Categories : Multichapter
Genre : Fantasy – Romance – Friendship
Rating : Teenager – PG-15
Theme song : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah Faqoth
Cast[s] :
- Yamada Ryosuke [Hey! Say! JUMP]
- Hey! Say! JUMP members
- Shida Mirai
- Hongo Kanata
- Amakusa Ryuu (Original character)
- Daichi (Original Character)
- Nyonya Lin (Original character)
- Tuan Hiroshi (Original character)
- Rizuki (Original character)
Disclaimer! : All casts are not mine. The story
is mine.
WARNING!: This is just a story. A fantasy.
An imagination. Dont bash me coz my story.
Synopsis/Quote: When a fairy flies down to the
earth and falls in love...
<-->
Chapter Six: So Far So Good
Sudah hampir dua
minggu Ryo bekerja di restoran itu - Hiroshi Mamiya, gabungan antara
nama tuan Hiroshi dan istrinya. Ryo cukup menikmati tugasnya sebagai waiter.
Meskipun pada awalnya ia sempat diragukan oleh kepala koki – adik kandung tuan
Hiroshi. Itu, tuh, pria gendut yang sempat bersitegang dengan Ryo dan Ryuu
waktu itu. Tapi pada akhirnya Ryo bisa menunjukkan bahwa ia dapat diandalkan. Meskipun,
terkadang sifat keras kepala dan suka membangkangnya muncul tiba-tiba, tapi itu
masih bisa diatasi.
Lalu, bagaimana
dengan Ryuu? Tenang saja, Ryo ternyata cukup bijak kali ini. Dia berkata pada
Ryuu agar tak usah bekerja dulu, biar Ryo saja yang bekerja. Agar Ryuu bisa
fokus pada sekolahnya. Hmm... lumayan. Ternyata keputusan Yang Mulia Ratu untuk
menurunkan Ryo ke bumi benar juga. Ryo bisa banyak belajar di sini. Belajar
untuk menjadi anak yang baik – lebih tepatnya, peri yang baik. Lihat sendiri,
sifat pemalas Ryo berangsur-angsur – sedikit demi sedikit – berkurang.
<-->
Pemandangan
serba putih membentang sepanjang mata memandang. Tapi begitu membuka pintu,
pemandangan kerlap-kerlip yang akan terlihat. Kerlap-kerlip itu bukan lilin
atau lampu, melainkan cahaya bintang. Ya, dari istana langit, bintang-bintang
itu tampak jelas terlihat. Suara binatang malam sesekali terdengar. Tawa dan
canda riang para peri yang sedang menikmati istirahatnya pun terdengar sayup
bersama angin. Begitu damai dan tentram.
“Bagaimana
pekerjaanmu hari ini, Kou-chan?” Daiki menghampiri Kouta yang sedang merebahkan
badan di atas rerumputan – menikmati cahaya bintang dan bulan yang benderang
malam itu.
“Baik, dan
selesai tepat pada waktunya. Bagaimana denganmu, Dai-chan?”
“Agak susah,
para kepik itu memintaku untuk melukiskan motif hati dan bunga di sayapnya
untuk festival nanti. Tapi akhirnya aku bisa menyelesaikannya juga,” Daiki mengembangkan
senyuman.
“Ah, baguslah.
Duduklah disini Dai-chan, pemandangannya indah, lihatlah!” Kouta menunjuk ke
arah barisan bintang yang seakan tersenyum dan berkedip genit ke arah mereka.
“Un,”
Daiki segera merebahkan badannya di samping Kouta.
“Haaaaiiiii.........”
tiba-tiba Kei, si peri ‘cantik’ terbang di antara mereka. “Sedang membicarakan
apa?”
“Mau tauu
ajaa,” goda Daiki. Kei cemberut, disusul gelakan tawa dari Kouta.
“Kami tidak
sedang membicarakan apa-apa, Kei. Hanya bertegur sapa,” sambung Kouta.
“Oh, ya. Eh,
ngomong-ngomong. Dua minggu berlalu sejak diturunkannya Ryo ke bumi, istana
jadi terasa aman dan nyaman ya? Hahaha,” Kei terbahak.
“Ya, kau benar.
Si pengacau itu memang pantas diberi hukuman. Dia selalu kelewatan,” Daiki
mantap mengiyakan.
“Kau ingat
waktu dia dengan sengaja menumpahkan sirup strawberry di atas karpet yang sudah
susah payah kucuci? Heuh.. Dia itu menyebalkan sekali,” ujar Kouta geram –
memanggil kembali memorinya waktu dia harus mencuci ulang karpet putih yang
super besar itu.
Chinen lewat di
antara mereka. Lalu Kei mengajaknya bergabung.
“Ada apa?”
tanya Chinen.
“Tidak ada,”
jawab Kei. “Duduklah dan mengobrol dengan kami,”
“Maaf, tidak
bisa. Aku mau ke taman,”
“Oh, kau
janjian dengan Mika-chan, ya?” goda Kei.
“Hah? Tidak,
kok,” pipi Chinen bersemu merah. Kepakan sayapnya semakin cepat.
“Haha.. Kau
grogi ya, Chii?” Daiki ikut menggoda Chinen.
“Diam. Aku
tidak grogi,” sanggah Chinen.
“Tidak grogi,
Cuma salah tingkah. Hahaha,” Kouta tak mau kalah menggoda peri mungil yang satu
ini.
“Ahh... Kalian
bisa diam tidak?!” Chinen benar-benar salah tingkah kali ini. Dia hendak berlalu
menuju taman, tapi ia kembali berhenti mengepakkan sayap, kemudian berbalik
lagi ke arah tiga peri di belakangnya. “Oh iya, ada pesan dari Yang Mulia
Ratu,”
“Pesan apa?”
tanya Kei, Kouta dan Daiki bersamaan.
“Yang Mulia
Ratu menyuruhku untuk memberitahu peri-peri, bahwa festival kali ini diundur
bulan depan,”
“Haahh??
Diundur bulan depan??” Kei, Kouta dan Daiki kembali ber-’paduan suara’. Kaget.
Bagaimana mungkin diundur, seharusnya festival dilaksanakan besok sampai lusa –
selama dua hari berturut-turut. Festival itu adalah festival tahunan yang rutin
diadakan di kerajaan langit. Isinya semacam pentas seni. Para peri – ditemani
beberapa burung dan kumbang - menampilkan tarian, drama dan mahakarya lainnya.
Ada yang membuat stand semacam bazaar dan pastinya ada banyak
makanan di festival itu. Makanan yang berbeda dengan di bumi. Makanan khusus
para peri.
“Kau bercanda,
Chii?” Daiki bangkit dan menghampiri Chinen.
“Kau bisa tanya
sendiri pada Yang Mulia Ratu jika tidak percaya,” jawab Chinen.
“Tapi, apa
alasan Yang Mulia Ratu mengundur waktu festival?” Kouta tak kalah penasaran –
dan kecewa, lebih tepatnya.
“Karena Ryo
masih menjalani hukumannya. Yang Mulia Ratu bilang, sangat tidak adil jika kita
disini merayakan festival itu tanpa Ryo,”
“Aah?? Namanya
juga dihukum. Itu sudah konsekuensinya jika dia tidak bisa bergabung,” Kei
mengerucutkan bibirnya dan melipat tangan di depan dada.
“Bagaimanapun,
kita harus solider,” Chinen menepuk bahu sahabatnya itu dan tersenyum manis sekali.
Tapi kemudian raut wajahnya berubah muram. “Terkadang aku menyesal juga, sudah
melaporkan Ryo pada Yang Mulia Ratu. Bagaimanapun, dia itu temanku,” Chinen
menggeleng-gelengkan kepala.
“Kau menyesal
sudah melaporkan Ryo?” Daiki bertanya setengah kaget.
“Un,”
Chinen mengangguk. “Apa kau bisa membayangkan, hidup di dunia yang asing bagi
kita. Sendirian. Dan tak kenal siapa-siapa. Tidak tahu apakah tempat itu aman
atau tidak. Dan kita harus tinggal disana lama sekali. Ryo pasti tersiksa,” jelas
tergambar kekhawatiran di raut wajah Chinen.
“Lalu kenapa
kau mendukung Yang Mulia Ratu menghukum Ryo?”
“Aku kira
hukumannya tidak seperti ini. Aku tidak membayangkan kalau Ryo akan diturunkan
ke bumi. Ke tempat yang benar-benar asing. Tanpa memiliki kekuatan peri yang
dimilikinya disini. Ryo benar-benar berjuang sendirian disana,”
“Sudahlah, jika
Yang Mulia Ratu melakukan ini, sudah pasti ini yang terbaik untuk Ryo. Yang
Mulia Ratu pasti sudah tahu keadaan di bumi, sehingga dia tidak khawatir
menurunkan Ryo ke bumi. Bagaimanapun, Ryo memang harus diberi pelajaran. Ini
untuk kebaikannya juga, kan? Ditambah lagi, jika festivalnya diundur, kita
masih bisa berlatih agar saat festival nanti kita bisa tampil maksimal,” Kouta
akhirnya bisa bersikap tenang. Dia memang peri yang paling dewasa diantara peri
yang lain. Meskipun, jika sudah dikesalkan oleh makhluk yang bernama ‘Ryo’, dia bisa bersikap kekanak-kanakkan
juga.
“Ya, kau benar,
Kou-chan,” Daiki mengangguk. “Mudah-mudahan saat kembali nanti, Ryo benar-benar
sudah berubah,”
Di lain tempat,
seorang peri dewasa berparas cantik dan keibuan sedang mengawasi mereka melalui
bola kristal di hadapannya. Ia tersenyum melihat tingkah mereka.
<-->
“Haa... Haatchuuu...”
Ryo menggosok-gosok hidungnya. “Ah, kenapa tiba-tiba aku bersin? Pasti ada yang
sedang membicarakan aku,” Ryo nyerocos sendiri.
“Kenapa?” Ryuu
yang sedang berkutat dengan PR Matematikanya, memalingkan wajah ke arah Ryo.
“Aku bersin.
Pasti ada yang sedang membicarakanku,”
“Haha...
Ada-ada saja. Mungkin kau kedinginan,” Ryuu kembali memfokuskan pandangan pada
buku latihannya. Ia terlihat menggoreskan pensil dan menuliskan beberapa angka
disana. Sesekali ia menghapusnya dan menggantinya dengan angka yang lain.
“Dingin
darimana? Kau sendiri kepanasan, kan? Masa aku kedinginan,”
“Kalau begitu,
mungkin ada debu yang masuk ke hidungmu,”
“Tidak tahu,
ah. Aku haus,” Ryo beranjak ke dapur untuk mengambil minum.
“Sekalian
ambilkan aku minum dong, anak baik,”
“Tidak mau,”
“Ih!” Ryuu
melemparkan penghapus karet ke arah Ryo. Tentu saja tidak terasa oleh Ryo, “Menyebalkan,” Ryuu mendengus.
Ryo baru saja
meneguk air dari gelasnya, belum sampai air itu habis tiba-tiba Ryo mendengar
sesuatu. Seperti ada yang mengetuk kaca jendela. Penasaran, Ryo mendekati asal
suara dan membuka jendela.
“Ryutaa...” teriaknya
kaget. Ryutaro segera membekap mulut Ryo.
“Sssttt...”
Ryutaro menempelkan telunjuk ke bibirnya.
“Ada apa kau kemari?”
kali ini Ryo agak berbisik.
“Aku ingin tahu
keadaanmu,” jawab Ryutaro, pelan sekali.
“Bagaimana kau
bisa turun ke bumi?”
“Aku minta izin
pada Yang Mulia Ratu,”
“Dan dia
mengizinkanmu?”
“Ya, aku
sedikit memohon. Eh, mungkin, lebih tepatnya memaksa. Hehe..” Ryutaro terkikik
pelan. Berusaha agar suaranya tak terdengar siapapun kecuali Ryo. “Bagaimana
kabarmu?”
“Baik. Kau
sendiri?”
“Selalu baik. Tapi
tanpa ada kau, istana langit sepi sekali,”
“Bohong!
Bukannya kalian senang jika aku tidak ada?”
“Anak bodoh!
Jika aku senang untuk apa aku repot-repot mengunjungimu kemari?”
“Iya, iya. Aku
minta maaf,”
“Apa kau senang
tinggal di bumi?”
“Begitulah... Memang
banyak yang berbeda dengan istana langit, tapi sejauh ini aku baik-baik saja,”
“Lalu?
Bagaimana gadis itu? Kau sudah menemuinya?”
“Ya. Tapi dia
sedikit susah diajak bicara,”
Ryutaro
mengangguk-angguk. “Oh iya. Aku kesini juga ingin memberitahumu, festival
tahunan akan diundur bulan depan. Jadi kau juga masih bisa ikut serta, Ryo,”
“Oh ya?
Benarkah? Syukurlah, aku masih punya kesempatan untuk mengacaukan pertunjukkan Dai-chan
lagi. Hihii...” Ryo kembali mengingat hari dimana dia membuat jengkel seorang
peri bernama Daiki. Waktu Daiki akan mempersembahkan tariannya, tiba-tiba peri
pemain musik mendapat masalah. Semua alat musiknya tidak berbunyi – tentu saja
itu akal-akalan Ryo. Dan alhasil, Daiki menari tanpa diiringi musik. Sungguh
terlihat aneh. Tapi Ryo menyukai itu. Ryo terkikik sendiri mengingat kejadian
itu.
Ryutaro memukul
kepala Ryo pelan, “Bodoh! Sudah dihukum masih saja berpikir untuk mengacau
lagi,”
“Aehehe... Habisnya
Dai-chan lucu sekali waktu itu, aku jadi ingin mengulanginya,”
“Jangan sampai
kau dihukum untuk kedua kalinya oleh Yang Mulia Ratu,”
“Iya. Iya...
Kau ini bawel sekali. Seperti Chinen,”
“Itu juga
karena aku peduli padamu. Ryo, sepertinya aku harus pergi lagi. Aku tidak bisa
lama-lama disini,”
“Kenapa kau
tidak tinggal saja disini bersamaku? Bumi tidak terlalu buruk,”
“Aku ingin,
tapi tidak bisa. Aku kan ada kerjaan di istana. Ya sudah, sampai jumpa lagi.
Jaga diri baik-baik, ya,” Ryutaro pun menghilang dari hadapan Ryo. Meninggalkan
kilauan cahaya seperti kunang-kunang.
“Ryo, kau
sedang apa? Lama sekali di dapur?” Ryuu tiba-tiba datang – hendak mengambil
penghapus yang tadi dia lemparkan.
Dengan sigap
Ryo menutup jendela, “Tidak ada. Aku hanya.... Itu, melihat pemandangan malam.
Ya, pemandangan malam. Hehe...” kemudian Ryo berjalan kembali ke ruang tengah.
Ryuu masih bengong melihat tingkah Ryo yang kikuk. Penasaran, ia membuka jendela
dapur. Tidak ada apa-apa. Ryuu kembali menutup jendela dan melanjutkan PR-nya. Sesekali
ia melihat Ryo yang tampak berseri-seri. Ryuu mengerutkan keningnya – heran.
Ryo menggelar
matras kemudian membaringkan tubuhnya, “Aku tidur duluan, ya. Belajarlah yang
rajin. Selamat malam,”
Ryuu hanya
membalasnya dengan anggukan. Tak lama Ryo pun terlelap dan entah bermimpi
tentang apa sehingga ia tersenyum dalam tidurnya.
<-->
To be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d