Title : Angel with(out) Wings~
Categories : Multichapter
Genre : Fantasy – Romance – Friendship
Rating : Teenager – PG-15
Theme song : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
Categories : Multichapter
Genre : Fantasy – Romance – Friendship
Rating : Teenager – PG-15
Theme song : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
- Yamada Ryosuke [Hey! Say! JUMP]
- Hey! Say! JUMP members
- Shida Mirai
- Amakusa Ryuu (Original character)
- Dachi (Original Character)
- Nyonya Lin (Original character)
Disclaimer! : All casts are not mine. The story is mine.
Synopsis: When a fairy flies down to the
earth and falls in love...
<-->
Tok! Tok! Tok!
Tak lama sang pemilik rumah
membukakan pintu.
“Selamat pagi, Nyonya Lin,” sapa
gadis itu.
“Ah, Mirai. Selamat pagi,” wanita
separuh baya itu menyunggingkan senyumnya ramah.
“Eh, Mirai?” Ryo berbisik dalam hati. “Jadi
nama gadis ini Mirai? Bukankah Yang Mulia Ratu menyuruhku untuk menemui gadis
bernama Mirai? Jadi...??”
“Nyonya Lin, dia ingin bertemu
dengan Nyonya,”
Ryo masih melongo memperhatikan
Mirai.
“Hei,” Mirai mengibaskan tangan di
depan wajah Ryo. “Ini Nyonya Lin,”
“Ah, ya. Saya Yamada Ryosuke,” Ryo
membungkukkan badannya, memberi salam. Nyonya Lin balas membungkukkan badan
sambil tetap mempertahankan senyumannya.
“Baiklah, kalau begitu saya permisi
dulu. Mari, Nyonya,” Mirai menunduk dan kemudian melangkah pergi meninggalkan
Ryo dan Nyonya Lin.
“Silahkan masuk,” Nyonya Lin membuka
pintunya lebih lebar dan memberikan isyarat agar Ryo segera masuk.
“Ah, terima kasih,”
“Duduklah, saya buatkan minum dulu,”
“Ah, tidak usah Nyonya, aku hanya
sebentar,”
“Ah,,, baiklah. Ada perlu apa anak
muda?”
“Itu, rumah yang kusewa di sana,”
“Oh, kau anak yang mau menyewa rumah
yang masih kosong itu? Tapi, kalau aku tidak salah, yang akan menyewa rumah itu
namanya Amakusa Ryuu, bukan Yamada Ryosuke,”
“Hhh... Barangkali aku salah masuk
rumah. Jadi rumah yang mana yang seharusnya kutempati, Nyonya?”
“Tidak ada lagi, hanya rumah itu
yang kosong,”
“Apa?? J.. j.. jadi??”
“Apa kau pernah datang kesini
sebelumnya?”
“A.. aku? Sebenarnya belum. Aku
disuruh datang kesini oleh ayahku dan dia bilang aku akan menempati salah satu
rumah disini. Aku sendiri tidak tahu apa-apa tentang tempat ini,” ujar Ryo
berbohong.
“Begitu ya, hmmm...”
“Permisi...” tiba-tiba seseorang dari
luar setengah berteriak mengagetkan Ryo dan Nyonya Lin.
“Iya...” Nyonya Lin beranjak dan
tergopoh-gopoh membukakan pintu. “Ada apa?”
“Ah, Nyonya, perkenalkan, saya
Amakusa Ryuu. Penghuni baru rumah itu,” Ryuu menyalami Nyonya Lin.
“Ah, iya,” Nyonya Lin mengarahkan
pandangannya pada Daichi.
“Saya Daichi, temannya Ryuu,” Daichi
tersenyum lebar memamerkan gigi putihnya.
“Kau akan menghuni rumah itu juga?”
“Ah, tidak, saya hanya mengantar,”
“Oh,”
“Nyonya, saya kesini ingin meminjam
palu. Apa boleh?”
“Ah, iya. Sebentar, saya ambilkan
dulu. Masuklah,”
“Baik. Terima kasih, Nyonya,” Ryuu
dan Daichi melangkah masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba ia tersentak melihat Ryo
yang sudah duduk di sana. “Hey, kau?”
“Kenapa?” tanya Ryo ketus.
“Tidak,” Ryuu duduk di samping Ryo. “Bagaimana?
Apa yang dikatakan Nyonya Lin?”
“Apa? Apanya?”
“Ya soal rumah yang akan kau sewa,”
“Eh.. itu...” Ryo gelagapan.
“Ini palunya,” Nyonya Lin tiba-tiba
sudah datang dan menyerahkan palu pada Ryuu.
“Terima kasih Nyonya,” Ryuu
tersenyum dan menerima palu itu.
“Eh, Amakusa-san, apa Yamada-san ini
temanmu?”
“Eh, bukan Nyonya. Kami baru saja
bertemu pagi ini,”
Ryo hanya memasang wajah tak peduli
ketika tahu mereka sedang membicarakannya.
“Yamada-san, apa ayahmu pernah
menemuiku sebelumnya? Maaf, aku sedikit lupa,” tanya Nyonya Lin pada Ryo.
“Eh,, saya rasa... Tidak,”
“Hmm... Bagaimana ya. Tidak ada lagi
rumah yang kosong di sini,” Nyonya Lin mencoba memikirkan apa jalan terbaik
untuk Ryo. Kali ini Ryo berbalik menghadap Nyonya Lin, dan memohon padanya.
“Nyonya, mohon cek lagi, barangkali
ada rumah yang masih kosong. Aku orang asing disini. Aku tidak tahu daerah sini
dan aku tidak mengenal siapa-siapa,”
“Ah... Sayang sekali, tapi semua
rumah sudah terisi,”
Ryo tampak kecewa.
“Bagaimana kalau kalian tinggal
berdua saja, apa kau tidak keberatan, Amakusa-san?”
“APA?!?” ujar Ryuu dan Ryo
bersamaan. Nyonya Lin tersentak dan tubuhnya hampir terhempas ke belakang.
“Eh, maaf..” ujar mereka lagi.
“Tapi Nyonya...” Ryuu berusaha
menolak.
“Kasihan Yamada-san, kalau tidak
disini dia tidak punya tempat tinggal lagi. Aku mohon kau tidak keberatan,
Amakusa-san. Lagipula kalau kalian tinggal berdua, uang sewanya akan lebih
ringan, karena kalian patungan berdua, bagaimana?” Nyonya Lin berusaha
meyakinkan Ryuu.
Ryuu melirik ke arah Ryo. Ryo
melihatnya sebentar kemudian melemparkan pandangan ke arah lain, seperti tidak
ingin bertatap mata dengan Ryuu.
“Baiklah, saya setuju. Sekarang
terserah anak itu mau atau tidak tinggal denganku,” akhirnya Ryuu mengalah.
“Nah, bagaimana Yamada-san? Tidak
apa-apa kau tinggal berdua dengan Amakusa-san?”
Ryo tak segera menjawab pertanyaan
Nyonya Lin. Ia berpikir sejenak. “Baiklah,” mau tak mau ia harus menyetujuinya,
karena kalau tidak, bisa-bisa ia tinggal di pinggir jalan.
“Ah, syukurlah kalau semuanya sudah
setuju. Ya, sekarang silahkan, kalian mau melanjutkan membereskan rumahnya?”
“Ah, iya Nyonya, kami permisi dulu,”
Ryuu beranjak dari posisinya, begitupun Daichi, tapi tidak dengan Ryo. Ia tak
segera beranjak.
“Hei, ayo. Bantu kami membereskan
rumah,” kata Ryuu agak kasar.
“Bisa tidak kalau kau tidak usah
berteriak?” Ryo akhirnya berdiri dan segera melangkah keluar.
“Eh, main pergi saja. Dasar tidak
sopan!” gerutu Ryuu. “Nyonya, terima kasih, saya pamit dulu,” Ryuu menundukkan
badannya, Nyonya Lin membalasnya sambil tersenyum.
<-->
Ryo menyapu lantai dengan
ogah-ogahan. Apa-apaan ini? Pikirnya. Di istana langit ia selalu paling malas jika
diminta bersih-bersih, tapi sekarang ia harus bersih-bersih.
Setelah selesai, Ryo melemparkan
sapunya dan segera berbaring di lantai.
“Hei, awas. Aku sedang mengepel,” bentak
Daichi.
“Ahh, mengganggu saja,” gerutu Ryo.
“Kau yang mengganggu! Beres-beresnya
belum selesai sudah tidur lagi,”
“Lagipula kenapa aku harus membantu
kalian?”
“Eh, apa maksudmu? Tentu saja karena
kau juga akan tinggal disini,” Ryuu menyambar kalimat Ryo.
Tiit.. Tiit..
Tiba-tiba ponsel Daichi berdering.
“Ya, halo,”
“...”
“Ah, baiklah, Bu. Aku segera
pulang,”
Klik! Daichi menutup flip
ponselnya.
“Ryuu, maaf aku harus pulang. Ibu
memintaku untuk menjaga toko. Lantainya sudah selesai dipel, kok.” Daichi
mengedipkan mata dan mengacungkan ibu jarinya.
“Ah, ya. Tidak apa-apa. Terima kasih
sudah datang dan membantu, ya, Daichi.”
“Ya, kalau begitu aku pamit dulu.
Sampai jumpa,” Daichi meraih sepedanya dan segera mengayuh meninggalkan tempat
itu.
“Sampai jumpa,” Ryuu melambaikan
tangan dan memperhatikan sosok bersepeda itu sampai ia menghilang di belokan.
Ryuu masuk ke dalam dan masih
mendapati Ryo yang bertahan dengan posisinya – berbaring di lantai. Ia tak
menghiraukan anak itu dan segera meraih ranselnya. Ia mengeluarkan sesuatu
berbentuk persegi – bingkai foto. Ryuu segera beranjak dan memasang bingkai
foto itu di paku yang baru saja ia pasang. Setelah memastikan letaknya sempurna,
Ryuu tersenyum, memandang foto itu lekat-lekat. Dalam foto itu ada Ryuu, ayah
dan ibunya, dan adik perempuan Ryuu yang masih berusia lima tahun. Mereka
tersenyum bahagia di depan sebuah toko kue, toko milik orangtua Ryuu.
“Siapa mereka?” pertanyaan Ryo
berhasil mengembalikan Ryuu dari alam bawah sadarnya.
“Eh?” Ryuu menoleh ke arah Ryo yang
masih tidur bermalasan di lantai. “Keluargaku,”
“Kau masih punya keluarga, kenapa
harus tinggal disini?”
Ryuu tersenyum, ia mengambil posisi
di samping Ryo, “Sekolahku sekarang letaknya jauh dari rumahku, harus lima jam
ditempuh dengan sepeda. Jadi, ayahku menyarankan agar aku menyewa rumah saja
disini, agar lebih dekat dengan sekolahku. Kau sendiri? Dimana keluargamu
tinggal?”
“Di langit,” jawab Ryo tanpa pikir
panjang.
“Hah? Apa?” Ryuu seperti meminta Ryo
untuk mengulangi perkataannya barusan.
“Eh, maksudku... Itu..” Celaka, Ryo
keceplosan.
“Sudahlah, maafkan aku. Semoga mereka
tenang disana, ya.” Ujar Ryuu kemudian.
Fiuhh! Ryo sedikit lega. Rupanya Ryuu
mengira bahwa keluarga Ryo itu sudah meninggal, karena tadi Ryo menjawab kalau
keluarganya tinggal di langit.
“Eh, tapi tadi kau bilang, ayahmu
yang menyuruhmu datang ke sini,”
“Eh, iya. Memang,” Ryo tampak gugup
lagi.
“Lalu dimana ayahmu?”
“Di tempat yang jauh dari sini,”
“Memangnya dari mana asalmu?”
Ryo tak segera menjawab pertanyaan
itu. Mana mungkin ia bilang kalau ia seorang peri dari langit yang sedang
dihukum oleh Yang Mulia Ratu dan diturunkan ke bumi. Pasti Ryuu akan tertawa
dan menganggapnya orang gila.
“Sudahlah, tidak penting kau tahu,”
akhirnya jawaban itu yang keluar dari mulut Ryo. Ia membalikkan badannya. “Aku
ingin tidur,”
“Eehh... Jangan tidur dulu... Kita
belum belanja untuk makan siang...” Ryuu menggoyangkan bahu Ryo.
“Ahh, kau saja
yang belanja sendiri,”
“Hei, apa-apaan kau?! Kita baru saja
bicara baik-baik. Sekarang kau sudah mengajakku bertengkar lagi!?”
“Siapa yang mengajakmu bertengkar?
Aku hanya minta kamu membeli makanan sendiri,”
“Iya, itu namanya mengajakku
bertengkar. Sudah cepat bangun, kita pergi membeli makanan,” Ryuu terus
menggoyangkan tubuh Ryo.
“Ahhh... Kau ini menyebalkan
sekali,” akhirnya Ryo bangun sambil terus menggerutu.
“Eh, apa kau bilang? Kau yang
menyebalkan, tahu? Ya sudah, kalau kau tidak mau ikut, aku sendiri saja, tapi
aku tidak akan membeli makanan untukmu. Wlee..” Ryuu menjulurkan
lidahnya ke arah Ryo.
“Ah.. Iya, iya aku ikut denganmu,
huh.. Eh, kau jangan pakai sepeda, aku kan tidak punya,”
“Iya, tenang saja, kita jalan kaki,
ok!”
“Ya, baiklah..”
Mereka berjalan beriringan menuju
sebuah restoran.
“Ah, karena ini hari pertama kita di
rumah itu, bagaimana kalau kita beli makanan yang sudah jadi saja, jadi kita
tidak usah memasak. Lagipula dapurnya belum kubereskan tadi,” tawar Ryuu.
Sejenak Ryo berpikir, apakah makanan
di bumi akan cocok dengan perutnya yang terbiasa dengan makanan di kerajaan
langit?
“Hei, Ryo?”
“Eh, i.. iya.. Terserah kau saja,”
<-->
Mereka tiba di sebuah restoran sederhana
tak jauh dari rumah mereka. Restorannya tak terlalu besar, tapi pengunjungnya
cukup ramai.
“Ayo kita pesan. Kau mau makan apa,
Ryo?”
“Eh, terserah kau saja,”
“Kau ini! Dari tadi bilang terserah
aku,”
“Iya... Memang terserah kau saja.
Aku kan tidak tahu di bumi ada makanan apa saja,”
“Hah? Apa katamu?”
“Ti.. tidak... Sudah sana pesan...”
Ryo duduk di kursi yang masih kosong
di sudut ruangan, sementara Ryuu mengantri untuk memesan makanan. Matanya
menyapu seluruh ruangan, memperhatikan tamu-tamu yang sedang lahap menyantap
makan siang mereka. Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang gadis berseragam
hitam-putih yang sedang melayani tamu. Ia meletakkan hidangan di atas meja
sambil terus tersenyum ramah pada tamunya.
“G.. gadis itu...”
Tanpa pikir panjang Ryo segera
menghampiri gadis itu dan berkata dengan mantap.
“Selamat siang, Mirai-san. Saya
Yamada Ryosuke. Mulai saat ini saya akan menjadi peri penjagamu. Mohon
bantuannya,” Ryo menundukkan badannya 90 derajat.
“Eh?” Mirai yang setengah kaget
hanya bisa melongo mendengar perkataan konyol dari laki-laki di hadapannya.
<-->
To be
Continued...
i..ini?
BalasHapusto be continued lagi??
ayolaaaahh
Selesaikan ceritanyaaaa
><
ehehehe~
HapusSabar ya... ^^
ini di part 3 nya lagi diproses... :)
tapi kayaknya belum slse d part 4 hehe #gomen *bows
hmmm kk penasaran :)
Hapuslanjutin yah~
ehehe~ ok kak, bntar lgi dipost part 3 nya ^^
Hapusmakasih uda baca :)