Title
: Pergi untuk (tidak) Kembali...
Categories : OneShot
Genre : Romance - a little Angst
Rating : (Maybe) G
Theme song : Futarigake no Basho – Hey! Say! JUMP [Theme song versi Indonesia: Bicara pada Bintang – Rossa]
Author : Rizuki Yamazaki a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
Categories : OneShot
Genre : Romance - a little Angst
Rating : (Maybe) G
Theme song : Futarigake no Basho – Hey! Say! JUMP [Theme song versi Indonesia: Bicara pada Bintang – Rossa]
Author : Rizuki Yamazaki a.k.a Zakiyah
Cast[s] :
- Yamada Ryosuke [Hey!Say!JUMP] – main cast
- Shida Mirai – main cast
- Chinen Yuuri [Hey!Say!JUMP] – pemeran pembantu
- Arioka Daiki [Hey!Say!JUMP] – pemeran pembantu
Disclaimer:All
Casts adalah tokoh idola yang sudah terkenal dan saya pinjam untuk memerankan
fanfic saya [Meski tanpa izin. LOL]. Ide cerita hanyalah fiktif/khayalan
penulis belaka. Jika terdapat kesaaman latar, waktu maupun jalan cerita, maka itu
merupakan ketidaksengajaan [Banyak orang di dunia ini yang memiliki cerita yang
sama] . Alasan lain, author [mungkin] memang [sengaja] mengambil sedikit
inspirasi dari cerita anda [lol]. Terakhir, jika anda menemukan ketidakjelasan
di awal, di tengah, atau di akhir cerita [singkatnya: kalo ceritanya gaje], itu
hanya salah satu aspek ke’amatir’an author [mafhum, masih belajar].
After
all, happy reading, minna [guys]! ^^
Synopsis/
Quote:
“Kau
harus ingat, Ryo-chan.. Kau adalah bulan, dan aku adalah bintang... Ketika kita
sedang berjauhan, kau lihatlah ke langit, bulan dan bintang [kau dan aku],
selalu bersama. Berdekatan. Dan saling memberi cahaya.”
Bintang hatinya yang satu itu mungkin sudah mengingkari atau
mungkin melupakan janjinya.
***
Hari
ini pengumuman kelulusan. Anak-anak SMA se-Jepang merayakan moment bersejarah
dalam hidup mereka dengan suka cita. Termasuk juga murid SMA Nankatsu: Yamada
Ryosuke, Shida Mirai, Chinen Yuuri, dan Arioka Daiki. Keempat sekawan itu pun
segera menuju bukit belakang sekolah dengan berlari riang.
“Wuuuhhhuuuuu.....!!!!!!!!!”
mereka terus berteriak-teriak.
Yamada
melepas jas sekolahnya dan memutar-mutarkannya di udara. Yang lain pun
mengikuti aksinya itu.
Sesampainya
di puncak bukit... Yamada tersenyum melihat pemandangan kota Tokyo dari atas
bukit itu. Ia kembali berteriak.
“Toudai
[Toukyou Daigaku=Universitas Tokyo]... Aku dataaaang....!!!!” senyumnya tak
henti mengembang. Deretan giginya yang putih terus ia pamerkan.
Daiki
membungkuk seraya memegangi kedua lututnya dengan nafas terengah-engah. Chinen menepuk
pundaknya, “Ah, kau tetap saja payah, Dai-chan! Masa Cuma segitu saja
kecapean..” ledek Chinen.
“Ah,
jangan banyak bicara. Yang penting aku kan sudah ikut kesini. Ini buktinya aku
sudah mengalami kemajuan..” Daiki yang memang terkenal paling payah dalam olah-mengolah
raga itu melakukan pembelaan.
“Haha...
Wakatta [aku tahu].. kau sudah hebat sekarang...” Chinen menyodorkan
botol air minum ke arah Daiki. Daiki hendak meraihnya ketika Chinen malah
menariknya kembali dan meminum air itu sendiri.
“Kuso!
[sialan].. berikan air itu, baka! [bodoh]!! Aku haus..” Daiki terus
berusaha meraih botol air itu sementara Chinen terus berlari menjauh sambil
tertawa-tawa.
Shida
terkekeh melihat ulah kedua sahabatnya itu. Sejurus kemudian, ia menghampiri
Yamada yang sedari tadi juga asik menertawakan tingkah Chii dan Dai-chan. Shida
berdiri di samping teman spesialnya itu. Mereka saling bertatapan kemudian
saling melempar senyuman. Sesekali Shida mengelap peluhnya yang bercucuran di
sekitar pelipisnya. Nafasnya juga masih terengah-engah.
“Kau
lihat bangunan Toudai itu Shii-chan?” Yamada menunjuk ke arah bangunan Toudai
yang terlihat begitu kecil dari atas sana. “Aku akan segera menjadi mahasiswa
disana!” semangatnya berapi-api.
“Un!
Ganbatte, Ryo-chan.. [Ya, bersemangatlah]” Shida mengangguk mengiyakan
keinginan temannya itu. Teman? Baiklah, pacar.
“Bagaimana
denganmu? Kau juga akan masuk Toudai kan? Iya, kan? Kau sudah janji
padaku...” Yamada mengedipkan sebelah matanya. Oh, tidak! Hal itu yang selalu
membuat Shida ‘meleleh’. Shida segera mengalihkan pandangannya pada hamparan
luas kota Tokyo. Wajahnya tak seceria tadi.
“Shii-chan...
Doushita no [ada apa]?” Yamada agak mendekatkan wajahnya ke arah Shida. Shida
mengerjat.
“Iie...[tidak]..”
sanggahnya.
“Doushita
no, Shii-chan...?” Yamada mengulangi pertanyaannya.
“Ano...
Ryo-chan..[Ano adalah kata yang biasa diucapkan oleh orang Jepang ketika sedang
ragu-ragu]...” ucapan Shida terputus..
Debaran
jantung keduanya begitu jelas, diiringi hembusan angin dan nyanyian burung di
atas bukit.
Suasana
hening sesaat.
Yamada
segera merasa ada yang tak beres.
Ia
menggenggam tangan Shida dan menatap matanya tajam.
“Katakan
padaku... Apa kau akan benar-benar pergi ke Amerika?” suaranya terdengar
melemah.
Shida
tak menjawab.
“Shii-chan...”
Yamada merajuk. “Katakan padaku...”
Shida
masih bergeming, ia menundukkan pandangannya. Ia tak sanggup menatap mata
kekasihnya itu. Ia bahkan lebih tak sanggup lagi jika harus berterus terang
bahwa ia memang akan benar-benar pergi.
“Shii-chan...”
Yamada mengangkat dagu Shida –- lembut.
“Apa
kau akan pergi?” ulangnya.
“Gomen...[maaf]
Ryo-chan..” suara Shida terdengar lirih.
Gomen?
Sudah! Tanpa Shida harus menjawab pun, Yamada sepertinya sudah tahu bahwa
jawaban yang akan ia terima dari Shida adalah ‘Iya, aku akan pergi’.
Yamada
tersenyum. “Omedetou...[selamat]”
Eh?
Shida heran, kenapa Yamada malah memberinya semangat?
“Universitas
mana yang akan kau tuju? Tetap kedokteran di Harvard?”
Shida
mengangguk. “Aku sudah lolos seleksi beasiswanya. Lalu, Tou-chan [ayah] sudah
mempersiapkan semuanya. Aku tidak mungkin bisa membatalkan kepergianku. Itu akan
menyakiti hati Tou-chan [ayah] dan Kaa-chan [ibu]. Mereka akan
kecewa.” jelas Shida panjang lebar.
“Demo..[tapi]
jika kau memintanya, aku tidak akan pergi, Ryo-chan...”
“Hah?
Kau ini bercanda... Beasiswa itu sudah kau dapatkan dengan susah payah, mana
mungkin aku melarangmu menjemput cita-citamu.”
Sebenarnya
Yamada memang tak ingin membiarkan kekasihnya pergi – untuk waktu yang lama. Tapi
mana bisa ia memperlihatkan kerapuhan hatinya di depan Shida. Ia terpaksa
berpura-pura tegar.
“Kau..
tidak keberatan aku pergi, Ryo-chan?”
Yamada
mengangguk.
“Un.
Dunia ini sekarang sudah canggih, kan. Kita masih tetap bisa berkirim email atau surat, atau menelepon,
atau apapun. Kita masih tetap bisa berhubungan, kan?” Yamada menggenggam tangan
Shida yang satunya. Mereka saling berhadapan.
“Lagipula
kau kan tidak akan pergi untuk selamanya. Suatu saat kau pasti akan kembali ke
sini, kan? Dan kita akan bersama lagi..” Yamada mengedipkan matanya lagi seraya
mengembangkan senyum termanisnya.
Shida
tersenyum dan mengganguk. Tanpa sadar tangannya merangkul leher Yamada dan ia
menangis di bahu kekar pria itu.
***
“Kau
harus ingat, Ryo-chan.. Kau adalah bulan, dan aku adalah bintang... Ketika kita
sedang berjauhan, kau lihatlah ke langit, bulan dan bintang [kau dan aku],
selalu bersama. Berdekatan. Dan saling memberi cahaya.”
Yamada
masih menggenggam kalung dengan gantungan berbentuk bintang itu. Malam itu
cerah, bintang-bintang terlihat sangat jelas. Namun, ada satu bintang yang
sangat ingin ia lihat.
Shida
Mirai.
Bintang
hatinya yang satu itu mungkin sudah mengingkari atau mungkin melupakan janjinya.
Sudah lebih dari enam tahun sejak keberangkatannya, gadis itu sama sekali tak
pernah memberi kabar. Yamada lupa, email ponselnya yang berlaku di Jepang tidak
bisa berlaku di luar negeri. Yamada tidak bisa menemukan alamat atau apapaun
yang bisa membantunya menghubungi gadis itu.
Ia
hanya bisa berharap pada bintang di atas langit itu. Berharap bintang itu melihat
Yamada yang setiap malam menatap langit dan menyampaikan pada Shida kalau ada
yang sedang setia – sangat setia – menunggunya.
Sejenak
Yamada menyesali keputusannya untuk membiarkan Shida pergi. Kenapa ia tak
melarangnya saja waktu itu?
***
Penantian
Yamada sepertinya harus berakhir sampai disini...
Pagi
itu ketika ia melewati kios buku di jalan menuju kampusnya...
Yamada
membaca headline berita di majalah yang membuatnya terbelalak..
“Putra
direktur Rumah Sakit Valencius meminang seorang gadis Jepang”
Bukan!
Bukan headline-nya yang mengagetkan.
Tapi
fotonya.
Jelas
sekali Yamada lihat. Itu foto Shida!
Ya,
Shida Mirai.
Kekasihnya
yang ia tunggu.
Bintang
di langit hati Yamada, redup seketika.
“Pernah kau berkata, bila ku merindu,,
bicara saja bintang kan mendengar maka kau kan merasakannya...Aku tahu diri,
semua takkan mungkin...Biarkan saja semua jadi kenangan yang mungkin takkan
terlupa sampai ku menua. Biar saja...”
“I can never get, it’s your life...”
=The End=
wahh,, yama-chan.nya kesian :(
BalasHapustwo thumbs for this fanfic d^^d
Iya~ T_T
HapusXD
Sankyuu Ghee na chan ^^