To make easy, Click the categories that you want to see^^

Rabu, 03 Oktober 2012

[Fanfiction] Angel with(out) Wings~ [Chapter VII] {IndonesianVersion}


Title                             : Angel with(out) Wings~
Categories                 : Multichapter
Genre                         : Fantasy – Romance – Friendship  
Rating                        : Teenager – PG-15
Theme song              : Angel comes to me – Yabu Kota [Hey! Say! JUMP], Angel’s Wings - Westlife
Author                                    : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah Faqoth
Cast[s]                        :

  1. Yamada Ryosuke [Hey! Say! JUMP]
  2. Hey! Say! JUMP members
  3. Shida Mirai
  4. Hongo Kanata
  5. Amakusa Ryuu (Original character)
  6. Daichi (Original Character)
  7. Nyonya Lin (Original character)
  8. Tuan Hiroshi (Original character)
  9. Rizuki (Original character)
Disclaimer! : All casts are not mine. The story is mine.
WARNING!: This is just a story. A fantasy. An imagination. Dont bash me coz my story.
Synopsis/Quote: When a fairy flies down to the earth and falls in love...
<-->
Chapter Seven: And the trouble appears


Ryo mendongak ke atas langit. Masih biru. Beberapa gumpalan awan terlihat cerah pagi itu. Kicauan burung terdengar merdu di telinganya. Ryo menghirup udara segar itu dalam-dalam melalui hidungnya hingga mengisi seluruh bagian paru-parunya. Kemudian menghembuskannya lagi perlahan melalui mulutnya.

“Sudah siap berangkat?” Ryuu sudah berdiri di sampingnya. Semenjak bekerja di restoran, Ryo tidak pernah susah dibangunkan lagi. Apa dia memiliki rasa tanggung jawab sekarang? Mungkin saja.

Un,” Ryo mengangguk. Baru saja ia akan melangkah, Ryo terhenti ketika melihat Mirai baru keluar dari rumahnya.

“Mirai-san!” Ryo melambaikan tangannya. Sungguh perbuatan yang sia-sia, karena Mirai tidak mungkin membalasnya. Ia hanya melihat sebentar kemudian menundukkan kepala. Baiklah, Mirai memaksakan sedikit senyuman di bibirnya.

“Ayo berangkat bersama,” ujar Ryo girang. Mirai hanya mengangguk samar. Ryuu tertegun melihat tingkah Ryo. Sungguh ceria. Dia benar-benar berubah.

“Ah, baiklah. Kalau begitu aku duluan, ya. Ryo. Mirai. Sampai jumpa,”

Un, hati-hati...” balas Ryo. Ryuu kemudian memacu sepedanya menuju sekolah.

Ryo melirik ke arah Mirai. Gadis itu masih memasang ekspresi datar. Mungkin bisa dibilang tanpa ekspresi.

“Nenek Sayuri apa kabar?” Ryo membuka perbincangan.

“Tadi malam dia agak demam,” jawab Mirai lemas. Ah, mungkin karena itu Mirai terlihat tidak bersemangat pagi ini.

“Benarkah? Lalu bagaimana keadaannya sekarang? Sudah kau beri obat?”

“Sudah agak baik. Sudah aku beri obat, kok.”

“Kau ingin membolos kerja agar bisa menemani nenek Sayuri?”

“Eh?” Mirai menoleh ke arah Ryo. Kenapa Ryo tahu?

“Minta izin saja pada tuan Hiroshi,”

“Tidak,” Mirai menggeleng. “Nenek tidak suka aku membolos kerja, dengan alasan apapun. Paling nanti aku izin pulang lebih dulu,”

“Ah, begitu. Ya sudah, nenek pasti baik-baik saja di rumah,”
<-->
Siang ini nenek Sayuri masih tertidur pulas di kasurnya. Efek obat yang diberikan Mirai tadi pagi. Dari belakang rumah terdengar suara cekikikan anak kecil yang sedang bermain. Mereka sedang bermain kembang api. Musim panas memang identik dengan kembang api, tapi anak-anak itu sangat berlebihan. Kenapa bermain kembang api di siang hari? Ah, tidak, ternyata mereka juga sedang bermain api unggun.
“Lihat! Aku bisa mematikan api dengan tanganku,” seru seorang anak. Ia menyalakan korek api dan mengatupkan dua jarinya di api itu sampai apinya padam.
“Waaahh... Hebat...” seru anak yang lain.
“Aku juga ingin coba...”
“Aku jugaa...”
“Kalian tidak akan bisa,”
“Ah, kami kan belum coba,”
“Berikan korek apinya padaku!”
Seorang anak menyalakan korek api dan mencoba menyentuh apinya. “Auwwhh.. Auwhh... Panasss...” ia mengibas-ngibaskan tangannya.
“Hahaa... sudah kubilang tidak akan bisa...”
“Awas! Biar aku yang coba,” seorang anak yang dari tadi berjongkok di depan api unggun berdiri dan merebut korek api. Api menyala. Tapi belum sempat ia menyentuh apinya, angin bertiup agak kencang. Api kecil di batang korek langsung padam, sementara api yang besar di api unggun tertiup dan sedikit mengenai kaki anak itu.
“Ahh... Ahh... Panasss...” jeritnya sambil berjinjit-jinjit. Tanpa sengaja ia menendang jerigen minyak sehingga api dengan cepat menjalar sepanjang tumpahan minyak itu. “Haaa... Kebakaran..!!” Anak-anak itu berlarian. Ketakutan. Tanpa berusaha memadamkan api yang perlahan merambat ke dinding rumah nenek Sayuri.
<-->
Deg!
Tiba-tiba Mirai merasakan sesuatu yang tidak enak. Mungkin kepalanya pusing. Ah, tidak. Tapi matanya sakit. Bukan juga. Perutnya yang sedikit mual. Entahlah, Mirai tak bisa menentukan bagian tubuhnya yang mana yang sakit. Yang jelas, dia tidak enak hati.
“Ada apa Mirai-san?” Ryo yang baru saja kembali dari mengantar pesanan merasa heran melihat Mirai yang melamun – tak segera mengantar pesanan yang sudah ada di hadapannya.
“Ah, tidak. Aku hanya...” Mirai tak menyelesaikan ucapannya.
“Lebih baik kau pulang saja, Mirai-san,”
Mirai menggeleng. Hendak mengangkat nampan berisi makanan. Ryo mendekatinya dan mencegahnya.
“Biar aku saja,” ujar Ryo lembut. Mirai tertegun melihatnya. “Pulanglah, kau pasti khawatir pada nenek Sayuri. Siapa tahu dia membutuhkan bantuanmu. Dia sedang sakit jadi tidak mungkin bisa bebas melakukan apapun sendirian,” sambung Ryo panjang lebar.
“Baiklah. Aku akan minta izin pada tuan Hiroshi,” Mirai melepaskan celemeknya dan hendak pergi ke ruang ganti.
“Tidak usah, nanti biar aku yang bilang ke tuan Hiroshi,” Ryo tersenyum. Tapi senyuman itu sungguh tak berhasil menyejukkan hati Mirai. Dia benar-benar tidak bisa takluk pada laki-laki.
<-->
Mirai melangkah gontai. Namun cepat. Perasaannya benar-benar tak karuan. Ia ingin segera sampai di rumah, namun entah kenapa kakinya seakan begitu lemas sehingga ia tak mampu berjalan lebih cepat lagi.
Tiba di persimpangan menuju komplek perumahannya, Mirai tercengang melihat orang-orang berlarian. Ia melihat ke langit. Kepulan asap hitam membumbung tinggi. Dengan panik Mirai segera berlari menuju rumahnya. Rumah siapa yang terbakar?
Seketika Mirai bagai disambar petir di hari yang terik ini. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Api itu, sedang menjilat-jilat dan melahap rumahnya sampai habis. Orang-orang disana berusaha memadamkan api, namun udara yang panas dan hembusan angin yang kencang malah membuat api itu semakin besar.
“Neneeekkkk....” Mirai berlari ke arah rumahnya. Tiba-tiba seseorang menahan dan menarik tangannya. Mirai menoleh. Ryo!
“Lepaskaan..” Mirai berusaha berontak dan bersikeras ingin masuk ke dalam kepungan api – menyelamatkan nenek Sayuri.
“Jangan! Itu bisa membahayakan dirimu...” cegah Ryo.
“Tidaakkk... Aku harus.... Neneekkk....” air mata Mirai mengalir. Dia berusaha berlari ke dalam lagi. Tapi Ryo lagi-lagi mencegahnya.
“Mirai-san, apinya terlalu besar. Kau jangan gegabah!” kali ini Ryo agak berteriak.
Mirai jatuh berlutut. Tangisnya semakin deras. Apa ia tidak boleh melakukan apapun disaat nyawa neneknya sendiri sedang dalam bahaya?
Ryo memeluk Mirai dan berusaha melindunginya. Ryo tertegun melihat api yang kian ganas melahap rumah berdinding kayu itu. Wajahnya terasa panas.
Pemadam kebakaran datang, dan akhirnya api dapat dijinakkan. Apinya sudah menjalar ke rumah di sebelah rumah Mirai. Untungnya rumah itu tidak terbakar terlalu parah.
Kondisi Mirai sudah sangat lemah karena ia tak henti menangis. Ia tak sanggup berdiri. Apalagi ketika petugas pemadam kebakaran membopong satu mayat yang sudah hangus seluruh tubuhnya. Mirai menjerit sekuat tenaga. Tangisnya semakin pecah.
<-->
Ryo membaringkan tubuh Mirai di matras dengan hati-hati. Mirai pingsan. Ia tatap wajah itu lekat-lekat. Terlihat sangat tertekan. Ryo bangkit ke kamar mandi. Mengambil air dan handuk kecil milik Ryuu. Dengan hati-hati Ryo membersihkan kotoran di wajah, tangan dan kaki Mirai. Badan Mirai panas. Ryo kemudian mengompres dan menyelimutinya.
“Aku pulang,” Ryuu terhenti di depan pintu melihat Mirai berbaring. Pelan-pelan ia menuju ke kamar mandi, “Ryo,” panggilnya. Ryo menoleh. “Ada apa? Di luar ramai sekali. Dan, kenapa Mirai?” Ryo menarik tangan Ryuu masuk ke kamar mandi kemudian menutup pintunya. “Hey! Kau apa-apaan?!”
“Sssttt...” Ryo menempelkan telunjuk di bibirnya. “Mirai-san baru saja terkena musibah. Rumahnya terbakar. Dan, neneknya meninggal dalam kebakaran itu... Jadi, bolehkah dia tinggal bersama kita sementara waktu?”
“Apaaa??? Astaga... Nenek Sayuri??? Tidak mungkin...” Ryuu terlonjak tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Bagaimana? Kasihan Mirai-san. Boleh, kan dia tinggal disini?”
Ryuu mengangguk. “Aku turut berduka cita. Tapi, apa kita tidak usah minta izin dulu pada Nyonya Lin?”
“Nyonya Lin kan ke luar kota selama musim panas ini,”
“Oh, iya. Aku lupa. Ya sudah, tidak apa-apa,”
Ryo tersenyum. “Terima kasih,”
Ryuu membuka pintu kamar mandi, dilihatnya sosok yang terbaring tak berdaya itu sekali lagi. Hatinya merasa iba.
“Dia pingsan, belum sadarkan diri. Dan badannya agak demam,” terang Ryo tanpa ditanya. Ryuu mengangguk.
“Kau sudah buatkan makanan untuknya?”
Ryo menggeleng.
“Bagaimana kau ini?”
“Kau kan tahu aku tidak bisa memasak,”
“Hhh... Ya sudah, aku ganti baju dulu. Nanti aku yang buatkan makanan,”
“Memang seharusnya begitu,” Ryo menjulurkan lidahnya – meledek Ryuu. Ryuu mengayunkan pukulan tapi Ryo cepat menangkisnya. Mereka tertawa kecil.
Ryo duduk di samping Mirai yang sedang tertidur pulas. Sementara Ryuu masih sibuk menyiapkan makanan di dapur. Ryo memperhatikan Mirai dengan seksama, bahkan seperti menghitung setiap desahan nafasnya. Perlahan Ryo melihat Mirai mengerjap dan menggerakkan kepalanya. Mirai membuka mata. Mirai beringsut dari posisinya dan ia berhasil duduk. Ryo tersenyum – lega.
“Bagaimana keadaanm....”
PLAK!
Sebuah tamparan yang tiba-tiba mendarat di pipi Ryo berhasil memutuskan kalimatnya. Ryo tercengang. Melongo. Tak mengerti apa yang terjadi.
“Orang jahat!” teriak Mirai. “Kau orang jahaaatttt!!”
Ryuu yang kaget mendengar teriakan Mirai segera keluar dari dapur. Ia melihat Mirai tersedu, menutup wajah dengan kedua tangannya. Sementara Ryo memegangi pipinya yang terasa perih.
“Apa yang terjadi?” tanya Ryuu.
Tak ada jawaban. Mereka hanya diam.
<-->
To be Continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...