To make easy, Click the categories that you want to see^^

Selasa, 05 Juni 2012

[Fanfiction] Memories of Sakura... {Indonesian Language}





Title                 : Memories of Sakura...
Categories       : OneShot
Genre              : Romance – Friendship (?)
Rating             : (Maybe) G
Theme song     : Stranger – Secondhand Serenade
Author             : Rizuki Yamazaki a.k.a Zakiyah
Cast[s]             :
  1. Yamada Ryosuke [Hey!Say!JUMP]
  2. Yoshida Sakura (OC)
  3. Yabu Kouta [Hey!Say!JUMP]
Disclaimer! : Yoshida Sakura adalah tokoh fiktif, selebihnya all casts adalah tokoh idola yang sudah terkenal dan saya pinjam untuk memerankan fanfic saya [Meski tanpa izin >,<]. Ide cerita hanyalah fiktif/khayalan penulis belaka. Jika terdapat kesaaman latar maupun jalan cerita, maka itu merupakan ketidaksengajaan. Alasan lain, author [mungkin] memang [sengaja] mengambil sedikit inspirasi dari cerita anda [lol]. Terakhir, jika anda menemukan ketidakjelasan di awal, di tengah, atau di akhir cerita [singkatnya: kalo ceritanya gaje], itu hanya salah satu aspek ke’amatir’an author [mafhum, masih belajar]. After all, happy reading, minna san! ^^
Synopsis: Di musim dingin itu Yamada Ryosuke pertama kali bertemu dengan Yoshida Sakura, seorang gadis muslim sepupu dari kakak kelasnya. Yamada kemudian jatuh hati padanya. Dengan sepenuh hati dan tenaga ia berusaha menarik perhatian gadis itu. Berhasilkah ia?


***
#Yamada Ryosuke’s POV
Musim dingin sudah mencapai puncaknya. Suhu udara di Tokyo sepertinya berada di bawah 0o Celcius. Pemandangan jalanan dan atap rumah yang tertutup salju tebal layaknya rumah-rumah orang eskimo menghiasi seluruh penjuru kota.. Walaupun dibandingkan daerah lain Tokyo termasuk daerah yang lebih hangat pada musim dingin, tetap saja kalau dingin ya dingin. Dan satu hal yang paling aku tidak sukai, harus keluar untuk berbelanja di suhu udara yang sedingin ini.
Aku berjalan menyusuri jalan kecil menuju rumahku dengan langkah agak cepat – aku ingin segera sampai di rumah. Atau aku akan membeku sebentar lagi. Kurapatkan lagi mantel merahku agar mendekap tubuhku lebih ketat. Tetap saja terasa dingin.
Dan akhirnya aku sampai di depan rumah. Namun, sejenak aku melupakan niatku untuk segera masuk ke rumah dan menghangatkan diri sambil menikmati oden. Aku berhenti sejenak di depan pagar rumahku dan memusatkan perhatian pada rumah tetanggaku, Yabu-senpai. Aku melihat dia sedang berbincang dengan seorang wanita – sepertinya seumuran denganku atau mungkin lebih tua beberapa bulan. Tapi aku tidak mengenalnya. Gadis itu pun memakai penutup kepala yang menjulur hingga ke perutnya – menutupi mantel bulu yang ia kenakan. Tapi intinya adalah, gadis itu sangat cantik – walaupun aku melihatnya dari kejauhan.
“Ryosuke.. Sampai kapan kau mau berdiri disitu? Cepat bawa terung dan udangnya kesini, Kaa-chan harus segera menyiapkan makan malam..” tiba-tiba teriakan Kaa-chan menyadarkanku dari keterpesonaanku pada gadis itu.
“Ah.. Gomen... Aku segera kesana.” jawabku seraya berlari menuju pintu. Sesekali aku menengok ke rumah Yabu-senpai, dia masih disana dengan gadis itu.
Tanpa basa-basi aku langsung menanyakan gadis itu pada Yabu-senpai. Segera  kukirim e-mail padanya.
Mail: Yabu-senpai, apa aku boleh bertanya sesuatu?
Mail: Nani?
Mail: Ano... gadis yang tadi bersamamu itu,, dare? Hehe..
Mail: kau ini, tidak pernah berubah. Lain kali belajarlah berbasa-basi. Dia itoko. Kenapa?
Mail: Ah... itoko... tidak apa-apa. Hanya ingin tau saja. Sankyuu ^^
***
Keesokan harinya setelah aku membersihkan tumpukan salju yang menggunung di depan rumahku, aku mendatangi rumah Yabu-senpai. Sungguh aku penasaran dengan gadis itu dan ingin mengetahuinya lebih jauh – mungkin lebih tepatnya, mengenalnya.
Ohayou...” sapaku pada Yabu-senpai.
“Ah, ohayou...” jawabnya sambil terus meregang-regangkan tubuhnya – dia sedang melakukan senam.
Genki desuka? Tetap rajin berolahraga di udara sedingin ini...” lanjutku seraya menyunggingkan senyuman termanisku.
Genki dayo. Akhirnya kau sudah bisa berbasa-basi.”
“Eh, apa maksudnya?”
“Sudahlah, mau apa kau kesini?”
“Hhmm... Selain jago kendo, ternyata Yabu-senpai pintar juga membaca pikiran orang, ya.. Haha...” candaku. Tapi ia hanya menganggapinya dengan senyuman garing.
Aku sedikit melongok ke dalam rumah Yabu-senpai. “Sepupumu itu, ada di rumah?”
“Tidak ada. Dia sedang berkunjung ke rumah relasi ayahnya.”
Hontou?” tanyaku curiga sambil memicingkan mata ke arah Yabu-senpai.
“Ah, ya sudah kalau tidak percaya.” Ia kemudian duduk di kursi yang terpajang di teras rumahnya.
Aku mengikutinya dan segera duduk di kursi yang satunya lagi. “Apa kau tidak merasa dingin? Kenapa kita tidak masuk saja?”
Nani? Kau seperti tuan rumah saja.” Protes Yabu-senpai. Tapi ia mempersilahkan aku masuk. Tak lama kemudian ia membawa dua cangkir coklat panas dan meletakkannya di meja. “Tidak ada jus stroberi.”
“Hah? Apa? Kenapa membuatkan minuman, aku tidak minta, kok.”
“Sebelum kau yang meminta duluan, aku buatkan saja. Aku menjaga harga dirimu saja.”
“Eh, nani?” protesku. Yabu-senpai nampaknya sedang bercanda, tapi ekspresinya tetap saja dingin. “Senpai, kenalkan aku dengan sepupumu itu.”
“Kenalan saja sendiri.” jawabnya datar. Ia menyeruput coklat panasnya dengan nikmat.
“Hah, setidaknya beritahu namanya.” rayuku.
“Tanya saja sendiri.” Ia tetap pada pendiriannya – tidak mau membantuku.
“Ayolah, senpai.. Onegai...” aku mulai merajuk.
“Aku bilang tanya saja sendiri...”
“Hhhh....” aku mulai putus asa. Tapi aku tak henti memohon.. “Ayolah, Yabu-senpai.. Kumohon kenalkan aku dengan....”
Tadaima...” belum sempat aku menyelesaikan proses permohonanku pada Yabu-senpai, sebuah suara lembut datang dari balik pintu. Aku segera membalikkan wajahku.
Mata dan mulutku membentuk bulatan melihat sosok yang baru saja datang itu. Dia gadis itu. Sepupu Yabu-senpai. Dia sangat cantik mengenakan mantel putih dan penutup kepala berwarna putih juga. Gadis itu melihatku sejenak dan menundukkan badannya 45 derajat.
“Hoy” Yabu-senpai mengibaskan tangannya di hadapan mataku. “Jaga matamu.”
Aku mengerjap. “Gomen...”
Okaeri... Sakura-chan.. cepat masuk ke dalam. Kaa-chan menunggumu di ruang tengah.”
Hai..” jawabnya lembut. Senyuman manis masih tersungging di bibirnya. Ia lekas masuk lebih dalam menyusuri koridor rumah Yabu-senpai.
“Ah, Sakura-chan....” gumamku. “Arigatou, senpai...”
Kuso! Aku malah keceplosan menyebut namanya.”
“Haha,, tidak apa-apa. Makanya lain kali jangan pelit.”
Nandemo...”
“Sudah, aku pulang dulu. Ja mata.” Ujarku riang seraya mengedipkan mata kiriku.
***
Musim dingin sudah mencapai penghujungnya. Kira-kira empat belas hari lagi musim semi akan segera tiba.
Sudah hampir sebulan juga Sakura-chan berada di rumah Yabu-senpai. Dan selama itu aku tidak pernah berhasil mengajaknya mengobrol sedikitpun. Jangankan mengobrol, jika aku sapa saja dia selalu menganggapinya dengan singkat.
“Aku tidak bisa berhenti memikirkan dan membayangkan wajahnya... Aku rasa aku menyukainya...” gumamku sambil senyum-senyum sendiri membayangkan wajah lembut Sakura-chan yang selalu terlihat manis ketika tersenyum itu.
Segera kuambil handphoneku dan kupijit tombol untuk menyambungkan ke nomor Yabu-senpai.
Tuutt.. Tuutt.. Tuutt...
Moshi-moshi..” sapa Yabu-senpai dari seberang sana.
Moshi-moshi... Senpai, ano...”
“Kalau ingin membicarakan Sakura-chan nanti saja. Aku tidak ada waktu sekarang.”
“Eh, itu...”
“Sudahlah, hubungi lagi nanti. Ok”
Klik.. Yabu-senpai memutuskan sambungan teleponnya.
“Haaa.... apa-apaan?! Masa aku belum selesai bicara sudah ditutup.” Pantang menyerah, aku pun segera mengirimkan e-mail.
Mail: Senpai... Onegai... ayolah bantu aku agar aku bisa jalan dengan Sakura-chan... ^/\^ kenapa dia selalu tidak mau bertemu denganku?
Mail: karena dia tidak mengenalmu.
Mail: Eh? Lalu kenapa dia tidak mau kuajak berkenalan?
Mail: Karena kau orang asing baginya.
Mail: Eh, aku tidak akan menjadi orang asing, kan jika dia mau berkenalan denganku? Beri aku alamat e-mailnya, ya ^_~
Mail: Keras kepala sekali! Sudah kubilang hubungi lagi nanti. Aku sedang mengerjakan tugas sekolahku.
Eh? Apanya yang keras kepala. Aku ini hanya pantang menyerah, tahu!?
Aku menyambungkan lagi telepon kepada seseorang yang jarak rumahnya hanya tiga meter dari rumahku itu.
The number you are calling is not active...
Eh, Kuso! Ternyata dia tidak main-main. Dia sampai me-nonaktif-kan teleponnya seperti itu. Apa dia benar-benar sedang sibuk?
“Huh, lebih baik aku jalan-jalan saja.” Aku segera menyambar mantel merah kesayanganku dari gantungan dan segera mengenakannya. Tidak lupa syal merah hitam yang kulingkarkan di leherku.
Kriet... aku membuka pintu. Wushhh... angin dingin menyeruak dan dengan lincah menelusup ke setiap pori-pori tubuhku. Bbrrr.... Kulangkahkan kakiku menuju lapangan yang biasa dipakai anak-anak bermain bola salju.
Eh? Itu? Sakura-chan. Dia baru saja keluar dari rumah Yabu-senpai. Tanpa pikir panjang aku segera berlari mendekatinya.
Konnichiwa...” sapaku.
Ia menoleh sebentar dan membalas salamku. Kemudian ia segera mengalihkan pandangannya lagi – lurus ke depan.
“Mau kemana?”
“Swalayan.” Jawabnya singkat. Ia berjalan agak cepat. Aku pun mempercepat langkahku untuk mengimbanginya.
“Mau membeli sesuatu?”
Un,” dia mengangguk.
“Boleh aku antar?”
“Tidak usah. Aku sudah tahu jalannya.” Ia menggeleng.
Dalam hati aku tersenyum. Menarik sekali. Aku semakin penasaran dengan gadis ini. “Tapi, boleh aku ikut ke swalayan?”
“Kalau kau ingin membeli sesuatu, ya pergi saja.”
“Ah, arigatou.” Aku pun berjalan di sampingnya. Ia menggeser posisinya menjauh dariku beberapa langkah. Sesekali ia berjalan agak lambat – seperti sengaja membiarkanku berjalan di depan. Dan satu hal yang aku ingin tahu, kenapa ia tak pernah menatap mataku setiap kali berbicara? Padahal aku rasa matanya sangat indah. Dan akan sangat indah jika bisa menatapnya langsung. Apa dia takut aku menghipnotisnya?
Aku menunggu di luar swalayan ketika Sakura-chan memilih-milih barang yang ingin ia beli. Tadi aku spontan saja menawarkan diri untuk ikut ke swalayan, dan baru sadar bahwa aku tidak membawa uang sepeserpun – malangnya.
“Masih menunggu?”
“Ah, sudah selesai? Iya, aku menunggumu. Kita bisa pulang sama-sama lagi, kan?”
Ia hanya terdiam, dan akhirnya mengangguk – sepertinya terpaksa.
Perjalanan pulang tidak ada bedanya dengan perjalanan menuju swalayan tadi. Ia menggeser langkahnya menjauh dariku dan seperti tidak mau berjalan berdampingan denganku.
Ano, Sakura-chan. Apa kain yang kau pakai menutupi rambutmu itu? Apa kau memakainya karena kau merasa kedinginan?” aku membuka topik pembicaraan.
“Hah? Tidak, aku selalu memakainya. Di musim panas sekalipun.”
“Di musim panas sekalipun??” aku mengulangi kalimat terakhir yang ia ucapkan. “Memangnya tidak gerah?”
Sakura-chan menggelengkan kepalanya pelan. “Aku sudah terbiasa. Dan aku berkewajiban untuk memakai ini...”
Souka...” responku pendek diiringi anggukan mantap.
Tak terasa kami sudah sampai di depan rumah Yabu-senpai.
“Aku mohon diri. Terima kasih sudah mengantar.” Sakura-chan membungkukkan badannya. Aku balas melakukan hal yang sama.
Dou ita...”
“Aku masuk dulu.”
“Eh, chotto matte...” aku menangkap lengan Sakura-chan – mencoba menahannya agar tidak pergi dulu.
“Hah?” dia tampak sangat kaget dan memberi isyarat agar aku melepaskan genggamanku. Dengan cepat ia menarik lengannya, begitu pun denganku.
“Eh, sumimasen...” aku memohon maaf atas kelancanganku barusan.
Nani desuka?”
Aku mengusap-usap tengkukku – salah tingkah. “Besok, kita bertemu lagi, ya.”
Insya Allah...”
“Hah? Apa?” aku tak mengerti apa yang dia ucapkan barusan.
“Hhmm.. Kami no obshimeshide,” ralatnya.
“Ah,,, wakatta... Arigatou. Mata ashita.” Aku mempersilahkannya masuk sambil tak henti mengembangkan senyuman.
Aku tak sengaja melihat ke arah jendela kamar Yabu-senpai yang terletak di lantai dua. Dia tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku tak peduli! Aku hanya tersenyum dan sedikit menjulurkan lidah ke arahnya. Lihat kan? Aku menang! Aku tersenyum penuh kemenangan.
***
Sudah seminggu sejak musim semi menghiasi kota Tokyo dan sekitarnya – tepatnya, seluruh Jepang. Tapi seminggu ini pula aku tidak pernah melihat Sakura-chan lagi. Apa mungkin dia sudah kembali ke kampung halamannya?
“Yamada...” seseorang memanggilku, kontan aku membalikkan badan mencari sumber suara.
“Hai, Yabu-senpai...”
“Iya... Aku ingin mengatakan sesuatu. Temui aku saat istirahat makan siang di kantin sekolah.”
“Eh? Serius sekali? Baiklah...” ucapku mengiyakan.
Saat makan siang aku pun segera menemui Yabu-senpai yang sudah duduk manis di kursi dekat jendela.
Senpai, ada apa tadi menyuruhku datang?”
“Sebenarnya ini tidak penting bagiku, tapi Sakura-chan yang menitipkan ini padaku. Dia memintaku untuk memberikannya padamu.” Yabu-senpai mengeluarkan amplop berwarna coklat dengan tekstur seperti kayu dari saku jas nya.
“Eh? Dari Sakura-chan? Untukku?”
Yabu-senpai hanya merespon dengan mengangguk.
***
Hei, aku senang sekali ternyata di surat itu Sakura-chan memintaku datang ke taman dekat sekolah. Apa yang akan dia katakan? Aku penasaran. Dengan langkah mantap aku segera menuju taman yang dimaksud. Sakura-chan belum datang. Aku mengambil posisi di bangku taman yang tepat berada di bawah pohon sakura berwarna merah muda. Di depannya, pohon sakura yang lain berjejer rapi sepanjang jalan. Angin genit meniup kuncup-kuncup sakura sehingga melambai-lambai dan berakhir jatuh di aspal. Aku memungut satu kelopak bunga sakura dan memperhatikannya – lembut sekali warnanya. Dia seperti Sakura-chan yang lembut.
“Sudah lama menunggu?” tiba-tiba yang bersangkutan, yang aku tunggu dari tadi datang.
“Ah, Sakura-chan. Tidak, aku baru saja sampai.” Aku memiringkan kepalaku sedikit ke kanan, di belakang Sakura-chan, ada sosok pria bertubuh tinggi, berambut coklat dan mata sipit, dia mengenakan jaket coklat dan celana jeans biru.
“Yabu-senpai!”
Hai, kau memanggilku?” jawabnya santai seraya berjalan mendekat ke arah kami.
“Apanya yang ‘hai’? Kenapa kau ada di sini?”
“Apanya yang ‘kenapa’? Tentu saja menemani Sakura-chan.”
“Menemani? Memangnya kenapa kalau Sakura-chan denganku? Aku kan tidak akan menculiknya.” Gerutuku.
“Sakura-chan tidak boleh berbicara berduaan dengan laki-laki.” jelasnya.
“Tapi, kau kan laki-laki.”
“Karena aku sepupunya, baka!” Aduh, Yabu-senpai mendaratkan sedikit pukulan di kepalaku.
“Ya sudah, kau boleh berada di sini. Tapi diamlah di tempat yang jauuuh. Disana...!” aku menunjuk ke ujung taman dimana anak-anak sedang bermain di kotak 2m x 2m yang berisi pasir. “Bermainlah dengan anak-anak itu.”
“Heh.. mau bercanda denganku... Sudah cepat kalian bicara. Ingat Sakura-chan, Ojisan memberimu waktu sampai pukul sebelas.”
Hai, nii-chan.” Ia mengangguk pelan. Yabu-senpai kemudian menuju ayunan di ujung sebelah kiri taman. Hah, lucu sekali. Dengan tubuh jangkungnya ia duduk di ayunan yang hanya berjarak setengah meter dari tanah. Untung saja ayunannya tidak roboh. Hihihi.. aku terkikik dalam hati.
“Yamada-kun...” akhirnya Sakura-chan memanggil namaku – untuk pertama kalinya.
Hai...” aku menjawab dengan melengkungkan senyuman di bibirku. “Ano, duduklah.” Dia mengangguk dan segera mengambil posisi di sebelahku – tepatnya setengah meter dariku. Dia selalu seperti itu. Aku terus memperhatikan wajahnya yang putih bersih bagaikan Putri Salju. Matanya yang selalu melihat ke bawah berkedip-kedip membuat bulu matanya yang lentik turun-naik. Indah, pikirku.
“Aku ingin berterimakasih kepada Yamada-kun.” Ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. “Ini, indah sekali.”
Ah, itu gantungan kunci bunga sakura yang aku titipkan kepada Yabu-senpai untuk diberikan padanya seminggu lalu.
Hai, dou itashimashita... Itu, biasa saja. Heheh..” aku kembali mengusap-usap tengkukku dengan kikuk.
“Aku juga ingin meminta maaf...” Deg!.. tiba-tiba pembicaraan berubah serius. “Aku akan kembali ke Turki, ke rumah orang tuaku. Dan aku tidak tahu kapan akan mengunjungi Jepang lagi. Jadi, aku ingin meminta maaf jika selama ini aku telah membuatmu.... kesal barangkali...” Sakura-chan berbicara panjang lebar sementara matanya tak lepas memandang tanah – seperti sedang mencari uang sen yang jatuh. Aku masih bergeming menatapnya. Kain yang menjulur menutupi kepala dan dadanya itu melambai-lambai tertiup angin. Sakura-chan mengangkat kepala dan mengalihkan pandangan ke barisan pohon sakura di seberang jalan. “Aku senang bisa bertemu dengan Yamada-kun. Terimakasih sudah menjadi orang yang baik padaku.” Ia menutup perkataannya dengan senyuman. Sialan, aku ingin sekali melihat senyuman itu dari depan – dengan jelas, meskipun melihatnya dari pinggir seperti ini pun ia sudah terlihat sangat cantik.
“Iya, sama-sama. Terima kasih juga sudah bersedia diganggu. Hehe..”
“Hihi..” ah... apa itu? Untuk pertama kalinya aku mendengar Sakura-chan tertawa.
“Ehhmm..” Ia menempelkan kepalan tangannya ke mulut. “Sumimasen...”
“Tidak apa-apa...” aku tidak bisa berhenti terpesona.
“Oh iya, ini...” Sakura-chan mengeluarkan kotak kecil dari tasnya dan meletakkan itu di samping kirinya, tepatnya di antara kami. Di jarak 50cm yang ada di antara kami.    
Kore nani?”
“Ambillah... Itu hadiah kecil dariku. Anggap saja tanda pertemanan kita.”
“Ah, hontou arigatou gozaimasu...”
“Ehem...” tiba-tiba sebuah suara sumbang terdengar dari ujung sana. Kami menoleh ke arah Yabu-senpai. Dia tampak menunjuk-nunjuk jam tangan yang melingkar di tangan kanannya.
Sakura-chan tersenyum “Sumimasen, Yamada-kun. Tapi aku harus segera pergi. Jika tidak kami akan ketinggalan pesawat.” Ia berkata seraya beranjak dari posisi duduknya.
“Oh, ya... Wakarimasuta...” ujarku sedikit kecewa. Kenapa sebentar sekali, keluhku dalam hati.
Yabu-senpai menghampiri kami dan segera mengajak Sakura-chan pergi.
“Aku mohon pamit. Sayounara...” Sakura-chan membungkukkan badannya. Aku pun demikian.
Sa..you..nara...” berat sekali aku mengatakan hal itu. Kenapa tidak ada waktu dan kesempatan untuk mengenalnya lebih dekat lagi?
Sakura-chan berjalan menjauh dari pandanganku. Sesaat sebelum itu, Yabu-senpai merangkul pundakku dan membisikkan sesuatu,
“Sebenarnya dia juga menyukaimu, tapi ada beberapa hal yang membuat dia tidak bisa meneruskan perasaannya padamu...”
"Eh, hontou desuka???"
­~(^.^~)~(^,^)~(~^.^)~
Turn Around... Turn Around and fix your eye in my direction (Berbalik, berbalik dan lihatlah aku...)
So there is a connection... (Agar kita dapat terhubung...)
I can't speak... I can't make a sound to somehow capture your attention (Aku tak dapat berkata-kata, Aku tak dapat mengatakan sesuatu untuk menarik perhatianmu..)
I'm staring at perfection... (Aku melihat kesempurnaan..)
take a look at me so you can see how beautiful you are... (Lihatlah mataku agar kau tahu betapa cantiknya dirimu...)
you call me a stranger, you say I'm a danger... (Kau bilang aku orang asing, kau bilang aku berbahaya..)
but all these thoughts are leaving you tonight.. (Tetapi sepanjang malam aku selalu memikirkanmu...)
I'm broke and abandoned...( Aku hancur dan terbuang..)
you are an angel making all my dreams come true tonight... (Kau adalah malaikat yang mewujudkan semua mimpiku...)
I'm confident... but I can't pretend I wasn't terrified to meet you...( Aku cukup percaya diri.. tapi aku tak bisa berpura-pura tidak gugup saat bertemu denganmu..)
I knew you could see right through me...( Aku tahu kau dapat melihatnya...)
I saw my life flash right before my vary eyes... (Aku melihat dari mataku bahwa hidupku bersinar...)
and I knew just what we'd turn into... (Dan aku tahu kita akan bagaimana...)
I was hoping that you could see... (Aku hanya berharap kau juga dapat melihatnya..)
take a look at me so you can see how beautiful you are...( Lihatlah aku agar kau dapat melihat betapa cantiknya dirimu...)
your beauty seems so far away... (Keindahanmu tak dapat kugapai...)
I'd have to write a thousand songs to make you comprehend how beautiful you are... (Telah kutulis ribuan lagu untuk membuatmu mengerti betapa cantiknya dirimu..)
i know that I can't make you stay... but I would give my final breathe to make you understand how beautiful you are...( Aku tahu aku tidak dapat menahanmu.. tapi aku akan memberikan nafas terakhirku untuk meyakinkanmu bahwa kau sangat cantik...)
understand how beautiful you are (Mengertilah bahwa kau sangat cantik...)
~Stranger – Secondhand Serenade~
~(^.^~)~(^,^)~(~^.^)~
=The End=
Glosarium:
Oden: Sejenis sup yang biasanya berisi bakso ikan, telur rebus, daikon (lobak) dan konnyaku.
Senpai: kakak kelas/senior
Kaa-chan: Ibu
Gomen: maaf
Nani: apa
Ano: kata yang biasa diucapkan orang Jepang ketika sedang ragu-ragu.
Dare: Siapa
Itoko: Sepupu
Sankyuu: Thank you dalam logat bahasa Jepang
Ohayou: Selamat pagi
Genki desuka: Apa kabar
Genki dayo: Kabar baik
Kendo: Seni bela diri modern dari Jepang yang menggunakan pedang yang terbuat dari bambu.
Hontou: Benarkah
Onegai: Kumohon, tolonglah
Tadaima: Aku pulang
Okaeri: (okaeri nasai) Selamat datang
-chan: akhiran di belakanga nama, digunakan kepada anak kecil/remaja wanita yang lebih junior/muda dari yang memanggil. Panggilan ini sering juga disandingkan dengan nama artis idola (laki-laki/perempuan) dengan maksud akrab/kasih sayang. Panggilan untuk orang yang sudah akrab, bentuk informal dari –san
Hai: Iya, baik
Arigatou: Terima kasih
Kuso: Sialan
Nandemo: Terserah
Ja mata: Sampai jumpa
Moshi-moshi: Halo, diucapkan di telepon
The number you are calling is not active: Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif
Konnichiwa: Halo, selamat siang (sapaan yang bisa digunakan setiap waktu)
Un: Iya
Souka: Begitu
Dou ita: Kependekan dari Dou itashimasita, yang berarti ‘sama-sama’
Chotto matte: Tunggu sebentar
Sumimasen: Maaf
Nani desuka: Ada apa
Insya Allah: Kata yang diucapkan orang Islam ketika berjanji
Kami no obshimeshide: Dengan izin Tuhan, bisa berarti Insya Allah
Wakatta: Kependekan dari wakarimasuta, artinya ‘Aku mengerti’
Mata ashita: Sampai jumpa besok
Baka: Bodoh
Ojisan: Paman
Nii-chan: bentuk akrab dari Oniisan (kakak laki-laki)
-kun: Biasanya ditujukan kepada anak kecil/remaja laki-laki yang lebih junior/muda dari yang memanggil. Sering juga digunakan oleh wanita kepada laki-laki dewasa yang mempunyai kedekatan emosi (biasanya pasangan) atau sudah mengenal lama/akrab.
Hai, dou itashimashita: Ya, sama-sama
Kore nani: Apa ini
Hontou arigatou gozaimasu: terima kasih banyak
Wakarimasuta: Aku mengerti
Sayounara: Selamat tinggal
Hontou desuka?: Benarkah?

4 komentar:

  1. waah keren :D bacanya lumayan capek hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hontou?
      terimakasih.. ^^
      iaa... lumayan panjang sih, tadinya mw dibikin "twoshot" tp tanggung, jd "oneshot" ajj..
      Gpp kan?? hehe
      anyway, makasih udd baca and komen iaa Tinta-chan... ^^

      Hapus
  2. muuuu Yamachan bikin jealous... ^^

    muantab, karena kk udah baca ff asy chan yang baru, jadi yang ini bahasanya agak masih kaku yah ;) tapi kk suka semua gaya penulisan asy chan,

    BalasHapus
    Balasan
    1. haa~ akku bayangin ajj, klo yg dikejar Yamachan ittu author nya, atau setiap reader mmbyangkn hal itu XD #PLAK

      iaa kak, aku msii belajar..

      btw , makasih bgt, krena HSJ longue bkin lomba FF, aku jadi ketagihan bikin FF ^^ #seneng

      Hapus

Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...