Title : Memories of Sakura...
Categories : OneShot
Genre : Romance – Friendship (?)
Rating : (Maybe) G
Theme song : Stranger – Secondhand Serenade
Author : Rizuki Yamazaki a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
- Yamada Ryosuke [Hey!Say!JUMP]
- Yoshida Sakura (OC)
- Yabu Kouta [Hey!Say!JUMP]
Disclaimer! : Yoshida Sakura adalah tokoh fiktif, selebihnya all casts
adalah tokoh idola yang sudah terkenal dan saya pinjam untuk memerankan fanfic
saya [Meski tanpa izin >,<]. Ide cerita hanyalah fiktif/khayalan penulis
belaka. Jika terdapat kesaaman latar maupun jalan cerita, maka itu merupakan
ketidaksengajaan. Alasan lain, author [mungkin] memang [sengaja] mengambil
sedikit inspirasi dari cerita anda [lol]. Terakhir, jika anda menemukan
ketidakjelasan di awal, di tengah, atau di akhir cerita [singkatnya: kalo
ceritanya gaje], itu hanya salah satu aspek ke’amatir’an author [mafhum, masih
belajar]. After all, happy reading, minna san! ^^
Synopsis: Di musim dingin itu Yamada Ryosuke pertama kali bertemu
dengan Yoshida Sakura, seorang gadis muslim sepupu dari kakak kelasnya. Yamada kemudian
jatuh hati padanya. Dengan sepenuh hati dan tenaga ia berusaha menarik
perhatian gadis itu. Berhasilkah ia?
***
#Yamada
Ryosuke’s POV
Musim
dingin sudah mencapai puncaknya. Suhu udara di Tokyo sepertinya berada di bawah
0o Celcius. Pemandangan jalanan dan atap rumah yang tertutup salju
tebal layaknya rumah-rumah orang eskimo menghiasi seluruh penjuru kota.. Walaupun
dibandingkan daerah lain Tokyo termasuk daerah yang lebih hangat pada musim
dingin, tetap saja kalau dingin ya dingin. Dan satu hal yang paling aku tidak
sukai, harus keluar untuk berbelanja di suhu udara yang sedingin ini.
Aku
berjalan menyusuri jalan kecil menuju rumahku dengan langkah agak cepat – aku
ingin segera sampai di rumah. Atau aku akan membeku sebentar lagi. Kurapatkan
lagi mantel merahku agar mendekap tubuhku lebih ketat. Tetap saja terasa dingin.
Dan
akhirnya aku sampai di depan rumah. Namun, sejenak aku melupakan niatku untuk
segera masuk ke rumah dan menghangatkan diri sambil menikmati oden. Aku
berhenti sejenak di depan pagar rumahku dan memusatkan perhatian pada rumah
tetanggaku, Yabu-senpai. Aku melihat dia sedang berbincang dengan
seorang wanita – sepertinya seumuran denganku atau mungkin lebih tua beberapa
bulan. Tapi aku tidak mengenalnya. Gadis itu pun memakai penutup kepala yang
menjulur hingga ke perutnya – menutupi mantel bulu yang ia kenakan. Tapi
intinya adalah, gadis itu sangat cantik – walaupun aku melihatnya dari
kejauhan.
“Ryosuke..
Sampai kapan kau mau berdiri disitu? Cepat bawa terung dan udangnya kesini, Kaa-chan
harus segera menyiapkan makan malam..” tiba-tiba teriakan Kaa-chan
menyadarkanku dari keterpesonaanku pada gadis itu.
“Ah.. Gomen...
Aku segera kesana.” jawabku seraya berlari menuju pintu. Sesekali aku menengok ke
rumah Yabu-senpai, dia masih disana dengan gadis itu.
Tanpa
basa-basi aku langsung menanyakan gadis itu pada Yabu-senpai. Segera kukirim e-mail padanya.
Mail:
Yabu-senpai, apa aku boleh bertanya sesuatu?
From:
yabu-kouta@docomo.ne.jp
Mail:
Nani?
Mail:
Ano... gadis yang tadi bersamamu itu,, dare? Hehe..
From:
yabu-kouta@docomo.ne.jp
Mail:
kau ini, tidak pernah berubah. Lain kali belajarlah berbasa-basi. Dia itoko. Kenapa?
Mail:
Ah... itoko... tidak apa-apa. Hanya ingin tau saja. Sankyuu ^^
***
Keesokan
harinya setelah aku membersihkan tumpukan salju yang menggunung di depan
rumahku, aku mendatangi rumah Yabu-senpai. Sungguh aku penasaran dengan
gadis itu dan ingin mengetahuinya lebih jauh – mungkin lebih tepatnya,
mengenalnya.
“Ohayou...”
sapaku pada Yabu-senpai.
“Ah,
ohayou...” jawabnya sambil terus meregang-regangkan tubuhnya – dia sedang
melakukan senam.
“Genki
desuka? Tetap rajin berolahraga di udara sedingin ini...” lanjutku seraya
menyunggingkan senyuman termanisku.
“Genki
dayo. Akhirnya kau sudah bisa berbasa-basi.”
“Eh, apa
maksudnya?”
“Sudahlah,
mau apa kau kesini?”
“Hhmm... Selain
jago kendo, ternyata Yabu-senpai pintar juga membaca pikiran
orang, ya.. Haha...” candaku. Tapi ia hanya menganggapinya dengan senyuman
garing.
Aku
sedikit melongok ke dalam rumah Yabu-senpai. “Sepupumu itu, ada di
rumah?”
“Tidak
ada. Dia sedang berkunjung ke rumah relasi ayahnya.”
“Hontou?”
tanyaku curiga sambil memicingkan mata ke arah Yabu-senpai.
“Ah, ya sudah
kalau tidak percaya.” Ia kemudian duduk di kursi yang terpajang di teras
rumahnya.
Aku
mengikutinya dan segera duduk di kursi yang satunya lagi. “Apa kau tidak merasa
dingin? Kenapa kita tidak masuk saja?”
“Nani?
Kau seperti tuan rumah saja.” Protes Yabu-senpai. Tapi ia mempersilahkan
aku masuk. Tak lama kemudian ia membawa dua cangkir coklat panas dan
meletakkannya di meja. “Tidak ada jus stroberi.”
“Hah? Apa?
Kenapa membuatkan minuman, aku tidak minta, kok.”
“Sebelum
kau yang meminta duluan, aku buatkan saja. Aku menjaga harga dirimu saja.”
“Eh, nani?”
protesku. Yabu-senpai nampaknya sedang bercanda, tapi ekspresinya tetap
saja dingin. “Senpai, kenalkan aku dengan sepupumu itu.”
“Kenalan
saja sendiri.” jawabnya datar. Ia menyeruput coklat panasnya dengan nikmat.
“Hah,
setidaknya beritahu namanya.” rayuku.
“Tanya
saja sendiri.” Ia tetap pada pendiriannya – tidak mau membantuku.
“Ayolah, senpai..
Onegai...” aku mulai merajuk.
“Aku
bilang tanya saja sendiri...”
“Hhhh....”
aku mulai putus asa. Tapi aku tak henti memohon.. “Ayolah, Yabu-senpai..
Kumohon kenalkan aku dengan....”
“Tadaima...”
belum sempat aku menyelesaikan proses permohonanku pada Yabu-senpai, sebuah
suara lembut datang dari balik pintu. Aku segera membalikkan wajahku.
Mata dan
mulutku membentuk bulatan melihat sosok yang baru saja datang itu. Dia gadis
itu. Sepupu Yabu-senpai. Dia sangat cantik mengenakan mantel putih dan penutup
kepala berwarna putih juga. Gadis itu melihatku sejenak dan menundukkan
badannya 45 derajat.
“Hoy”
Yabu-senpai mengibaskan tangannya di hadapan mataku. “Jaga matamu.”
Aku
mengerjap. “Gomen...”
“Okaeri...
Sakura-chan.. cepat masuk ke dalam. Kaa-chan menunggumu di ruang
tengah.”
“Hai..”
jawabnya lembut. Senyuman manis masih tersungging di bibirnya. Ia lekas masuk
lebih dalam menyusuri koridor rumah Yabu-senpai.
“Ah,
Sakura-chan....” gumamku. “Arigatou, senpai...”
“Kuso!
Aku malah keceplosan menyebut namanya.”
“Haha,,
tidak apa-apa. Makanya lain kali jangan pelit.”
“Nandemo...”
“Sudah,
aku pulang dulu. Ja mata.” Ujarku riang seraya mengedipkan mata kiriku.
***
Musim
dingin sudah mencapai penghujungnya. Kira-kira empat belas hari lagi musim semi
akan segera tiba.
Sudah hampir
sebulan juga Sakura-chan berada di rumah Yabu-senpai. Dan selama
itu aku tidak pernah berhasil mengajaknya mengobrol sedikitpun. Jangankan mengobrol,
jika aku sapa saja dia selalu menganggapinya dengan singkat.
“Aku tidak
bisa berhenti memikirkan dan membayangkan wajahnya... Aku rasa aku menyukainya...”
gumamku sambil senyum-senyum sendiri membayangkan wajah lembut Sakura-chan
yang selalu terlihat manis ketika tersenyum itu.
Segera
kuambil handphoneku dan kupijit tombol untuk menyambungkan ke nomor Yabu-senpai.
Tuutt..
Tuutt.. Tuutt...
“Moshi-moshi..”
sapa Yabu-senpai dari seberang sana.
“Moshi-moshi...
Senpai, ano...”
“Kalau
ingin membicarakan Sakura-chan nanti saja. Aku tidak ada waktu sekarang.”
“Eh,
itu...”
“Sudahlah,
hubungi lagi nanti. Ok”
Klik.. Yabu-senpai memutuskan sambungan teleponnya.
“Haaa....
apa-apaan?! Masa aku belum selesai bicara sudah ditutup.” Pantang menyerah, aku
pun segera mengirimkan e-mail.
Mail:
Senpai... Onegai... ayolah bantu aku agar aku bisa jalan dengan Sakura-chan...
^/\^ kenapa dia selalu tidak mau bertemu denganku?
From:
yabu-kouta@docomo.ne.jp
Mail:
karena dia tidak mengenalmu.
Mail:
Eh? Lalu kenapa dia tidak mau kuajak berkenalan?
From:
yabu-kouta@docomo.ne.jp
Mail:
Karena kau orang asing baginya.
Mail:
Eh, aku tidak akan menjadi orang asing, kan jika dia mau berkenalan denganku?
Beri aku alamat e-mailnya, ya ^_~
From:
yabu-kouta@docomo.ne.jp
Mail:
Keras kepala sekali! Sudah kubilang hubungi lagi nanti. Aku sedang mengerjakan
tugas sekolahku.
Eh? Apanya
yang keras kepala. Aku ini hanya pantang menyerah, tahu!?
Aku
menyambungkan lagi telepon kepada seseorang yang jarak rumahnya hanya tiga
meter dari rumahku itu.
The
number you are calling is not active...
Eh, Kuso!
Ternyata dia tidak main-main. Dia sampai me-nonaktif-kan teleponnya seperti
itu. Apa dia benar-benar sedang sibuk?
“Huh, lebih
baik aku jalan-jalan saja.” Aku segera menyambar mantel merah kesayanganku dari
gantungan dan segera mengenakannya. Tidak lupa syal merah hitam yang
kulingkarkan di leherku.
Kriet... aku membuka pintu. Wushhh... angin dingin menyeruak
dan dengan lincah menelusup ke setiap pori-pori tubuhku. Bbrrr.... Kulangkahkan
kakiku menuju lapangan yang biasa dipakai anak-anak bermain bola salju.
Eh? Itu?
Sakura-chan. Dia baru saja keluar dari rumah Yabu-senpai. Tanpa
pikir panjang aku segera berlari mendekatinya.
“Konnichiwa...”
sapaku.
Ia menoleh
sebentar dan membalas salamku. Kemudian ia segera mengalihkan pandangannya lagi
– lurus ke depan.
“Mau
kemana?”
“Swalayan.”
Jawabnya singkat. Ia berjalan agak cepat. Aku pun mempercepat langkahku untuk
mengimbanginya.
“Mau
membeli sesuatu?”
“Un,”
dia mengangguk.
“Boleh aku
antar?”
“Tidak
usah. Aku sudah tahu jalannya.” Ia menggeleng.
Dalam hati
aku tersenyum. Menarik sekali. Aku semakin penasaran dengan gadis ini. “Tapi,
boleh aku ikut ke swalayan?”
“Kalau kau
ingin membeli sesuatu, ya pergi saja.”
“Ah, arigatou.”
Aku pun berjalan di sampingnya. Ia menggeser posisinya menjauh dariku beberapa
langkah. Sesekali ia berjalan agak lambat – seperti sengaja membiarkanku
berjalan di depan. Dan satu hal yang aku ingin tahu, kenapa ia tak pernah
menatap mataku setiap kali berbicara? Padahal aku rasa matanya sangat indah.
Dan akan sangat indah jika bisa menatapnya langsung. Apa dia takut aku
menghipnotisnya?
Aku
menunggu di luar swalayan ketika Sakura-chan memilih-milih barang yang ingin
ia beli. Tadi aku spontan saja menawarkan diri untuk ikut ke swalayan, dan baru
sadar bahwa aku tidak membawa uang sepeserpun – malangnya.
“Masih
menunggu?”
“Ah, sudah
selesai? Iya, aku menunggumu. Kita bisa pulang sama-sama lagi, kan?”
Ia hanya
terdiam, dan akhirnya mengangguk – sepertinya terpaksa.
Perjalanan
pulang tidak ada bedanya dengan perjalanan menuju swalayan tadi. Ia menggeser langkahnya
menjauh dariku dan seperti tidak mau berjalan berdampingan denganku.
“Ano,
Sakura-chan. Apa kain yang kau pakai menutupi rambutmu itu? Apa kau
memakainya karena kau merasa kedinginan?” aku membuka topik pembicaraan.
“Hah? Tidak,
aku selalu memakainya. Di musim panas sekalipun.”
“Di musim
panas sekalipun??” aku mengulangi kalimat terakhir yang ia ucapkan. “Memangnya
tidak gerah?”
Sakura-chan
menggelengkan kepalanya pelan. “Aku sudah terbiasa. Dan aku berkewajiban untuk
memakai ini...”
“Souka...”
responku pendek diiringi anggukan mantap.
Tak terasa
kami sudah sampai di depan rumah Yabu-senpai.
“Aku mohon
diri. Terima kasih sudah mengantar.” Sakura-chan membungkukkan badannya.
Aku balas melakukan hal yang sama.
“Dou
ita...”
“Aku masuk
dulu.”
“Eh, chotto
matte...” aku menangkap lengan Sakura-chan – mencoba menahannya agar tidak
pergi dulu.
“Hah?” dia
tampak sangat kaget dan memberi isyarat agar aku melepaskan genggamanku. Dengan
cepat ia menarik lengannya, begitu pun denganku.
“Eh, sumimasen...”
aku memohon maaf atas kelancanganku barusan.
“Nani
desuka?”
Aku
mengusap-usap tengkukku – salah tingkah. “Besok, kita bertemu lagi, ya.”
“Insya
Allah...”
“Hah?
Apa?” aku tak mengerti apa yang dia ucapkan barusan.
“Hhmm.. Kami
no obshimeshide,” ralatnya.
“Ah,,, wakatta...
Arigatou. Mata ashita.” Aku mempersilahkannya masuk sambil tak henti
mengembangkan senyuman.
Aku tak
sengaja melihat ke arah jendela kamar Yabu-senpai yang terletak di
lantai dua. Dia tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku tak peduli! Aku
hanya tersenyum dan sedikit menjulurkan lidah ke arahnya. Lihat kan? Aku
menang! Aku tersenyum penuh kemenangan.
***
Sudah
seminggu sejak musim semi menghiasi kota Tokyo dan sekitarnya – tepatnya,
seluruh Jepang. Tapi seminggu ini pula aku tidak pernah melihat Sakura-chan
lagi. Apa mungkin dia sudah kembali ke kampung halamannya?
“Yamada...”
seseorang memanggilku, kontan aku membalikkan badan mencari sumber suara.
“Hai,
Yabu-senpai...”
“Iya...
Aku ingin mengatakan sesuatu. Temui aku saat istirahat makan siang di kantin
sekolah.”
“Eh? Serius
sekali? Baiklah...” ucapku mengiyakan.
Saat makan
siang aku pun segera menemui Yabu-senpai yang sudah duduk manis di kursi
dekat jendela.
“Senpai,
ada apa tadi menyuruhku datang?”
“Sebenarnya
ini tidak penting bagiku, tapi Sakura-chan yang menitipkan ini padaku.
Dia memintaku untuk memberikannya padamu.” Yabu-senpai mengeluarkan amplop
berwarna coklat dengan tekstur seperti kayu dari saku jas nya.
“Eh? Dari
Sakura-chan? Untukku?”
Yabu-senpai
hanya merespon dengan mengangguk.
***
Hei, aku
senang sekali ternyata di surat itu Sakura-chan memintaku datang ke
taman dekat sekolah. Apa yang akan dia katakan? Aku penasaran. Dengan langkah
mantap aku segera menuju taman yang dimaksud. Sakura-chan belum datang. Aku
mengambil posisi di bangku taman yang tepat berada di bawah pohon sakura
berwarna merah muda. Di depannya, pohon sakura yang lain berjejer rapi
sepanjang jalan. Angin genit meniup kuncup-kuncup sakura sehingga melambai-lambai
dan berakhir jatuh di aspal. Aku memungut satu kelopak bunga sakura dan
memperhatikannya – lembut sekali warnanya. Dia seperti Sakura-chan yang
lembut.
“Sudah
lama menunggu?” tiba-tiba yang bersangkutan, yang aku tunggu dari tadi datang.
“Ah,
Sakura-chan. Tidak, aku baru saja sampai.” Aku memiringkan kepalaku sedikit
ke kanan, di belakang Sakura-chan, ada sosok pria bertubuh tinggi,
berambut coklat dan mata sipit, dia mengenakan jaket coklat dan celana jeans
biru.
“Yabu-senpai!”
“Hai,
kau memanggilku?” jawabnya santai seraya berjalan mendekat ke arah kami.
“Apanya
yang ‘hai’? Kenapa kau ada di sini?”
“Apanya
yang ‘kenapa’? Tentu saja menemani Sakura-chan.”
“Menemani?
Memangnya kenapa kalau Sakura-chan denganku? Aku kan tidak akan
menculiknya.” Gerutuku.
“Sakura-chan
tidak boleh berbicara berduaan dengan laki-laki.” jelasnya.
“Tapi, kau
kan laki-laki.”
“Karena
aku sepupunya, baka!” Aduh, Yabu-senpai mendaratkan sedikit
pukulan di kepalaku.
“Ya sudah,
kau boleh berada di sini. Tapi diamlah di tempat yang jauuuh. Disana...!” aku
menunjuk ke ujung taman dimana anak-anak sedang bermain di kotak 2m x 2m yang
berisi pasir. “Bermainlah dengan anak-anak itu.”
“Heh.. mau
bercanda denganku... Sudah cepat kalian bicara. Ingat Sakura-chan, Ojisan
memberimu waktu sampai pukul sebelas.”
“Hai, nii-chan.”
Ia mengangguk pelan. Yabu-senpai kemudian menuju ayunan di ujung sebelah
kiri taman. Hah, lucu sekali. Dengan tubuh jangkungnya ia duduk di ayunan yang hanya
berjarak setengah meter dari tanah. Untung saja ayunannya tidak roboh. Hihihi..
aku terkikik dalam hati.
“Yamada-kun...”
akhirnya Sakura-chan memanggil namaku – untuk pertama kalinya.
“Hai...”
aku menjawab dengan melengkungkan senyuman di bibirku. “Ano, duduklah.” Dia
mengangguk dan segera mengambil posisi di sebelahku – tepatnya setengah meter
dariku. Dia selalu seperti itu. Aku terus memperhatikan wajahnya yang putih
bersih bagaikan Putri Salju. Matanya yang selalu melihat ke bawah
berkedip-kedip membuat bulu matanya yang lentik turun-naik. Indah, pikirku.
“Aku ingin
berterimakasih kepada Yamada-kun.” Ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. “Ini,
indah sekali.”
Ah, itu
gantungan kunci bunga sakura yang aku titipkan kepada Yabu-senpai untuk
diberikan padanya seminggu lalu.
“Hai,
dou itashimashita... Itu, biasa saja. Heheh..” aku kembali mengusap-usap
tengkukku dengan kikuk.
“Aku juga ingin
meminta maaf...” Deg!.. tiba-tiba pembicaraan berubah serius. “Aku akan
kembali ke Turki, ke rumah orang tuaku. Dan aku tidak tahu kapan akan
mengunjungi Jepang lagi. Jadi, aku ingin meminta maaf jika selama ini aku telah
membuatmu.... kesal barangkali...” Sakura-chan berbicara panjang lebar
sementara matanya tak lepas memandang tanah – seperti sedang mencari uang sen
yang jatuh. Aku masih bergeming menatapnya. Kain yang menjulur menutupi kepala
dan dadanya itu melambai-lambai tertiup angin. Sakura-chan mengangkat kepala
dan mengalihkan pandangan ke barisan pohon sakura di seberang jalan. “Aku
senang bisa bertemu dengan Yamada-kun. Terimakasih sudah menjadi orang
yang baik padaku.” Ia menutup perkataannya dengan senyuman. Sialan, aku ingin
sekali melihat senyuman itu dari depan – dengan jelas, meskipun melihatnya dari
pinggir seperti ini pun ia sudah terlihat sangat cantik.
“Iya,
sama-sama. Terima kasih juga sudah bersedia diganggu. Hehe..”
“Hihi..”
ah... apa itu? Untuk pertama kalinya aku mendengar Sakura-chan tertawa.
“Ehhmm..”
Ia menempelkan kepalan tangannya ke mulut. “Sumimasen...”
“Tidak
apa-apa...” aku tidak bisa berhenti terpesona.
“Oh iya,
ini...” Sakura-chan mengeluarkan kotak kecil dari tasnya dan meletakkan itu di
samping kirinya, tepatnya di antara kami. Di jarak 50cm yang ada di antara
kami.
“Kore
nani?”
“Ambillah...
Itu hadiah kecil dariku. Anggap saja tanda pertemanan kita.”
“Ah, hontou
arigatou gozaimasu...”
“Ehem...”
tiba-tiba sebuah suara sumbang terdengar dari ujung sana. Kami menoleh ke arah
Yabu-senpai. Dia tampak menunjuk-nunjuk jam tangan yang melingkar di
tangan kanannya.
Sakura-chan
tersenyum “Sumimasen, Yamada-kun. Tapi aku harus segera pergi. Jika
tidak kami akan ketinggalan pesawat.” Ia berkata seraya beranjak dari posisi
duduknya.
“Oh, ya...
Wakarimasuta...” ujarku sedikit kecewa. Kenapa sebentar sekali, keluhku
dalam hati.
Yabu-senpai
menghampiri kami dan segera mengajak Sakura-chan pergi.
“Aku mohon
pamit. Sayounara...” Sakura-chan membungkukkan badannya. Aku pun
demikian.
“Sa..you..nara...”
berat sekali aku mengatakan hal itu. Kenapa tidak ada waktu dan kesempatan
untuk mengenalnya lebih dekat lagi?
Sakura-chan
berjalan menjauh dari pandanganku. Sesaat sebelum itu, Yabu-senpai
merangkul pundakku dan membisikkan sesuatu,
“Sebenarnya
dia juga menyukaimu, tapi ada beberapa hal yang membuat dia tidak bisa
meneruskan perasaannya padamu...”
"Eh, hontou
desuka???"
~(^.^~)~(^,^)~(~^.^)~
Turn Around... Turn Around and fix your eye in my direction
(Berbalik, berbalik dan lihatlah aku...)
So there is a connection... (Agar kita dapat terhubung...)
I can't speak... I can't make a sound to somehow capture
your attention (Aku tak dapat berkata-kata, Aku tak dapat mengatakan sesuatu
untuk menarik perhatianmu..)
I'm staring at perfection... (Aku melihat kesempurnaan..)
take a look at me so you can see how beautiful you are...
(Lihatlah mataku agar kau tahu betapa cantiknya dirimu...)
you call me a stranger, you say I'm a danger... (Kau bilang
aku orang asing, kau bilang aku berbahaya..)
but all these thoughts are leaving you tonight.. (Tetapi
sepanjang malam aku selalu memikirkanmu...)
I'm broke and abandoned...( Aku hancur dan terbuang..)
you are an angel making all my dreams come true tonight...
(Kau adalah malaikat yang mewujudkan semua mimpiku...)
I'm confident... but I can't pretend I wasn't terrified to
meet you...( Aku cukup percaya diri.. tapi aku tak bisa berpura-pura tidak gugup
saat bertemu denganmu..)
I knew you could see right through me...( Aku tahu kau dapat
melihatnya...)
I saw my life flash right before my vary eyes... (Aku
melihat dari mataku bahwa hidupku bersinar...)
and I knew just what we'd turn into... (Dan aku tahu kita
akan bagaimana...)
I was hoping that you could see... (Aku hanya berharap kau
juga dapat melihatnya..)
take a look at me so you can see how beautiful you are...( Lihatlah
aku agar kau dapat melihat betapa cantiknya dirimu...)
your beauty seems so far away... (Keindahanmu tak dapat
kugapai...)
I'd have to write a thousand songs to make you comprehend
how beautiful you are... (Telah kutulis ribuan lagu untuk membuatmu mengerti
betapa cantiknya dirimu..)
i know that I can't make you stay... but I would give my
final breathe to make you understand how beautiful you are...( Aku tahu aku
tidak dapat menahanmu.. tapi aku akan memberikan nafas terakhirku untuk
meyakinkanmu bahwa kau sangat cantik...)
understand how beautiful you are (Mengertilah bahwa kau
sangat cantik...)
~Stranger – Secondhand Serenade~
~(^.^~)~(^,^)~(~^.^)~
=The End=
Glosarium:
Oden:
Sejenis sup yang biasanya berisi bakso ikan, telur rebus, daikon (lobak) dan
konnyaku.
Senpai:
kakak kelas/senior
Kaa-chan:
Ibu
Gomen:
maaf
Nani: apa
Ano: kata
yang biasa diucapkan orang Jepang ketika sedang ragu-ragu.
Dare:
Siapa
Itoko:
Sepupu
Sankyuu:
Thank you dalam logat bahasa Jepang
Ohayou:
Selamat pagi
Genki
desuka: Apa kabar
Genki
dayo: Kabar baik
Kendo: Seni bela
diri modern dari Jepang yang menggunakan pedang yang terbuat dari bambu.
Hontou:
Benarkah
Onegai:
Kumohon, tolonglah
Tadaima:
Aku pulang
Okaeri: (okaeri
nasai) Selamat datang
-chan: akhiran
di belakanga nama, digunakan
kepada anak kecil/remaja wanita yang lebih junior/muda dari yang memanggil.
Panggilan ini sering juga disandingkan dengan nama artis idola
(laki-laki/perempuan) dengan maksud akrab/kasih sayang. Panggilan untuk orang yang sudah akrab, bentuk informal dari
–san
Hai: Iya,
baik
Arigatou:
Terima kasih
Kuso:
Sialan
Nandemo:
Terserah
Ja mata:
Sampai jumpa
Moshi-moshi:
Halo, diucapkan di telepon
The number
you are calling is not active: Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif
Konnichiwa:
Halo, selamat siang (sapaan yang bisa digunakan setiap waktu)
Un: Iya
Souka:
Begitu
Dou ita:
Kependekan dari Dou itashimasita, yang berarti ‘sama-sama’
Chotto
matte: Tunggu sebentar
Sumimasen:
Maaf
Nani
desuka: Ada apa
Insya
Allah: Kata yang diucapkan orang Islam ketika berjanji
Kami no
obshimeshide: Dengan izin Tuhan, bisa berarti Insya Allah
Wakatta:
Kependekan dari wakarimasuta, artinya ‘Aku mengerti’
Mata
ashita: Sampai jumpa besok
Baka:
Bodoh
Ojisan:
Paman
Nii-chan:
bentuk akrab dari Oniisan (kakak laki-laki)
-kun: Biasanya ditujukan kepada anak
kecil/remaja laki-laki yang lebih junior/muda dari yang memanggil. Sering juga
digunakan oleh wanita kepada laki-laki dewasa yang mempunyai kedekatan emosi
(biasanya pasangan) atau sudah mengenal lama/akrab.
Hai, dou
itashimashita: Ya, sama-sama
Kore nani:
Apa ini
Hontou arigatou
gozaimasu: terima kasih banyak
Wakarimasuta:
Aku mengerti
Sayounara:
Selamat tinggal
Hontou
desuka?: Benarkah?
waah keren :D bacanya lumayan capek hehe
BalasHapushontou?
Hapusterimakasih.. ^^
iaa... lumayan panjang sih, tadinya mw dibikin "twoshot" tp tanggung, jd "oneshot" ajj..
Gpp kan?? hehe
anyway, makasih udd baca and komen iaa Tinta-chan... ^^
muuuu Yamachan bikin jealous... ^^
BalasHapusmuantab, karena kk udah baca ff asy chan yang baru, jadi yang ini bahasanya agak masih kaku yah ;) tapi kk suka semua gaya penulisan asy chan,
haa~ akku bayangin ajj, klo yg dikejar Yamachan ittu author nya, atau setiap reader mmbyangkn hal itu XD #PLAK
Hapusiaa kak, aku msii belajar..
btw , makasih bgt, krena HSJ longue bkin lomba FF, aku jadi ketagihan bikin FF ^^ #seneng