To make easy, Click the categories that you want to see^^

Jumat, 22 Juni 2012

[Fanfiction] Perfect Love~ {Indonesian Version}


Title                   : Perfect Love~
Categories       : Ficlet
Genre                : Family – General - AU
Rating               : General
Theme song    : Yiruma – Kiss the rain (instrumental)
Author             : Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie a.k.a Zakiyah
Cast[s]            :
1.      Yamada Ryosuke as Fujiwara Yukito
2.      Shida Mirai as Kagawa/Fujiwara Tomomi
3.      Fujiwara Ai (OC)
Disclaimer! : All casts (kecuali Fujiwara Ai) adalah tokoh idola yang saya pinjam untuk memerankan fanfic saya [Meski tanpa izin >,<]. Ide cerita hanyalah fiktif/khayalan penulis belaka yang mendapat inspirasi dari sebuah commercial video di situs Youtube. Klik disini untuk melihat video nya...
Note: Terakhir, jika anda menemukan ketidakjelasan di awal, di tengah, atau di akhir cerita [singkatnya: kalo ceritanya gaje], itu hanya salah satu aspek ke’amatir’an author [mafhum, masih belajar]. After all, happy reading, minna san! ^^
Synopsis: Anything for you, my daughter~

(^_^)
#Author’s POV
Tomomi memandang ke luar jendela dengan perasaan was-was. Hatinya masih ketar-ketir tak karuan. Guratan kekhawatiran jelas tergambar di wajahnya. Sesekali ia mengelus perutnya yang semakin membuncit. Kandungannya sudah menginjak delapan bulan.
Air hujan terus mengguyur bumi tanpa ampun. Halilintar tak henti menyambar dan mengeluarkan bunyi yang memekakkan telinga. Langit sore itu lebih gelap dari biasanya. Terlihat seperti sudah pukul delapan malam padahal waktu baru menunjukkan pukul lima sore.
Tomomi beranjak dari posisinya, berniat menghubungi Yukito – suaminya. Ia sudah menggenggam gagang telepon dan hendak memijit tombol-tombol angka di atas mesin komunikasi itu. Tiba-tiba ia mengurungkan niatnya dan meletakkan kembali gagang telepon ke tempatnya semula. Ia ingat pesan Yukito untuk tidak menggunakan telepon saat cuaca sedang buruk. Dengan perasaan was-was yang masih bertengger di dadanya, Tomomi duduk di sofa ruang tengah. Ia memejamkan matanya. Saat ini ia hanya bisa berdoa, agar Yukito baik-baik saja di perjalanan dengan cuaca seburuk ini.
“Aku pulang~” Yukito membuka pintu. Tidak ada jawaban. Ia segera melepaskan sepatu dan jas hujannya. Hujan begitu deras sehingga ia tetap kebasahan walau dalam balutan jas hujan. Dengan hati-hati ia menuju kamar mandi yang terletak di bawah tangga. Ia melirik ke ruang tengah, Tomomi sudah tertidur di sofa.
“Ayah~ Maaf aku ketiduran,” ucap Tomomi penuh penyesalan.
“Tidak apa-apa,” Yukito mengelus rambut Tomomi penuh sayang. Kemudian ia berjongkok menyamakan tingginya dengan perut Tomomi. Ia mengelus dan mengecup calon bayinya yang masih meringkuk nyaman di rahim Tomomi. “Sayang, apa kabar? Maaf Ayah pulang terlambat, tapi Ayah sudah membawakan buah strawberry yang kau pesan tadi pagi,” ujarnya seraya mengembangkan senyuman.
Tomomi terharu, tapi ia sedikit merasa bersalah. Suaminya pulang telat dan basah kuyup terkena hujan karena tadi pagi ia berpesan untuk membawakan strawberry. Bukan sembarang strawberry, tapi strawberry yang dipetik langsung dari kebunnya. Dan kebun strawberry itu letaknya cukup jauh dari kediaman mereka. Tomomi menitikkan air mata, “Maaf,” lirihnya.
“Sudah, sekarang ayo cepat makan dan habiskan strawberry-nya. Pasti anak kita sudah meronta minta strawberry,” ujar Yukito diiringi tawa kecil.
(^_^)
“A..yah~ tolong~” ringis Tomomi. Ia memegangi perutnya. Darah sudah berceceran di lantai. Ia berpegangan pada gagang pintu berusaha untuk tidak jatuh, tapi tenaganya sudah tidak kuat. Ia pun terduduk di lantai.
“Ibu~, Astaga. Kau tidak apa-apa?” Yukito kaget setengah mati melihat istrinya tergolek penuh darah di lantai.
“Sakit~” Tomomi mulai menangis. Yukito dengan sigap mengangkat tubuhnya dan membawanya ke mobil. Secepat kilat Yukito menggas mobilnya meluncur ke rumah sakit. Ah, ia lupa motornya belum dimasukkan ke garasi. Biarlah.
Yukito menunggu dengan gelisah di kursi yang berjejer di depan ruang bersalin. Dokter yang menangani Tomomi berkata bahwa Tomomi tak bisa melahirkan normal, ia harus di-caesar. Demi Tuhan, ini kelahiran anak pertama mereka. Kenapa keadaannya segawat ini disaat Yukito belum mempunyai pengalaman apa-apa. Apa perasaan gelisah seperti ini yang dirasakan para calon ayah ketika menunggui istrinya melahirkan?
Satu jam~ Dua jam~ Tiga jam~
Operasinya lama sekali. Yukito semakin gelisah dibuatnya.
Setelah beberapa jam kemudian, Yukito melihat dokter keluar dari ruangan operasi. Ia segera menghampiri dokter berkacamata itu.
“Bagaimana, dokter?” tanyanya tak sabar.
“Selamat Pak Fujiwara. Anak perempuan yang sangat cantik,” dengan suaranya yang berat tapi berwibawa itu ia menyampaikan kabar yang paling menggembirakan di telinga Yukito.
Yukito mengembangkan senyuman, “Boleh saya lihat, dokter?”
Dokter itu mengangguk dan mempersilahkan Yukito masuk ke ruangan dimana Tomomi berada. Yukito membuka pintu perlahan dan dilihatnya dua orang yang paling ia cintai itu berbaring di ranjang rumah sakit.
“Eh, lihat. Ayah sudah datang,” Tomomi menyunggingkan senyuman ke arah Yukito.
“Kalian berdua sangat cantik,” Yukito mengangkat bayi mungil itu ke dekapannya, lalu menciumnya.
“Siapa nama anak kita, Ayah?”
“Ai,” jawab Yukito mantap. “`Ai` berarti `Cinta`, aku beri nama `Ai` karena ia lahir karena kita saling mencintai, dari rahim wanita yang aku cintai, aku ingin ia menjadi anak yang penuh dengan cinta. Dan aku berjanji akan selalu mencintainya sampai kapanpun,”
“Nama yang bagus,” Tomomi mengiyakan.
(^_^)
Ai sekarang sudah tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria dan cerdas. Tomomi dan Yukito sangat bahagia dengan kehadiran malaikat kecil pelengkap kebahagiaan keluarga kecil mereka.
“Ayah~ aku ingin eskrim,” rengek Ai suatu ketika.
“Tidak boleh, sayang. Kau sedang pilek,”
Ai cemberut, “Aku gak pilek Ayah.... Tuh,” Ai menunjuk hidungnya, “Sudah sembuh.”
Yukito mengacak-acak rambut Ai pelan, “Baiklah, tapi jangan banyak-banyak. Mau rasa apa?”
“Asyiiikk~ strawberry ya, Yah.” Seru Ai riang. “Habis ini belikan aku boneka beruang yang besar di toko itu,”
“Iya~, Ayah belikan,”
(^_^)
Menginjak usia remaja, Ai terpengaruh dengan pergaulan teman-temannya. Ia mulai meminta macam-macam pada Ayahnya. Handphone, laptop, perhiasan, dan pakaian yang bermerk. Entah itu cinta atau apa yang membuat Yukito selalu menuruti setiap keinginan anak semata wayangnya itu. Dan Tomomi pun hanya bisa mengiyakan setiap keputusan Yukito. Ia tahu suaminya tahu apa yang terbaik untuk mereka.
(^_^)
Suatu malam, ketika Yukito pulang dari kantornya, Tomomi tampak sedang menelepon. Setelah memutuskan sambungan, Tomomi melirik ke arah Yukito.
“Ah, sudah pulang?” sapanya seraya melukis seulas senyum.
“Mana Ai?”
“Barusan dia telepon, sekarang masih di rumah Rei, temannya. Sebentar lagi pulang,”
“Biar aku jemput,” tanpa basa-basi Yukito segera mengambil kunci mobilnya dan hendak pergi menjemput Ai.
“Tidak usah, Yah. Ai bilang dia diantar temannya kesini.”
“Oh, siapa?”
“Tidak tahu,” Tomomi menggeleng.
Tak lama kemudian Ai datang. Yukito segera menghampiri anak gadisnya itu, “Sudah pulang?”
“Tenang saja, Yah. Aku masih utuh kok, gak apa-apa. Hehe” candanya. Tomomi ikut tertawa. “Ayah selalu terlalu khawatir, aku kan sudah SMA, aku bisa jaga diri.”
Yukito hanya mengangguk. Dua lawan satu. Dia kalah.
(^_^)
Beberapa bulan kemudian...
Yukito baru saja pulang dari tempat kerjanya. Ia melepaskan sepatu dan menyimpan tas di sofa. Ia melonggarkan dasinya dan segera mengambil air dingin di kulkas. Tak sampai sepuluh detik, setengah isi botol itu sudah mengaliri kerongkongan dan berpindah ke lambung Yukito. Segar, pikirnya.
“Ayah,” tiba-tiba sebuah suara lembut mengalihkan perhatiannya dari air dingin yang sedang khusu ia nikmati.
“Iya,” Yukito segera mengembalikan botol air minum yang sudah kosong setengahnya itu ke tempat semula bersama jejeran botol air minum yang lain. “Ada apa?”
Sejenak suasana hening, tak ada suara apapun kecuali degupan jantung mereka yang terdengar jelas.
“Ayah,” ulang Tomomi. “Bersabarlah,”
“Apa maksudnya?” Yukito mulai merasa ada yang tak beres. “Dimana Ai?”
Tomomi tak segera menjawab pertanyaan suaminya itu. Tetesan bening dari matanya tak kuasa mengalir.
“Ibu, jawab aku!” Yukito mencengkeram bahu Tomomi. “Dimana Ai?”
“Ai~ dia... Hiks” Tomomi terisak.
“Tomomi cepat katakan padaku, ada apa dengan Ai?” desak Yukito.
“Tahan emosimu, Yah.” pinta Tomomi dengan sabar.
Sedetik kemudian Ai muncul dari balik pintu kamar mandi dengan wajah tertunduk.
“Maafin Ai, Yah.” lirihnya. Ia menyodorkan sebuah benda kecil berwarna putih pada Ayahnya. Wajahnya masih tertunduk, tak berani menatap ayahnya.
Yukito merampas benda itu dari tangan Ai dengan kasar.
Plak! Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Ai. Membuat wajah putihnya memerah seketika. Yukito tak dapat berkata apa-apa melihat test-pack bertanda positif itu. Dadanya turun naik menahan amarah. Matanya melotot dan kedua tangannya mengepal.
“Ayah,” Tomomi mencoba menenangkan suaminya. Ia tak ingin Yukito kalap dan berbuat sesuatu yang tak diinginkan. Tapi Yukito menepis tangan Tomomi dari bahunya. Dia menghampiri Ai yang terduduk di lantai dan menunduk mengalirkan air mata penyesalannya. Ai sangat takut Ayahnya akan murka.
Set~ Yukito menarik Ai ke pelukannya.
“Aku sudah berjanji, anakku. Akan mencintaimu, apapun yang terjadi. Apapun yang terjadi...”
Ai dan Tomomi tak dapat menahan air mata yang membanjiri pipi mereka.
“Ayah~” gumam mereka bersamaan.
=The End=
Rizuki Yamazaki Asy-Syauqie,
Bandung, June 2012

2 komentar:

  1. manisnya :)

    kk nangis waktu nonton pilmnya di nilai kehidupan ^^

    kk akhiri kunjungan hari ni, see you next time,

    btw, site asy chan yang intinya yang mana? yang ini atau yang satu lagi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. iaa kak~ very touching :')

      oke, makasih banyak udd sempetin mampir di blog akku , see you^^

      lebih sering dibuka yg ini sih sekarang maa~ hehe
      yang satunya lagi udd jarang -,-

      Hapus

Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...