergaul. Terutama dengan Mirai. Yah, walaupun aku sangat iri – emm, mungkin lebih tepatnya cemburu, tapi aku mendukung saja Mirai dekat dengan siapapun. Selama dia itu orang baik.  
Kedekatan Mirai dan Kei semakin terlihat. Mereka sering makan siang bersama, kadang-kadang Mirai mengajaknya untuk mengerjakan tugas bersama. Dan, jarakku dengan Mirai mulai merenggang karena itu.
“Ryo, tumben sendirian,” tiba-tiba Rika sudah berada di sampingku yang dari tadi duduk di bawah pohon dekat lapang olahraga – melamun.
“Ah, lagi pengen sendiri aja,” jawabku datar.
“Mirai kemana?” tanyanya lagi. Anak ini memang terkenal tukang gosip dan selalu ingin tahu urusan orang lain.
“Dia sedang ada urusan,”
“Urusan cinta?” Rika tersenyum sinis.
“Apa maksudmu?”
“Ah, semua orang sudah tahu, kok. Mirai dekat dengan anak baru dari Indonesia itu. Mereka digosipkan berpacaran, bla... bla... bla...”
Sementara Rika masih sibuk memaparkan pengetahuannya yang sok tahu itu tentang Mirai, aku langsung beranjak pergi meninggalkannya. Aku sama sekali tidak tertarik mendengarnya.
“Eh, Ryo. Tunggu. Tidak sopan sekali, pergi disaat orang lain sedang bicara!” Rika berlari menyusulku. Setelah langkahnya sejajar denganku, ia kembali mengoceh lagi. “Ryo, Mirai itu tidak tahu diri, ya. Lagi ada butuhnya aja dia dekat sama kamu. Sekarang sudah ada Kei, dia tinggalin kamu. Ckckck~” Rika menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aku sudah hampir muak dengan celotehannya yang tak berguna itu. “Hey, jangan bicara kalau kau tidak tahu apa-apa!” aku menatap tajam pada Rika.
“Tidak tahu apa-apa?? Aku ini tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan semua siswa di sekolah ini, Ryo. Aku juga tahu kalau kau suka pada Mirai dan cemburu melihat Mirai dengan Kei,” ia berbicara sambil melipat tangannya di dada.
Kali ini aku sudah benar-benar kesal padanya, “Heh! Tahu apa kau soal perasaanku?! Sudahlah diam dan urus urusanmu sendiri. Kalau perlu keluarlah dari sekolah ini dan daftarkan dirimu menjadi paparazzi. Dasar tukang gosip!!”
“Kalau kau marah, berarti kau merasa. Iya, kan?” Rika memicingkan matanya ke arahku. Ia sama sekali tidak mempan dengan gertakanku.
“Ahh~ sudahlah. Aku tidak ada waktu untuk mendengarkan omong kosongmu itu,” aku mengibaskan tangan di depannya dan segera berlalu. Beraninya dia mengungkit tentang perasaanku pada Mirai. Aku bahkan tidak pernah membicarakan ini dengan siapapun. Tahu apa dia?
Aku berjalan menuju kelas karena jam istirahat sebentar lagi berakhir. Tiba-tiba langkahku terhenti ketika kulihat di dalam kelas hanya ada mereka berdua – Mirai dan Kei. Kei terlihat sedang mengajarkan Mirai matematika – pelajaran yang paling sulit diterima Mirai. Iya, sejak ada Kei, Mirai tidak pernah lagi bertanya soal PR matematika padaku. Dia dan Kei...
“Apa ku bilang? Kau cemburu kan pada mereka?”
Aish~ tiba-tiba Rika sudah ada lagi di sampingku. Dia itu hantu atau apa?!?
“Hey, berhenti mengikutiku. Apa sih maumu?” teriakku.
Teriakanku berhasil menyadarkan Mirai dan Kei dari dunianya dan menoleh ke arahku.
“Ada apa Ryo?” Mirai bertanya padaku.
“Tidak ada,” aku menggeleng dan segera menuju bangkuku. Tak lama siswa yang lain pun berdatangan memenuhi ruangan kelas.
~(^_^)~
Sudah beberapa minggu aku hampir tidak pernah pulang dan pergi sekolah bersama Mirai. Dia lebih sering bersama Kei, dan sama sekali tidak ingat padaku. Setidaknya mengajakku pulang bersama atau apa.
Ryo... Besok berangkat sama-sama, ya,” Mirai mengirim email padaku.
Ya, memangnya Kei kemana?” aku membalasnya.
Katanya dia akan berangkat dari rumah pamannya. Tidak lewat sini, jadi tidak akan menjemputku,
Oh, ya sudah.
Kau sudah belajar untuk ulangan matematika besok, Ryo?
Sedikit,” jawabku singkat.
Haha~ aku tahu, sang master matematika tidak perlu belajar lagi, ya kan? :)
Iya, itu kau sudah tahu, haha~
Ya sudah, sampai jumpa besok. Selamat malam.
Email Mirai yang terakhir tidak kubalas lagi. Aku jawab di dalam hati saja, selamat malam, cinta.
~(^_^)~
Sepuluh menit lagi sepertinya kelas akan dimulai, tapi aku masih berdiri di depan rumah menunggu Mirai. Dia belum datang juga menjemputku. Aku sudah mengirim email tapi tidak dibalas.
“Ryo, kenapa belum berangkat?”
“Lagi nunggu Mirai, Ma...”
“Sudah jam segini, dia pasti sudah berangkat,”
Tiit~Tiit~
Ryo, maaf. Aku sudah di sekolah. Tadi Kei menjemputku. Dia bawa motor. Kau sudah berangkat?  
Mataku membelalak. Kututup flip ponselku dengan kasar dan segera kumasukkan ke saku. Dengan cepat aku berlari menuju sekolah. Kuso! Pagi ini akan ulangan matematika, dan aku harus terlambat karena ini? Mirai bahkan tidak memberitahuku sebelumnya kalau ia tidak jadi berangkat denganku.
Aku menambah kecepatan lariku. Tanpa peduli pada orang-orang yang tak sengaja kutabrak. Aku hanya meneriakkan “Maaf” sambil terus berlari. Aku tidak boleh ketinggalan ulangan.
“Hhhh~ Hhhh~ Hhhh~,” akhirnya aku sampai di depan kelas. Dengan terengah-engah aku masuk  ke dalam kelas.
Sensei, maaf aku terlambat.”
“Ya, silahkan ambil kertas soalnya, tapi ingat, tidak ada waktu tambahan untuk mengerjakan.”
Aku segera mengambil kertas soal dan lembar jawaban lalu menuju ke bangku. Sekilas kulihat Mirai memandangku, tapi tak kupedulikan dia. Mungkin aku marah padanya!
“Ryo~” panggil Mirai setelah semua siswa mengumpulkan kertas ulangannya. “Kau marah padaku?”
“Kenapa harus marah?”
“Kau terlambat ulangan karena menungguku...” dia mulai menekuk wajahnya.
“Tidak kok. Tadi aku sakit perut dan lama sekali di kamar mandi, jadi aku telat,” dustaku.
“Benar?”
Aku mengangguk. Mana bisa aku berterus terang padanya bahwa aku marah karena dia sudah membuatku terlambat saat ulangan dan alhasil aku tidak bisa menyelesaikan semua soal ulangan.
“Hhmmm~ Sebagai permintaan maaf, akan kutraktir kau makan siang, bagaimana?” Mirai menepuk pundakku.
Aku melihat ke arahnya, Kei sedang berdiri di sampingnya. Dia tersenyum padaku.
“Tidak usah, lagi pula ini bukan salahmu. Kalian makan saja berdua,” aku memaksakan sebuah senyuman.
“Pergilah dengan kami, Ryo,” kali ini Kei yang menawarkan.
“Ah~ tidak usah repot-repot. Aku tidak sedang ingin makan siang, aku masih sakit perut,” Mereka akhirnya mengalah dan melenggang ke kantin.
“Ryo~” Rika si tukang gosip tiba-tiba sudah ada di depanku. Aku menghembuskan nafas panjang – kesal. “Mereka makin mesra saja ya,”
Aku berusaha mengacuhkan gadis di depanku itu.
“Apa kau tahu Ryo? Mereka sudah resmi pacaran sekarang, kalau tidak salah....” Rika menempelkan telunjuk ke bibirnya, matanya menatap ke atas. “Dua minggu yang lalu,” Ia menjentikkan jarinya dan kembali menatapku. Matanya membesar. Membuatku semakin muak. Aku memicingkan mata ke arahnya – menatap curiga.
“Kali ini kau harus percaya padaku, Ryo. Berita yang aku sampaikan kali ini adalah benar. Coba kau tanya teman-teman yang lain. Semuanya sudah tahu,”
Aku masih memasang mimik tak peduli.
“Apa Mirai tidak memberitahumu? Ckckck... keterlaluan sekali...” Rika menggelengkan kepalanya.
Apa aku harus mempercayai cerita si tukang gosip ini?  
~(^_^)~
Tak seperti biasanya pelajaran olahraga kali ini membuatku malas. Aku tak sesemangat biasanya. Aku terus memikirkan perkataan Rika tadi. Ah! Aku menggeleng keras. Kenapa aku harus percaya pada orang yang kucap sebagai tukang gosip?
“Anak baru itu hebat, ya,”
“Ya, baru beberapa bulan bersekolah disini, sudah berhasil mendapatkan Mirai. Aku saja yang sudah lama mengincar Mirai tidak bisa,”
Aku menoleh ke sumber suara ketika samar-samar kudengar ada yang menyebut nama Mirai. Percakapan kedua orang teman sekelasku membuyarkanku dari lamunan. Apa Mirai benar-benar sudah pacaran dengan Kei?
Apa artinya semua ini? Kenapa aku merasa tidak dianggap ketika Mirai memilih pulang sekolah dengan Kei? Kenapa aku merasa dipermainkan ketika Mirai mengingakari janjinya denganku demi Kei? Kenapa aku merasa tidak dihargai ketika ia tak lagi bercerita padaku tentang laki-laki yang disukainya? Kenapa aku semakin tidak bisa berhenti memikirkannya? Kenapa sekarang aku merasa sakit hati ketika mengetahui Mirai bersama Kei? Semua ini membuatku gila!
Dash!
Tiba-tiba sebuah bola sepak menghantam kepalaku keras-keras sehingga membuatku terjungkal. Aku merasakan kepalaku sakit sekali. Mataku berkunang-kunang dan pandanganku membuyar, lalu satu detik kemudian aku tidak melihat apa-apa.
“Ryo~, bangun,”
Aku membuka mata perlahan. Kepalaku masih pusing karena hantaman bola. Perlahan aku bangun sambil terus memegangi kepalaku. Samar-samar, tapi kemudian pandanganku semakin jelas. Mirai dan Kei.
“Kau tidak apa-apa, Ryo?” tanya Kei.
Aku mengangguk pelan.
“Tidak biasanya kau pingsan seperti ini. Kau sedang kurang sehat, ya?” Mirai menempelkan punggung tangannya ke dahiku. Dengan cepat aku menangkisnya.
“Aku tidak apa-apa.”
“Yang benar?”
“Iya,”
“Lebih baik kau izin pulang saja, Ryo,” Mirai masih terlihat khawatir padaku.
“Sudahlah, aku bilang aku tidak apa-apa. Aku ke kelas dulu,” aku beranjak dari ranjang UKS dan hendak berjalan keluar. Ah~ sial! Efek hantaman bola itu masih terasa.
Mirai dan Kei masih di ruang kesehatan. Mereka saling pandang, merasa heran dengan sikapku.
“Kei, menurutmu apa dia marah padaku gara-gara tadi aku meninggalkannya?”
“Mungkin saja. Lagipula kenapa kau tidak memberitahunya dulu kalau kau sudah berangkat? Dan kau tidak bilang padaku juga sudah ada janji dengan Ryo,”
“Jadi kau menyalahkan aku?”
“Tidak. Tapi sebaiknya kau minta maaf pada Ryo,”
“Hhmmm~”
~(^_^)~
“Ryo, ayolah~ jangan bersikap seperti itu...” rajuk Mirai. Ia terus mengikutiku sambil memegangi ujung lengan kemejaku.
Akhirnya aku mengalah dan berbalik menghadapnya. “Aku sudah maafkan.” ujarku mantap.
“Tapi sikapmu masih seperti itu padaku?”
“Aku sedang ada masalah dengan Mama,” ujarku berbohong.
“Benarkah? Tapi kalian seperti baik-baik saja,” Mirai mengkerut, membuat lipatan-lipatan kecil di dahinya.
“Bagaimana kau tahu, kau bahkan tidak pernah ke rumahku lagi sekarang,” aku masih bisa mengelak.
“Ah, baiklah. Baguslah kalau kau sudah tidak marah padaku. Janji ya, jangan marah lagi,” dia mengacungkan kelingkingnya di depan wajahku.
Aku tersenyum sinis, “Kau yang harus berjanji untuk tidak membuatku terlambat lagi ketika ada ulangan,” candaku. Kemudian aku menyambut kelingkingnya dan menautkan dengan kelingkingku.
“Haa~ masih dibahas saja. Iya janji, nggak lagi,” Mirai tersenyum.
Hhh~ Mirai, ada apa dengan dirimu? Kau begitu mudah sekali ditebak tapi kau sendiri tak bisa membaca pikiran dan melihat perasaan orang lain.
“Kei apa kabar?” tanyaku tiba-tiba.
“Ah, baik,”
“Mirai, apa kau sudah tidak menganggapku sahabatmu?”
“Eh, kenapa bicara begitu?”
“Lalu kenapa kau merahasiakan sesuatu dariku,”
“Eh? Rahasia apa?”
“Sudahlah, jangan berpura-pura tidak tahu. Aku sudah bilang berapa kali kalau aku itu bisa membaca pikiranmu, aku tahu bahkan yang tidak kau katakan sekalipun,”
“Hhhmm~, Iya, aku minta maaf tidak bilang padamu soal Kei,” Mirai menunduk. Kemudian mengangkat lagi wajahnya dengan senyuman terkembang disana, “Kami sudah pacaran, Ryo,” senyumnya semakin lebar.
“Ah, baguslah. Apa dia baik padamu?”
“Kau bicara apa? Tentu saja baik,”
Aku mengangguk.
“Malam ini kami akan makan malam, di restoran..”
Jantungku seakan berhenti sepersekian detik mendengar itu. Aku membayangkan sebuah candle-light dinner yang sangat romantis dan hanya ada mereka berdua di restoran itu. Bukan jantungku saja yang berhenti berdetak, tapi hatiku juga terbakar.
“Hey, Ryo~ kenapa bengong?”
“Ah, tidak. Iya baguslah kalau begitu. Aku ikut senang,” kembali kupaksakan seulas senyum di wajahku. Sudut bibirku terasa berat saat aku akan melengkungkan senyum.
~(^_^)~
#Author’s POV
Mirai tiba di sebuah restoran yang lumayan mewah. Ia diarahkan oleh seorang pelayan untuk menuju meja yang sudah Kei sediakan. Cahaya lampu hanya remang-remang berwarna oranye, dengan beberapa lilin di atas meja. Persis seperti bayangan Ryo. Kesan romantis langsung tercium ketika musik klasik mengalun lembut ditambah dengan wewangian aroma terapi yang membuat suasana seakan memanjakan para tamu yang hadir disana.
“Silahkan...” pelayan itu mempersilahkan Mirai duduk dan menunggu Kei disana. Mirai masih terbengong-bengong melihat kemewahan itu. Ini pertama kalinya dia makan di restoran semewah ini.
“Sudah lama?”
“Ah, Kei. Tidak. Aku baru saja datang,” Mirai menyunggingkan senyuman.
Kei kemudian duduk di depan Mirai. “Sebentar lagi makanannya datang,” ujarnya sambil tersenyum.
“Kei,” panggil Mirai setengah berbisik.
“Ya,”
“Kau habiskan uang berapa untuk menyewa restoran ini? Kelihatannya mahal sekali,”
“Haha~” Kei tertawa pelan. “Tenang saja, restoran ini punya kakekku,” jawab Kei santai.
“Hah~?” Mirai tak menyangka kalau Kei ini ternyata turunan orang kaya juga.
“Silahkan,” seorang pelayan menyusun hidangan dan beberapa minuman di atas meja.
Arigatou,”
‘KEEEIIIII....!!!” tiba-tiba sebuah suara kencang membuyarkan keasyikan mereka menyantap makanan.
Kei melihat ke arah orang yang memanggilnya. Ia tersentak dan terlonjak kaget.
“Olive?!?,”
Wanita yang kelihatannya sedang marah itu segera menghampiri Kei dan Mirai.
“Oh, jadi ini wanita yang sudah merebut tunanganku?” wanita yang dipanggil Olive itu menatap tajam ke arah Mirai.
Mirai beranjak dari duduknya, dan masih dengan wajah polosnya ia bertanya “Apa maksudmu? Siapa kau?”
“Heh! Kei itu tunanganku tahu?!” suara Olive masih bervolume tinggi. Terdengar keras sekali di telinga Mirai.
“Hei, jangan sembarangan, siapa yang tunanganmu? Aku belum bilang kalau aku menyetujui pertunangan itu,” sanggah Kei.
“Kei, orang tua kita sudah setuju, dan mau tidak mau kau juga harus setuju. Malam ini juga kita pulang ke Indonesia,”
“Apa?!?”
“Maaf, tapi, bisa jelaskan apa maksud semua ini?” Mirai memberanikan diri untuk bertanya.
“Diam perempuan tidak tahu diri, perebut pacar orang. Kei itu pacarku, tunanganku, calon suamiku, jadi kau tidak boleh dekat-dekat dengan Kei, tahu!?”
“Tapi,”
“Mirai, aku bisa jelaskan,”
“Sudahlah Kei, ayo pulang. Kau tahu, kakekmu sedang sakit di Jakarta, dan kemarin dia memintaku untuk membawamu pulang, kau tidak usah tinggal di Jepang lagi. Kita akan menikah dan tinggal di Jakarta,”
Mirai mundur dan berbalik hendak meninggalkan tempat itu.
“Mirai, tunggu! Ahh~!” Kei melepaskan tangannya dari tangan Olive dengan paksa, kemudian mengejar Mirai. “Mirai, dengar aku dulu,”
“Hiks~, aku sudah dengar, Kei. Hiks. Pergilah dengannya. Kenapa? Kenapa kau tidak bilang kau sudah bertunangan?”
“Mirai, dia itu bukan tunanganku? Aku hanya dijodohkan. Aku bahkan belum menyetujui perjodohan itu,”
“Kei,” Olive menarik lengan Kei dengan paksa dan hendak memasukkannya ke mobil yang sudah menunggu di depan restoran. “Ayo. Kita pulang ke Indonesia,”
Mirai hanya menatap nanar pada mereka. Kei bahkan kalah oleh wanita itu. Atau ia justru mengalah, karena dia memang tunangannya?
Mirai berjalan dengan langkah gontai kembali ke rumahnya. Ia mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menyambungkan ke satu nomor.
Tuutt~ Tuutt~
Hai, ada apa Mirai?”
“Ryo~ hiks...”
“Eh? Ada apa? Kenapa menangis?” Ryo yang sedang tiduran tiba-tiba mengubah posisinya menjadi duduk.
“Jemput aku, aku sendirian,”
“Ah, baiklah, kau dimana sekarang?”
Ryo yang tahu kalau Mirai sangat takut berjalan sendirian di malam hari segera menuju tempat yang disebutkan Mirai.
~(^_^)~
#Yamada Ryosuke’s POV
Aku masih belum berani bertanya tentang Kei. Aku hanya bisa mengutuk dalam hati, kenapa Kei tega sekali meninggalkan Mirai sendirian.
Langkahnya masih gontai, dia berjalan pelan sekali. Sayangnya aku tidak punya kendaraan, jadi harus membiarkannya berjalan sampai rumah.
“Emm, Mirai, kau pasti lelah, ya. Bagaimana kalau ku gend...”
Belum sempat kuselesaikan kalimatku, Mirai mendekapkan tubuhnya ke tubuhku. Aku tertegun seketika. Mirai hanya menangis di pelukanku. Perlahan kuangkat tanganku dan balas memeluknya.
“Tenanglah, Mirai, Aku disini. Kau tidak akan apa-apa. Kau aman sekarang,”
Sudah seminggu Kei tidak masuk sekolah, tapi Mirai juga tidak pernah menceritakan apa-apa padaku. Dan aku pun memillih untuk tidak membicarakannya. Mungkin Kei sudah kembali ke Indonesia.
Ketika aku dan Mirai sedang makan siang di kantin, tiba-tiba kulihat Kei menghampiri kami, dia tidak memakai seragam sekolah.
“Mirai,”
Mirai menoleh sejenak kemudian beranjak dan menarik tanganku. “Ayo, Ryo,”
“Mirai, tunggu,” Kei menggenggam tangan Mirai – menahannya pergi.
Perlahan aku melepaskan tangan Kei dari tangan Mirai, kemudian menghempaskannya dengan kasar. “Mau apa lagi, kau?”
“Aku tidak ada urusan denganmu, Ryo,”
“Urusanmu dengan Mirai adalah urusanku juga,” aku menarik tubuh Mirai dan menyembunyikannya di belakang tubuhku. Dia tidak tahu janjiku untuk melindungi Mirai.
“Tapi ini masalah antara kami berdua,”
“Kei, dengar. Setelah kau meninggalkannya pulang sendirian di tengah malam, kukira kau tidak ada urusan lagi dengannya,”
“Itu bukan keinginanku. Aku tidak berniat meninggalkannya,”
Aku masih memasang wajah dingin dan menatap tajam ke arah Kei.
“Baiklah, aku akan bicara denganmu saja,” akhirnya Kei luluh.
“Hah?”
“Iya, kau! Ikut aku ke atap sekolah,” ujar Kei kemudian pergi meninggalkan kami.
Aku masih terdiam di posisiku semula. Aku melirik ke arah Mirai yang masih bersembunyi di belakang tubuhku. “Aku temui dia dulu. Kau tunggu disini ya,”
~(^_^)~
“Jadi, kau bisa jelaskan apa yang terjadi?” aku mengawali pembicaraan.
Kei masih terdiam menatap hamparan luas kota Tokyo dari atap sekolah. “Aku minta maaf,”
“Eh?”
“Sore ini aku akan kembali ke Indonesia. Dan kemungkinan tidak akan ke Jepang lagi,”
“Lalu?” ucapku sedingin mungkin.
“Aku ingin minta maaf pada Mirai,”
“Apa perlu?”
“Ryo, kau tidak mengerti. Kakekku sakit keras dan dia terus berpesan agar aku menikah dengan Olive,”
“Kau bahkan belum lulus sekolah, sudah bicara soal pernikahan,”
“Aku tahu, keluargaku sangat kolot. Mereka masih memegang tradisi jodoh menjodohkan anak. Aku tidak bisa apa-apa. Aku berhutang banyak pada kakekku. Mau tidak mau aku harus menuruti keinginannya,”
“Lalu dari awal kenapa kau mendekati Mirai kalau kau sudah punya tunangan?”
“Aku pergi ke Jepang ini untuk menghindari perjodohan itu. Aku tidak setuju. Aku tidak mau. Tapi, ternyata semuanya memang harus seperti itu. Aku harus kembali ke Indonesia, jika tidak aku akan merasa bersalah seumur hidup pada kakekku,”
“Kau tahu! Aku tidak suka pada laki-laki yang tidak punya pendirian. Tentukan hidupmu sendiri! Kenapa harus orang lain yang mengaturmu? Jika kau merasa bersalah pada kakekmu, apa kau tidak merasa bersalah pada Mirai?” aku agak berteriak pada Kei.
“Ryo, aku...”
“Mirai~” aku melihat Mirai sudah berdiri di belakang kami. Sepertinya sudah lama, dan cukup untuk mendengar semua pengakuan Kei. Kei langsung membalikkan badannya.
“Mirai,”
Tanpa Kei sempat menyelesaikan perkataannya, Mirai pergi meninggalkan kami berdua. Aku hendak menyusulnya, tapi aku menghentikan langkahku dan berbalik ke arah Kei.
“Kei, urusan kita sudah selesai. Hati-hati di jalan,” aku menepuk pundak Kei, kemudian pergi menyusul Mirai.
~(^_^)~
“Ryosuke-kun, apa Mirai ada di rumahmu?” tanya ibunya Mirai dari seberang telepon.
“Tidak, Bibi. Dia tidak kesini,”
“Ah, kemana anak itu. Bibi sudah menelepon semua temannya, tapi dia tidak bersama mereka. Bibi jadi khawatir,”
“Ah, tenang saja, Bi. Aku akan mencarinya, dan akan mengantarnya pulang begitu aku menemukannya,”
“Baiklah, terimakasih. Maaf sudah merepotkan,”
Mirai sampai berbuat seperti ini gara-gara Kei. Dia biasanya takut berjalan sendirian di malam hari, tapi sekarang dia malah keluyuran malam-malam. Awas kau kalau kutemukan!
Aku segera menuju taman yang biasa kami kunjungi. Mirai sangat menyukai tempat itu, dan selalu kesana ketika sedang ada masalah.
Dan benar saja, dia memang disana. Tapi, dia tidak sendirian, ada  empat orang pemuda berpenampilan seperti preman mendekati dan mengerumuni Mirai.
“Hei, gadis cantik. Sedang apa malam-malam sendirian,” goda pemuda itu.
“Ah~ awas kalian. Jangan ganggu aku,”
Pemuda itu semakin menggoda dan merayu Mirai, mereka mendekap dan membekap Mirai ketika Mirai berteriak.
Bugh!
Aku melayangkan pukulan ke wajah salah satu dari mereka hingga dia berhasil tersungkur di tanah. Tapi kawannya yang lain segera menangkapku dan memegangi tanganku. Orang yang tadi aku pukul hingga jatuh itu segera bangkit dan mendaratkan pukulan keras di perutku sampai membuatku mual. Tak puas sampai disitu, ia berkali-kali meninju pipiku bergantian di kiri dan kanan. Darah mengucur dari sudut bibir dan hidungku. Aku berusaha melepaskan diri. Aku berkelahi dengan tiga orang preman itu sementara yang satu orang lagi masih sibuk memegangi dan membekap Mirai yang meronta-ronta.
Bugh~ Bugh~ Bugh~
Bergantian kami saling melayangkan pukulan dan berkelit sebisa mungkin.
Tiga lawan satu, sungguh tidak adil, hah? Tapi demi Mirai aku akan menghabisi kalian.
Aku berhasil membuat K.O salah satu dari mereka. Setelah memastikan orang itu tak berkutik lagi, aku berbalik hendak melawan dua orang berandalan yang masih membabi buta menghajarku.
Aku hendak mendaratkan pukulan ke perut mereka ketika....
Jleb~ Jleb~
Kurasakan benda tajam dan dingin menembus punggungku – beberapa kali. Orang yang tadi ternyata hanya berpura-pura kalah agar aku lengah. Sebelum aku jatuh terduduk, preman yang di depanku menusukkan lagi pisau tepat ke ulu hatiku. Seketika kurasakan darahku berhenti mengalir. Sebelum kemudian semuanya mengalir keluar dari luka yang menganga di tubuhku. Aku tak dapat merasakan apa-apa. Hanya desiran darahku yang semakin deras mengalir keluar dari tubuhku.
Aku ambruk. Keempat pemuda itu berlarian ketika melihatku sudah kalah.
“Ryoooo~” Mirai berlari ke arahku dan mengangkat tubuhku. Dia memelukku. “Ryoo bertahanlah...” Mirai terisak.
“Mirai~ berjanjilah kau tidak akan keluar malam sendirian lagi,”
Mirai hanya mengangguk. Kemudian ia kembali memelukku. “Maaf, Ryo~ Ini semua gara-gara aku,” aku dapat merasakan air matanya mengalir mengenai wajahku. “Aku akan minta tolong orang memanggilkan ambulans,” Mirai hendak beranjak tapi aku mencegahnya. Aku ingin bertahan, tapi aku rasa keadaanku sudah sangat parah. Aku tak bisa merasakan apa-apa. Tubuhku terasa kosong, sepertinya darahku sudah habis keluar semua. Aku tidak merasakan lagi dekapan Mirai. Aku tidak mendengar lagi suara tangisnya. Aku... perlahan ia mengabur dari pandanganku. Kemudian semuanya gelap~
Yah, paling tidak aku sudah memenuhi janjiku untuk melindungi Mirai sampai jatah nafasku habis.
~(^_^)~
You and I must make a pact (kau dan aku harus membuat perjanjian)
We must bring salvation back (kita harus saling menyelamatkan)
Where there is love, I'll be there (dimana ada cinta, selalu akan ada aku)
I'll reach out my hand to you (aku akan mengulurkan tanganku padamu)
I'll have faith, you know you do (Aku punya kesetiaan, kau tahu kau juga)
Just call my name, and I'll be there (panggil saja namaku, dan aku akan selalu ada)
I'll be there to comfort you (aku akan selalu ada untuk membuatmu nyaman)
I'll build my world of dreams around you (Aku akan mewujudkan mimpiku bersamamu)
I'm so glad that I've found you (Aku bahagia menemukanmu)
I'll be there with love that's strong (Aku akan selalu ada dengan cinta yang begitu kuat)
I'll be your strength (aku akan menjadi kekuatanmu)
I'll be holding on and on (aku akan bertahan, dan bertahan)
Oh yes I will (Ya, aku akan)
Let me fill your heart with joy and laughter (izinkan aku mengisi hatimu dengan kesenangan dan tawa)
Togetherness (kebersamaan)
Well that's all I'm after (Ya, itulah aku)
Whenever you need me (Kapanpun kamu membutuhkan aku)
I'll be there (aku akan selalu ada)
I'll be there to protect you (aku akan selalu ada untuk melindungimu)
With an unselfish love, and respect you (dengan cinta yang tak egois, dan menghormatimu)
Just call my name (cukup panggil namaku)
I'll be there (aku akan selalu ada)
If you should ever find someone new (jika kau menemukan seseorang yang baru)
I know he better be good to you (aku tahu dia lebih baik untukmu)
Cos if he doesn't (karena jika tidak)
Then I'll be there (maka aku akan selalu ada disana)
Dont' you know baby (tidakkah kau tahu, kasih)
I'll be there (aku akan selalu ada)
Just call my name (cukup panggil namaku)
I'll be there (aku akan selalu ada)
=The End=
Glosarium:
Moshii-moshii: Halo
Oyasuminasai: Selamat malam/tidur
Chotto matte: tunggu sebentar
Ikou: ayo
Bento: kotak makan siang
Sumimasen: maaf
Hayaku: cepat
Kara kimashita: berasal dari
Yoroshiku onegaishimasu: senang berkenalan dengan anda/mohon bantuannya (dalam bahasa Inggris dikenal sebagai “Nice to meet you”)
Sensei: guru
Kuso: sialan
Arigatou: terimakasih
Hai: iya

Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie,
Bandung, June 2012
2012年6月27日

4 komentar:

  1. Nah ini baru Angst,

    untung yamachan gak sama mirai *komentar jahat*
    LOL,

    bahasanya enak, kalo Kei agak jahat dikit kayaknya tambah seru #misalnya yang merencanakan pengeroyokan#. ^^ kk suka dark & crime type sih :) *gak suka romance*

    wah makin jago nih buat ff nya, ngalir aja pas baca tau2 udah tamat.

    ditunggu englishnya biar kk post di Lounge.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe~ ^^
      Gak rela ya kak XD

      makasih kak,,
      tadinya rencana nya Olive yang mau dibuat jadi biang keladi pengeroyokan Ryo, tapi akku mentok idenya >,< jadinya gini deh T_T

      aku pengen belajar buat FF dark, detective, atau crime, tapi imajinasi aku masih kurang soal itu , pdhal pgn bgt bikin ceita detektif :(

      hehe~ makasih kak.. aku juga banyak belajar dari kakak ^^d

      oke kak, aku proses dulu English version nya ^^

      Hapus
  2. eh asy chan, coba latar post pagenya di buat warna putih, abu-abu, atau sejenis, & tulisannya warna gelap. atau tulisan putih latar itam. Biar enak bacanya :)

    *tips: post page jangan dibuat transparant.

    dibagian gadgetnya gak papa, bagus~

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh, oke kak, mau coba diganti dulu~

      hehe, makasih suggestion nya ^^

      Hapus

Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...