To make easy, Click the categories that you want to see^^

Jumat, 07 Desember 2012

[Japan News] Yamada Ryosuke, Accomplishment of Kindaichi “I’m so nervous I could run away” / 山田涼介、金田一で快挙「緊張で逃げ出したい」

FULL CREDIT (Taken from): http://heysayjumplounge.blogspot.com/2012/12/yamada-ryosuke-kindaichis.html

Watch TheVideo of this in HERE

山田涼介、金田一で快挙「緊張で逃げ出したい」

 人気グループ、Hey!Say!JUMPの山田涼介(19)が4日、東京・東新橋の日本テレビで行われた開局60周年キャンペーン発表会見に出席した。
通年でキャンペーンを実施し、同記念番組のトップバッターに山田主演のドラマ「金田一少年の事件簿 香港九龍財宝殺人事件」(来年1月12日、後9・0) が決定。その快挙に、山田は「緊張で逃げ出したい気持ち」と本音で笑いを誘いながらも、「トップバッターの名にふさわしい記録を残したい」と視聴率獲得を 誓った。同作は同日、香港などアジア各地や北米でも放送される。

Source: http://www.sanspo.com/geino/news/20121205/joh12120505030000-n1.html

Translation:
On December 4th, Hey! Say! JUMP member, Yamada Ryosuke (19) attended a press conference in Higashishinbashi (Tokyo) announcing the beginning of NTV’s 60th Broadcasting Anniversary Campaign.
A campaign that will last a full year and starts with Yamada as top batter with the commemorative drama “Kindaichi Case Files: Hong Kong Kowloon Treasure Murder Case” (January 12th, 9PM).

To that accomplishment, Yamada commented “I’m so nervous I feel like running away” he added with a genuine smile, “I want to set a record worthy of the name of a top batter”, he vowed to captivate the audience. On the same day, the same drama will be broadcasted in North America and some parts of Asia such as Hong Kong.

Credit: Thariamon

Disclaimer


Kamis, 29 November 2012

[PROJECT] Winner Announcement of Fanfiction Competition for Chinen Yuri's 19th Birthday



Saa yume mimashou suteki na koto
Saa yume mimashou itsumademo
Saa yume mimashou yume no you na
Yume wo mimashou
(We can dream We can dream)

Donna asu ga kuru toshitemo
Egaku jounetsu kaerarenai
Kimi no egao wa itsudemo
Yuki ni kawatte iku (itsudemo)

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mari bermimpi tentang hal yang indah
Mari bermimpi selamanya
Mari bermimpi tentang hal seperti itu
Mari bermimpi
(Kita bisa bermimpi Kita bisa bermimpi)


Tak peduli apa yang akan terjadi esok hari
keinginan yang kau wujudkan takkan terganti
Senyumanmu akan selalu memberiku semangat
(selamanya)
=============================================

Teman-teman JUMPers yang tersayang, cuplikan lagu di atas bukan hanya sekedar cuplikan atau potongan lirik. Tapi, ada makna yang bisa menyentuh hati kita ketika mendengarkannya. Mari bermimpi! Pernah dengar ungkapan 'Hidup berawal dari mimpi'? Ya, pasti semua sudah pernah dengar. Kita semua berhak bermimpi dan (saya rasa) kita wajib bermimpi. Kita wajib punya impian. Oke, walaupun impian itu dibilang mustahil, atau tak masuk akal, namun, siapa yang bisa melarang kita mempunyai impian? Bermimpi itu gratis. Jadi, kita bisa mimpi sebanyak-banyaknya. 

Tapi, teman-teman juga harus ingat, mimpi itu beda dengan angan-angan. Mimpi adalah cita-cita kita yang diiringi dengan usaha kita untuk mewujudkannya. Sedangkan angan-angan hanyalah sebuah harapan kosong yang kita sendiri hanya bisa membayangkannya. Sebuah mimpi tanpa usaha, itulah angan-angan.

Teman-teman disini ada yang bermimpi ingin menjadi penulis terkenal? Saya ingin :)
Apakah itu mustahil? Tentu tidak! Kita bisa, kok. Asal berusaha. Lomba ini adalah salah satu usaha kalian? Bilang saja begitu. Walau target utamanya bukan menjadi pemenang, anggap saja ajang ini adalah batu loncatan teman-teman. Menambah jam terbang dan pengalaman dalam berkompetisi. Karena ajang ini bukan satu-satunya jalan untuk mencapai mimpi itu, jadi teman-teman jangan berhenti sampai disini, ya :)

Well, ada yang bilang 'Saya ikut lomba ini cuma karena cinta saya pada Chinen, kok". Yup, itu juga impian, kan? Impian untuk bertemu dengan idola. Hehe :)

Okay, apapun alasan dan motivasi teman-teman. Yang terpenting, jangan putuskan impian kalian :)

Eh, sudah cukup saya berbasa-basi (rasanya terlalu banyak :D). Oke, saya serahkan acara ini pada Admin saja. Beliau yang berwenang :)

===========================================

Nee, prolognya terlalu panjang *lirik MC*, jadi saya Asy Chan, sebagai perwakilan admin HSJ Lounge Indonesia (panitia lomba Fanfiction) disini yang akan memandu acara pengumuman pemenang lomba Fanfiction. Sebelumnya, selamat kepada pemenang, dan kepada yang belum terpilih, harap jangan berkecil hati. Karena masih banyak kesempatan :)

Sekarang saya sudah memegang kertas yang bertuliskan nama pemenang. Barusan juri sudah bisik-bisik dan saya siap mengumumkan :)

Jya, setelah melewati proses penilaian *sepertinya penilaiannya sulit*, akhirnya para juri (CD, AY, YR, dan KY) memutuskan.........................

Pemenang Utama
Sheila Juwita dengan Time Machine

Runner Up:
1. Eka Darmayanthi dengan Enemy Become Bestfriend
2. Lucia Oktafani dengan The Wind

Pemenang Favorit pilihan juri
1. Amalia Zaida dengan Sunset Story
2. Novi Izmi Damayanti dengan Chinen no Egao
3. Annisa Nadyastiti dengan Machine Time_
   
Keputusan Juri Mutlak dan Tidak Dapat Diganggu Gugat

Hasil penilaian berdasarkan kriteria jalan/ide cerita, cara/teknik penulisan, penggunaan bahasa, dan kreativitas.  

Selamat kepada pemenang! Seperti peraturan awal, hanya pemenang utama yang berhak atas hadiah, dan pemenang utama hanya boleh memilih satu dari empat pilihan hadiah.
Hadiah akan dikirim setelah pemenang melakukan konfirmasi dengan admin. Jadi, bagi pemenang, silahkan menghubungi Admin Penanggung Jawab lomba ini, Yuki Akanishi. Berikan informasi kontak dan alamat lengkap agar proses pemberian hadiah dapat berjalan lancar :)
Kepada pemenang favorit, jika ada yang berminat untuk menjadi admin di Hey! Say! JUMP Lounge Indonesia, harap menghubungi admin Amel Chan, Asy Chan atau Yuki Chan. Lounge Indonesia akan merekrut 1 atau 2 orang admin setelah ada kesepakatan antara pemenang favorit dan admin.



Jya, sebelum pamit, saya akan membocorkan sedikit rahasia juri :D *celingak celinguk takut juri denger*
Pssttt~ tahukah? FF "Time Machine" katanya bikin juri YR dan AY menitikkan air mata, lho :’). FF "The Wind" bikin merinding. Dan “Enemy become Bestfriend” itu juga buat juri nangis T_T. Baru deh juri ketawa pas baca “Chinen no Egao” dan “Machine Time_” :D *Eh, udah dilirik MC, katanya waktunya abis* Oke, ternyata tak mungkin membahas FF kalian satu persatu di sini. Bagi teman-teman yang ingin bertanya masalah FF nya, bisa hubungi Admin saja, ya. Kata juri, nentuin pemenangnya sulit banget lho. Peserta yang kirim bagus-bagus. Jadi juri pusing. Tapi yang namanya kompetisi, kan harus ada pemenang :)  

Okay, minna sama. Sampai disini dulu perjumpaan kita. Karena waktu jua yang membatasi. Sampai jumpa di lain kesempatan. Saya, Asy Chan, dan, MC san, mohon undur diri dari hadapan teman-teman semuanya. Gomen to arigatou gozaimasu. Bye bye~ \(^^) (^^)/
Tanjoubi omedetou Chinen Yuri~

*applause* 

Jangan lupa gabung di Hey! Say! JUMP Lounge Indonesia dan For Hey! Say! JUMP Lounge grup Facebook. Juga like Hey! Say! JUMP Lounge Fanpage di Facebook. Follow @HSJLounge di twitter dan kunjungi heysayjumplounge.blogspot.com untuk berkenalan dengan teman-teman JUMPers seluruh dunia, berbagai info, sharing dan update tentang JUMP ^^

~SUPPORT TEN JUMP~
 
   
Okay, ada yang penasaran dengan fanfiction yang berhasil membuat para juri dan para admin kagum, haru, dan tertawa? Ini dia, douzo~ ^^

~ SUNSET STORY ~
Title                : Sunset Story
Categories   : Oneshoot
Genre             : Romance
Rating            : General - Teenager
Theme song : Yabu Kota - My Everything
Author           : Amalia Zaida (also known as phantomthief94)
Alamat           : Kampung Sewu RT 4 RW 5, Surakarta, 57123
Umur              : 17
Alasan mengikuti lomba: Saya udah lama ga nulis fanfic. Dan karena saya sedang jatuh cinta dengan kakak saya ini XD (incest detected). Selain itu juga karena saya tidak melakukan apa-apa di ulang tahun Chii tahun lalu.
Casts:
-Chinen Yuri (Hey!Say!JUMP)
-Ami Nakajima (OC)
-Yuto Nakajima (Hey!Say!JUMP)
-Yamada Ryosuke (Hey!Say!JUMP)
-Ohno Satoshi (Arashi)
Disclaimer:
Semua member Chinen, Yuto, Yama, dan Ohno milik Tuhan. Hey!Say!JUMP milik Johnny’s Entertainment. Ami Nakajima milik saya!
Summary:
Perpisahan memang seringkali dianggap sebagai suatu hal yang menyakitkan. Bukan karena rasa sakit ketika akan tidak dapat bersama lagi, tapi ketakutan akan adanya hal-hal yang masih mengganjal yang suatu saat akan mengganggu hati.
***
Langit senja kemerahan mulai menyebarkan rona kemerahannya di sudut barat, semakin lama semakin pudar. Bayang-bayang yang mengikuti pun perlahan mulai menghilang seiring dengan terbenamnya matahari. Lapangan baseball yang sebelumnya ramai pun kini telah sepi.
Di bangku panjang, Yuri tengah menikmati pemandangan sang surya yang bergerak bersembunyi. Sebuah drama singkat yang indah baginya, ketika rona kemerahan yang memancar sedikit demi sedikit meredup. Sebuah senyum terlukis di wajah manisnya, senyum yang masih menyembunyikan gigi kelinci khasnya yang hanya terlihat saat tawanya mengembang.
Yuri mengangkat tasnya ketika matahari telah sepenuhnya lenyap di balik pepohonan, tidak menyisakan jejaknya sedikitpun. Sang bulan mulai menggantikan posisi sang mentari, mengambil tugasnya untuk menemani orang-orang kawan malam.
Di persimpangan jalan, seorang gadis mencuri konsentrasi Yuri. Kepala yang selalu tertunduk menyembunyikan wajah manisnya di balik tirai poni tipisnya. Seorang siswi pintar yang pemalu, adik kelas Yuri, Ami Nakajima, adik dari Yuto Nakajima.
“Yo, Ami-chan,” sapa Yuri.
“Chinen-senpai[1], selamat malam,” sapa Ami setengah terkejut.
“Kenapa malam-malam begini baru pulang?” tanya Yuri.
“Terlalu asyik menggambar di atap sekolah. Chinen-senpai sendiri, kenapa baru pulang?” tanya Ami.
Yuri hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan Ami. Sejujurnya, ia sendiri tidak tahu mengapa ia bisa begitu betah hanya duduk-duduk menikmati matahari terbenam. Baginya, semua itu seperti melihat sebuah drama rutin yang menakjubkan dari Tuhan. Ia tidak bisa melewatkan ketika matahari malu-malu memancarkan sinar terakhirnya di hari itu. Pemandangan yang sangat ingin ia tunjukkan pada gadis yang akan menjadi istrinya suatu saat nanti.
Upacara kelulusan hanya tinggal hitungan hari. Para siswa kelas 3 sudah hampir selesai melakukan persiapan, termasuk Yuri, Yuto, dan Ryosuke yang tahun ini akan lulus.
Di sudut aula, Yuri meneguk botol airnya. Ia terlalu bersemangat untuk upacara kelulusannya, di mana ia akan menyanyikan lagu bersama Ryosuke dan Yuto. Pikirannya melayang ketika ia pertama kali masuk sekolah. Ia tidak menyangka akan sekelas dengan Yuto dan Ryosuke, temannya sejak kecil. Di dalam hati ia yakin, mereka memang telah ditakdirkan bersama.
Mengingat tentang masa kecil, Yuri teringat saat keluarganya pindah dari Hamamatsu ke Tokyo karena urusan pekerjaan. Tetangga pertama yang berkunjung adalah keluarga Nakajima. Anak pertama keluarga Nakajima ternyata sebaya dengan Yuri, Yuto namanya. Anak ke-2 lahir hanya satu tahun setelah Yuto. Ialah Ami, seorang gadis pemalu yang telah menarik perhatian Yuri. Tinggi badan Ami yang tidak setinggi Yuto, bahkan lebih pendek dari Yuri, membuatnya sering diejek oleh Yuri dan Ryosuke.
Oh, ya, mengenai Ryosuke, ia adalah anak ke-2 keluarga Yamada, rekan kerja keluarga Chinen. Mereka selalu berkunjung ke rumah Yuri setiap sedang berada di Hamamatsu. Tidak heran jika Ryosuke dan Yuri menjadi sangat dekat. Lagipula, ternyata Ryosuke pun adalah teman baik Yuto.
Lamunan Yuri buyar ketika Yuto menepuk bahunya dan duduk di sebelahnya, disusul oleh Ryosuke. Yuto dan Ryosuke hanya melempar senyum tipis pada Yuri.
“Melamun?” tanya Yuto.
“Yah, aku hanya teringat saat pertama kali kita saling mengenal. Bukankah selalu bersama sejak kecil sampai sekarang itu berarti kita jodoh?” tanya Yuri.
“Jodoh apanya? Maksudmu aku akan menikah denganmu?” tanya Ryosuke.
“Tidak, bukan seperti itu. Maksudku, mungkin kita memang sudah ditakdirkan menjadi teman baik sejak kita kecil,” kata Yuri.
“Mungkin kau benar,” kata Yuto.
“Menurut kalian, apa kita akan terus bersama seperti ini sampai kita tua nanti? Maksudku, selama ini kita bersama karena kita satu sekolah dan rumah kita berdekatan. Tidak mungkin akan seperti ini terus sampai kita tua, kan?” tanya Ryosuke.
“Kita akan bisa. Kalau selama ini kita bisa, kenapa selanjutnya tidak?” kata Yuri.
“Yang jelas salah satu dari kalian akan mendapatkan adikku,” kata Yuto.
“Maksudmu Ami?” tanya Ryosuke.
“Masa’ Raiya?” kata Yuto sambil melirik Ryosuke. Yah, retoris.
“Kenapa kau begitu yakin?” tanya Yuri.
“Itu yang dinamakan insting seorang kakak,” jawab Yuto.
Yuri dan Ryosuke hanya saling bertukar pandang. Dan kemudian masing-masing kembali terdiam dalam lamunan. Meski berbeda, namun lamunan mereka mengandung inti yang sama: masa depan!
Perjalanan pulang yang terasa jauh bagi Yuri. Setiap langkah terasa berat. Ia tidak ingin hari ini segera berakhir. Karena jika hari ini cepat berakhir, upacara kelulusan akan segera menyusul, dan mungkin perpisahan juga membuntuti. Semua orang pasti benci perpisahan dengan orang yang telah menemani sebagian besar hidupnya.
Seperti yang biasa ia lakukan, ia mampir ke lapangan baseball yang kini hampir sepi karena senja telah menyapa. Ia duduk di tempat biasa, di mana ia bisa memandang matahari terbenam dengan leluasa. Sinar merah merona yang terpancar seakan mengajaknya menari mengiringi matahari yang semakin lama semakin gelap.
Upacara kelulusan telah dimulai. Acara berlangsung lancar dan meriah dari awal hingga selesai. Air mata mengalir deras terutama ketika pidato pelepasan dari perwakilan siswa kelas 3. Perpisahan memang seringkali dianggap sebagai suatu hal yang menyakitkan. Bukan karena rasa sakit ketika akan tidak dapat bersama lagi, tapi ketakutan akan adanya hal-hal yang masih mengganjal yang suatu saat akan mengganggu hati.
Usai upacara kelulusan, hampir semua siswa masih berkumpul di sekolah, untuk menghabiskan waktu bersama sebelum jarak dan waktu menghalangi pertemuan. Para adik kelas mulai berebut untuk memberikan kenang-kenangan kepada kakak kelas yang disukai. Tidak sedikit pula yang meminta kancing gakuran siswa laki-laki sebagai kenang-kenangan.
“Chinen-senpai, tolong terima kenang-kenangan dariku.”
“Chii-senpai, bolehkah aku meminta kancing bajumu?”
“Chinen-senpai, kau akan melanjutkan ke mana setelah lulus?”
Yuri, yang memang merupakan salah satu siswa populer di sekolah, memilih untuk menghindari kerumunan siswi junior yang ingin memberikan kado mereka untuknya. Yuto dan Ryosuke yang juga popular sepertinya memilih jalan yang sama dengan Yuri. Di belakang panggung, mereka bertemu, melepas penat seusai tampil di upacara kelulusan.
“Aku sudah tahu ini pasti merepotkan sejak pertama kali melihat para senior yang dikerumuni siswi junior di upacara kelulusan 2 tahun lalu. Dan ternyata memang benar dugaanku,” kata Yuri.
“Kasihan, sih, tapi apa boleh buat, aku sedang tidak ingin kehabisan waktu untuk itu,” kata Yuto.
“Lagipula banyak yang aku bahkan tidak kenal,” sambung Ryosuke.
“Apa tujuan kalian setelah ini? Maksudku, setelah lulus?” tanya Yuto.
“Sambil menunggu tes masuk perguruan tinggi, kurasa aku akan mencari pekerjaan sambilan,” kata Ryosuke.
“Aku akan banyak berolahraga selama liburan. Mungkin suatu saat nanti kalian akan melihatku di channel olah raga,” jawab Yuri.
“Walaupun tubuhmu kecil, ternyata kau sangat hebat dalam olah raga, Chinen. Aku tidak menyangka itu saat kita pertama kali bertemu,” kata Yuto.
“Awalnya kukira Chinen tidak terlalu hebat dalam olah raga. Ternyata darah ayahnya yang seorang atlet juga menurun padanya,” sambung Ryosuke.
“Aku terkejut saat dia bilang dia paling suka pelajaran olah raga,” tambah Yuto.
“Hei! Berhenti membicarakanku!” protes Yuri.
Tiba-tiba pundak Yuri ditepuk. Saat ia menoleh, ternyata Ohno sudah berdiri di belakangnya, dengan senyum.
“Ohno-senpai! Tidak kusangka kau akan datang,” kata Yuri.
“Aku sedang ada waktu luang, jadi kukira akan bagus kalau aku memberi kalian selamat atas kelulusan kalian,” kata Ohno.
“Terima kasih, Ohno-senpai. Kami senang kau di sini,” kata Yuto dan Ryosuke.
“Jadi, bagaimana? Apa yang akan kalian lakukan setelah ini?” tanya Ohno sambil duduk di samping Yuri.
“Kami baru saja membahasnya. Yama bilang, dia akan mencari kerja sambilan untuk mengisi waktu. Kalau Chinen, dia akan melatih otot-ototnya agar suatu saat nanti kami akan melihatnya di TV sebagai seorang atlet. Kalau aku, yah, kurasa aku tidak tahu akan melakukan apa nanti,” kata Yuto.
“Ah, itu bagus,” kata Ohno.
“Ah, aku haus. Aku akan mengambil minuman dulu. Ada yang mau titip?” tanya Yuto sambil berdiri.
“Aku ikut denganmu saja,” kata Ryosuke. Dan mereka berdua pun pergi.
Hanya tinggal Yuri dan Ohno yang masih dudul di balik panggung.
“Kenapa kau justru menghindari fansmu?” tanya Ohno dengan nada setengah menggoda.
“Aku tidak terlalu suka dikelilingi seperti itu,” jawab Yuri.
“Kau seperti sedang menunggu seseorang,” kata Ohno.
Yuri hanya diam sambil terus menatap lurus ke depan, sesekali matanya beralih ke samping secara diam-diam, mencari sosok yang mungkin juga mencarinya. Berulang kali dilakukannya, ia tak menyadari bahwa itu diperhatikan oleh Ohno.
Setelah beberapa saat kemudian, ia baru menemukan sosok yang dicarinya. Ia hanya duduk di salah satu kursi di halaman sekolah sambil membaca sebuah novel. Hati Yuri bergejolak. Konflik terjadi di dalam otaknya, pertengkaran antara menghampirinya atau tidak, menyatakan atau tidak.
“Coba kau ajak bicara,” kata Ohno tiba-tiba.
“Eh?” Yuri terkejut.
“Apa maksudmu dengan ‘eh’? Ia tidak akan menunggumu lebih lama dan kesempatanmu hilang. Ingat, kau sudah lulus dari sekolah ini sekarang,” kata Ohno. Ia menarik tangan Yuri sampai Yuri berdiri, dan mendorongnya ke arah Ami untuk menyuruhnya segera maju.
Berada 3 meter dari tempat Ami, Yuri membeku. Kakinya seakan tidak mau bergerak untuk melangkah lebih dekat. Otaknya pun tak mampu mengontrol tubuhnya untuk berpikir secara sadar. Ia terus terdiam di tempatnya berdiri. Meski hanya tinggal beberapa langkah untuk sebuah kepastian, tapi konflik di dalam hatinya membuatnya ragu. Dan akhirnya ia berbalik dan mundur, kembali pada Ohno dan disambut dengan gelengan kepala dari Ohno, Yuto dan Ryosuke.
Matahari senja lagi-lagi menjadi tempatnya berdiam mengadu. Menyesali ketidakberaniannya untuk hanya menyatakan secara langsung perasaannya pada gadis yang disukainya. Berkali-kali ia memukul pasir kosong dengan kepalan tangannya dan menggesekkan kakinya.
“Tanganmu nanti kotor, lho,” seseorang mengulurkan sapu tangan kepada Yuri. Yuri mendongak untuk melihat orang itu yang ternyata Ami.
“Ah, terima kasih,” kata Yuri dengan gugup sambil menerima sapu tangan dari Ami.
“Sepertinya tadi ada yang ingin kau katakan padaku,” kata Ami.
Yuri terkejut. Ternyata tadi Ami menyadari keberadaannya yang terus terdiam. Tapi mengapa harus tetap diam seakan tidak peduli?
“Aku melihatmu, tapi aku diam karena mungkin akan mengganggu kalau aku menatapmu,” kata Ami seakan menjawab pertanyaan Yuri.
“Memang… Memang ada yang ingin kukatakan padamu,” kata Yuri.
“Katakan saja,” kata Ami.
“Ah, itu, eh, anu… Aku…” Yuri gugup.
“Kau? Kenapa?” tanya Ami lagi.
“Aku… Aku sudah… Aku sudah men… Aku…” Yuri kebingungan untuk mengatakan kata-kata yang tepat.
Sama seperti kebingungan Yuri, Ami pun menunjukkan wajah bingung dan penasaran pada Yuri.
“Kalau kau masih tidak bisa mengatakannya mungkin lain kali saja. Yah, itu pun kalau kita masih bisa bertemu,” Ami mulai beranjak dari tempatnya. Tapi Yuri segera bangkit dan meraih tangan Ami, menahannya untuk pergi.
“Aku menyukai Ami. Sejak kita sering bersama aku sudah menyukaimu. Tolong jawab… Tolong jawab aku,” kata Yuri dengan cepat.
Ami terkejut, tapi juga bingung. Ia masih belum siap dengan pernyataan yang tiba-tiba ini.
“E… Eh?” hanya itu yang dapat Ami katakan.
“Aku menyukaimu. Tolong jawab,” Yuri terengah-engah, bukan lelah karena pelajaran olah raga, tapi lelah karena detak jantungnya yang terus memburu.
“I… Ini… Ini terlalu cepat,” kata Ami.
“Tapi aku tidak tahu apakah akan bisa menyatakannya setelah ini,” kata Yuri.
Ami menghela napas. Ini sulit baginya, tapi ia hanya perlu tenang untuk menghadapi hal ini. Ia mengambil sapu tangan satu lagi dari kantong roknya dan mengusap keringat di dahi Yuri.
“Duduklah dulu dan tenanglah,” kata Ami.
Yuri pun hanya menurut saja. Setelah ia duduk dengan Ami juga duduk di depannya, Ami kembali menghela napas.
“Chinen-senpai baru pertama kali menyatakan suka pada seorang gadis, ya?” tanya Ami.
Yuri mengangguk. Ia semakin tidak sabar. Matahari yang biasanya terasa cepat terbenam kini pun terasa sangat lambat dari bersinar dengan lebih panas.
“Aku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya. Tapi, kalau aku harus menjawab antara apakah aku juga menyukai senpai atau tidak, aku tidak akan mengatakan tidak,” kata Ami.
Yuri menatap Ami dengan tatapan terkejut sekaligus tidak percaya, meminta agar Ami mengulangi kata-katanya.
“Aku juga menyukai Chinen-senpai,” kata Ami.
Senyum Yuri mengembang. Tapi berbeda dengan senyum sebelumnya, untuk kali ini, gigi kelinci khasnya pun ikut tertawa dan memperlihatkan diri. Ami pun tersenyum malu. Kepalanya menunduk, yang memberikan ruang bagi tangan Yuri untuk mengelusnya.
“Ah! Tunggu, aku ada sesuatu untukmu,” kata Yuri sambil merogoh saku celananya.
Ia mengeluarkan sebuah kancing yang ia ambil dari kancing nomor 2 bajunya. Yuri menarik tangan kanan Ami dan meletakkan kancing itu di telapak tangan Ami, kemudian menutupkannya.
“Jaga baik-baik, ya,” kata Yuri dengan kedua tangannya yang terus menggenggam tangan Ami.
Ami tertawa kecil, dengan wajah yang mengatakan bahwa Yuri bisa mempercayainya.
=============================================================
1. senpai: senior; panggilan untuk menghormati orang yang dianggap lebih senior
=============================================================
AAA~!! Sejujurnya saya malu bikin fanfic romance saya sama Chii begini >////< Sebentar lagi saya bakalan dicerai sama Kento. Hiyaa~! Maafkan saya Kento!! ( >/|<)
Oke, ini RPF ke-3 saya (setelah RPF Yamada yang pengen diet tapi tidak saya publish dan RPF InooBu) dan masih terasa sekali gajenya. Maaf untuk semua yang berharap Chii jadi pacar atau suami, sungguh hubungan saya dan Chii hanya sebatas kakak-adik! #plak
Akhir kata, terima kasih sudah membaca! Minna, yomimashita kara arigatou gozaimasu!!
=============================================================
EPILOG
Ami merogoh saku jasnya untuk mengambil kunci kamarnya. Tangannya menyentuh kancing pemberian dari Yuri. Ia memandang kancing itu. Tanpa sadar, ia tersenyum. Yuto yang tidak sengaja melihatnya hanya menorehkan senyum kecil di wajahnya. Sambil melewati Ami, ia mengacak-acak rambut Ami pelan.
“Wah, pasti kepalamu baru saja dielus Chinen,” kata Yuto.
“Ka… Kakak!!” Ami menepis tangan Yuto. Wajahnya memerah.
Yuto menunduk hingga wajahnya tepat di depan wajah Ami.
“Adikku ini… Ternyata sudah besar, ya.”
Yuto pun beranjak pergi. Ami menatapnya dengan kesal, ia tidak mampu menyembunyikan wajahnya yang memerah.

~ OUR FRIENDSHIP ~
Title                : Our Friendship
Categories   : Fanfiction
Genre             : Friendship
Rating            : K+
Theme song : Kiroro- Best Friend
Author           : Annabeth Edogawa
Alamat           : Jl.Teladan I No.141/v/14 Keutapang Dua Pabrik Kopi Banda Aceh
Umur              : 14 tahun
Alasan mengikuti lomba: Karena ingin meramaikan acara ulang tahun Chinen Yuuri..!

Cast :
1. Chinen Yuuri
2. Arioka Daiki
3. Yamada Ryosuke
4. Yabu Kouta
5. Yaguchi Rui (OC)

Synopsis/ Quote:
“Menurutmu, sampai kapan kita akan bersahabat?”

“Entahlah. Selama-lamanya?”
“Dengan keadaan yang seperti ini?”
“....”
--
Aku adalah Chinen Yuuri, siswa kelas 3-B di Teitan High School. Tahun ini adalah tahun terakhirku menjalani masa-masa sekolah di Teitan High School. Ya, aku sekarang sedang menduduki tingkat senior di sekolah.
Dengan cepat aku melangkah memasuki kelasku yang berada di lantai 3. Kutelusuri tiap jengkal ruang kelas yang cukup luas untuk menampung murid sebanyak 40 siswa itu. Entah apa yang kucari. Namun pandangan mataku langsung tertuju pada sosok yang tengah berbincang dengan akrabnya dengan seseorang yang duduk di sebelahnya. Dan aku langsung terpaku di tempatku. Tak mampu berkata-kata, dan hanya merasakan rasa perih yang ada di hatiku.
Tersadar akan kondisi kelasku yang sangat ribut ini, aku kembali ke alam sadarku dan segera berjalan ke arah tempat dudukku, yang berada di bagian belakang—tepatnya di belakang kedua pemuda yang sedang sibuk berbincang itu.
Dengan kaku kugantung tasku pada gantungan di bawah papan mejaku. Kemudian aku mulai menarik sebuah buku pelajaran dari tas sekolahku dan membacanya. Entah apa pun ini aku tak mengerti. Pikiranku terus melantur pada dua sosok yang sedang berbincang itu. Dengan ributnya mereka membahas sesuatu dan menertawakan sesuatu yang tak kutahu. Bahkan kurasa mereka sama sekali tidak menyadari kedatanganku—yang memang selalu lebih lambat dari mereka.
Kufokuskan lagi mataku pada buku yang sedang kubaca.
‘Ligoritma adalah bla bla bla.......’
Apa ini? Mengapa yang terambil buku matematika sih?
Kubolak-balikkan buku itu. Isinya hanya gambar-gambar beserta tulisan-tulisan angka seperti cosinus, sinus, dan kawan-kawannya itu. Jengkel, kututup buku itu keras-keras dan membantingnya ke mejaku.
Dan semua pandangan menuju ke arahku. Termasuk dua pemuda yang ada di depanku ini. Hah, sudah sadar akan kehadiranku rupanya.
“Gomen,” ucapku datar pada mereka. Dan mereka pun kembali ke aktivitas semula. Kecuali dua pemuda yang ada di hadapanku. Mereka menatapku jenaka.
“Apaan?”tanyaku kesal.
“Tidak ada. Heran saja. Kenapa kamu membanting buku itu,” kata yang duduk tepat dihadapanku. Wajahnya terlalu imut untuk pemuda berumur 18 tahun. Kedua pipinya chubby dan memiliki sorot mata yang menenangkan. Namanya Arioka Daiki. Dia sahabatku sejak lama. Eh.. Sejak aku berumur 11 tahun deh, pokoknya.
Sedangkan pemuda satunya lagi, berparas tampan namun imut. Dengan senyumnya yang lebih mengarah pada seringaian kecil namun keren itu adalah Yamada Ryosuke. Dia adalah sahabat kami—aku dan Daiki—sejak masuk kelas tingkat atas ini. Dia juga cukup dekat padaku. Karena pada awalnya ia dekat denganku dulu sebelum dekat dengan... Daiki.
“Cuma salah ambil buku,” jawabku asal.
“Tidak kok,” sahut Yama sambil meneliti bukuku. “Pelajaran pertama memang Matematika ‘kan?”
Iya deh. Aku kalah.
-Our Friendship-
“Diem ah! B’risik tahu!”
Kulirik pemilik asal suara. Daiki sedang mengomel sesuatu hal yang tak kuketahui pada salah satu seorang teman sekelas kami, Nakayama Yuma. Kugeleng-gelengkan kepalaku dan kembali fokus pada ulasan yang telah kubuat sebanya lima lembar. Tugas mengarang dari guru Bahasa.
“Chii, kantin yuk?” ajak suara yang kukenal, Yama, yang sedang berdiri di sampingku.
“Hari ini tidak tidur?” tanyaku tanpa menoleh padanya, masih berusaha fokus pada ulasanku yang sedikit lagi selesai.
Ia terdiam sebentar. “Ada yang ingin aku katakan.”
Yah, tidak heran sih, kalau Yama bilang seperti itu. Sudah biasa bagiku. “Kenapa tidak di sini saja?”
Kususun berkas 5 lembar yang sudah penuh dengan tulisanku itu dan menjilidnya dengan rapi.
“Pingin saja. Ayolah...,” pintanya lagi. Dan dengan anggukan kecil kubalas permintaannya. Kuambil karanganku dan berhenti di samping meja Daiki. “Dai chan, mau ikut?”
Daiki menengadah dan menggeleng. “Duluan aja,” jawabnya.
Aku dan Yama saling lirik. “Ya sudah. Duluan ya. Jangan lupa ke kantin,” sahutku kemudian berjalan keluar kelas bersama Yama.
x.x
Kuaduk-aduk milkshake vanila di hadapanku dengan sedotan. Melihat warnanya itu memang sangat mengunggah selera. Tapi entah mengapa aku sama sekali tak berniat meminumnya barang setetes pun.
‘Diem ah! B’risik tahu!’
Dheg..!
Kenapa aku mengingatnya di saat-saat seperti ini sih?
“Chii,” panggil Yama yang duduk di hadapanku.
“Apa?” balasku.
“Milkshake-nya tak mau diminum?” tanyanya lagi.
Aku mengangguk dan meminum sedikit minuman yang sedikit bersoda itu. Rasa manis dan sedikit bersoda itu menyengat indra pengecapku.
Aku kembali teringat hal yang terjadi akhir-akhir ini.
“Enggak deh. Aku ga suka!”
“Sesukaku dong Chii!”
“Lho, rasanya kok kamu makin pendek ya? Ahaha... Maaf Chii. Bercanda kok!”
“Aku ga suka ah! Warnanya norak banget!”
“Ga banget deh!”
“Entah.”
“Ga tahu deh. Cari dong.”
“Mana kutahu. Aku ‘kan bukan orang tuanya.”
Chii!!
Chi?
Lamunanku terbuyar. Dan kudapati Yama sedang menatapku dengan tatapan cemas. “Kenapa? Mukamu sedikit pucat,” katanya.
Aku menggeleng. “Gomen Yama chan. Kita bicaranya lain hari saja ya.”
Dan dengan itu aku berlalu dari kantin meninggalkan Yama sendiri yang menatapku heran.
-Our Friendship-
Kutatap langit-langit kamarku yang bernuansa laut. Kemudian kugerakkan tubuhku mengarah ke kanan dan menatap pemandangan luar dari pintu kaca menuju balkon kamarku. Yang kulihat hanyalah langit cerah dan sedikit berawan. Bertolak belakang dengan suasana hatiku yang sedang mendung. Kenapa tidak hujan saja sih?
Kututup mataku. Kembali lagi ingatan yang sudah menghantui mimpi dan keseharianku selama seminggu terakhir.
Flashback>
Seminggu yang lalu...
Aku melangkah perlahan menuju kelasku. Hari ini masih pagi. Kali ini aku terlalu cepat untuk ke sekolah sepertinya. Tak biasanya. Kuputuskan untuk ke perpustakaan sekolah saja. Tahu saja di kelas tak ada siapa pun dan aku harus di sana sendirian. Dan di keadaan yang masih rada remang-remang seperti ini, aku tak akan pernah duduk di sana sendirian.
Kugeser pintu perpustakaan yang bewarna hijau itu dan masuk ke dalamnya. Di sebelah kiriku ada sebuah meja yang ditempati sebuah komputer berwarna hitam. Kutolehkan kepalaku ke arah tempat duduk di balik meja itu.
Ah..
Sosok itu menatapku dengan heran sekaligus tajam. Kutelan ludahku dan mengulas senyum kecil. “Ohayou,” sapaku.
Sosok itu ternyata tersenyum kecil. “Tumben sekali kamu datang pagi,” ujarnya.
Huft..
“Jangan menatapku seperti tadi dong. Menakutkan tahu. Apa lagi sekarang masih gelap,” kataku padanya. Ngomong-ngomong, namanya Yabu Kouta. Dia teman seangkatan dan dulu pernah sekelas denganku. Sekarang dia di kelas 3-1 dan menjadi penjaga perpustakaan di waktu luangnya.
Ia tertawa kecil dan berjalan ke arahku. “Mau teh?” tawarnya.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Siapa sih, yang bakal nolak penawarannya? Teh buatan seorang murid teladan ini kan sangat enak. Jadi kuikuti langkahnya menuju bagian dalam perpustakaan. Aku duduk di salah satu bangku yang ada di sana dan ia mulai sibuk dengan alat masaknya.
Aku termenung dan memangku daguku.
“Hihihi....”
Dheg..!!
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Di kananku hanya ada Kouta yang sedang menuangkan teh ke dalam gelas.
“Hoi, Kouta, yang tadi itu kamu ya?” tanyaku tanpa basa-basi.
“Apa maksudmu?” tanyanya sambil meletakkan gelas di hadapanku kemudian duduk di hadapanku.
“Jadi tadi itu siapa dong?” sahutku kalut.
“Maksudmu suara tawa tadi?”
Terdengar suara baru dari arah kiriku. Suara itu suara yang sangat kukenal. Tapi... suaranya terdengar dingin dan tajam.
Dheg..!
Kutolehkan kepalaku ke arah kiriku dan sedikit menengadah. Aku terperanjat. “Dai chan?” ujarku.
Ia menatapku sekilas. Kemudain baru kusadari bahwa ada seseorang di sampingnya. “Yaguchi Rui?”
“Hei,” sapa pemuda berambut cepak itu.
Kunyerngitkan dahiku saat menatapnya. Setahuku, Daiki sangat tidak menyukainya. Tapi mengapa ia bersama Rui?
“Duluan ya Chii. Dah,” kata Daiki kemudian pergi meninggalkanku sendiri dengan Kouta beserta Rui yang mengikutinya.
A.... Apa...?
“Chii? Tak apa?” tanya Kouta.
Aku segera menoleh padanya tanpa mengubah ekspresi terkejutku. “I.. Iya.. Tak apa,” jawabku. Kuambil gelas teh yang tadi disuguhkan Kouta dan meneguk cairan hangat itu. “Enak,” gumamku.
Kouta tersenyum. “Arigatou,” balasnya.
Aku tersenyum hambar dan kembali mengingat raut wajah Daiki yang dingin tadi.
Dan sejak saat itu gerak-gerik Daiki berubah. Ia menjadi jauh dariku dan Yama. Ia semakin sering mengatakan hal-hal buruk pada teman-teman dan ia makin dekat dengan Yaguchi Rui...
Flashback Ends>
Kubuka mataku dan menghela napas. Apa yang terjadi padamu, Arioka Daiki?
Kutatap sendu pigura yang berisi lembaran kita berdua. Dan kutarik seulas senyum kecil yang pahit. Kututup mataku dan kurasakan sebuah cairan hangat menuruni sisi wajahku dari mataku.
-Our Friendship-
Kuletakkan tasku di gantungan di bawah papan mejaku. Kemudian kubenamkan wajahku di antara tanganku yang bersila di atas meja. Kututup mataku dan tak mau berurusan dengan suasana yang hening di kelas ini. Iya. Kalian tidak salah baca kok. Kelas ini hening. Karena memang belum ada siswa yang datang selain diriku ini. Rasa takutku waktu itu berubah menjadi rasa sakit hati saat melihat perpustakaan. Jadi aku di sini saja sembari menunggu teman-teman sekelasku yang lain datang.
Kudengar langkah kaki dari luar kelas. Namun aku tetap membenamkan wajahku. Sudah kubilang kan, aku tak mau berurusan dengan suasana kelas ini dulu.
Kemudian kembali kudengar langkah itu yang semakin mendekat ke arahku. Kali ini kudengar suara kursi yang digeser dari arah depanku dan ada suara orang yang duduk di sana. Mau tak mau kutengadahkan kepalaku dan membuka mataku. Kulihat sosok punggung Daiki yang tegap. Aku mengulas senyum kecil, “Ohayou, Dai chan,” sapaku.
Ia berbalik dan menatapku sebentar. Kemudian ia mengambil langkah meninggalkanku di dalam kelas.
Ada apa?
Kenapa?
Apa salahku?
x.x
Kulirik jam tangan di lengan kananku. Jam 4 lewat 10 menit. Ke mana sih si Yama? Lama sekali dia tiba. Tak biasanya ia mengaret seperti ini. Biasanya ia sangat tepat waktu dan tak ingin membuat orang lain menunggu. Kali ini ia membuat seseorang—alias aku—menunggunya! Apa-apaan itu.
Kami ditugaskan untuk membuat penelitian tentang sesuatu. Dan aku kebagian kelompok bersama Yama, Keito, Asami, dan Rika. Ah.. Padahal aku berharap aku satu kelompok dengan Dai chan. Namun jika mengingat sifatnya akhir-akhir ini, kuurungkan niatku itu. Jadi kami membagi tugas. Aku dan Yama akan meneliti setengah. Dan sisanya akan diselesaikan oleh yang lain.
Sudah selesai sih sebenarnya tugas kami. Tapi si Yama tadi pergi sebentar untuk membeli air minum untuk kami berdua. Dan kini aku menunggunya di depan sekolah. Tapi sudah kutunggu selama 15 menit ia tak kunjung tiba di sini juga. Dia beli air minumnya ke mana sih..?
“Chii!” panggil seseorang dari arah kiriku. Dan di sanalah ia. Memegang dua buah kantung plastik pada tangan kanannya. Ia melambai singkat dengan tangan kirinya ke arahku. Aku membalas lambaiannya lebih singkat dan segera menghampirinya yang sudah dekat.
“Apa sih, yang kamu beli? Lama sekali,” gerutuku padanya.
Ia tersenyum. Namun ada sebersit tatapan sayu yang ia berikan padaku. “Aku beli camilan sekalian,” jawabnya. Kemudian ia melirik ke arah langit. Aku mengikutinya. “Mendung,” respon Yama lebih cepat dariku. “Kita masuk saja yuk,” katanya lagi. Aku hanya mengangguk dan segera melupakan rasa kesalku padanya.
Kami duduk dan bersandar di depan tembok kelas 1-3, yang terdapat di ujung bangunan pertama yang mengarah ke luar, ke arah halaman sekolah. Kuteguk Lemon squash kalengan itu. Sensasi dingin menyeruak di dalam tenggorokanku saat kutelan cairan itu. Langit sudah menjadi lebih pekat dari sebelumnya. Sepertinya akan ada hujan lebat. Untungnya aku sudah meyediakan payung di dalam tasku.
Kulirik Yama yang sedang meminum Greenteanya dengan nikmat. Entah mengapa. Kutarik napasku dan menghelanya dengan berat. Dan itu cukup membantu sedikit mengurangi beban di dalam hatiku.
“Ne, Yama chan,” panggilku.
“Hm?” sahutnya.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” tannyaku padanya.
Ia menoleh padaku, “Tanya apa?”
“...Menurutmu... Dai chan itu bagaimana?” tanyaku sedikit ragu.
Ia tertegun sebentar kemudian tersenyum tipis. “Kamu juga memikirkannya ya?”
“Eh?”
Ia menunduk dan sibuk dengan tali sepatunya yang lepas. “Aku... tak suka cara berbicaranya,” jawabnya yang membuatku terhenyak. Aku juga merasakan hal yang sama, Yama chan..
“Lalu... ia juga kini lebih dekat dengan Rui. Jujur saja, itu membuatku sedikit sakit hati,” katanya lagi.
Aku menatap lantai dan tersenyum tipis. “Benar,” sahutku. “Aku juga sakit hati kok, waktu dia dekat dengan Rui. Padahal dulu ia tak begitu.”
Titik-titik air hujan turun dengan cepat. Hanya gerimis.
Kami kembali diam.
“Sampai kapan ya, akan begini terus?” gumamku.
Kurasakan tatapan Yama terarah padaku. Namun aku tak menoleh padanya dan malah beralih pada sepatuku. Sepatu ini.... pemberian Daiki sebagai hadiah ulang tahunku tahun lalu.
“Hei, Yama chan,” panggilku lagi.
“Ya?” sahutku.
“Menurutmu, sampai kapan kita akan bersahabat?”
“Entahlah. Selama-lamanya?”
“Dengan keadaan yang seperti ini?”
“....”
Ia diam. Tak tahu harus menjawab apa.
Aku kembali menghela napas dan menatap halaman sekolah yang kini telah basah oleh air hujan. Seandainya air hujan ini adalah air mataku, apakah Daiki akan tahu? Apakah ia akan menyadari bahwa aku tengah menangis karena dirinya? Apakah ia akan tahu bahwa kini aku sedang sakit karena dirinya?
Ah.. Entahlah..
“Ayo kita pulang, sebelum hujan bertambah lebat,” kataku akhirnya.
Aku menoleh pada Yama dan tersenyum kecil. Ia membalas senyumanku. Kemudian kami mengemasi barang-barang kami yang berserakan di atas lantai dan beranjak. Kukeluarkan payung biru-langit-malamku dari tasku dan membukanya. Hal yang sama dilakukan oleh Yama dengan payung abu-abunya. Kemudian dengan bersama kami melangkah keluar gerbang sekolah dan berbelok menuju ujung jalan.
Kami tetap berjalan dalam diam dan berhenti di depan sebuah zebra cross. Jalanan agak sepi. Mungkin karena belum jam pulang. Bahkan orang yang akan menyebrang hanya kami dan segelintir siswi yang sepertinya baru pulang jalan-jalan.
Lampu merah berubah menjadi hijau dan aku melangkah maju untuk menyeberang.
“Chii!!” seru Yama dari arah belakangku.
Aku menoleh, “A—“
“Awas!” serunya sambil bergerak untuk menyelamatkanku.
Apaan sih?
Brakk!!
Kurasakan sesuatu menabrak sisi kiriku dan aku merasa melayang cukup tinggi dari tanah dan terjatuh. Peganganku pada payungku terlepas. Kurasakan kepalaku berdenyut dengan sangat kencang. Kurasakan juga rasa nyeri di setiap jengkal tubuhku. Kupejamkan mataku erat-erat menahan sakit.
Kurasakan ada cairan pekat mengalir dari bagian belakang kepalaku yang terbentur tadi. Juga dengan sudut mulutku yang kurasakan adalah cairan berzat besi.
Kudengar langkah kaki yang menuju ke arahku. Kubuka mataku sedikit. Namun rasa sakit dari arah kepalaku memaksaku untuk menutup mataku.
“Chii! Kau tak apa?” tanya sebuah suara.
Aneh. Suara itu sangat familiar. Kucoba untuk mengingat. Kemudian kubuka mataku sedikit. Dan ada sebuah bayangan sosok di hadapanku, berlutut di sebelahku dan menunduk menatap wajahku. Itu wajah...., “Dai chan...,” gumamku.
Kemudian kututup mataku. Dan semuanya menjadi gelap.
-Our Friendship-
Kubuka mataku secara perlahan. Kukerjab-kerjabkan mataku untuk membiasakan cahaya yang masuk ke dalam retina mataku. Kemudian semuanya menjadi jelas. Aku terbaring di sebuah ruangan yang asing. Sangat asing.
Kuserngitkan dahiku dan mencoba untuk bangkit dan duduk. Namun kepalaku sangat sakit dan rasanya sangat mual. Aku melihat sisi kiriku. Ada seorang yang tertidur di sana. Rambutnya agak berantakan. Kuperhatikan orang ini lekat-lekat. Siapa dia?
Mungkin karena gerakanku, ia terbangun dari tidurnya dan menatapku. Ia memiliki pipi yang sangat chubby. Apa ia anak SMP? Ia terbelalak menatapku dan tersenyum sangat lebar.
“Chii! Akhirnya kau bangun juga! Syukurlah. Tunggu ya, kupanggilkan dokter dulu!” seru pemuda itu.
Tak lama kemudian ia masuk dengan seorang dokter dan seorang perawat dan beberapa orang. Yang satu memiliki paras tampan namun imut. Dan senyumannya lebih mengarah pada seringaian yang jenaka. Ada juga sosok gadis berambut sepundak lewat yang menatapku dengan tatapan sangat lega. Dan pria dan wanita paruh baya yang tubuhnya terlihat agak atletis.
Dokter itu memeriksa keadaanku sebentar dan memberitahu sesuatu pada perawat itu. Kemudian perawat itu mencatat sesuatu di papan tulisnya.
“Nah, saya dr. Okada, dokter yang menanganimu selama ini,”kata dokter itu. Aku hanya mengagguk mengerti. “Bisakah kamu mengingat apa yang terjadi?” tanya dokter itu padaku.
Aku menyerngitkan dahiku. Mengingat apa? Semuanya kosong dan gelap.
Kemudian aku menggeleng.
“Baiklah. Coba kamu sebutkan siapa saja yang ada di hadapanmu ini,” pinta dokter itu dan menunjuk orang-orang yang masuk tadi.
Aku melihat mereka satu persatu dan aku kembali menyerngitkan dahiku. “Dare?”
Dan aku mendapat tatapan terkejut dan tak percaya dari mereka...
-End-
Note:
Ah... Karakternya semua OOC ya.. >< Udah gitu, endingnya ambigu pula.
Hehe... Yah, itu dibuat supaya semuanya dapat berimajinasi sendiri bagaimana akhirnya..^^
Nah, sekian.. ^^ Yoroshiku~ >w<
Glosarium:
Gomen: Maaf
Ohayou: Selamat Pagi
Arigatou: Terima kasih
Dare: Siapa
~ A SPECIAL GIFT ~

Title                : A Special Gift
Categories   : Oneshoot
Genre             : Romance
Rating            : Teenager
Theme song:
Utada Hikaru - First Love
Author          : MargarethaHaruna
Address        : Jl. Kediri Utara 1 Bonorejo Nusukan, Solo, Jawa Tengah, Indonesia.
Age                 : 15 years
Reason why you join this competition:
1. Because I like Writting Fanfiction
2. Because I Like Chinen Yuri
Cast             :
1. Chinen Yuri (HEY SAY JUMP)
2. Sakura Haruno (OC)
3. Shori Sato (SEXY ZONE)
4. Inoo Kei (HEY SAY JUMP)
5. Kotomi Ogawa (OC)
6. Kento Nakajima (SEXY ZONE)
7. Nagiko Yamaguchi (OC)
8. Miyu Akira (OC)
Synopsis : Cinta butuh perjuangan. ^^

CHINEN YURI
SHORI SATO
INOO KEI
KENTO NAKAJIMA



+++++++++++++++++++++++++++++++++

"Sakura-chan ! Tolong ambilkan pasta gigi dong, ini pasta giginya sudah habis " seru seorang pemuda yang berada dalam kamar mandi.
"Chotto .... " Sakura yang merasa dipanggil segera menuju ke kamar mandi tersebut.

"Ini pasta giginya ...."
Sebuah tangan yang keluar dari balik pintu kamar mandi, namun alih-alih mengambil pasta gigi tersebut malah pemuda itu menarik tangan Sakura. "Mau mandi bersama ?" tanya seorang pemuda penuh canda.
"KYAAA !! INOO-CHAN !! LEPAAASSS !! TANGANKU SAKIT NIH !!" seru Sakura yang merintih kesakitan.
"Gomen ne Sakura-chan. Just Kidding kok ya tidak mungkin beneran lah kalau kita mandi bersama. Hahaha ! Arigatou ya sudah membantu mengambilkan pasta gigi yang baru." lalu Inoo segera menutup pintu kamar mandinya dan melanjutkan mandinya.
"Huft dasar Inoo-chan membuat aku terkejut saja. Huh!!" gumam Sakura kesal.
Sebenarnya Inoo dan Sakura sudah tinggal bersama selama 1 tahun. Bukan karena mereka sepasang kekasih, tetapi lebih karena itu sebuah Share House yang ditinggali oleh beberapa orang disana. Tidak hanya Sakura dan Inoo, melainkan banyak orang yang tinggal disana.
Sebenarnya bukan keinginan Sakura untuk tinggal bersama Inoo, melainkan keadaan keluarganya yang bekerja di London mengharuskan dirinya tinggal di Share House tersebut.
"Sakura-chan ada apa ?" sosok Shori yang tiba-tiba datang melihat Sakura yang wajahnya kelihatan shock.
"Eh Shori-kun..... Tidak apa-apa kok It's Okay." jawab Sakura yang awalnya terkejut tiba-tiba mengubah dirinya untuk tetap tersenyum.
Shori Sato adalah sahabat Sakura sejak masa SMP. Mereka terkadang saling mencurahkan isi hatinya satu dengan yang lainnya. Sebenarnya Shori menyukai Sakura karena dia anak yang pandai, rajin dan sebagainya. Tetapi Shori orangnya agak pemalu jadi dia tidak mengungkapkan kalau dia suka dengan Sakura. Bahkan Sakura pun sudah menjadi kekasihnya Chinen Yuri sejak SMP kelas 3. Itulah sebabnya Shori menutup semua perasaan dirinya terhadap Sakura.
"Wajah kamu aneh sekali, sebenarnya ada apa Sakura-chan? Cerita saja." tanya Shori dengan tersenyum.
"Tidak apa-apa kok Shori-kun ini cuma masalah kecil dan aku bisa menyelesaikan sendiri." jelas Sakura dengan tersenyum.
"Ayo Minna !! Makanannya sudah siap !!" suara seorang gadis yang mengubah suasana.
""KRING-KRINGG !!"" tiba-tiba keitai Sakura berbunyi.
"Kau makan duluan ya soalnya ada telfon masuk nih!" seru Sakura sambil meniggalkan Shori.
"Konnichiwa My Honey!" suara seorang pemuda yang terdengar samar-samar.
"Konnichiwa Chii ! Ada apa kau menelefonku ?" tanya Sakura dengan heran.
"Tidak apa-apa kok Sakura-chan, aku hanya kangen saja pada kau. Hehehe. By the way aku ingin kasih kejutan nih buat kamu, bisakah nanti malam aku beri kejutannya di tempat saat kita jadian ?" Tanya Chinen dalam percakapan telepon itu.
"Hai ! Tentu saja. Lalu kita mau berangkat jam berapa Chii ?" tanya Sakura dengan bingung.
"Ya kira-kira sekarang saja bagaimana ?" Tanya Chinen.
"Baiklah. Kalau begitu aku ganti dulu ya Chii." jawab Sakura dengan lemah lembut.
"Okay. Kalau begitu sekitar 15 menit lagi aku jemput di tempat Perumahanmu ya !" Ucap Chinen bersemangat.
Tanpa berfikir panjang Sakura langsung masuk kedalam rumah. Tiba-tiba langkahnya terhenti.
"Ah Inoo-chan ada apa !! Lepass dong !!" seru Sakura yang tengah-tengah terkejut.
"Kau ini kelihatanya terburu-buru, memangnya mau kemana ?" seru Inoo dengan sedikit tegas.
"Aku ini di ajak kencan sama Chii, aku mau ke kamar untuk bersiap-siap. jaid LEPASKAN tanganku !! SAKIT tahu !!" ketus Sakura sambil berusaha melepaskan cengkeraman tangan Inoo.
Tanpa disadari setelah Sakura berhasil melepaskan cengkeraman tangannya, langkahnya terhenti lagi karena Inoo langsung memeluk Sakura dari belakang.
"Sakura-chan, apakah tidak bisa kau beri aku kesempatan untuk.....untuk....." tiba-tiba kata-kata Inoo terhenti.
"Eh ! Na..Nani ?? beri kesempatan untuk apa ?" tanya Sakura kebingungan sambil berusaha melepaskan pelukan dari Inoo.
"Eh! Apa yang aku lakukan tadi. Bodohnya diriku. Aku tidak ingin kalau Sakura tahu bahwa aku masih mencintainya." gumam Inoo yang sadar akan yang dia perbuat tadi.
"Maaf Sakura-chan, aku akhir-akhir ini agak kacau pikirannya, jadi maaf ya aku benar-benar tidak sengaja." ucap Inoo tanpa berpiikir panjang.
"Baiklah kalau gitu aku langsung saja ke kamar untuk berganti baju." ucap Sakura dan meninggalkan Inoo.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Konbannwa Sakura-chan." sapa Chinen sambil mengecup pipi Sakura.
"Haha konbannwa Chii. Kalau gitu kita langsung saja yuk." ajak Sakura dengan bersemangat.
"Kau cantik sekali dengan blouse itu. Warnanya sesuai sekali." ucap Chinen memuji.
"Arigatou Chii. Hahaha !" Ucap Sakura dengan tertawa lembut.
"Okay My Princess. Let's go now." kata Chinen sambil menggenggam tangan Sakura dan masuk kedalam mobil Chinen.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sampailah Sakura dan Chinen disuatu tempat yang pemandangannya sangat indah. Tiba-tiba Chinen menutup mata Sakura karena dia akan membuat kejutan untuk Sakura.
"Loh ? Kenapa pakai matanya ditutup segala Chii ?? Memangnya ada apa ?" tanya Sakura heran.
"Yah namanya saja kejutan. Hehehe. Tenang ya Sakura-chan. Nah sekarang genggam tanganku ya supaya kau mengikuti langkahku." suruh Chinen sambil menuntun Sakura.
"Nah waktu aku buka kain kecilnya kamu jangan membuka mata dulu ya." saran Chinen sambil membuka kain kecil lembut yang menutupi mata Sakura.
"Hai Chii." Jawab Sakura sambil mengangguk-angguk.
"Nah setelah hitungan ke 3 kau boleh membuka mata. Oke." jawab Chinen menjelaskan.
"Hai Chii. Aku sudah tidak sabar untuk melihat surprize nya." ucap Sakura dengan perasaan penuh penasaran.
"Baiklah. 1 2 3 !! Surprize !! Hadiah ini khusu untuk kamu seorang Sakura-chan !!" seru Chinen bersemangat.
"Kyaaaa !! Arigatou gozaimashita Chii. Surprize nya bagus sekali. Hontou ni arigatou gozaimashita Chii !!" ucap Sakura dengan gembira.
"Dou itashimashitei my honey." jawab Chinen dengan senyuman yang manis.
Tak lama kemudian bibir mereka menyatu antara satu dengan yang lainnya. Lalu Chinen mulai berbisik disebelah telinga Sakura.
"I LOVE YOU SAKURA-CHAN. FOREVER AND NEVER GONE." ucap Chinen pelan.
"ME TOO CHII. FOREVER AND NEVER GONE." jawab Sakura dengan lemah lembut dan tersenyum.
"Kalau begitu aku antar kau pulang ya. Kasihan kalau terlalu malam berlama-lama disini. Hehehe." ucap Chinen sambil mengelus rambut Sakura.
"Hai Chii. Arigatou buat surprize nya ya." kata Sakura sambil tersenyum.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Arigatou karena sudah mengantarkanku sampai dirumah Chii. Selamat malam dan selamat tidur, mimpi indah." ucap Sakura memberi ucapan pada Chinen.
"Dou itashimashitei Sakura-chan. Always nice dream too Honey. Kalau gitu sampai ketemu besok." sapa Chinen dan langsung pulang.

"Dor !! Sakura-chan lama sekali perginya." tanya seorang wanita yang mengejutkan Sakura.
"Akira-chan !! Kau buat aku kaget saja deh !! Ada apa sih ?" tanya Sakura sedikit jengkel.
"Haha gomen ne Sakura-chan.Sudah malam nih ayo cepat tidur sana !" suruh Akira.
"Hahaha hai Akira-chan aku tidur duluan ya." ucap Sakura yang tanpa banyak bicara langsung kekamarnya.

Lalu langkah Sakura terhenti oleh karena ada Inoo di luar.
"Inoo-chan kau belum tidur ?" tanya Sakura yang tiba-tiba mengejutkan Inoo.
"Ah Sakura-chan. Belum kok lagi tidak bisa tidur nih. Sebenarnya ya sudah ngantuk sih tapi tidak bisa tidur, aneh ya. Hehehe." jawab Inoo dengan tersenyum.
"Oh gitu ya. Hehehe. Lucu juga kamu Inoo-chan." ucap Sakura dengan tersenyum juga.
"Kau baru saja pulang dari berkencan dengan Chii ? Bagaimana ? Menyenangkan ?" tanya Inoo tersenyum.
"Kenapa tiap aku setelah pulang bersama Chii dia selalu tanya tentang itu ya ?" gumam Sakura dalam hati.
"Ehem.. Sakura-chan ada apa kok melamun ? Kencannya tidak menyenangkan ya ? atau awal-awalnya menyenangkan tetapi akhir-akhirnya jadi tidak menyenangkan ?" tanya Inoo yang membuyarkan lamunan Sakura.
"Eh ! Nani ? Tidak kok justru menyenangkan bahkan si Chii memberiku kejutan yang special sekali. Aku ingin saathari ultahnya nanti aku akan beri kado yang special untuknya. Seandainya saja Tuhan memberiku usia yang panjang, pasti aku akan bahagia sekali." jelas Sakura dengan suara yang memelas.
"Sssttt." jari telunjuk Inoo tepat di bibir Sakura. "Kau tidak boleh seperti itu, aku tahu penyakit kankermu itu akan makin parah setiap harinya. Tetapi kau harus tetap berpikiran positif Sakura-chan. Banyaklah berdoa agar kau dan Chii bisa bersama sampai ke pelaminan. Bahkan sampai maut memisahkan kalian berdua." nasehat Inoo dengan lemah lembut.
"Aku tahu itu Inoo-chan. Tapi.... Tapi..." suara Sakura terhenti karena dia melihat Shori yang sedang berdiri di balik tembok.

"Mmm... Yang dikatakan Inoo-chan benar Sakura-chan. Kau harus optimis dalam menghadapi ini. Aku yakin karena takdirmu itu tidak sekarang, melainkan masih lama Sakura-chan. Tetaplah optimis." Saran Shori pada Sakura dengan lembut dan sedikit ragu-ragu.
"Arigatou gozaimashita minna. Hontou ni arigatou gozaimashita. Aku akan berusaha untuk terus optimis dan terus berdoa agar penyakitku segera hilang. Tapi aku mohon agar kalia tidak memberi tahu pada Chii aku tidak mau kalau dia terlalu khawatir padaku." ucap Sakura dengan penuh permohonan.
"Tapi lama-kelamaan dia akan segera tahu Sakura-chan." jelas Shori dengan wajah khawatir.
"Iya aku tau. Lebih baik dia mengetahui sendiri akhirnya. Paling tidak dia tidak perlu tahu sampai aku sembuh dari penyakitku ini. Entah mengapa tiba-tiba aku terkena penyakit kanker." jelas Sakura dengan sedih dan kecewa.
"Ya sudah yang penting saranku kau harus optimis dan terus berdoa dan juga terus berusaha untuk hidup. Okay. Ya sudah kau tidur saja ya." jelas Inoo menyarankan danmenyuruh Sakura untuk tidur.
"Hai Inoo. Kalau gitu aku duluan ya." ucap Sakura sambil meninggalkan Inoo dan Shori.

~~~~~~~~~~~~~~~~~

""KRING-KRING"" suara keitai Sakura berdering dipagi hari.
"Mmm..... Hoaammm... Siapa ya yang menelepon pagi-pagi begini." tanpa berpikir panjang Sakura langsung membuka keitainya.
"Ternyata My Prince." gumamnya. "Ohayou gozaimasu Chii." sapa Sakura dengan ramah.
"Ohayou Gozaimasu Sakura-chan. Apa aku membangunkanmu di pagi-pagi begini. Gomen ne kalau aku mengganggu tidurmu, Honey." Ucap Chinen.
"Daijoubu Chii. Ada apa kau meneleponku ?" tanya Sakura heran.
"Mmm... Hanya tanya saja kok, nanti saat berangkat ke sekolah mau berangkat bersama ? Gomen ne karena kemarin lupa bertanya sama kamu." jelas Chinen.
"Daijoubu Chii. Orang terkadang lupa sudah biasa. Hehehe. Hai Chii." ucap Sakura dengan tersenyum.
"Oke deh. Aku jemput nanti 30 menit sebelum sekolah kita masuk ya. Hehehe. Bye Honey. Muah! Hahaha." sapa Chinen dengan memberikan kiss bye.
"Muah too. xixixi." ucap Sakura sambil tertawa pelan.

~~~~~~~~~~~~~~~~

"Sumimasen !" suara seorang pemuda yangl mengetuk pintu.
"Chotto......" ketika mendengar ketukan pintu seorang wanita membukakan pintu itu.
"Eh! Chii apa kabar." sapa Nagiko yang membukakan pintu untuk Chinen.
"Kenapa harus Nagiko yang membuka pintunya ? Kenapa tidak Sakura-chan saja yang membuka pintunya. Huh menyebalkan !" gumam Chinen sedikit kesal.
"Hey Chii ada apa kok mendadak melamun seperti itu ?" tanya Nagiko sambil menepuk pelan pundak Chinen
"Eh! Gomen na Yama-chan. Baik saja kok. By the way mana Sakura-chan ?" tanya Chinen secara mendadak.
"Na...Nani ! Kenapa Chii selalu mencari Sakura-chan sih. Sebal rasanya. Huh !" gumam Nagiko dalam hati.
"Hey ! Yama-chan kok malah kamu yang gantian melamun ? Ada apa ?" tanya Chinen yang tiba-tiba membuyarkan lamunan Nagiko.
"Eh ! Tidak apa-apa kok. Si Sakura-chan baru diatas." jelas Nagiko dengan sedikit kecewa. 
"Tuh Sakura-chan nya sudah turun." jelas Nagiko sambil menunjuk Sakura.
"Hahaha tadi dia aku kirimi e-mail Yama-chan. Xixixi. Kalau begitu kami berangkat dulu ya." seru Chinen sambil menggeret tangan Sakura.
"Yama-chan aku berangkat dulu ya kasih salam sama yang lainnya. Arigatou." seru Sakura dari suara kejauhan.
"Hai !!" jawab Nagiko dengan cepat dan dengan sedikit kesal. Maklumlah Nagiko sudah lama menyukai Chinen sejak mereka saling bertemu. Hanya sajs Chinen lebih menyukai Sakura daripada dirinya. Itulah yang membuat Nagiko menjadi kesal.
"Apa tidak ada kesempatan bagiku untuk bisa menjadi kekasihnya Chii ? Mengapa dia menyukai Sakura yang penyakitan seperti itu. Hih !! Merinding aku !!" Gumam Nagiko kesal yang tiba-tiba tubuhnya tergerak sendiri karena geli dan dia langsung kembali kekamarnya untuk bersiap-siap ke sekolah.

~~~~~~~~~~~~~~~~

Setibanya disekolah.
"Sakura-chan, boleh kan aku tanya soal Matematika ? Kau sepertinya ahli di pelajaran Matematika." tanya Chinen sambil tersenyum.
"Haha. Hai Chii." ucap Sakura dengan ramah.
Lalu mereka berdua langsung menuju ke kelasnya untuk membahas soal matematika.
"Nah ini nih Sakura-chan. Nomor 4 dan 7 aku tidak bisa. Kau bisa memberi tahu caranya ?" tanya Chinen dengan ramah.
"Oh soal ini. Bisa kok. Sini aku jelaskan caranya. ......." lalu Sakura mulai menjelaskan soal matematika itu. "Nah sekarang kau sudah tahu caranya kan atau malah kebingungan karena aku menjelaskannya tadi cepat-cepat ? Gomen na Chii" tanya Sakura sambil menahan rasa sakitnya.
"Daijoubu Sakura-chan. Aku sudah mengerti kok. Malah lebih mengerti kalau kamu yang menjelaskan. Hehehe." seru Chii sambil tertawa.
TING TONG - TING TONG. Bel masuk sekolah telah berbunyi
"Ya sudah kembali duduk sana sudah bel masuk sekolah loh !" suruh Sakura yang setelah mendengar bel berbunyi.
Setelah semua siswa kelas 3-A duduk, tak lama kemudian Azura sensei yang merupakan wali kelas mereka telah masuk ke kelas.
"Ohayou gozaimashita minna !" sapa Azura Sensei pada murid-muridnya.
"Ohayou gozaimashita Sensei !" sapa murid-murid pada Azura Sensei.
"Hai. Sekarang kitra mulai pelajaran kita hari ini minna." ucap Azura Sensei dengan ramah pada murid-muridnya.
"Hai Sensei !" seru para murid sambil mempersiapkan buku mata pelajaran.

~~~~~~~~~~~~~~~

TING - TONG. TING - TONG. Bel sekolah pun telah berbunyi pertandakan waktu pulang sekolah.
"Hay Sakura ! Kau pulang denganku atau dengan Chii ?" tanya seorang pemuda yang mengejutkan Sakura.
"Eh ! NakaKen !! Aku pulang bersama Chii kok. Kau pulang sendiri tidak apa-apa kan. Hehe. Gomen na NakaKen."
"Daijoubu Sakura-chan. Ya sudah aku duluan ya." seru Kento sambil melambai-lambaikan tangannya kearah Sakura dan Chinen. Tiba-tiba langkah Kento terhenti karena Kento mendengar Sakura yang mendadak merintih kesakitan.
"Ah!! Aduh !!" teriak Sakura merintih kesakitan hingga sampai membungkuk tubuhnya.
"Ah Sakura-chan kau tidak apa-apa ?" tanya Chinen yang tengah-tengahnya khawatir akan keadaan Sakura.
"Daijoubu ne Chii. Aku baik-baik saja kok. Mungkin perutku sedikit sakit soalnya terkadang aku makan sering terlambat, jadi sudah terbiasa kalau sakit. Hehehe." jelas Sakura yang berusaha menutupi penyakitnya.
"Benarkah ?? Tapi sepertinya lumayan parah. Perlu aku antar ke Rumah Sakit ?" tanya Chinen yang masih khawatir.
"Tidak usah Chii. Daijoubu ne Chii. Lebih baik kita pulang saja." ucap Sakura yang masih merintih kesakitan.
"Baiklah Chii lebih baik kamu bawa pulang Sakura supaya dia bisa beristirahat di Perumahannya." Saran Kento pada Chinen.
"Haii Naka-Ken." ucap Chinen menyanggupi dan langsung menopang Sakura sampai di mobilnya.
~~~~~~~~~~~~~~~

"Sumimasen !! Ada orang dirumah ??" ucap Chinen sambil mengetuk pintu.
"Chotto ...." terdengar suara lelaki yang berada didalam itu. "Oh Chii Sakura-chan kau sudah pulang. Loh ada apa denga Sakura ?" tanya Inoo heran.
"Dia tadi kesakitan, jadi aku bawa langsung dia pulang." Jelas Chinen dengan wajah yang masih terlihat khawatir.
"Arigatou Chii sudah mengantarkan ku pulang. Gomen na karena sudah merepotkanmu." ucap Sakura dengan suara yang lemas.
"Dou itashimashita. Banyak istirahat ya Sakura-chan. Kalau begitu aku pulang dahulu." ucap Chinen sambil meninggalkan Sakura dan Inoo.

~~~~~~~~~~~~~~~

"Chii !!" seorang wanita tiba-tiba mengejutkan Chinen.
"Ah ! Lagi-lagi Nagiko. Apa sih maunya ?" gumam Chinen dan langsung pergi begitu saja tanpa memerdulikan Nagiko.
"Chii !! Tunggu !!" Lalu Nagiko berlari dan akhirnya dia berhasil menggenggam tangan Chinen.
"Ada apa sih ? LEPASS TIDAK !!" bentak Chinen sambil berusaha melepas genggaman erat dari Nagiko.
"Tidak akan. Kau tahu kan betapa aku sangat mencintaimu Chii. Bahkan tadi saat kau mencari Sakura, itu saja sudah membuatku cemburu pada Sakura karena dia telah merebut semua yang harus menjadi hak aku. Aku mohon kasih aku kesempatan untuk membuatmu terus bahagia dan kau tidak akan menyesalinya." jelas Nagiko berusaha meyakinkan Chinen.
"Tidak !! Aku ini sudah menjadi miliknya Sakura dan Sakura sudah menjadi milikku, jadi kau jangan berharap bisa meyakinkanku, Yama-chan !!" ucap Chinen sambil meninggalkan Nagiko secara langsung dan melepaskan genggaman erat tangan Nagiko dengan kasar.
"Kenapa sih selalu saja Sakura yang dia pikirkan. Mungkin suatu saat kau akan berpaling padaku lagi. Inilah tekadku !" gumam Nagiko sedikit kesal sambil mengepalkan tangannya.
~~~~~~~~~~~~~~~~

"Aku ingin membuat kejutan yang special untuk Chii, tapi kira-kira bertahan tidak ya aku ?? Sesungguhnya saat ultah Chii aku sudah harus sembuh jadi Chii tidak perlu mengkhawatirkan tentang kondisi ku. Tuhan tolong sembuhkan aku agar aku bisa membahagiakan semua orang yang aku sayangi termasuk Chinen orang yang sangat aku cintai." gumam Sakura dengan suara melemah.
KRING-KRING keitai Sakura tiba-tiba berbunyi dan sampai membuyarkan lamunan Sakura. "Ternyata Chii yang mengirimku e-mail." gumamnya sambil membaca isi e-mail tersebut.

dari : chiinenyuri@yahoo.jp
subyek : rasa gelisah

"Sakura-chan kau tidak apa-apa kan ? dan sakitmu bagaimana sudah lumayan membaik belum ? I wish you will get well soon honey :* "

'chiinen'

"Andaikan kau tahu bahwa sebenarnya penyakitku ini sangat parah Chii. Tapi aku tetap berusaha untuk hidup dan optimis." gumam Sakura dengan bersedih.
"Sakura-chan bolehkah aku masuk ? Aku membawakan makanan dan minuman untukmu." seorang wanita yang berada diluar mengetuk pintu kamar Sakura.
"Masuklah !" suruh Sakura dengan suara yang masih melemas.
"Kami kira kau sudah istirahat ternyata belum. Ini kami bawakan makanan sup sayur lettuce agar kau jadi sehat selalu." jelas Kotomi dengan penuh perhatian.
"Hai Sakura-chan. Dimakan ya sup nya enak loh !!" ucap Akira dengan semangat.
"Hahaha. Hai." jawab Sakura singkat sambil mencoba sup buatan Kotomi dan Akira.
"Bagaimana ? Enak tidak ??" tanya Kotomi yang sedikit penasaran.
"Hmm... Enak kok. Hangatnya terasa loh." jelas Sakura dengan tersenyum. "By the way bisakah kalian membantuku untuk mempersiapkan kejutan untuk Chii ?" tanya Sakura dengan sedikit memohon.
"Hai. Tentu saja." jawab Kotomi dan Akira menyetujui.
"Hmm begini ..........." Lalu Sakura memulai menceritakan.

"Oh begitu rupanya. Daijoubu. Aku dan yang lainnya akan membantu mempersiapkan ide mu itu." jawab Akira.
"Arigatou gozaimashita minna." ucap Sakura dengan senang.
" Iya besok sudah 2 hari menjelang ultahnya Chii. Jadi nanti yang lain aku beri tau untuk membantu kita dan kamu jangan khawatir ya Sakura-chan." kata Kotomi sambil menepuk pelan pundak Sakura.
"Sankyuu Kotomi-sama." ucap Sakura pelan.

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Lalu keesokan harinya Sakura, Akira, Kotomi, Kento, Inoo, dan Shori mulai megerjakan ide yang diusulkan oleh Sakura. Mereka ingin membuat Special Gift untuk Chinen Yuri dihari ultahnya. Akhirnya mereka pun tlah selesai membuat Spceial Gift untuk Chinen.

"Nah sekarang sudah siap nih. Lalu rencana selanjutnya apa ?" tanya Kento.
"Selanjutnya, serahkan saja padaku, aku akan menyusul kerumah Chii sekarang." ucap Sakura sambil melangkahkan kaki menuju ke tempat garasi untuk mengambil kendaraan pribadinya.
"Sakura-chan sebaiknya kau hati-hati. Takutnya sakitmu nanti kambuh lagi." kata Shori menyarankan.
"Hai." jawab Sakura singkat.

~~~~~~~~~~~~~~~~

KRING KRING. Keitai Chinen berbunyi pertanda ada pesan masuk.


dari : sakuraharuno@yahoo.jp
subyek : berkencan

"Ohayou Honey :* aku ada diluar rumahmu sekarang, dan aku ingin mengajakmu untuk pergi kesuatu tempat. Biasa ada surprize untukmu :*"

'sakura'

"Ah Sakura-chan ternyata kau ada diluar rumahku. Lebih baik aku harus membalas kiriman dulu setelah itu bersiap-siap." ucap Chinen yang memulai mengetik keyword keitainya untuk membalas kiriman dari Sakura.

KRING KRING. Keitai Sakura berbunyi pertanda balasan kiriman dari Chinen.

dari : chiinenyuri@yahoo.jp
subyek : hehehe

"Ohayou Honey :* tunggu sebentar ya aku harus siap-siap dahulu. 10 menit kemudian aku sudah turun kebawah.
Sankyuu :3 ."

'chiinen'

"Hahaha baiklah Chii. Setia menunggu kok." batin Sakura sambil tersenyum.
Tak lama kemudian terdengar suara pintu terbuka.
"Gomennasai Honey. Aku terlalu lama ya ? Hontou ni gomennasai Honey." ucap Chinen sedikit menyesal.
"Daijoubu Honey. Lagipula aku bisa melihat-lihat taman mu yang subur-subur kok dapat menyegarkan mata. Hehehe. Kalau begitu langsung saja yuk, tapi kamu harus pakai kain ini untuk menutupi matamu agar kau tidak langsung tahu kejutannya. Hehehe." ucap Sakura sambil mengikatkan kain itu ke mata Chinen.
"Hahaha. Hai Sakura-chan. Tapi aku dituntun ya. Hehehe." ucap Chinen sedikit manja.
"Hahaha kamu ini seperti ga tahu aku aja Chii. Sudah pasti dong. Nah genggam tanganku ya aku tuntun sampai ke mobil aku." suruh Sakura dengan lemah lembut.
"Hai Sakura-chan." jawab Chinen bersemangat.

~~~~~~~~~~~~~~~

Tak lama kemudian sampailah Chinen dan Sakura di suatu tempat yang berdekatan dengan pemandangan yang indah.
"Nah kita telah sampai nih Chii. Seperti yang kau katakan padaku saat kau memberiku kejutan dahulu. Okey." suruh Sakura dengan tersenyum.
"Hai Sakura-chan." ucap Chinen dengan semangat.
"Okay siap-siap ya Chii. One...Two...Three.... SURPRIZE !!!! Bagaimana kau suka ?" tanya Sakura setelah membuka kain yang menutupi mata Chinen.
"Kyaaaa. Kawaii ne Sakura-chan. I..Ini special sekali untuk ku. Arigatou gozaimashita Sakura-chan." ucap Chinen gembira sambil memeluk erat Sakura.
"Dou Itashimashitei Chii. Syukurlah kalau kau suka hadiah dari aku dihari special mu ini." ucap Sakura pelan sambil membalas pelukan Chinen.
Perlahan-lahan Sakura mulai pingsan karena penyakitnya telah kambuh lagi dan itu membuat Chinen terkejut.
"Sakura-chan !! Sadarlah !! Sakura-chan !!" teriak Chinen menyebut nama Sakura dan langsung dibawanya ke rumah sakit.

~~~~~~~~~~~~~~~

KRING KRING. Terdengar suara keitai Inoo Kei yang berbunyi.

dari : chiinenyuri@yahoo.jp

subyek : berita buruk

"Ohayou Inoo-chan. Aku ingin memberi tahu sekarang Sakura di rumah sakit karena dia tadi pingsan saat memberiku kejutan tadi. Tolong beritahukan pada yang lainnya. Sankyuu."


'chiinen'

"Na..Nani ?? Sakura dirumah sakit ? Jangan-jangan penyakitnya kambuh lagi." gumam Inoo dengan ekspresi terkejut. Lalu Inoo segera memberitahu pada yang lainnya.
"Minna !! Gawat Minna !!" teriak Inoo mericuhkan suasana.
"Ada apa Kei-ni kok teriak-teriak begitu ?" tanya seorang pemuda yang tiba-tiba mengejutkan Inoo
"Eh Shori. Sa..Sakura sekarang dirumah sakit tadi Chii baru saja mengirimku pesan. Nih lihat pesan dari Chii." jelas Inoo sambil menunjukkan pesan keitainya pada Shori.
"Oh ternyata ..... Tapi kenapa Sakura bisa sampai dirumah sakit ? Apa penyakitnya kambuh lagi ??" tanya Shori sambil mengembalikan keitai Inoo.
"Kemana yang lainnya ?" Tanya Inoo penasaran.
"Itu pada datang tuh." seru Shori sambil menunjuk.
"Ada apa Inoo-chan ? Kok tadi aku dengar kau teriak-teriak ?" tanya Kento yang baru saja datang disusul dengan Akira dan Kotomi
"Begini, Sakura-chan masuk kerumah sakit dan sepertinya penyakitnya mulai kambuh lagi." jelas Inoo dengan suara melemas.
"Na..Nani ?? Kalau gitu kita langsung bersiap-siap saja untuk pergi ke rumah sakit." ucap Kotomi tanpa banyak bicara dan langsung kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian.
"Hai." jawab semuanya sambil bersiap-siap.

~~~~~~~~~~~~~~~

KRING - KRING. Terdengar suara keitai Chinen sambil dengan perasaan panik.
"Konnichiwa Chii. Rumah sakitnya letaknya dimana ?" tanya seorang pemuda dalam telepon itu.
"Rumah Sakit langganan ayahnya Sakura-chan, Kei-ni." jawab Chinen memberi tahu.
"Hai Chii. Sekarang aku dan yang lainnya segera berangkat ke rumah sakit." jelas Inoo dan langsung menutup teleponnya.
"Hai." jawab Chinen singkat.

~~~~~~~~~~~~~~

"Chii !" panggil Inoo dan segera menghampiri Chinen. "Bagaimana keadaan Sakura ?" tanya Inoo sedikit khawatir.
"Iya Chii bagaimana keadaan Sakura ?" ucap Kotomi lembut.
"Kata dokter dia terkena penyakit kanker stadium 2. Sebenarnya penyakit itu bisa disembuhkan kalau dia dioperasi dan jika didiamkan lama-kelamaan menjadi stadium akhir dan bisa meninggal." jelas Chii dengan bersedih.
"Ya sudah lebih baik dilakukan operasi saja gimana ? Demi kesembuhan Sakura sebelum penyakitnya tersebar ke mana-mana." saran Kento.
"Jangan langsung begitu NakaKen. Lebih baih kita hubungi saja orang tuanya. Chii orang tua mu dan orang tua Sakura sama-sama pergi ke London kan ? Lebih baik kamu kasih tahu sama orang tuanya Sakura." jelas Inoo meyarankan.
"Hai !" Lalu Chinen mengambil keitainya dan menghubungi orang tua Sakura.

~~~~~~~~~~~~~~
Lalu Chinen memberitahu orang tua Sakura melalui via keitainya. Setelah orang tua nya tahu mereka menyarankan pada Chinen agar Sakura lebih baik dioperasi demi kebaikkan Sakura. Lalu mulailah proses pengoperasian Sakura. 1 bulan berikutnya Sakura telah sembuh total dari penyakit kankernya itu.

"Sakura-chan. Anakku !" seorang wanita tua memanggil dengan bersemangat.
"Ibu !! Ayah !!" seru Sakura sambil menghampiri kedua orang tuanya. "Bu.. Yah.. Aku rindu pada kalian." ucap Sakura sambil memeluk orang tuanya.
"Kami juga merindukan mu, Sakura-chan." ucap Ayah dan Ibu Sakura dan membalas pelukan anaknya itu.
"Bu.. Yah.. mereka akrab sekali ya." ucap Chinen terharu.
"Hai Chii. Sangat akrab. Bagaimana kamu dengan Sakura ? baik-baik saja kan ?" tanya Ibu Chinen.
"Iya, Bu baik kok." jawab Chinen tersenyum.
Lalu orang tua Sakura menghampiri orangtua Chinen dan langsung mengatakan sesuatu pada Chinen.
"Chii, arigatou gozaimashita karena sudah menjaga Sakura-chan selama kami di London." ucap Ayah Sakura terharu.
"Dou itashimashitei Om Haruno. Saya tetap menjaga Sakura dengan segenap hatiku Om Haruno" ucap Chinen sambil menunjukkan uluh hatinya.

~~~~~~~~~~~~~~

"Minna. Sepetrinya kita perlu membuat kejutan untuk Sakura dan Chii. Hari ini kan genap 1 tahun mereka menjadi sepasang kekasih." bisik Kotomi pelan.
"Hmm... Tapi masa si Sakura sama Chii tidak tahu kalau hari ini genap 1 tahun mereka menjadi sepasang kekasih ?" tanya Inoo sedikit ragu-ragu.
"Mmm... Tapi tidak salah juga kok kalau kita buat kejutan untuk mereka berdua dan aku tahu apa yang harus kita lakukan." ucap Akira sambil tersenyum lebar.
"Begini instruksinya......" lanjut Akira sambil menjelaskan.
"Kyaaaa. Pemikiran Akira-chan sama dengan aku. Baru saja aku mau mengatakan itu." seru Shori.
"Sudah-sudah. Sekarang kita mulai instruksinya." ucap Kento dengan bersemangat.

~~~~~~~~~~~~

"Ah. Pesan masuk dari Kei-ni ? Apa ya kira-kira." gumam Sakura dan langsung membuka pesan tersebut.

dari : inookei@yahoo.jp
subyek : apa saja hehehe :D

"Konnichiwa Sakura-chan. Aku mau kau hadir menemuiku ditempat saat kau dan Chii jadian itu jam 7 malam. Ada hal penting yang mau aku bicarakan dengan kau. Sankyuu"

'inoo kei'

"Nani ?? Hal penting ? Kira-kira apa ya ?" gumam Sakura dan langsung ke kamarnya untuk bersiap-siap.

~~~~~~~~~~~~~~

"Hohoho. Kei-ni mengirim ku pesan. Apa ya isinya." seru Chinen dengan tertawa sambil membuka keitainya.


dari : inookei@yahoo.jp
subyek : apa saja hehehe :D

"Konnichiwa Chii. Aku mau kau hadir menemuiku ditempat saat kau dan Sakura-chan jadian itu jam 7 malam. Ada hal penting yang mau aku bicarakan dengan kau. Sankyuu"

'inoo kei'

"Nani ?? Mmm.. Hal penting apa yang akan dia katakan ya. Mmm.. lebih baik aku langsung berangkat saja" ucap Chii sambil menuju kamarnya.

~~~~~~~~~~~~~~

"Ya ampun balasan pesannya bersamaan. Tapi yang penting kan tugasku sudah beres tinggal menjalankan rencana berikutnya."
ucap Inoo sambil meletakkan keitainya didalam kantong celananya.

Lalu tibalah Chinen dan Sakura secara bersamaan ditempat saat mereka pertama kali jadian.
"Loh Chii sedang apa kau disini ?" tanya Sakura sambil menepuk pelan pundak Chii.
"Kamu sendiri juga sedang apa disini, honey ?" tanya Chinen yang tengah-tengah nya terkejut.
"Aku kesini karena Kei-ni yang menyuruhku dan katanya ada hal penting yang ingin dia katakan padaku." jelas Sakura.
"Loh kok sama ya ? Sii Kei-ni juga bilang seperti itu. Ini aneh sekali." ucap Chinen dengan bingung.
Tiba-tiba terdengar suara kembang api yang mengejutkan suasana mereka berdua.
"Ya mana ada kembang api segala. Sebenarnya ada apa sih ini semua ?" ucap Chinen yang semakin bingung.
"Eh lihat itu Chii tulisan yang ada dilangit sana." seru Sakura sambil menunjuk kearah langit.
"Loh itu bukannya tulisan kanji nama kita berdua ? Kamu membuat kejutan lagi untukku ya Sakura-chan ?" tanya Chinen menebak.
"Bukan Chii. Aku tidak membuat kejutan seperti ini untukmu, kau tau sendiri kan kalau aku sebenarnya tidak begitu suka dengan kembang api karena suaranya yang berisik." seru Sakura dengan sedikit jengkel.
"Lalu ini semua yang membuat siapa ? Kalau bukan kau ?" tanya Chinen dengan menaikkan alisnya.

"SURPRIZE !!!" terdengar suara ramai sehingga mengejutkan Chinen dan Sakura.
"Ya ampun minna-san. Aku terkejut sekali. Ternyata ini kalian semua yang membuatnya ?" tanya Chinen yang masih sedikit penasaran.
"Hai. Ini semua idenya Akira-chan. Kalian tidak tahu kalau hari ini genap 1 tahun kalian menjadi sepasang kekasih ?" tanya Kento dengan penasaran.
"Astaga. Aku hampir lupa dengan ......" kata Sakura dan Chinen yang tiba-tiba terhenti. Lalu mereka saling berpandangan karena tadi berbicara dengan bersamaan lalu mereka langsung tertawa.
"Hahaha. Gomennasai Chii karena aku hampir lupa dengan hari yang special ini." seru Sakura dengan menyesal.
"Hahaha. Gomennasai ya Sakura. Entah mengapa aku bisa sampai lupa juga." ucap Chinen dengan sedikit tertawa.
Lalu mereka saling berpelukan dan tak lama kemudian bibir mereka menyatu satu dengan yang lainnya.



The End
*hope you minna like it
sankyuu :))

~ THE WIND ~

Title                : The Wind
Categories   : One Shoot
Genre             : Romance, Mystery
Rating             : General
Theme song : tomorrow's way - YUI (accoustic version)
Author            : Lucia Oktafani (oii-chan)
Alamat           : jalan menteng atas selatan 2 RT 002 Rw 12 no 12 kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. 12960
Umur : 19 tahun yo

Alasan mengikuti lomba:
1. Suka banget ngerayain ulangtahun orang lain dan memberikan sesuatu meskipun hal kecil buat birthday boy/ birthday girl nya

2. karena Chii kawai, jadi pengen nulis ff tentang dia
3. karena hadiahnya menggiurkan
(-_-)v
4. I love all member jump daisuki
Cast :
1.    Chinen Yuri
2.    all member Hey! Say! Jump
3.    Fujiyama Reina (OC)
Disclaimer               : all cast is not mine, the story is mine
Quote                     : “terimakasih karena telah menyediakan sisa waktumu yang berharga untukku”
……………………………………………………………………………………………………
                Tepat pada awal musim dingin Tokyo Dome sedang sibuk hari itu. Begitu juga dengan para staff Johnny’s Entertainment dan personil Hey Say Jump. Mereka sedang mempersiapkan konser musim dingin yang rencananya akan diadakan 3 hari lagi disitu. Karena telah mendekati hari H, para personil bekerja keras berlatih menari dan bernyanyi.
“huaaahhh lelahnya,sudah jam 7 malam dan aku belum mengerjakan laporan wajibku di sekolah untuk besok” keluh Nakajima Yuto, salah satu personil Hey say Jump dengan badan penuh keringat.
“eh? Laporan sains maksudmu? Aku hampir lupa tentang itu. Yuto, bolehkah aku menginap nanti di rumahmu untuk mengerjakannya bersama?” yamada ryosuke yang sekelas dengan yuto memohon.
“boleh saja, tapi…. Aku agak bingung dengan beberapa soal di dalamnya. Bagaimana kalau Tanya chinen saja?” yuto melirik chinen yang sedang duduk minum sebotol penuh pocari. “hey, chii. Menginaplah di rumahku untuk mengerjakan tugas bersama.” Yuto merayu
“ah, tugas dari fukuchi sensei? Aku sudah selesai mengerjakannya. Gomen ne~” chinen tertawa. Dia memang termasuk anak yang pintar di kelasnya.
“sungguh?! Sejak kapan kau menyelesaikannya?” Ryosuke kaget.
“hahaha aku mengerjakannya saat kalian sibuk ribut tentang suster cantik yang datang ke sekolah kemarin. Karena waktu ku luang jadi kukerjakan saja” Chinen masih tertawa
“kau ini, boleh aku lihat tugasmu? Aku sangat lelah karena latihan hari ini” yuto merayu Chinen lagi.
“kenapa tidak minta bantuan inoo-chan saja? Dia kan pintar” Chinen berusaha menolaknya dengan halus. “kalau kau menyontek tugasku terus, nanti kau tidak akan pintar yuto. Kau tidak bisa selamanya bergantung padaku” Chinen menasehati
“ya, aku tahu. Uhmmm kalau begitu baiklah, biar aku konsultasi saja pada inoo-chan” yuto menyetujui.
Datang keenam personil Hey Say Jump lain dan beberapa pelayan yang membawa sejumlah makan malam untuk mereka. Kini meja makan sudah terisi penuh dengan nasi, sushi, ayam, daging babi guling, steak, salad, dan buah-buahan yang di hias cantik di meja makan mereka. Semua makanan itu khusus untuk para member yang telah bekerja keras latihan hari ini. mereka mengambil makanan kesukaan mereka masing-masing.
“hei, Chinen. Kau yakin ingin makan sebanyak itu?” Tanya Yabu pada Chinen yang membawa sebuah piring berisi nasi, daging babi guling, steak, udang, dan salad yang terisi penuh. “nanti perutmu bisa sakit”
“tidak, aku ingin makan semua ini” kata Chinen sambil melahap suapan nasi pertamanya. Chinen memang sangat suka makan. Dia ingin mencicipi semua makanan itu. Hanya saja, kebiasaan buruk Chinen adalah dia selalu menyisakan makanannya hingga ada sebagian orang yang tidak kebagian makanannya. Dan benar saja, kali ini makanannya juga tak habis.
“lihat!! Lagi-lagi kau melakukannya” Ryosuke menjitak kepala Chinen. Dia kesakitan
“hey Chinen, kalau kau hanya ingin mencicipi makanan itu saja, ambilah seperlumu. Kasihan orang yang tidak kebagian” seru Daiki pada Chinen.
“tidak apa-apa, Johnny-sama menyiapkan ini semua untuk kita kan?” Chinen menjawab omongan Daiki dengan ketus. Ia tak suka jika oranglain mengkritiknya saat dia makan.
“sudah, biarkan saja dia memang keras kepala” kata Hikaru sambil mengusap-usap kepala Chinen.
“nah, ini baru Hikaru. Dia memang selalu baik padakku. I love you Hikaru-nii” kata Chinen sambil mencontohkan adegan wanita yang mencium pacarnya. Hikaru merasa jijik dan menghindar. Semua anggota tertawa. Jam sudah menunjukan jam 8 malam dan mereka semua harus pulang.
Keesokan harinya mereka berlatih kembali. Sudah menjelang 2 hari konser mereka akan digelar. Waktunya mereka makan siang di sela-sela latihan mereka. Dan lagi-lagi Chinen mengulangi kebiasaan buruknya hingga Keito yang saat itu terlambat datang ke ruang makan siang karena sakit perut tidak kebagian makanan.
“ah, keito. Kau kemana saja? Makanannya sudah habis. Maaf” semua personil lupa dengan Keito karena keito masuk ke WC terburu-buru sehingga semua personil tak sadar ia belum mengambil jatah makan siangnya. Semua menoleh ke arah Chinen yang menyisakan setengah dari jatah makan siangnya.
“ada apa? Kenapa kalian semua melihatku?” Chinen bingun
“chinen, tak baik menyisakan makanan seperti itu. jika kau tak mau menghabiskan semuanya, kenapa tak kau ambil saja semampumu menghabiskannya? Lihat, Keito jadi tak kebagian makanan kan?” Yabu menasehati Chinen dengan dewasa.
“iya Chii, kau tak boleh seperti itu” Inoo menambahkan.
Chinen mulai marah, “kenapa kalian semua menyalahkanku? Keito tak mendapat makanannya karena ia terlambat. Lagipula kalau kurang, kita bisa memesannya lagi. Ini Cuma masalah sepele kan? Kenapa kalian semua jadi marah padaku?” Chinen menjawab dengan kesal .
Chinen diam karena agak marah. Mereka kemudian berlatih dance lagi. Saat latihan dance dimulai Chinen  beberapa kali melakukan kesalahan. Entah kenapa ia merasa hari itu sedang sangat tidak mood. Sebagian karena teman-temannya menyalahkannya hari ini karena penyakit maag Keito kambuh.
“Hei Chinen !! kita sudah 10 kali mengulang dance yang sama karena kesalahanmu, tolong serius sedikit.” Kata Yuya mulai kesal karena kelelahan.
“kenapa kau menyalahkanku lagi? Keito saja yang tak hadir saat latihan tak dimarahi. Sudah aku bosan, kita lanjutkan besok saja.” Chinen keluar ruangan. Ryosuke berusaha mengejarnya.
“mau kemana kau?” Ryosuke menarik tangan Chinen.
“mencari udara segar” Chinen menjawabnya dengan ketus dan kemudian pergi ke pusat kota.
Di tengah keraimaian, Chinen memakai jaket, topi dan kacamata hitamnya. Ia lebih suka berpakaian seperti itu agar orang tak menyadari bahwa ia seorang idola. Memang idola di jepang tak terlalu di ekspose apabila sedang berada di luar, namun Chinen masih terasa risih apabila oranglain tahu ia sedang berkeliaran apalagi saat ini Chinen sedang kesal dan ingin sendirian menenangkan pikiran.
“apa-apaan mereka. Cuma karena hal sepele, mereka jadi seperti itu padaku. Ini tak adil. Hanya karena makanan beberapa ribu yen, mereka tega memojokkan sahabat mereka sendiri.” Chinen berkata menggerutu sendiri di depan jembatan di tengah Tokyo. Ia melempar-lempar bebatuan kecil ke sungai di depan jembatan itu. dan tiba-tiba tersadar ada seorang wanita cantik di sampingnya. Wanita itu berambut hitam panjang, rambutnya dikuncir satu. Dia memakai kaos berwarna putih bermotif bunga dan memakai rok mini berwarna hitam. Chinen memandangi wanita yang terlihat lebih tua darinya itu. sangat cantik, begitu pikir Chinen. Chinen memang menyukai wanita yang lebih tua darinya. Dia tersenyum pada Chinen dan memberikan tangannya menawarkan untuk bersalaman.
“Fujiyama Reina, Salam kenal. Kau siapa?” katanya tersenyum.
Chinen kaget. Dia tak percaya bahwa ada wanita yang tak mengenali dirinya dengan jarak sedekat ini. “Chinen Yuri, salam kenal. Kau tak mengenalku”
“hahaha aku hanya bercanda. Tentu aku tahu kau. Personil Hey Say Jump kan? Kenapa kau sendirian di sini?”
“ya, aku hanya sedang bosan pada hidupku yang datar ini.”
“eh? Kenapa? Bukankah hidupmu sangat menarik? Selalu dikelilingi para fans yang menyayangimu.”
“ya, aku …..” belum sempat meneruskan kalimatnya salah seorang fans menyadari bahwa Chinen sedang berdiri disitu, wanita itu memanggil temannya yang lain. Reina segera menarik tangan Chinen dan mengajaknya ke dalam bus.
“hey, kita mau kemana?” Tanya Chinen takut. Ia agak takut diculik memang. Mengingat penculikan terhadap artis dengan meminta sejumlah uang tebusan pada pihak management memang sedang marak terjadi di Jepang. Dan tidak sedikit pula dari kasus-kasus tersebut yang hanya sekedar dibuat-buat untuk mencari popularitas.
Mereka sampai di sebuah gunung yang memiliki sawah yang sangat luas. Udara disitu sangat sejuk dan memiliki lading bunga yang sangat indah. Chinen tak tau masih ada tempat seperti itu di jepang.
“jika mood ku sedang tidak bagus atau sedang bersedih, aku sering pergi kesini. Tempatnya tak jauh dari pusat kota. Dan disini banyak bunga-bunga yang jarang ditemui. Selain itu jarang kan aku kesini dengan seorang superstar seperti dirimu?” katanya sambil menghempaskan diri di ladang bunga itu.
Chinen melihat Reina dengan tersenyum. Reina terlihat sangat cantik ketika tersenyum.
“hey, lihat Chinen. Ada sepasang jangkrik.” Ia menarik tangan Chinen. Ada sepasang jangkrik yang sedang kawin rupanya. Chinen terus memperhatikan sepasang jangkrik itu. ini pertama kalinya Chinen melihat jangkrik yang sedang kawin dari dekat. Karena kesibukannya selama ini, ia hanya melihat berbagai hewan lewat televisi. Chinen memang sangat menyukai dunia hewan.
“fujiyama-kun. Sepertinya aku pernah melihatmu. Wajahmu sangat familiar. Apa kita pernah bertemu sebelumya?” Tanya Chinen
“tidak, sepertinya kau salah orang. Ini pertama kalinya aku bertemu langsung denganmu selain di televisi” kata Reina sambil memperhatikan sepasang jangkrik tadi. “kau tahu? Aku suka sekali memperhatikan hal-hal kecil seperti ini.” Reina menyambung. Kini sepasang jangkrik tadi telah selesai proses kawinnya. Tetapi setelah itu sang jangkrik jantan mati. Reina terlihat sedih.
“kenapa kau bersedih?” Tanya Chinen.
“yaa, jangkrik itu mati. Apa kau tidak merasa kasihan?”
“mengapa bersedih? Bukankah itu suatu proses alami? Ada beberapa binatang yang memang harus mati untuk meneruskan kelestarian jumlah spesiesnya dan itu memang sudah jadi tugas mereka kan?”
“ya tapi apa kau merasa ini tak adil? Terkadang aku merasa Tuhan tak adil, jangkrik ini mati sebelum ia melihat bagaimana rupa anak-anaknya. Dan apa kau pernah membayangkan bagaimana jika terlahir sebagai anaknya dan lahir tanpa tahu ayahnya seperti apa? Terlebih lagi jika kau seorang jangkrik jantan yang tahu kau harus mengorbankan nyawamu demi suatu keegoisan tujuan bersama seperti ini?”
“entahlah, bukankah itu rahasia Tuhan. Aku rasa Tuhan mempersiapkan segalanya dengan baik dan adil”
                Chinen kaget, ia lupa bahwa ia harus kembali berlatih. Entah kenapa saat ini perasaan kesalnya sudah hilang. “Fujiyama-kun. Maaf aku harus segera berlatih untuk konser besok lusa.” Chinen meminta maaf.
                “ya, pergilah Chinen. Mereka pasti mencarimu. Aku ingin beberapa saat lagi di sini.”
                “un, sampai jumpa”
                “sampai jumpa” Chinen melambaikan tangan. Ia memberhentikan bus dan entah kenapa tak sadar tersenyum-senyum sendiri. Sepertinya ia sedang jatuh cinta. Karena terlalu bahagia, Chinen lupa menanyakan nomor telepon gadis tersebut namun bus sudah pergi terlalu jauh dan tak bisa berhenti. Chinen merasa bodoh sekali hari itu. ia sangat takut tak akan bisa bertemu kembali dengan gadis itu.
                Sesampainya di tempat latihan, Chinen meminta maaf pada teman-temannya. Karena ia tak merasa marah lagi. Ia juga meminta maaf pada Keito. Sejak ke ladang bunga tadi entah mengapa Chinen merasa sangat tenang. Chinen masih terbayang-bayangi oleh wajah Reina. Ia seringkali tersenyum sendiri bahkan saat latihan dance Chinen sering salah melakukan gerakan lagi. Latihan menjadi agak lama karena itu. jadwal yang seharusnya selesai jam 5 sore mundur menjadi jam 6 sore waktu jepang.
                “hey, Chii. Hari ini kau sangat aneh” kata Ryosuke sambil menepuk bahu Chinen.
                Chinen hanya diam melamun memikirkan Reina. Ia tersenyum sendiri lagi
                “aneh kenapa Yama-chan?”
“tadi pagi kau marah pada kami bukan? Tetapi entah kenapa saat ini kau kelihatannya tidak marah lagi, bahkan senyum-senyum sendiri seperti itu.” jawab Yamada.
“hey yama-chan, aku jadi agak khawatir dengannya. Apa kita terlalu keras tadi padanya?” bisik Daiki pada Ryosuke.
                “hahaha daiki, apa kau tidak sadar. Chinen sedang jatuh cinta. J a t u h  c i n t a …” hikaru mengejanya pada Daiki dan mencubit pipinya.
                “hee? Benarkah itu Chinen?” Tanya yuto yang memang selalu ingin tahu apa yang terjadi pada anggota Jump.
                Wajah Chinen memerah. Ia hanya diam tak menjawab tetapi menggeleng-gelengkan kepala membantah pertanyaan Yuto.
                “hee wajahnya memerah!! Itu tandanya benar!!” Yabu bersorak heboh.
                “siapa? Siapa orang itu? apakah kau tadi bertemu dengan seseorang di jalan?”  Keito bertanya dengan antusias.
                “R A H A S I A” Chinen mengedipkan satu matanya dan kemudian mengambil tasnya. “aku pulang duluan ya teman-teman. Sampai jumpa lagi besok”
                “Chinen benar-benar sedang jatuh cinta ya” Inoo tertawa geli
                “yaah, jangan sampai Johnny-sama atau pihak management tau hal ini. kalau tidak bisa gawat.” Yuya menggaruk-garukkan kepalanya, mengingatkan kembali kejadian masa lalunya dulu.
                Keesokan harinya Gladiresik konser diadakan. Mereka memakai kostumnya masing-masing. Chinen hanya melihat jam berharap jam makan siang cepat datang. Ia hendak pergi ke jembatan itu lagi. Memang terasa sia-sia sepertinya tetapi Chinen tetap ingin selalu bertemu dengan gadis yang lebih tua darinya itu. 30 menit kemudian jam makan siang datang. Seperti biasa para personil berkumpul di ruangan mereka yang khusus dibuat senyaman mungkin. Makanan telah siap saji tetapi Chinen sama sekali tak mengambil makanannya.
                “aku pergi dulu.” Katanya.
                “eh, Chii !! mau kemana kau?” Tanya Ryosuke.
                “biarkan yama-chan. Dia sedang jatuh cinta, biarkan dia pergi” Inoo menarik tangan Ryosuke.
                Chinen pergi berlari secepat mungkin ke tempat pertama kali ia bertemu Reina. Ia berdiri selama 30 menit terus menunggu dan menunggu wanita itu. Chinen sudah hampir frustasi. Ketika ia melangkah pulang Reina muncul. Senyum Chinen melebar
                “selamat siang” sapa Reina
                “selamat siang. Apa kabarmu?” Chinen ingin memeluk wanita itu karena terlalu senangnya namun ia tak mau melakukan itu. “sepertinya kau sering kesini ya? Apa rumahmu di dekat sini?”
                “tidak, aku hanya menyukai tempat ini” Reina mengaku. “bagaimana denganmu?”
                “tempat ini adalah tempat aku sering bermain bersama kakakku sewaktu kecil dulu. Ketika aku rindu kakak aku sering kesini.” Chinen menceritakan pada Reina.
                “Chinen, apa hari ini kau ingin menemaniku ke suatu tempat?”
                “eh? Kemana?”
                “ke tempat yang paling aku sukai”
                Chinen sebenarnya keberatan karena latihannya belum rampung. Namun ia tak mau kehilangan sekali lagi kesempatan untuk mengahbiskan waktu bersama Reina.  Ia mengirim SMS pada Ryosuke memberitahunya bahwa Chinen tiba-tiba sakit perut dan kemungkinan agak lama kembali lagi latihan. Chinen lupa bahwa besok ia mempunyai jadwal konser. Tetapi karena Reina ada di sampingnya, semua itu seolah hilang. Ia lupa dengan semua beban-bebannya saat berada di samping Reina.
                Reina mengajaknya ke sebuah pantai di pinggir Kota. Di sana terlihat beberapa perahu kecil. Reina mengajak Chinen menaiki perahu itu. Chinen mendayungnya. Reina tersenyum memandanginya.
                “Chinen, kau tahu anak kecil yang memakai kaos biru dengan celana hitam itu?” Reina menunjuk seorang anak kecil yang sedang bermain pasir sendirian di pinggir pantai.
                “tidak, aku tidak tahu. Memang ada  apa dengannya?”
                “dia kehilangan adik perempuannya beberapa waktu silam saat terjadi bencana tsunami itu”
                “adiknya hilang?”
                “tidak, dia dan adiknya selamat, dia bercerita padaku. Adiknya meninggal bukan karena terbawa arus. Tetapi karena kelaparan”
                “eh? Kenapa bisa?” Tanya Chinen heran.
                “pada saat itu makanan sangat sulit karena akses komunikasi dan kendaraan agak sulit. Adiknya  memang sakit kurang gizi karena mereka tak punya uang untuk membeli makanan. Setelah kejadian tsunami itu, adik anak itu sangat membutuhkan nutrisi untuk tubuhnya. Namun jiwanya tak tertolong. Sejak saat itu aku terus berfikir bahwa tiap butir nasi yang kumakan sangat berharga untuk orang-orang seperti mereka.”
                Chinen terdiam, ia malu pada Reina, apalagi mengingat kebiasaan buruknya selama ini.
                “kau tahu Chinen? Pada awalnya aku berfikir Tuhan sangat tidak adil menciptakan mereka untuk hidup seperti itu. tetapi, ketika aku melihat lebih dekat, tetang kehidupan mereka, tentang kehangatan mereka untuk saling mencintai, mengasihi, tentang perjuangan mereka untuk terus bertahan hidup. Mereka masih mempunyai cinta sebagai kekuatan untuk meneruskan hidup mereka.”
                “itu menurutmu kan? Bagaimana dengan pandangan mereka?” Chinen bertanya kagum pada Reina.
                “aku pernah bertanya pada anak itu, apa dia membenci kehidupannya. Tetapi dia menjawab ‘Tuhan mengirim kami, untuk memberitahukan dunia bahwa mereka harus selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki, Karena itu kami bahagia dengan keadaan ini. memang sulit. Tapi aku yakin. Tuhan tak pernah menjadikan ciptaan-Nya menjadi sia-sia’ . aku tak percaya kalimat itu keluar dari murid SD seperti dia yang membuatku malu saat itu. aku yang selalu mengeluh tentang kehidupanku, dan tak pernah merasa puas dengan hidupku tanpa melihat mereka yang tidak lebih beruntung dariku.
                Chinen hanya tersenyum. “kau wanita baik Reina, aku kagum padamu”
                “terimakasih.” Reina tersenyum. “hei, kau harus latihan kan? Ayo jangan membuang-buang waktumu karena aku. Banyak orang yang menunggumu.”
                “eh, tapi Reina, bolehkah kapan-kapan aku mampir ke rumahmu?”
                “boleh saja.” Reina tersenyum
                “Reina, boleh aku minta nomor teleponmu?”
                “untuk apa?”
                “hanya untuk bertukar nomor, jika ingin bertemu lagi denganmu”
                “biarkan angin takdir yang membawa kita kembali bertemu”
                “eh tapi …. “
                “sudahlah, teman-temanmu menunggumu. Aku bisa dituntut oleh Kitagawa-san nanti dengan tuduhan menculik artisnya. Ganbatte ne!! Hahaha” Reina berncanda dan mendorong Chinen ke pinggir jalan.
                “besok setelah konser, aku akan menemuimu lagi di jembatan itu, akan kutunggu kau malam setelah aku selesai konser. Karena besok adalah ulangtahunku”
                Reina hanya tersenyum. Chinen menaiki bus nya dan berlalu. Dia kembali bergabung dengan teman-temannya. Besok aku akan memintanya untuk menjadi pacarku, aku tak peduli apa yang akan terjadi. Chinen dengan  berani berfikir seperti itu. ia tahu apa konsekuensinya. Namun ini pertama kalinya ia merasa benar-benar hidup karena seorang wanita. Seorang wanita yang dapat membuatnya kagum, membuatnya tahu apa tujuan hidupnya, membuatnya lebih menghargai apa yang dimiliki Chinen. Dan wanita seperti itulah yang kelak akan bisa membimbingnya di masa depan. Begitu pikir Chinen.  Ia tak mau melepaskan wanita seperti itu.  walapun baru dua hari bertemu, ada sesuatu dalam diri Reina yang tak dimiliki wanita manapun yang telah ditemui Chinen selama ini. Chinen berlari ke ruang costum dan bergabung bersama teman-temannya.
                “Chinen !!! darimana saja kau!!!” Tanya Ryosuke khawatir.
                “hei, kau boleh jatuh cinta dengan wanita mana saja tetapi jangan abaikan pekerjaan kita. Jaga perasaan fansmu” yuya menasehatinya. Chinen hanya mengangguk
                “tapi ngomong-ngomong, siapa wanita beruntung itu Chinen? Apa dia seorang model?” Tanya Yabu ingin tahu.
                “hahaha itu rahasia !! tolong jaga rahasia ini dari siapa-pun. Besok aku akan memintanya untuk menjadi pacarku, saat itu akan kuberitahu pada kalian nama wanita itu setelah konser selesai.”
                “kau jahat sekali, tak mau memberitahukannya pada kami.” Kata keito cemberut
                “hahaha sudahlah, apapun alasannya. Selamat ya Chinen” kata Yuya sambil menepuk bahu Chinen. Tidak hanya Yuyan, para personil satu persatu menepuk bahu Chinen member selamat padanya.
                “hei hei dia kan belum menerima pengakuanku. Jangan beri selamat. Aku takut jawabannya tak seperti yang diharapkan.”
                “hahaha, wanita mana yang mampu menolak pesona Chinen Yuri hah???” Daiki mengambil setangkai bunga mawar dan berbicara seolah pangeran dalam sebuah dongeng.
                “sudah sudah, ayo kita lanjutkan latihannya, konsernya dimulai besok” Yuto mengajak yang lain.
                “baik” mereka berdelapan menjawab serempak.
                Keesokan harinya konser dimulai dengan meriah di Tokyo Dome. Penampilan mereka sangat memukau, karangan bunga dan bingkisan dari fans bertebaran di ruang kostum. Chinen lah yang paling bersemangat hari itu. ia berharap Reina datang menonton konsernya atau setidaknya menontonnya di televisi. Ia ingin mempersembahkan yang terbaik untuk fansnya dan Reina tentunya. Selesai konser, mereka merayakan keberhasilan mereka bersama para staff dan pihak yang membantu keberlangsungan konser. Saat sedang mengobrol-ngobrol kedelapan personil Jump menarik Chinen ke ruang kostum yang kedap suara dan mengunci pintunya rapat-rapat. Mereka semua berkumpul di depan Chinen. Chinen kaget dan canggung.
                “a.. ada.. ada apa ini? kenapa kalian semua berkumpul seperti ini?”
                “ayo Chii, penuhi janjimu. Ceritakan tentang wanita yang kau sukai itu.” Yuto sangat antusias.
                “eh? Dia.. baiklah..” Chinen berdiri layaknya seorang dalang yang menceritakan kisah dongeng kepada anak kecil. Dan seperti anak kecil juga, kedelapan personil lain duduk manis di kursinya masing-masing.
                “ayo cepat ceritakan” Ryosuke tak sabar mendengar cerita Chinen.
                “dia.. aku bertemu dan berkenalan dengannya beberapa hari lalu di jembatan tengah kota. Saat aku sedang marah dan sedih, dia datang menghiburku dengan membawaku ke suatu tempat yang sangat indah. Dan akhirnya tempat itu adalah tempat rahasia kita berdua” Chinen bercerita dengan singkat.
                “waaahh.. romantis sekali Chinen !! ayo lanjutkan ceritamu” Yuyan menarik-narik tangan Chinen.
                “sakit yuya !!” Chinen memegangi tangannya. “ya, kemudian di hari kedua kami bertemu lagi di jembatan itu. padahal aku tak punya nomor teleponnya. tetapi sepertinya setiap hari dia ke tempat itu. dia bilang itu tempat favoritnya.. dia mengajakku ke sebuah pantai, dan dia mengajarkan hal-hal penting dalam hidupku. Dia seperti angin sejuk bagiku. Yang datang menghapus semua kehampaan dan keegoisan hatiku.”
                “waaahhhhhhhhh” para personil berkata serempak. Mereka heboh sekali dan terlihat senang karena teman mereka sedang jatuh cinta.
                “lalu, siapa nama gadis itu Chinen?” Tanya keito pada Chinen
                “Fujiyama Reina” Chinen menyebutnya dengan semangat. Ketika nama itu disebut Hikaru, Inoo, Yuya, dan Yabu terdiam. Mereka saling melihat.
                “Chinen, kau…. Tak salah menyebutkan nama kan?” Tanya Hikaru pelan. Semua anggota lain jadi ikut terdiam.
                “eh? Tidak… memangnya ada apa?”  Tanya Chinen heran.
                Inoo segera mengambil smart phone miliknya dan memperlihatkannya sebuah foto. Sebuah foto dari album buku tahunannya.
                “apa dia.. Fujiyama Reina yang ini Chinen?” Tanya Inoo dengan lembut
                “ah !! kenapa kau punya fotonya? Kalian kenal dengan Reina??” Chinen kaget “hahahaha jadi kalian teman Reina?! Aku senang sekali ternyata kalian kenal dia”
                Yabu, Inoo, Yuya, dan Hikaru diam, anggota lain tak mengerti apa yang mereka pikirkan .
                “anoo, Chinen. Wanita ini. aku Tanya sekali lagi, apa benar-benar dia yang beberapa hari ini menemuimu? Dan mengajakmu berjalan-jalan?” Tanya Yabu mendekati Chinen.
                “begini Chinen, sebenarnya wanita ini.. dia adalah kakak kelas dua tingkat di atas kami sehingga Daiki tak mengenalnya karena Daiki setahun di bawah kami. Dia berasal dari kelas beasiswa yang terpisah dari kelas para idol. Dia siswa yang sangat cerdas. Karena kecerdasannya dia diminta untuk memberikan tutorial belajar pada beberapa siswa di kelas idol yang tertinggal pelajaran, dan aku salah satu persertanya” cerita Hikaru pada Chinen.
                “lalu …??” Chinen mulai tegang.
                “lalu, menurut kabar, dia memiliki penyakit kanker dan beberapa bulan kemudian meninggal dunia.” Saat Hikaru meneruskan ceritanya semua orang yang ada disitu berdiri bulu kuduknya. “aku hanya menceritakan ini pada yabu, yuya, dan inoo karena mereka mengenal wanita ini dan aku sempat suka padanya. Namun aku terus menutupinya. Dia…..”
                “bohong !!! kau bohong kan?!! Kau pasti bohong?!” air mata chinen hampir keluar, ia tak mau teman-temannya melihat dia menangis. Chinen pergi keluar. Ryosuke hendak mengejarnya tetapi lagi-lagi dicegah oleh Inoo.
                “biarkan dia, Chinen sudah dewasa, dia tau apa yang dilakukannya” kata Inoo tegas.
                “tapi … “ ryosuke sangat khawatir pada Chinen.
                “tetapi aku heran, kenapa wanita yang sudah tidak ada lagi di dunia ini bisa ada di hadapan Chinen bahkan mengajaknya berjalan-jalan?” Tanya Yabu heran.
“dia… sangat menyukai Chinen. Dia fans Chinen dari kecil.” Hikaru menjawab pertanyaan Yabu dengan wajah sedih. Dia segera menyusul Chinen.……………………………..
                Kenapa? Apa itu benar Reina? apa itu benar bahwa kau telah lama pergi ke hadapan Tuhan? Aku sama sekali tak percaya dengan semua yang dikatakan Hikaru. Kau tahu Reina? kau lah wanita pertama yang membuatku tahu arti pentingnya hidup ini. kau yang menjawab semua pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang tak bisa aku cari jawabannya, kau yang membuat hidupku menjadi lebih berwarna, kau yang memberitahuku tentang arti menyayangi, arti mencintai, dan menghargai setiap detik yang aku punya. Tolong datanglah, datanglah sebagai hadiah ulangtahunku malam ini. Tuhan ku mohon bangunkan aku dari mimpi burukku ini. ini semua bohong kan? Bohong kan?
                Chinen terus berlari ke jembatan tempat pertama kali dia bertemu Reina. dia menunggu Reina selama puluhan menit namun Reina tak kunjung datang. Ia tak ingin mempercayai bahwa cinta pertamanya ternyata sudah lama pergi.
                Hikaru tahu bahwa Chinen akan pergi ke jembatan itu lagi. Ternyata benar. Chinen sedang duduk menangis di depan jembatan itu. semua personil menyusul mereka berdua. Ryosuke memeluk Chinen yang sedang menangis.
                “dia… dia tak datang yama, dia tak datang…” Chinen berkata sambil menangis.
                “Chinen. Maafkan aku. Maafkan aku” Hikaru memeluk Chinen dengan erat. Ia ingin menangis tetapi tak mau memperlihatkannya. “sejak pertama kau mulai bernyanyi, dia selalu memperhatikanmu di TV. Dia pernah bercerita padaku. Dan berkali-kali menitipkan coklat bahkan kado saat ulangtahunmu. Namun karena aku cemburu, aku tak mau menyampaikannya. Dan ketika dia menanyakan apa balasan darimu, aku hanya menjawab bahwa kau sangat senang. Bahkan ketika saat-saat terakhirnya di rumah sakit, dia memintaku untuk menanyakanmu untuk datang ke pemakamannya, dia bilang dia tak pernah memohon pada seseorang. Dia hanya memohon padaku dan ini rahasia kita berdua. Karena terbakar rasa cemburu, aku sama sekali tak menyampaikan hal itu dan hanya ingin memiliki kenangan bersama Fujiyama-san sendirian” Hikaru mengaku dengan hati sedih.
                “kenapa hikaru…. Kenapa harus dia yang pergi?? Kenapa tidak oranglain saja?” Chinen mulai menangis kencang dan untungnya saat itu sudah jam 1 malam sehinngga tak ada orang yang lewat.
                “Tuhan tak pernah menjadikan ciptaan-Nya menjadi sia-sia. Reina selalu berbicara itu padaku. Ia terus memberiku dorongan untuk selalu semangat menjalani hidup dan tak pernah melihat ke belakang. Chinen, ia datang ke hadapanmu karena ia tak ingin kau menjadi laki-laki yang lemah. Ia ingin kau menjadi laki-laki yang kuat dan tau arti hidup ini” Hikaru mulai menangis.
                “tapi kenapa dia harus pergi sebelum bertemu denganku” Chinen protes sambil menangis.
                “maafkan aku Chinen, jika bukan karenaku, kau pasti sudah bertemu dengannya jauh sebelum ini” Hikaru meminta maaf pada Chinen. Chinen memukul wajah Hikaru namun Hikaru tak membalas. Ia merasa pantas mendapatkan semua itu. semua anggota Jump memisahkan mereka berdua. Ryosuke Yuto dan Keito mengajak Chinen ke dalam mobil Ryosuke dan memulangkan Chinen. Begitu juga dengan Yabu, yuya, Inoo dan Daiki.
                “sudahlah, ini bukan sepenuhnya salahmu hikaru….” Yabu menenangkan Hikaru dan membasuh darah di bibir Hikaru.
                Menjelang pagi datang, seseorang mengetok pintu rumah Hikaru. Rupanya itu adalah Chinen. Ia memberi salam hangat pada ibu dan ayah Hikaru dan kemudian pergi ke kamarnya. Hikaru hanya diam. Chinen membuka pembicaraan.
                “anoo, Hikaru, maaf atas pukulanku yang semalam. Aku sadar, bahwa ini bukan sepenuhnya salahmu.”
                “tidak apa-apa Chinen.”
                “Hikaru, maukah kau mengantarku ke rumah Reina? Walau sudah tidak ada, aku ingin memberikannya sesuatu”
                “baiklah, aku akan mengantarmu. Naik mobilku saja”
                Mereka berdua pergi ke rumah Reina yang ternyata tak jauh dari gunung tempat rahasia Chinen dan Reina. Tak jauh dari ladang bunga itu. di depan halamannya tampak seorang wanita dengan pakaian serba hitam dan seorang anak perempuan kecil. Rupanya itu adalah ibu dan adik Reina. Mereka berdua memberi salam pada ibu Reina. Ibu dan adik Reina kaget kedatangan seorang artis seperti mereka. Ibu itu mempersilahkan Chinen dan Hikaru untuk duduk.
                “anoo, maaf tiba-tiba datang merepotkan.” Kata Hikaru dengan sopan
                “ah, ibu !! lihat !! orang ini kan yang ada di dinding kamar kakak!!” kata adik Reina sambil menunjuk ke Chinen. Ibu itu menangis dan menangis melihat Chinen, ia teringat kembali pada anak perempuan yang sangat dibanggakannya. Anak satu-satunya tumpuan harapannya yang telah pergi ke sisi Tuhan. Ia memeluk Chinen. Chinen membiarkan ibu itu memeluk dirinya, membiarkan ibu itu menangis sepuasnya, tenggelam ke dalam nostalgia anak kesayangannya yang telah pergi medahuluinya. Setelah ibu itu puas menangis, ia mengantarkan Chinen dan Hikaru ke kamar Reina. Seluruh kamar Reina penuh dengan poster dan gambar Chinen. Ia memiliki seluruh aksesoris bergambar wajah Chinen. Chinen tak percaya bahwa orang sehebat Reina mengidolakan dirinya yang seperti ini. di cermin dinding Reina terdapat foto Chinen dengan tulisan aku akan segera sembuh dan menonton konsermu . Chinen tak tahan lagi untuk tak mengeluarkan air matanya, begitu juga dengan Hikaru. Chinen mengambil tulisan itu.
                “dia.. dia sangat mengidolakanmu. Saat sakit kanker dan tak bisa berjalan, ia percaya bahwa suatu hari pasti dia akan sembuh dan bisa menonton konsermu. Dia bilang, dia ingin bersinar seperti seorang Chinen Yuri.” Ibu Reina berkata sambil menangis.
                “bibi, apa boleh aku menyimpan tulisan ini?”
                “ambillah, aku yakin Reina di surga sana pasti sangat senang.”
                “bibi, tolong antarkan aku ke makamnya” Chinen memohon.
                “baiklah, aku akan mengantarmu, makamnya tak jauh dari sini dan hanya tinggal berjalan kaki.”
                Dan benar, memang makam Reina tak jauh dari tempat itu juga tak jauh dari ladang bunga tempat rahasia mereka. Chinen mengambil beberapa tangkai bunga itu dan menaruhnya di nisan Reina.  Ia berdoa untuk Reina.
                “Reina, terimakasih. Karena telah menjadi kado terbaik dari Tuhan untukku” Chinen berkata sambil tersenyum “aku berjanji padamu akan menjadi orang yang lebih baik lagi”
                “Reina, maafkan aku atas semua kesalahanku. Aku tahu kau pasti marah padaku hingga kau memutuskan untuk menemui Chinen sendiri. Kau akan terus berada di dalam hatiku.” Hikaru berbicara juga sambil tersenyum. “aku benar-benar sangat menyesal”
                “nak, sebelum pergi, Reina memberikan ini padaku. Berharap suatu saat nanti kau membacanya.” Ibu reina memberikan Chinen sepucuk surat  yang lusuh, itu berarti bahwa surat ini telah dibaca oleh ibu Reina berkali-kali bahkan mungkin sambil menangis.
                Dear Chinen Yuri,
                Aku tahu mungkin surat ini tak akan pernah sampai padamu, aku menyukaimu dari awal kau bernyanyi. Mungkin ini agak sedikit berlebihan tetapi, aku benar-benar menyukaimu dan kadang berfikir untuk menjadi istrimu ya. Hahahaha . sejak kecil aku terus berjuang untuk mendapatkan beasiswa di sekolah ternama ini. meskipun aku tahu kita tak akan pernah bertemu pada satu sekolah yang sama karena umurku jauh di atasmu, tetapi aku yakin. Aku akan bisa selalu ada di dekatmu. Dan akhirnya aku mendapat beasiswa di sekolah mahal ini. jujur aku sangat senang, dan kau tahu aku berteman baik dengan Hikaru lho, dia sangat baik padaku. Aku pikir dia adalah orang yang sombong. Dia selalu bercerita semua hal tentangmu. Juga saat-saat kalian di belakang panggung. Aku harap suatu hari nanti aku bisa sembuh dan segera menonton konsermu. Aku akan berusaha melawan penyakitku ini dengan sekuat tenaga. Aku tak mau dikalahkan oleh sakit ini. dan andaikan Tuhan tak memberiku waktu, aku sudah cukup puas dengan apa yang selama ini Dia berikan untukku. Memang pada awalnya aku sama sekali tak bisa menerima ini semua. Tapi suatu hari, aku bertemu dengan seorang lelaki kecil dan ia membuka mata hatiku dengan kalimatnya. Tuhan mengirim kami, untuk memberitahukan dunia bahwa mereka harus selalu bersyukur dengan apa yang mereka miliki, Karena itu kami bahagia dengan keadaan ini. memang sulit. Tapi aku yakin. Tuhan tak pernah menjadikan ciptaan-Nya menjadi sia-sia. Sejak saat itu aku tak pernah mengeluh tentang penyakitku hingga pada akhirnya aku tak bisa berlari di lapangan sekolah lagi seperti ini. namun sosokmu, lagu-lagumu terus menemaniku setiap saat. aku percaya Tuhan benar-benar sayang padaku dan memintaku untuk cepat-cepat kembali pada-Nya karena ia telah mempersiapkan tempat terbaik bagiku untuk melihat konsermu dari sana. Hahaha.
 Chinen Yuri, teruslah bersinar seperti bintang di langit. Terangi terus para fansmu. Berikan mereka harapan untuk hidup, berikan mimpi-mimpimu lewat lagumu,aku percaya kau bisa melakukannya.
Tertanda, salah satu dari ribuan fansmu di dunia ini


Fujiyama Reina

Chinen menangis membaca surat itu di depan nisan Reina. ia terus memandangi nisan Reina
“hei Reina, terimakasih karena telah menyediakan sisa waktumu yang berharga untukku” Chinen berkata pada batu nisannya. Ia sama sekali tak menyesal walau hanya bertemu Reina pada saat yang tidak tepat. Dan yakin suatu saat pasti akan ada sosok wanita yang datang ke kehidupannya dengan kebaikan hati seperti Reina.
THE END

Kata dan Pesan dari Penulis:
jangan pernah menyia-nyiakan sedetikpun dari waktu kita yang berharga, karena Tuhan punya rencana di setiap detik yang kita habiskan

知念のえがお (CHINEN NO EGAO) ~

Title                            知念のえがお
Categories               :  Oneshot
Genre                         : Family/Friendship/Humor
Rating                        : Teenage
Theme Song            :  —
Author                       NoviIzmi Damayanti
Alamat                       : Tiban 1, Jalan Nila Blok D nomor 91, Patam Lestari Sekupang, Batam, Indonesia
Umur                          : 13 tahun
Alasan                       : Well, tidak ada alasan pasti mengapa seorang fans ikut merayakan  ulang tahun Idolanya kan?
Cast                           : Chinen Yuri, Other JUMP Member, etc.
Summary                  :
Hari ini adalah hari yang paling MENYEBALKAN bagi Chinen Yuri. Keluarga, teman, bahkan fans melupakan hari ulang tahunnya. Di tambah lagi seharian ia diseret ke sana-ke mari oleh Okamoto Keito(yang tanpa dosa melupakan hari ulang tahunnya!) untuk berbelanja. Astaga... ia tak tau apa yang telah ia perbuat sehingga membuat Kami-sama marah kepadanya./”Kau lupa ini hari apa setelah menyeretku berkeliling Shibuya seharian penuh?!”/”KALIAN SEMUA MENYEBALKAN!”/”Tunggu sampai aku mendapat boneka beruang setinggi Jesse!”/”Astaga! Kalian benar-benar gila!”/”I LOVE YOU!!! CHUU~!!!”
.
.
.
Hari yang cukup cerah di penghujung  bulan November. Yep! Tanggal 30 November!!! Pemuda bertubuh kecil—kalau tidak ingin disebut pendek—yang memiliki nama lengkap Chinen Yuuri terlihat jauh lebih bersemangat dari hari biasanya. Yah... tentu saja. Ini kan hari ulang tahunnya. Okey, sedikit penekanan, INI HARI ULANG TAHUNNYA!!!
Oke, ini terlalu berlebihan. Tapi apa salahnya terlalu bersemangat di hari ulang tahunnya?
Burung-burung bernyanyi riang seolah menjadi lagu pengantar hari yang cerah ini. Ia buru-buru masuk ke kamar mandi dengan riang dan memulai aktifitas paginya, mandi, tentu saja.
Setelah sekitar 30 menit, ia segera keluar dari kamar mandi dan memakai pakaiannya. Ia hari ini memutuskan menggunakan kaus berwarna putih dengan lengan berwarna merah yang mencapai sikutnya. Ia pun memutuskan  menggunakan jeans berwarna hitam kesayangannya.
Yuuri lalu berjalan riang menuju lantai bawah. Tepatnya ruang makan.
OHAYOU GOZAIMASU~!!!” seru Yuuri.
Hening. Tak ada balasan. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Yuuri bengong.
“Minna wa doko?” Yuuri memiringkan kepalanya ke kanan tetapi hasilnya tetap sama. Rumahnya sepi. Ia lalu berjalan menuju kulkas dan melihat secarik kertas yang di tempelkan menggunakan magnet yang berbentuk pisang.
Yuuri, hari ini ibu, ayah, dan Saaya pergi ke rumah nenekmu di Shizouka. Kau terlambat bangun makanya kami meninggalkanmu.
PS. Kau bisa menghangatkan kare kalau kau ingin makan.
PPS. Hati-hati di rumah.
Yuuri makin bengong. Ia memutarkan kertas putih tersebut. Namun hasilnya nihil. Tak ada ucapan selamat ulang tahun atau apapun di kertas tersebut. SAMA SEKALI TIDAK ADA UCAPAN SELAMAT ULANG TAHUN DI KERTAS TERSEBUT!!!
Astaga... mimpi apa ia semalam?!
.
.
.
Yuuri kembali menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Ia lalu lompat ke atas ranjangnya bak atlit lompat tinggi. Tangannya dengan liar meraba-raba kasurnya untuk mencari telepon genggamnya. Ia mulai menekan  4 digit yang menjadi kata sandi telepon genggamnya.
SIIING
TIDAK ADA E-MAIL, SMS, WHATS APP, LINE, KAKAO, MENTION, PM, DM, WALL DAN BAHKAN MISSCALL!!! ASTAGA!!!
Dengan cepat ia lompat ke arah meja dimana ia meletakkan laptopnya. Tanpa aba-aba ia membuka segala macam jenis blog yang ia miliki mulai dari Ameblo, yaplog, bahkan Google+. Hasilnya tetap nihil. Tidak ada yang mengucapkan  selamat ulang tahun untuknya.
Ia lalu men-stalk beberapa fanbase yang ia ketahui. Hasilnya sama. NI to the HIL. NIHIL!
You’ve got the mall tamanishita you’ve got e-mail. Over!
“YATTA!!! E-MAIL PERTAMA DARI KEITO!!!” Chinen buru-buru membuka e-mail dari Keito.
From: Okamoto Keito-gorinyan~
Subject: Hey!
Nov, 30 2012 8:30 AM
Temani aku berbelanja hari ini! Aku yakin seleramu lebih bagus dari pada seleraku. Kau akan ku jemput 10 menit lagi. Bersiap-siaplah.
PS. Aku serius!
Yuuri mengerutkan alisnya. Seorang berselera tinggi seperti Keito meminta sarannya? Okay, memang aneh tapi apa boleh buat. Tidak ada salahnya menemani Keito. Tapi tunggu dulu... KEITO TIDAK MENGUCAPKA SELAMAT ULANG TAHUN PADANYA!!!
‘Pasti Gorii-nyan mengucapkannya nanti!’ pikir Yuuri. Baiklah, ada baiknya berpikir positif bukan? Toh, di lagu Hero ciptaan Keito terdapat kalimat Non-stop! Positive  thinking! Yuuri tak ingin ia dianggap hanya bernyanyi tanpa mendalami! Lagu bagi setiap penyanyi adalah jiwa! Dan yah... semua lagu memiliki makna sendiri. Dan ia mengerti semua maknanya. Baik yang tersirat atau tidak.
Ting! Tong!
“YA!!!” tidak lupa mengambil dompet dan mantel serta tas berpergiannya yang sudah di isi barang-barang penting, ia segera keluar rumah. Setelah mengunci pintu, ia berbalik dan mendapati Keito sedang  bersandar di gerbang rumahnya.
Ohayou~!!!” sapa Yuuri ceria.
Ohayou gozaimasu,” Keito membalas sapaan Chinen dengan datar, dingin, dan penuh formalitas... chotto! Mana ucapan ‘Happy Birthday’, ‘Otanjoubi Omedetou’ atau setidaknya ‘OtanOme’?! Yuuri menarik napas panjang. ‘Mungkin ia akan mengucapkannya nanti,’ Yuri kembali berpikir positif.
“Saa, ikuzo!” seru Yuuri bersemangat.
.
.
.
Yuuri cemberut. Kali ini ia tidak dapat berpikir positif sama sekali. Yeah, pemuda mana yang dapat berpikir positif kalau ia disuruh mencari pakaian perempuan dan mencobanya?! Keito sudah mulai tak waras! Bahkan ia disuruh memilih sendiri sementara Keito duduk memandanginya. Yah... Yuuri bersumpah akan mengerjai Keito habis-habisan setelah hari ini berakhir.
Belum puas menyuruh Yuuri memilih pakaian perempuan, ia menyeret Yuuri ke toko sepatu.
ASTAGA!!! KEMBALIKAN KEITO-NYA YANG DULU!!!
.
.
.
Matahari yang menyinari bumi perlahan bersembunyi dari peradaban. Setiap sudut Shibuya sudah mereka jelajahi—ralat—setiap sudut yang menjual aksesoris perempuan sudah mereka jelajahi. Mau-tak-mau kaki Yuuri membutuhkan istirahat. Ia dan Keito pun memutuskan untuk di Icecream Cafe. Setelah memesan Vanilla Icecream untuknya dan Strawberry Icecream untuk Keito, ia langsung duduk di depan Keito yang tampak serius dengan telepon genggamnya.
“Ne, Gorii-nyan, kau lupa hari ini hari apa?” tanya Yuuri mencoba memancing Keito.
“Tentu saja aku ingat. Ini hari Jum’at kan?!” balas Keito yang sudah memasukkan telepon genggamnya ke dalam saku mantelnya.
DOE—EENG!
“Kalau tanggal 30 November itu ada apa?” pancing Yuri lagi. Icecream-nya yang dua menit lalu baru datang sudah ia habiskan.
“Tanggal 30 November adalah hari terakhir di bulan November. Tentu saja,” balas Keito cuek. Ia masih memakan Strawberry Icecream-nya dengan minat yang sangat sedikit.
KRIK—jangkrik tiba-tiba hening setelah mengeluarkan suara terakhirnya yang penuh penekanan.
“Kau lupa ini hari apa setelah menyeretku berkeliling Shibuya seharian penuh?!” Yuuri murka. Jangkrik malang tadi ternyata sudah di pukul oleh pengelola toko.
“Lho, memangnya hari ini hari apa?” tanya Keito. Polos seolah tanpa dosa.
“ASTAGA KAMI-SAMA APA SALAHKU?!” Yuuri heboh sendiri. Keito masih mempertahankan wajah polosnya. Dan jangkrik tadi sudah disemayamkan di tempat sampah terdekat. Tunggu… apakah aku mulai lupa kalau tokoh utama fanfic ini Chinen Yuuri?
“Sudah jam 8 ayo kita pulang,” kata Keito datar, dingin dan tanpa perasaan tepat setelah Yuuri berhenti misuh-misuh sendiri. Akhirnya mereka keluar setelah membayar.

.
.
.
Mereka sampai di depan kediaman keluarga Chinen tepat pukul 8.30. Yuuri membuka pintu rumahnya begitu ia sampai. Lampu ruang tamu mendadak menyala. Ia dapat melihat teman-temannya di Jimusho berkumpul bersama keluarganya.
OTANJOUBI OMEDETOU!!!” seru semua orang yang ada di dalam ruangan. Yuuri yang sudah pupus harapan hanya bisa memasang wajah datar, dingin, tanpa perasaan. Oh yeah! Terima kasih Keito yang mengajarkannya ekspresi tersebut.
Hening.
Tiba-tiba punggung Yuuri ditepuk seseorang. Yep! Keito.
“Happy birthday! Masuk sana. Nikmati pestamu!” kata Keito santai. Yuuri meledak. Ia benar-benar meledak.
“KALIAN SEMUA MENYEBALKAN!” penuh penekanan pada kata MENYEBALKAN.
Hening sekali lagi.
Yuuri masuk. Melewati kerumunan. Menaiki tangga. Masuk ke kamarnya.
BLAM!—suara pintu yang dibanting.
“OTANOMEEE!!!” seru Ryosuke yang muncul tiba-tiba.
Lagi-lagi hening.
Tidak ada sahutan. Yang ada semua orang bengong seperti habis melihat Voldemort berhidung mancung(astaga, memiliki hidung saja sudah mengerikan bagaimana kalau berhidung mancung).
“Chii mana?” tanya Daiki yang menyelipkan kepalanya di antara kepala Ryosuke dan Keito yang bengong di depan pintu.
Hening.
Hikaru yang masih sedikit normal menunjuk ke atas. Daiki yang memang sedikit memiliki jiwa keibuan—yang sangat diragukan—segera menyusul Yuuri ke lantai dua. Ia lalu memasuki kamar Yuuri. Sementara pemilik kamar menggelinding ke sana-ke mari.
“Chii, daijoubu?” hening. Yuuri masih setia bergelindingan.
Iya! Daijoubu nai yo!” seru Yuuri yang masih bergelindingan. Daiki ngakak dalam hati.
“Maaf kan kami ya. Mungkin kami agak keterlaluan,” kata Daiki masih berusaha membujuk.
“Tunggu sampai aku mendapat boneka beruang setinggi Jesse!” seru Yuuri yang masih setia pada kegiatannya, menggelinding. Lampu mendadak hidup di atas kepala Daiki. Buru-buru ia mematikan lampu tersebut karena panas. Dengan jiwa keibuannya—yang sesat—ia mengambil inisiatif. Ia menyeret tubuh Yuuri. Bahkan, waktu melewati tangga, Daiki tidak peduli Yuuri berjalan atau tidak. Yang jelas mereka turun dengan sangat heboh karena Yuuri menabrak terus.
“TADAA!!!” mereka berhenti di depan sebuah boneka beruang berwarna coklat dengan mata segaris. Di samping boneka tersebut ada Jesse dan Yuto yang terlihat kelelahan.
“Jesse berdiri!” perintah Daiki yang langsung di turuti oleh Jesse. Pas! Boneka itu benar-benar setinggi Jesse!
“Astaga! Kalian benar-benar gila!” seru Yuuri yang langsung melompat dan memeluk boneka tersebut.
Setelah puas memeluk boneka tersebut, ia memandangi satupersatu teman-teman yang datang di pesta kejutan itu.
“Minna…,” airmata haru menetes di pipi Yuuri. “I LOVE YOU!!! CHUU~!!!”
Satu lompatan, ia memeluk Keito dan mengecup bibir Keito. Lalu ia mulai beralih ke tamu yang lain. Satu lompatan lagi, ia memeluk Ryutaro yang disamping  Keito dan mengecup bibir Ryutaro. Tak puas, ia mengejar yang lainnya yang sudah menyelamatkan diri. Meninggalkan Keito dan Ryutaro yang bengong.
“MINNA!!! I LOVE YOU!!! CHUU~!”
Ya, begitulah akhir dari hari ini. Happy birthday Yuuri. Yah… selamat makin tua!!!
.
.
.
Author notes: well, fic yang pendek… langsung ngena ke inti… plotless(maybe). (°°)¥ well, saya udah mencoba yang terbaik bagi saya maaf kalau masih jelek u,u
Akhir kata, tiada kesan tanpa kehadiranmu /Lho/
でわまたネクストストーリ
Izumi (*´)
~ ONE THOUSAND ORIGAMI FOR YOU ~

Title                : one thousand ORIGAMI for you
Categories   :one shoot
Genre           : romance
Rating            :Teenager
Theme song :restless love -V[neu]
Author          : niya
Alamat          : jln. haji munajat no.16 rt4/rw06 bandung 40274
Umur              : 22 tahun
Alasan mengikuti lomba: karena suka tulis fanfic ^^
Cast             : 1. Chinen Yuri
                       2. all member hey say jump
                      3. hatsune miku (OC)
Synopsis/ Quote:  "Sampai kapanpun, kau adalah wanita yang telah mengisi hatiku. Dan akan ku kenang dan ku simpan di hatiku."

April 2008~
Musim semi aku masuk horikoshi gakuen dan saat itulah aku bertemu dengannya. Seperti biasa selalu saja banyak fans menungguku karena aku adalah seorang idol dan nama grupku hey say jump. Tapi walaupun begitu aku harus melebarkan senyum manis kepada fans yang telah menungguku.
“CHINEN-KUN ~~~~!!!” mereka semua berbondong-bondong meneriakan namaku.
“arigatou!!” ucapku dengan singkat. Ketika aku hendak pergi. Salah satu fans beratku menarikku agar aku tak pergi.
“chinen-kun, ayo kita berfoto!!!” perempuan ini menarik paksa diriku. karena tak bisa menolak, akupun mengabulkan permintaanya.
“sudah yak, aku harus masuk kelas!!” aku berusaha untuk pergi. Tapi gara-gara tadi, semua berdesak-desakan untuk meminta fotoku. “ bagaimana ni!!!” aku kebingungan, yama-chan dan yuto kenapa mereka belum datang sih!!!” aku hanya bisa membatin.
BRUKKKKK
Ada seseorang menimpa punggungku, dan aku membalikan tubuhku. Seorang perempuan pingsan tepat di belakangku. Dengan sigap, aku menggotongnya ke UKS. Dan beruntungnya aku terbebas dari fans-fans itu. Hanya tinggal 5 meter menuju ruang kesehatan, perempuan itu membuka matanya.
“kau bisa menurunkan aku sekarang!!” ucap perempuan itu. Dan aku menurunkannya, dahiku mengerut.
“eh!!kau mengerjaiku!!!!!”aku baru sadar.
“sudah yah!!” perempuan itu hanya melambaikan tangannya. Siapa anak  perempuan itu. Tapi kalau dipikir lagi, ia membantuku lari dari kejaran fans-fans itu.
Untuk pertamakalinya dalam hidupku penasaran pada seorang perempuan.
Jam istirahat telah berbunyi, untuk mengindari perempuan di kelasku. Aku memutuskan menenangkan pikiranku di belakang sekolah dan tidur dibawah pohon sekolah.
“hua…segar sekali suasananya!!!!” aku menatap indahnya bunga sakura. Dan alangkah terkejutnya seseorang terjatuh dari atas pohon dan menimpa tubuhku.
BRUKKKKKKK
“sakit!!!” seorang perempuan ternyata yang menimpa tubuhku.
“lagi-lagi kau!!kau ingin sekali menarik perhatianku yak!!” bentakku padanya. Lagi-lagi aku bertemu dengan perempuan ini.
“apaan sih….sakit tauk!!tadi aku sedang asyik di atas pohon. Karena ada ulat, aku terkejut dan terjatuh. Aku tidak tahu kalau di bawah ada orang!!” ceritanya.
“kau inikan perempuan, lihat kau terluka. Untung saja ada aku, kalau tidak kau bisa patah tulang!!” bentaku lagi.
“kau seperti ayahku, selalu saja berisik!!” iapun berdiri, tapi ia terjatuh lagi.
“mau cari perhatian lagi!!!gak mempan!!” aku bicara ketus dan meninggalkannya yang sedang duduk.
“aku gak butuh bantuan orang sepertimu!!” teriaknya. Tapi aku tak menghiraukannya. Selama pelajaran di mlai lagi, entah kenapa aku jadi khawatir dengan keadaan perempuan itu.
Aku bangkit dari tempat dudukku.
“ada apa??” tanya sensei padaku. Apa yang telah ku lakukan.
“sensei, kepalaku pusing. Bisakah aku pergi beristirahat di ruang kesehatan??” padahal aku sama sekali tidak pusing. Dan senseipun mengangguk. Segera aku berlari mengambil kotak P3K, dan kembali ke belakang sekolah. Tapi tak ada seorangpun di sana.
“hahahah…bodoh, apa yang telah ku lakukan sih!!!” akupun meninggalkan tempat ini, tapi langkahku terhenti mendengar seseorang menangis. Dan aku mendengarnya di balik pohon sakura itu. Aku pun mengintipnya. Ternyata perempuan itu masih duduk di sini. Ia menangis dengan wajah tertunduk.
“kau benar-benar terluka??” tanyaku padanya. Dan ia menatapku. Wajahnya yang sedang menangis sangat cantik, jantungku berdetak tak karuan sekarang.
“kenapa kau kembali??” tenyanya.
“maaf, aku meninggalkanmu!!!sakit sekali yak??!!” aku memberinya obat merah.
“kau jahat, aku ketinggalan pelajaran sekolah tau!!” ketusnya.
“pelajarankan baru berjalan satu jam!!” jawabku dengan santai.
“aku gak mau sampai tidak naik kelas lagi!!” rengeknya.
“eh, kenapa bisa??nah sudah selesai!!” tanyaku.
“sekarang antar aku ke kelas!!” pintanya. Aku mengerutkan dahiku. Dia benar-benar mengacuhkanku.
“kau sama denganku kelas satu!!” aku melihat papan kelas 1-5 ketika mengantarkannya.
“aku bisa berjalan kesana sendiri!!” ucapnya. Akupun pergi.
Sorenya seperti biasa aku berlatih vocal dan dance bersama-sama temanku di JUMP.
“huaaa menyebalkan. Tempat pensilku selalu saja hilang!!” rengek yama-chan.
“bukan kau saja, masa saputanganku yang hendak ku buang hilang begitu saja!!” cerita yuto.
“oiii chinen-kun..bagaimana di sekolah tadi??” tanya yama-chan. Aku menatap mereka, gara-gara pertanyaan yama-chan. Aku jadi teringat wajah perempuan itu.
“tidak terjadi apapun!!” ucapku singkat sambil tersenyum.
“huaa…kau bohong!!!” goda yuto.
“kalian, mau sampai kapan bergosip. Ayo kita latihan!!” yabu-kun memanggil kami bertiga.
Keesokan harinya. Karena jadwal kerjaku masih kosong, aku masih bisa mengikuti pelajaran.
Dan lagi-lagi ketika jam istirahat aku perg ke taman belakang itu, dan yang kulihat ia sedang berdiri di samping pohon sakura itu.
“hah, ternyata kau!!” akupun memutar tubuhku, tapi kemejaku di tariknya. “apa??” tanyaku.
“ini sebagai tanda permintaan maafku dan terima kasihku!!” ia menyodorkan sebuah bento padaku.
“tidak perlu!!”  ia kecewa sekali dengan ucapanku. Tanpa sadar aku mengambil bentonya dan memakannya. Iapun tersenyum manis, membuat jantungku berdetak tak karuan lagi.
“terima kasih!!!siapa namamu??”apa yang kulakukan, padahal aku tidak boleh sampai dekat dengan seorang perempuan. Tapi mulutku tak bisa ku tahan untuk tidak bertanya.
“hatsune miku….yoroshiku!!!” ucapnya. Dan aku tau kenapa ia tidak mau ketinggalan pelajaran, sebenarnya miku seharusnya kelas 2, tapi karena ia sakit makanya ia harus mengulang lagi ke kelas satu.
Itulah perkenalan pertama kita,  2 musim telah kami lewati. Aku dan miku-chan semakin dekat. Perasaanku padanya tidak terbendung lagi. Musim berikutnya tepat di hari natal, aku menyatakan perasaanku pada miku-chan. Cukup lama untuk meyakinkan muki-chan. Tapi ternyata ia punya perasaan sama sepertiku. Dan ia mau menjalani hubungan rahasia denganku. Baru pertamakali aku jatuh cinta pada seseorang.
Selama 2 tahun aku dan miku-chan melakukan hubungan rahasia. Aku berharap takkan ketahuan oleh siapapun, dan bisa bersamanya untuk selamanya. Yama-chan dan yuto tau hubunganku. Tapi mereka mau merahasiakan hubungan kami dari yang lain.
31 desember 2010 ~
Tahun baru yang lalu aku tak bisa menemani miku-chan. Untuk tahun ini aku harus bisa merayakannya bersamanya. Tapi ternyata tak sesuai apa yang di bayangkan olehku. Hari ini aku bekerja, tahun baru sudah lewat.  KAMI-sama, pasti miku-chan menungguku semalaman, bagaimana ini??. Aku mencoba untuk menghubungi handphonenya tapi tak bisa kuhubungi. Perasaanku semakin tak karuan.
“chinen-kun, ada apa??” tanya dai-chan padaku. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku.
“chinen-kun, tak apa pergilah. Bukankah hari ini ada acara keluarga yang penting!!” aku membalikan tubuhku. Ternyata yama-chan, ia mengedipkan matanya padaku.
“cepatlah, lagipula setelah ini acara makan biasa!!” yutopun datang membantuku.
“tak apa pergilah kalau penting!!” ucap yabu.
“arigatou minna!!” akupun melesat pergi ke kuil tempat dimana aku dan miku-chan bertemu. Tapi ini jam 2 dini hari manamungkin ia masih menungguku, di sinipun hanya ada 5 pasang pemuda dan pemudi. Akupun semakin merasa bersalah pada miku-chan.
KLONTAnkkkk
Terdengar suara kaleng terjatuh tepat di belakangku, alangkah terkejutnya diriku. miku-chan duduk d kursi.
“chinen-kun??pekerjaanmu sudah selesai??” miku-chan masih menungguku. Segera aku mendekatinya. Dan memeluknya dengan erat.
“gomenasai!!” miku-chan sangat dingin, dengan cuaca sedingin ini, ia tetap menunggu kedatanganku. Apa 2 tahun yang lalu ia berbuat seperti ini. Kopi kaleng yang ia berikanpun membeku.
“aku tak apa, orang-orang melihatmu. Tutupilah dengan ini wajahmu!!” miku-chan menutup kepalaku dengan syal birunya. Ia malah mengkhawatirkan keadaanku.
“tapi kau kedinginan!!lebih baik kita pulang, biar kuantar pulang!!” ucapku. Tapi ia hanya terduduk.
“sebentar saja, tetaplah seperti ini!!” pintanya. Tentu saja, apapun akan ku lakukan untuknya.
Dia bersandar kepundakku dan memegang tangan kiriku. Aku menghagatkan pipinya dengan tangaku agar ia merasa lebih baik.
“chinen-kun, ulangtahunmu tahun ini, kau ingin apa??” tanyanya.
“eh, ulang tahunku?? Bukankah baru 2 bulan yang lalu!!” aku bingung dengan pertanyaan miku-chan.
“apapun yang kau berikan, akan menjadi barang berharga bagiku!!” ucapku.
“walaupun hanya sebuah kertas!!” tanyanya lagi.
“semuanya,,, asalkan itu darimu!!” ucapku lagi sambil tersenyum. Miku-chanpun tersenyum ke arahku.
Dua minggu kemudian, aku melaksanakan ujian untuk kelulusan. Tapi, di hari ujian selama seminggu ini, miku-chan tak terlihat sama sekali batang hidungnya.
Karena penasaran aku bertanya pada teman sekelasnya, apa yang ku dengarkan membuatku terkejut.
“apa maksudmu??” tanyaku.
“iya, hatsune memang sering tidak masuk 2-3hari setiap bulannya,  kadang-kadang ia memaksakan dirinya untuk masuk sekolah. Dan kali inipun sepertinya ia tak masuk karena sakit!!” mendengar ceritanya, kakiku seketika melemas. Aku sama sekali tak tahu kalau miku-chan sering tidak masuk.
Akupun berencana pergi ke rumah miku-chan setelah latihan selesai. Tapi hal tak terduga menghampiriu, aku ketauan oleh atasanku yang tak lain johnnis kitagawa-san. Ia melemparkan beberapa lembar foto ke arahku.
“apa maksudnya ini? Kau tahukan aturan disini!! Di larang berpacaran!!” tegasnya.
“tapi ini……!!!!”
“tak ada tapi-tapian. Kalau kau masih ingin bekerja di sini, ku harap kau harus mematuhinya!! Camkan itu!!” kitagawa-sanpun meninggalkanku sendirian di ruangan ini. kepalaku serasa mau pecah. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Setelah ujian aku tidak mengikuti kegiatan apapun. Jadwalku semakin padat.
Maret 2011~
Hingga waktu acara kelulusanpun kau tak ada. Dimana kau miku-chan?? Kenapa kau hilang seperti di telan bumi?? Apa kau membenciku. KAMI-sama, aku sangat merindukannya. Secara diam-diam aku mencari keberadaan miku-chan di setiap waktu kosongku. Sekarang ku berdiri menatap bunga sakura yang biasa ku lihat bersama miku-chan.
“chinen-kun!!!” yama-chan menghampiriku.
“ada apa??” tanyaku.
“soal hatsune!!ia pindah 2 bulan lalu??” aku terkejut dengan ucapan yama-chan.
“tapi kan, miku-chan 3 bulan lagi ia lulus??kenapa ia harus pindah??” aku tak percaya apa yang ku dengar sekarang.
“soal itu, teman sekelasnya juga tidak tahu!!”
“lalu, dimana miku-chan sekarang?? aku ingin bertemu. Aku benar-benar merindukannya yama-chan!!” aku menarik kerah kemeja yama-chan, dan lututku tak bisa menahan tubuhku ini. aku menangis selama aku bisa. Yama-chan menemaniku sampai aku tenang.
Menjelang sorepun aku masih menatap pohon sakura yang berada di depanku.
“pulanglah, yang lain pasti  mengkhawatirkan kita!!” yama-chan menarik tanganku, aku masih menatap ke belakang, melihat bunga sakura yang bertebaran di tiup oleh angin.
Oktober 2011~
Hari-hariku terasa hampa sejak saat kau tidak ada. Selama beberapa bulan ini, aku hanya bisa melamun, dan membuat senyuman palsu agar semua orang di sekitarku tidak khawatir dengan keadaanku. Terutama teman-temanku di JUMP.
“chinen-kun, apa kau sedang sakit??” tanya yabu-kun padaku.
“aku baik-baik saja!!!”
“hari ini terakhir kita konser, ku harap kau baik-baik saja!!” ucapnya. Akupun mengangguk. Aku bersama jump mengadakan konser, dan hari ini hari terakhirku konser di tahun ini. Dan yokohamalah tempat konserku berakhir.
Selama 2jam aku masih bisa mengontrol diriku, semoga hingga akhir aku tetap dalam kondisi seperti ini.
Tapi pada saat sesi terakhir, seperti biasa kita semua bernyanyi mendekati para fans. Aku terkejut melihat sosok di paling belakang, aku menggeleng-gelengkan kepalaku.
“miku-chan??” ucapku dalam hati. Apa benar yang kulihat. Acara konserpun akhirnya selesai.
“chinen-kun, tadi kau melamun lagi sampai-sampai kau lpa bernyanyi!!” aku segera mengganti pakaianku.
“yuya, aku pinjam topimu sebentar!!”aku langsung berlari keluar untuk mencari miku-chan.
Aku berputar mencari sosok yang kucari.
“miku-chan, dimana kau??” aku terus mencari sosoknya.
“chinen-kun, apa yang kau lakukan. Masuklah!!” yama-chan datang menyusulku.
“tapi aku tadi liat miku-chan!!” ucapku.
“kau sudah gila!!masuklah!!” yama-chan terus menarikku kedalam.
“huaaaa bukankah itu yamada-kun dan chinen-kun!!”
“tuh liat, ayok masuk!!” akupun masuk kedalam.  Setelah di dalam ruangan semua mengerumuniku.
“kau kenapa??” tanya dai-chan.
Semua bertubi-tubi menanyakan diriku. tanpa sadar aku meneteskan airmataku di hadapan mereka.
“aku tak tahu harus bagaimana, aku benar-benar merindukannya!!” lirihku. Tentu saja kecuali yama-chan dan yuto. Yang lain tidak tahu apa-apa soal hubunganku.
“ceritakanlah pada kita semua jika membuatmu lebih baik!!” ucap yabu. Karena terlalu lelah, pandangan mataku menjadi gelap seketika aku tak bisa menahan tubuhku.
Mataku terbuka, dan kepalaku merasa pusing. Ternyata aku berada di rumah sakit, dan ku lihat semua JUMP mengelilingiku.
“aku mendengar semuanya dari yamada, sekarang istirahlah dan tidur!!kita semua akan pulang ke hotel untuk istrihat!!” uap yabu-kun.
“aku baik-baik saja!!besok aku sembuh!!” ucapku. Dan merekapun pergi.
Malam begitu dingin, aku pergi keluar menatapi bintang di atas.
“nona kau tak boleh keluar malam!!”  karena suara itu aku mendekatinya.
“aku tak mau!!!” teriak gadis itu yang tak lain.
“miku-chan??” aku terkejut begitupun dia. Setelah melihatku ia berlari.
“nona jangan berlari!!tuan ku mohon jangan kejar dia, dia tidak boleh kecapaian!!” ucap suster itu. Aku tak berani mengejarnya lagi.
Jadi selama ini miku-chan berada di sini. Miku-chan sebenarnya kau sakit apa??. Keesokan harinya aku mencegat suster yang kemarin yang mengejar miku-chan.
“anda??bukankah yang mengejar nona hatsune??” tanyanya padaku.
“ano….sebenarnya hatsune sakit apa??” tanyaku.
“ternyata kau temannya. kasian anak itu, di usianya semuda itu harus mempunyai penyakit paru-paru basah stadium akhir!!”
“apa??”
“sejak kecil anak itu sering keluar masuk rumah sakit!! Waktunya benar-benar di habiskan di rumah sakit!!”
“Tunggu, suster pasti bohong!!” suster mnggeleng-gelengkan kepalanya.
“ini pasti bohong…..kenapa penyakit itu harus menimpanya!!” airmataku tak terbendung lagi.
“anda kenapa??”
“suster, dimana kamarnya!!cepat KATAKAN SUSTER!!” aku memegang kedua pundaknya dengan kencang agar ia mau memberitahuku.
“kamar 56!!!lantai 3!!”setelah mendapatkan kamarnya, aku segera berlari ke kamarnya. Lalu membuka pintu kamar sehingga ia terkejut melihatku.
“chinen-kun!!!” ku lihat wajahnya sepucat salju, badanya semakin kurus.
“miku-chan!!kenapa aku…
“PERGIIII…………!!!PERGI KATAKU…..!!AKU BUKAN MIKU-CHAN LAGI YANG DULU!!” teriaknya sambil menutup telinganya dengan tangannya.
“miku-chan, aku rindu sekali!!” ia masih mendorongku ketika aku hendak memeluknya. Tapi karena aku benar-benar ingin memeluknya.
“ku mohon tinggalkan aku, aku tidak pantas menjadi milikmu!!aku sakit, aku tak tahu bertahan berapa lama lagi” ucapnya lirih.
“kau harus bertahan!!!aku yakin kau bisa mengatasi penyakitmu ini!!”
“chinen-kun tidak tahu apa-apa!!aku tak mau menjadi bebanmu!!” ia menangis, lalu membalas pelukanku.
“maaf, semua ini gara-gara aku menyatakan perasaanku. Harusnya aku tak membebanimu dan aku yang membuatmu seperti ini!!” semakin kencang aku memeluknya. Berjam-jam kita dalam keheningan ini.
“aku pulang hari ini, bulan depan di hari ulang tahunku. Aku pasti datang kesini untuk merayakannya bersamamu!!” ucapku sambil memegang kedua tanganya.
“berjanjilah kau akan datang, aku akan menunggu chinen-kun!!” ia tersenyum padaku.
“kita berdua pasti bisa melawati semua ini!!hanya kaulah wanita yang kucintai!!”
“u..n!!!” ia mengagguk. Berat rasanya ku meninggalkanya di sini. Tapi aku harus kuat. Dan kembali kemari di hari ulang tahunku.
30 november 2011~
“chinen, nanto malam kita berpesta yak!!” ucap yabu-kun dan yang lainpun ikut semangat.
“maaf, aku harus pergi menemui seseorang!!” ucapanku ternyata bisa terbaca oleh semuanya.
“bersemangatlah, berikan salamku untuknya….!!!” Ucap yama-chan. Akupun mengangguk  dan segera pergi ke yokohama.
Akupun sampai di rumah sakit di yokohama dimana miku-chan berada. Ketika aku disana, miku-chan sudah berpakaian sangat manis sekali.
“kau sangat cantik!!” rambutnya terurai panjang dengan memakai baju biru langit.
“komban wa!!” ucapnya.
“kita berjalan-jalan di sekitar sini saja!!malam mulai dingin, ingat pakai jaket yang tebal!!” miku-chan mengagguk. Setelah cukup lama mencari tempat, kita berdua duduk di bawah pohon sambil menatap bintang.
“chinen-kun otanjoubi omedetou!!! ^_^ akhirnya kata-kata ini bisa terucap di hari ulang tahunmu!!”
“maaf, aku terlalu mengabaikanmu!!”
“u..n…!!tidak apa…!!!aku punya hadiah yang ingin keberikan untukmu, tapi nanti saja!!”
“ee…miku-chan pasti memberikan hadiah yang mahal yak!!” aku menggodanya.
“tidak, aku hanya punya ini!!” aku terkejut, miku-chan mencium pipiku.
“kenapa tidak di sini!!” aku mengerucutkan mulutku.
“nanti saja!!” ucapnya.
“padahal aku ingin sekarang!!”
“chinen-kun, boleh aku minta sesuatu??” ucapnya.
“tentu!!”
“aku ingin sekali bisa di gendong olehmu!!” pintanya.
“aku kira apa, kemarilah!!meskipun aku pendek, aku kuat loh menggendong orang!!”
Akupun mengajaknya jalan-jalan.
“chinen-kun!!”
“u..unn!!”
“aishiteru yo!!” ucapnya. Aku tak bisa menahan lagi rasa senangku.
“boku mo!!” ucapku. Selama setengah jam miku-chan tidak bersuara. Aku terus memanggilnya tapi tak ada sahutan sama sekali. Aku tersadar, miku-chan sedari tadi tak sadarkan diri. Segera ku berlari mencari dokter.
“dokter, tolong!!” teriakku.
“cepat bawa keruangannya!!” tanganku bergetar, ketika memegang tangan miku-chan dingin bagaikan es.
“tunggulah di luar!!!” ucap sang dokter. Aku menunggu kabar dari dokter, tak selang satu jam ketika orangtua miku-chan datang, dokter keluar dari ruangannya.
“bagaimana??” tanya ayah miku-chan. Melihat ekspresi dari dokter, membuat jantungku semakin berdetak tak karuan.
“dokter, dia bisa sembuh kan DOKTER!!” teriakku.
“maaf, dia tidak bisa di selamatkan!!”
“tidak…ini tak mungkin. MIKU-CHAN….!!!!!!!!” Jeritan tangisan memecah malam yang dingin ini. Ini terakhir kalinya aku melihat senyuamnnya, dan ia pergi meninggalkanku untuk selamanya.
Keesokan harinya  aku menghadiri pemakaman miku-chan. Aku tak tahu harus bagaimana menjalani hari-hariku.
“apa kau yang bernama chinen yuri!!” ternyata ibu miku yang bertanya.
“iyah!!” ucapku.
“ini untukmu, selaa di rumah sakit ia membuat semua ini untukmu!!ia percaya jika membuat ini, doanya akan terkabul!!” aku terkejut, seribu origami. Jadi ini hadiah yang ingin kau berikan. Aku terkejut, ketika membuka lipatan origami itu, banyak tulisan  berisikan doa dan semangat untukku. Ia menulis dan membuat sebanyak ini  untukku.
aku menatap foto miku-chan yang berada di hadapanku.
“arigatou, hontou ni arigatou!!” airmataku mengalir, aku akan berusaha menjalani hidupku walau tanpamu. Karena kau telah memberikanku banyak kekuatan.
Epilog ~januari 2012~
Aku bersama anak jump lainnya mengadakan rapat.
“kira-kira konser jump world bagusnya bertemakan apa yak??” tanya yabu.
“jangan tanya aku!!” ucap yuya.
“chinen-kun apa kau punya ide??” tanya yabu.
“bagaimana kalau ORIGAMI!!” aku teringat hadiah yang di berikan mku-chan padaku.
“bagus sekali idemu!!” ucap yama-chan.
Sampai kapanpun, kau adalah wanita yang telah mengisi hatiku. Dan akan ku kenang dan ku simpan di hatiku.



END
~ TIME MACHINE ~


Title                : TIME MACHINE
Categories   : oneshoot
Genre           : Friendship — hurt/comfort
Rating            : General
Plot                 : backward flow (alur mundur)
Theme song  : Time Machine © Girls Generation
Author          : Sheila Juwita
Alamat           : Jalan Raya Ngepung, RT. 01 RW 01, dsn. Jenar, ds. Ngepung, kec. Patianrowo,  kab. Nganjuk,  Jawa Timur
Umur              : 16 th.
Alasan mengikuti lomba: last year, i wrote a birthday fanfic for Chinen. And then, I think that this year, I must do the same thing.
Cast             : 1. Chinen Yuri
                      2. and all the members of Hey! Say! JUMP
Synopsis/Quote: Aku memang manusia yang tidak tahu diri. Aku sendiri yang membuang diri dari kalian, tetapi dengan egoisnya aku malah masih mengharapkan kalian mencariku. Atas semua yang sudah aku perbuat pada kalian.
Bisa kulihat butiran-butiran salju yang terinjak oleh kakiku yang terbalut sepatu kets berwarna merah. Salju yang putih bersih, yang baru saja turun.
Hah, kapan terakhir kali aku melihat salju bersama kalian?
Dengan tidak ada niat untuk mempercepat langkah di tengah salju putih yang mulai turun dari langit yang cukup basah di atas sana, aku terus melangkah maju dengan perlahan sembari terus mengawasi jalanan yang cukup sepi saat ini.
Kalau sekarang aku bisa bertemu dengan kalian dan memohon maaf, apa semua ini bisa berubah lebih baik?
Senyuman tipis tiba-tiba saja tersungging dengan ragu di wajahku. Semua kalimat pengandaian yang terus muncul di kepalaku bagai proses kesetimbangan dalam kimia yang tak pernah habis, kalimat itu pula tak pernah berhenti terpikirkan olehku.
Aku sungguh menyesal atas semuanya. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.
Di tengah-tengah keputusasaaanku, tiba-tiba beberapa orang menghampiriku. Dengan susah payah, aku membalasnya, “kalian…?”
Kalau aku bisa menuliskan perasaanku, pasti sudah satu buku penuh yang terisi hanya dengan kosakata maaf di sana. Dan tentu saja kata maaf itu untuk kalian.
Sekali lagi, aku melihat foto yang ada di tanganku. Ini adalah satu-satunya benda yang tersisa setelah aku menghancurkan semua barang yang aku miliki. Saat itu aku benar-benar tak kuasa dan kehilangan kendali. Karenanya aku merasa muak melihat hal-yang-berhubungan-tentang-aku-dan-kalian.
Meskipun pada awalnya aku berkata pada diriku sendiri bahwa, ayolah, semua tidak akan apa-apa tanpa mereka dan benda sialan ini. Tapi nyatanya semua tidak seperti pikiran jangka pendekku saat itu. Semua-bukanlah-tidak-apa-apa jika kalian tidak bersamaku.
Aku tahu, aku tahu. Semua penyesalan ini sudah terlambat. Dan apa yang akan aku lakukan sekarang, tidak akan mengubah apapun selain menambah tumbukan dalam perasaan ini. Ya, luka ini semakin melebar ketika aku mengingat kesalahan besar yang sudah aku lakukan.
Demi apapun di dunia, aku ingin memperbaiki semuanya.
Hari-hari kesendirianku terasa berjalan begitu lambat. Hukuman ini benar-benar menyakitiku, saat aku sadar bahwa aku sendirian dala ruang waktu ini.
Setiap hari, aku tak pernah berhenti berharap, seandainya saat ini aku memiliki mesin waktu. Pasti aku akan menggunakannya untuk kembali ke saat sebelum semuanya menjadi hal yang terlalu rumit seperti ini.
Aku akan menemui kalian, dan menarik kata-kata tidak pantasku saat itu. Meskipun mungkin dengan aku menarik kata-kataku saja tidak dapat mengembalikan semuanya dengan cepat. Tetapi setidaknya, aku tidak melukai kenangan kita yang pernah ada selama ini.
Semua kenangan itu, yang sangat indah dan tidak akan terulang jika aku sendirian seperti ini, sekarang hanya tinggal fosil memori yang terpuruk begitu dalam karena tertindih dengan noda yang aku perbuat. Sebelum kenangan kita berlalu begitu saja.
Semua ini adalah kesalahan. Ini adalah kesalahan terbesar yang pernah ada, bukan?
Aku memang manusia yang tidak tahu diri. Aku sendiri yang membuang diri dari kalian, tetapi dengan egoisnya aku malah masih mengharapkan kalian mencariku. Atas semua yang sudah aku perbuat pada kalian.

“Chinen?”
Sontak aku mendongakkan kepala. Dengan tetap memasang wajah angkuh, aku menatap kalian. Satu lawan delapan. Benar-benar tidak menunjukkan sebuah keadilan.
“Apa?” balasku tak ingin banyak bicara. Tapi entah kenapa jantungku ingin meledak. Rasanya ingin berteriak dengan keras.
“Tidak. Aku hanya ingin melihatmu sekali lagi. Mungkin setelah ini kita akan jarang berjumpa.”
Mendengar kalimat tersebut muncul dari mulut itu, perasaan aneh ini semakin bergejolak. Jantungnya terasa benar-benar ingin keluar. Rasanya sakit tidak karuan dan… aaarrgh, kenapa perasaan aneh ini muncul di saat seperti ini?
Benarkah itu… Ryosuke?
“Hn. Mungkin saja iya.” Demi sapu terbang Harry Potter! Ada apa dengan diriku! Kenapa aku bisa mengucapkan kalimat sedingin itu? Kemana Chinen Yuuri yang selalu tersenyum ceria selama ini?
“Dan juga… Semoga apa yang kau lakukan setelah ini, adalah jalan yang benar-benar ingin kau lalui. Sukses ya.”
Yabu-kun? Kenapa cara bicaramu seperti itu? Kini aku benar-benar merasa berada di pada jalan yang tak sama dengan kalian.
“Ya, kalian juga.” Entah kenapa lidah ini selalu saja tidak mau bergerak untuk mengeluarkan kalimat yang lebih panjang.
“A-ah, Chinen!”
“Ya, Daiki?”
“J-jaga dirimu baik-ba— ah maaf, kau mengerti maksudku.” Daiki berlari memasuki rumah tanpa mengatakan apa-apa lagi. Setelah itu kulihat, berturut-turut kalian masuk ke dalam rumah. Hingga tersisa Yuto di akhir, tetapi tidak berlangsung lama karena dia hanya mengangguk lalu ikut masuk ke dalam rumah dan menutup pintu depan.
Sekarang tinggal aku sendirian.
“Sayonara…”
“Kau… Serius akan pergi?” Tanya Daiki tiba-tiba.
Seketika itu, aku yang sedang mengemasi barang-barangku dan memasukkannya ke dalam koper, berhenti sejenak. Detik kemudian aku kembali melakukan kegiatanku, sembari menjawab pertanyaan Daiki tetapi tanpa memandang wajahnya.
“Tentu saja. Aku tidak pernah seserius ini sebelumnya.”
Setelah itu hening kembali terjadi di antara aku dengannya. Hingga akhirnya selang beberapa waktu, aku sudah selesai mengemas semua barangku dan menarik koper itu ke pojok kamar. Ketika kulirik sekilas, kulihat Daiki tetap pada posisi dia sebelumnya. Duduk di atas kasur dengan kepala menunduk.
Melihat Daiki seperti itu, muncul sebuah perasaan aneh dalam dadaku.
Apa Daiki seperti itu karena dia terkejut dengan keputusanku tadi? Apa iya, Daiki yang selalu ceria itu sekarang berwajah murung dan menundukkan kepalanya hanya karena seorang Chinen Yuuri menyatakan bahwa dirinya mundur dari Hey! Say! JUMP?
Lalu, apa teman-teman yang lain juga merasakan hal yang sama?
Kugelengkan kepalaku dengan keras. Tidak mungkin. Tidak mungkin mereka seperti itu karena aku. Bukankah akhir-akhir ini mereka sendiri yang berkata kalau aku sudah berbeda. Itu artinya aku sudah tidak sama, dan harus pergi kan? Ah, mungkin saja Daiki sedang memikirkan hal lain.
“Chii?”
Spontan aku menoleh pada Daiki yang memanggilku, “a-ada apa?”
Begitu kupandang matanya, di sana tampak seperti redup dan sayu. Tidak seperti matanya yang biasanya aku lihat. Tetapi kemudian, Daiki hanya diam dan tidak mengatakan hal lain.
“Oyasuminasai…” katanya seraya menarik selimut dan memutar badan agar tidur menyamping ke kanan.
“Oyasumi,” balasku sambil melakukan hal yang sama.
“—Kalau begitu, aku keluar.” Tukasku memotong perkataan Daiki.
Semua mata sekarang tertuju padaku. Memang tak dapat dipungkiri bahwa aku melihat jelas di sana raut wajah terkejut dan tidak percaya yang diberikan oleh delapan orang temanku. Termasuk Daiki yang sekarang berdiri tepat di sampingku. Tangannya yang tadinya memegang pundakku sekarang jatuh terkulai begitu saja.
“A-apa?” Hikaru yang pertama kali bersuara. Setelah keheningan terjadi secara begitu mendadak dan cukup memakan waktu lama.
“Aku keluar. Keluar dari Hey! Say! JUMP. Apa kurang jelas?” jelasku dengan sedikit gusar.
“Tapi tunggu dulu! Apa maksudmu dengan mengatakan kalau kau keluar? Mendadak seperti ini? Kau sudah gila ya?!” teriak Ryosuke. Dapat kulihat jelas, matanya memerah. Entah karena marah atau hal lain.
Aku maju satu langkah. Agar lebih dekat pada Ryosuke. Masih dengan nada dingin dan bosan, aku berniat memperjelas semuanya.
“Aku tidak gila. Justru karena aku tahu jalanku bukan di sini, karena itu aku keluar. Bukankah akhir-akhir ini kalian sendiri juga mengatakan kalau ada yang berbeda dariku yang sekarang? Kalian menganggap aku sudah bukan diriku yang dulu kan?” aku berhenti sejenak. Seraya mengambil napas, aku juga memperhatikan ekspresi semua orang.
Inoo dan Takaki hanya diam menunduk. Yuto, Keito, dan Yabu walau tidak berbicara tapi mereka memperhatikan. Hikaru yang berdiri tak jauh dari Ryosuke juga hanya diam. Daiki masih membeku di tempatnya. Hanya Ryosuke yang bereaksi dengan keras.
“Bukankah bagus, jika aku keluar? Kalian tidak perlu khawatir lagi dengan formasi yang berantakan dan suara yang tidak menyatu. Kalian juga tidak perlu menungguku yang selalu datang terlambat. Dengan begini, latihan kalian juga tidak akan terhambat bukan?” lanjutku.
Setelah itu, hening kembali terjadi. Ryosuke tampak membalikkan badan. Menjauh dariku dan mengambil tempat duduk di pojok ruangan. Dia mengalihkan pandangan kepada dinding di sampingnya.
“Tapi…” Yuto menahan suaranya sebentar, dan melihat dan kau mataku sambil melanjutkan, “Ryuu belum kembali. Dan… dan kau akan keluar? Apa kau membiarkan Hey! Say! JUMP tinggal berdelapan?”
Semua orang menundukkan kepala. Tak ada yang berani saling memandang. Begitu juga denganku. Perkataan Yuto barusan menusuk dada kami semua. Aku sendiri juga tahu, Ryutaro belum kembali. Tapi aku sudah muak. Aku benci dengan grup ini sekarang.
“Tak ada pilihan lain. Aku memang sudah tidak cocok dengan kalian. Lebih baik kita sama-sama pergi dengan jalan yang berbeda dari pada dipaksakan seperti ini.” Jelasku.
“Chinen—“ perkataan Inoo di potong oleh Yabu.
“Sudahlah, minna. Kalau itu sudah keputusan Chinen, biarkan saja. Kita sebagai teman, harus menghormatinya. Sekarang lebih baik kita istirahat. Hari sudah begitu malam.” Kata Yabu dengan tegas tetapi entah kenapa terdengar lembut di telingaku.
Aku melihat wajah Yabu. Disana terdapat ekspresi yang tenang. Khas seorang leader.
“Meskipun aku berharap, esok hari kau akan merubah keputusanmu.” Lanjut Yabu. Tak kusangka masih ada lanjutan dari kalimatnya tadi.
Aku tersenyum simpul, dan berjalan membelakangi mereka. Ketika sampai di depan pintu, aku membalas perkataan Yabu barusan, “tentu saja. Besok pagi, aku akan berkemas dari sini.”
Setelah pintu kututup, dapat kudengar dengan samar bahwa seseorang berteriak dari dalam sana.
Sudah cukup. Yang seperti ini sudah cukup.
“Berhentilah memarahiku seperti itu! Apakah semua masalah ini adalah kesalahanku sepenuhnya?!” teriakku dengan cukup keras.
Aku benar-benar muak. Selalu seperti ini. Selalu aku yang disalahkan. Mereka sama sekali tidak bisa mengerti apa yang aku pikirkan.
“Hei, jangan membentak seperti itu. Kita bisa bicarakan semua ini dengan pelan. Jangan emosi.” Yuto mengangkat suara.
Aku mendengus. Pelan-pelan katanya? Yang seperti ini seharusnya secepatnya diselesaikan. Sebelum lebih buruk lagi. “Baik. Katakan apa mau kalian.” Tegasku tetapi dengan suara yang lebih pelan dari pada tadi. Aku melirik kursi kosong di sampingku dan akhirnya memutuskan untuk duduk di atasnya.
“Kenapa kalimatmu seperti itu? Bukankah kita ini sama saja? Kesannya seperti kau bukan anggota dari kami.” Ryosuke berkomentar.
Aku hanya diam. Menunggu pembicaraan lain yang lebih serius.
“Begini, Chinen. Bukannya aku memarahimu, tetapi akhir-akhir ini kau sudah berubah. Sering telat latihan dan gerakanmu kebanyakan tidak bersamaan. Aku hanya ingin bertanya, sebenarnya kau ini kenapa?” Yuya melanjutkan kalimatnya yang tadi sempat terputus.
Aku tersenyum sinis, “buat apa kau ingin tahu masalahku? Bukankah masalah telat dan berbeda tempo itu adalah masalah biasa? Atau kau menganggap ini sebagai hal lain?”
“Chinen! Bisakah kita bicara lebih serius lagi? Jangan buang kata-kata tidak penting seperti itu. Lebih baik selesaikan semuanya dan kita bisa berlatih bersama lagi.” Keito kali ini juga ikut berkomentar.
“Kata-kata tidak penting katamu? Apakah apa yang ada di dalam hatiku bukan hal penting bagi kalian?” emosiku kembali terpancing. Pembicaraan ini benar-benar menguras emosi.
“Tidak, bukan begitu—“
“Cukup.” Kataku memotong kalimat Keito. Aku lekas berdiri dari posisiku duduk dan berjalan meninggalkan ruang latihan. Membuka pintu dan menutupnya. Tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi di dalam sana.
Uza i yo.
“Akhir-akhir ini kau sering telat. Sebenarnya sebelum latihan kau pergi kemana?” Tanya Daiki sembari menutup pintu kamar. Dia berjalan ke kursi dan menunggu jawaban dariku.
“Tidak ada.” Jawabku singkat sambil melepas baju dan berganti dengan piyama.
“Aku tidak ingin ikut campur dengan urusanmu, tetapi yang aku tahu sebelumnya kau tidak pernah tidak disiplin seperti ini.” Kata Daiki.
Aku hanya mengangkat bahu dan kemudian berbaring di atas kasur, menarik selimut dan mengucapkan salam, “ya, aku tahu. Oyasumi.”
“Oyasuminasai, Chii.”
“Terlambat lagi, eh?” seru Hikaru.
Aku hanya diam. Sambil meletakkan tas di atas sofa dan melakukan sedikit pemanasan otot. Tidak terlalu ingin menanggapi apa yang dikatakan Hikaru barusan.
“Sebenarnya kau dari mana? Akhir-akhir ini sering terlambat.” Inoo menepuk pundakku dan kemudian dia duduk di sofa lantas mengambil handuk dan mengelap keringan yang ada di dahinya.
“Bukan apa-apa.” Balasku. Tak ingin berkomentar banyak. Aku tidak ingin mereka menanyakan lebih jauh tentang hal sepele seperti ini.
Mereka saling berpandangan sejenak. Tetapi aku tidak mempedulikan itu dan melakukan beberapa gerakan dasar. Berniat untuk memulai latihan dan tidak menghiraukan mereka.
“Yosh! Karena Chinen sudah datang, ayo kita latihan lagi! Ganbatte!” teriak Yuto penuh semangat.
Merepotkan…
Aku berjalan-jalan di atas jembatan. Berhenti di tengah-tengah dan menopangkan tubuh pada selusur besi jembatan. Membiarkan angin mengibarkan rambutku dengan lembut. Aku membalikkan badan dan melihat ke arah bawah. Air sungai tampak begitu tenang.
Aku lelah.
Aku tidak berniat membohongi diriku sendiri. Aku memang lelah. Tidak bisa terus-terusan berpura-pura baik di depan banyak orang. Meskipun aku tahu, banyak penggemar di luar sana yang menantikanku, tetapi rasanya aku tidak ingin menemui mereka.
Aku lelah. Sudah sangat lelah.
Tidakkah salah satu orang di dunia mengerti itu?
Aku membalikkan badan dan berjalan meninggalkan jembatan. Dengan perasaan terpaksa aku harus kembali ke tempat yang selama ini serasa memenjarakanku. Mengurungku dalam sangkar ketidakbebasan.
Aku harus berbuat sesuatu untuk ini…
“Nemureru mori no naka eien no wana to shittemo koukai shinai sa…”
“Tunggu-tunggu!”
Semua orang berhenti menari, dan menoleh kepada sumber suara. Ternyata Yabu-lah yang tadi bersuara, dan dia sekarang mematikan music player dan berdiri di depan kami semua.
“Ada apa?” Daiki buka suara.
“Temponya berantakan. Kalau begini, nanti Yuya tidak bisa sampai depan pada saat yang tepat.” Jelasnya.
Semuanya saling memandang. Sedikit kurang mengerti dengan penjelasan Yabu. Dan Yabu hanya menggelengkan kepala.
“Chinen, bisakah di saat bertukar posisi dengan Ryosuke tadi kau bergerak dengan sedikit lebih cepat? Semua akan berantakan jika kau terus menari dengan cara seperti itu.” Jelas Yabu.
Kunaikkan sebelah alisku. Sedikit tersinggung dengan perkataan Yabu barusan. Hei, kenapa tiba-tiba dia menyalahkanku?
“Maksudmu apa?” tanyaku dengan dingin.
Yabu berjalan selangkah lebih dekat. Kemudian dia memutar badannya, dan menari bagian yang tadi aku tarikan. Beberapa detik aku hanya diam melihatnya menari. Setelah selesai dia berbalik badan dan melihatku.
“Seperti itu. Kau mengerti?” ucap Yabu.
Maksudnya apa? Aku hanya diam, tak membalas.
“Ah, iya benar. Akhir-akhir ini tempo gerakan Chinen memang berubah. Sedikit lambat.” Ryosuke ikut berpendapat.
Kenapa dia ikut-ikutan? Aku memandang Ryosuke. Namun dia hanya membalas dengan tatapan hei-aku-benar-kan?
“Sebenarnya aku juga sering hampir menabrakmu ketika berpindah posisi.” Kata Hikaru.
Dengan geram aku berseru, “hei! Maksud kalian apa? Memojokkanku seperti itu?” otakku jelas-jelas tak habis pikir. Kenapa tiba-tiba mereka semua melemparkan kesalahan padaku. Memojokkanku seperti ini, apa iya adalah hal yang bagus bagi mereka?
“Kami tidak memojokkanmu, kawan. Hanya… Melakukan sedikit evaluasi mungkin?” Yuya membalas.
Aku mundur satu langkah. Lalu kulihat satu-persatu wajah mereka. Entah kenapa semua mata hanya tertuju padaku. Bahkan Daiki juga melakukan hal yang sama! Sial, apa maksudnya semua ini?
“Kalian mengerjaiku?” ucapku waspada. Di sini seperti aku adalah buronan dan mereka adalah polisi yang siap menerkam kapan saja.
Daiki melangkah mendekatiku, meskipun suaranya terdengar lembut tetapi tatapannya sungguh mengangguku, “maksudmu apa?”
Tiba-tiba saja seluruh pikiranku kacau. Tidak dapat kukendalikan dan tanganku mendorong bahu Daki agar tidak mendekat lagi. Dia memang tidak sampai jatuh, tetapi bisa kulihat raut wajah terkejut yang tergambar olehnya.
Aku berlari meninggalkan ruang latihan tanpa mengatakan apapun.
“Kau tidak lelah, Daiki?” tanyaku padanya yang sedang melepaskan jaket dan kemejanya, lantas mengganti dengan kaos oblong berwarna biru.
“Tentang apa?” balasnya kemudian. Dia menutup pintu lemari dan menatapku sekilas.
Aku mengangkat bahu, sedikit tidak yakin dengan apa yang akan aku katakan. “Semua ini. Maksudku, kegiatan kita. Profesi kita.” Jelasku dengan sedikit rancu.
Daiki hanya membalas dengan senyum simpul, kemudian dia mengambil dua cangkir yang ada di atas meja dan memberikan salah satunya padaku. Kulihat isinya dan tenyata coklat panas. Isyarat yang diberikan Daiki agar aku meminum coklat itu, aku lakukan. Dengan diam, aku menunggu balasan Daiki.
“Hmm…” dia bergumam beberapa saat, sampai akhirnya menggeleng dan berkata, “tidak. Tidak terlalu sih.”
Aku hanya mengangguk-angguk kecil. Padahal jawaban itu sudah bisa kuterima, tetapi entah kenapa rasanya seperti ada perasaan mengganjal di dalam hatiku.
Rasanya aku tidak merasakan hal yang sama.
“Hei!” Daiki menepuk pundakku. “Memangnya kau lelah?”
Saat itu, entah kenapa sebagian besar hatiku memberontak ingin mengatakan ‘iya’ dengan keras. Tetapi aku hanya menahannya. Dan menggeleng. “sedikit. Badanku terasa pegal-pegal.” Kataku.
Daiki tersenyum dan berdiri lalu menuju ke kasurnya sendiri. Sebelum dia berbaring dia mengatakan beberapa hal padaku, “yang pasti, aku tidak tahu kapan semua ini akan berakhir nantinya. Yang aku tahu, aku hanya harus melakukan yang terbaik sebelum semuanya berhenti pada saatnya. Karena, ini adalah keputusan besar yang aku buat beberapa tahun lalu. Untuk semua orang yang mengenalku, aku memang harus terus berusaha bersama kalian kan?” katanya, nyaris seperti separagraf pidato.
Aku menoleh padanya. Dan mengerutkan dahi. Sedikit tidak mengerti dengan ucapan Daiki.
Untuk semua orang dan diri kita masing-masing. Kita harus berjuang dalam Hey! Say! JUMP. Kita mulai debut kita dengan penuh semangat! Apa kau sudah lupa kalimat itu?katanya dengan sedikit suara tawa kecil di sela-selanya.
“Uun. Itu adalah janji yang kita ucapkan ketika pertama kali debut.” Jawabku.
“Baguslah kalau kau ingat. Kalau begitu, lekas tidur. Besok ada pemotretan untuk majalah. Oyasumi!”
“Oyasumi, Daiki.” Dan aku menarik diri ke dalam selimut yang tebal.
Entah kenapa, saat mengingat janji tadi. Rasanya seperti tidak ada perasaan yang berubah. Aku tetap merasa terganggu.
Aku membelalakkan kedua mata. Memastikan dengan seksama, apakah benar gerangan yang berdiri di depanku sekarang adalah bukan ilusi. Bukan seperti sebuah genjutsu dalam anime Naruto.
“M-minna?” suaraku tertekan. Hanya bisa mengucapkan satu kata dengan terbata untuk memperoleh alasan kuat, atas makhluk yang ada di depanku sekarang.
Benarkah ini kalian?
“Ohisashiburi ne. Kau tampak sedikit berbeda.”
“Ya. Kau terlihat sedikit gemuk. Sayangnya tubuhmu masih tetap pendek.”
“Oh, dan juga lihat pipinya. Semakin besar dan jelek.”
Tidak peduli dengan ejekan-ejekan yang dilontarkan, aku segera berlari. Berlari menuju mereka agar aku benar-benar bisa menyentuhnya. Dan yakin seratus persen, bahwa aku tidak sedang meratapi nasib dengan bermimpi di sore hari.
Kudekap tubuh pemuda sedkit gemuk di depanku, dengan berbisik aku dan sedikit tidak percaya aku berkata, “Daiki… Kukira aku tidak akan melihatmu lagi.”
Yang kudengar, Daiki tertawa dan mengelus-elus kepalaku. “Hahaha, yang benar saja! Kita pasti bertemu kan? Masih satu Negara dan satu prefektur!”
Aku tersenyum simpul membalasnya. Perasaan penat yang selama ini ada di dalam dadaku, rasanya hilang begitu melihat wajahnya. Kukira semua tidak akan semudah ini. Ternyata sekarang aku bisa bertemu dengannya. Setelah kesalahan besar yang aku perbuat dan mengakibatkan kami berpisah. Mengingat dialah orang yang paling dekat denganku, membuatku sangat lega melihatnya sekarang berada di depanku.
“Hei, hei. Kenapa kalian jadi yaoi begitu? Memangnya kau tidak kangen padaku, eh Chinen?” suara Ryosuke membuatku melepaskan pelukan pada Daiki, dan berganti memeluknya.
“Oi oi, kenapa kau jadi memelukku?” protes Ryosuke saat aku mendekap tubuhnya.
“Kangen.” Balasku singkat. Tetapi tubuh ini, benar-benar nyaris aku lupakan rasanya.
“Hanya Ryosuke?” Yuto bersuara.
Aku melepas pelukan pad Ryosuke, dan sekarang berganti memeluk tubuh jangkung Yuto. Sama seperti Ryosuke dan Daiki sebelumnya, aku mendekap erat tubuh Yuto dengan mata terpejam. Merasakan perasaan nyaman karenanya.
“Jadi rencanamu sekarang adalah memeluk kami satu-persatu, begitu?” kata Yabu.
Aku melepaskan Yuto dari tubuhku, dan berganti menatap semua orang. Aku membungkuk dan menangis. Menangis karena terlalu lega dan merasakan perasaan bersalah yang amat besar.
“Gomen... Gomen... Gomen…” ucapku berulang dengan berlinang air mata. Jujur, aku tak bisa memaafkan diriku saat ini. Aku merasa sebagai manusia terburuk di dunia.
“Sudah… Jangan begitu.” Hikaru menegakkan tubuhku kembali.
Aku terisak. Menatap semua orang dengan penuh perasaan bersalah. “Maafkan aku. Aku sungguh merasa bersalah. Aku yang memutuskan untuk keluar, tetapi aku juga yang menyalahkan kalian karena tidak ada di dekatku. Kalian pasti susah, ketika aku pergi. Maafkan aku. Aku hanya membuat masalah dalam grup kita.” Jelasku.
“Kukira aku tidak bisa bertemu kalian lagi. Kukira aku tidak bisa lagi untuk mengucapkan maaf pada kalian. Meskipun aku tahu, kata ‘maaf’ tidak cukup untuk menggantikan semua perbuatanku. Tetapi percayalah… Aku begitu bahagia saat melihat kalian berada di depanku sekarang.” Lanjutku. Airmataku terus keluar tak bisa kuhentikan. Semuanya memang hanya tergambar lewat sikap ini.
“Kami juga sangat bahagia, melihatmu dengan keadaan baik-baik saja. Kami sangat khawatir terjadi hal yang buruk padamu. Sejak hari itu, semua hal terasa kurang dan tidak bisa berjalan sebaik biasanya. Tentu saja karena kau tidak ada bersama kami.” Jelas Ryosuke.
“Chinen, dengar. Sebelum ini, kami tidak pernah sedikit pun merasa tidak cocok denganmu. Kami memang salah, karena tidak mengerti perasaanmu saat itu dan malah bersikap memojokkanmu. Seharusnya kami menahanmu pergi, bukan malah membiarkanmu. Semua hal terasa sangat sulit saat itu.” Yabu menambahkan.
“Setiap hari, kami selalu mencarimu. Tetapi entah kenapa, menjadi begtiu sulit dan kami tak bisa menemukanmu. Putus asa, memang sudah hampir kami lakukan. Tetapi karena kami tahu, jiwa Hey! Say! JUMP terasa kurang, kami harus mencarimu. Melakukan semua hal yang terbaik sebelum terlambat. Dan akhirnya, hari ini kami bisa bertemu denganmu.” Tambah Inoo.
“Semua karena ini adalah hari yang special bukan?” seru Yuya.
“Ya. Ini adalah harimu, kawan. Karena itu keajaiban menuntun kita pada hari penting ini. Otanjoubi omedetou, kami sangat menyayangimu.” Kata Daiki.
Dan kami berpelukan bersembilan. Dalam beberapa saat kami hanyut dalam pikiran masing-masing. Semua terasa begitu hangat dan menyenangkan. Sebelumnya aku sempat lupa, bahwa mereka terasa begitu membahagiakan bagiku.
“Ah, ya! Ini aku bawakan kue ulang tahun untukmu. Agak kecil sih, tapi cukup untuk satu lilin kok.” Kata Keito sembari mengeluarkan kotak kecil dari balik tubuhnya.
Aku membuka kotak itu, dan di sana ada sepotong kue coklat. Lalu Keito meletakkan satu lilin kecil di atasnya dan menyalakan api.
“Make a wish, brother.” Ucapnya.
Aku memejamkan mataku dan mengepalkan kedua tangan di depan dada. Sembari membuat permohonan.
Aku membuka mata dan meniup lilin kecil di atasnya. Lalu tersenyum dan memandang teman-temanku satu-persatu.
“Jadi?” tanya Yabu memecah keheningan.
Tanpa berpikir banyak aku menjawab, “tadaima.”
“Okaeri.”
Aku berharap. Dalam ulang tahunku kali ini. Tidak akan terjadi hal buruk lagi pada kami. Semua akan berjalan dengan baik, seperti cahaya lilin kecil di depanku ini.
THE END
Mini dictionary
Oyasuminasai/oyasumi    : selamat tidur.
Sayonara                              : selamat tinggal.
Uza i yo                                 : menyebalkan.
Matte                                      : tunggu!
Minna                                     : semuanya.
Tadaima                                : aku kembali.
Okaeri                                    : selamat datang kembali.
Ohisashiburi ne                  : lama tak jumpa.
~ ENEMY BECOME BESTFRIEND~


Title                                        : Enemy Become Bestfriend
Categories                           : Oneshoot
Genre                                     : Friendship, family
Rating                                    : General
Theme Song                        : Tsunagu te to (Hands and Connect)
Author                                   : Eka Darmayanthi
Alamat                                   : Banjar Kuwum, Gang Bangau no 22, Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Badung-BALI
Umur                                      : 20 tahun
Alasan mengikuti lomba   : Untuk merayakan ulangtahun Chinen Yuri yang ke 19 dan menyalurkan hobi dalam bidang menulis.
Cast                                       : all Hey! Say! JUMP! Member
1.      Chinen Yuri
2.      Nakajima Yuto
3.      Yamada Ryosuke
4.      Okamoto Keito
5.      Arioka Daiki
6.      Yaotome Hikaru
7.      Inoo Kei
8.      Takaki Yuya
9.      Yabu Kota

Synosis / quote :
Yuto hanya mendesah pelan. “Aku cuma nggak mau ada yang berpikiran buruk tentang Chinen. Aku nggak mau nantinya sahabatku direndahkan oleh kalian, geng BEST.” Yamada hanya tertawa mendengar itu, “Aku nggak akan merendahkan orang hanya karena itu. Lagipula aku menganggap Chinen dan juga SEVEN adalah rival terbesarku. Mungkin karena itu juga kita bermusuhan.” Balas Yamada santai..

***
“Kau benar-benar keterlaluan! Jangan bicara yang bukan-bukan tentang Chinen!” teriak seorang anak laki-laki berumur 16 tahun yang bernama Nakajima Yuto, sambil melayangkan sebuah pukulan keras pada lawan bicara yang juga seumuran dengannya. Lawan bicaranya yaitu Okamoto Keito tidak terima karena dirinya dipukul dan dia membalas pukulan Yuto. Perkelahian pun tidak dapat dihindarkan dan beberapa anak perempuan yang berdiri di lorong sekolah yang melihat perkelahian itupun tidak dapat berbuat apa-apa. Kerumunan pun semakin banyak, melibatkan beberapa siswa pria yang juga melihat, tapi mereka juga tidak bisa bertindak karena perkelahian di depan mereka ini melibatkan dua orang dari dua geng yang sangat berkuasa di sekolah mereka, Horikoshi Gakuen.
Tiba-tiba dari dua arah yang berlawanan, kerumunan itu dipecahkan oleh dua orang anak laki-laki yang berbeda. “YAMETE!” teriak keduanya hampir bersamaan, dan seketika itu juga kerumunan siswa yang tadinya berisik itupun terdiam. Perkelahian antara Yuto dan Keito pun terhenti, dengan Keito memegang kerah seragam Yuto. Perlahan kerumunan siswa dan siswi sekolah itupun memberi jalan bagi dua eksistensi yang baru datang setelah mengetahui siapa mereka. Dua eksistensi itupun berjalan ke tengah-tengah kerumunan, dan mereka saling berhadap-hadapan, sama-sama melancarkan tatapan sinis ke arah lawan bicara.
“Yuto, hentikan saja perkelahian ini. Ada beberapa sensei yang datang, jangan sampai kau dihukum karena ulah konyol anggota BEST itu.” Kata eksistensi pertama, yang bernama Chinen Yuri, tanpa mengalihkan pandangan dari lawan bicaranya yang sudah menatapnya sinis. Lawan bicaranya itu adalah Yamada Ryosuke. Yuto pun segera melepaskan tangan Keito yang masih memegang kerah seragamnya dan segera berjalan ke samping Chinen.
“Keito, jangan habiskan waktumu untuk meladeni perbuatan anggota SEVEN.” Kata Yamada, yang juga tidak mengalihkan pandangannya dari sosok Chinen Yuri. Keito juga berjalan ke samping Yamada, sambil mengelap bibirnya yang sedikit berdarah karena pukulan Yuto tadi. Yamada dan juga Chinen saling melancarkan tatapan sinis mereka untuk yang terakhir kali, lalu mereka berdua pun meninggalkan kerumunan itu. Sementara itu para siswi yang melihat adegan itu hanya bisa meleleh karena karisma dari dua orang cowok yang muncul itu, Chinen Yuri dan Yamada Ryosuke. Perkelahian pun dapat dihentikan, dan perlahan kerumunan siswa-siswi itu membubarkan diri untuk melanjutkan waktu istirahat siang mereka.
Begitulah secuil dari sekian banyak kejadian pertentangan dari dua geng yang berkuasa di Horikoshi Gakuen, yaitu BEST dan SEVEN. Sebenarnya Horikoshi Gakuen melarang keras jika ada siswanya yang bermusuhan apalagi sampai berkelahi, tapi anggota dari kedua geng tadi sangat pintar menyembunyikannya dari para guru jika ada kejadian seperti tadi. Ditambah lagi karena tidak ada siswa yang melaporkan pada guru jika terjadi perkelahian antara kedua geng itu, karena semua siswa dan siswi hormat dan juga respek pada pemimpin kedua geng tersebut, Yamada Ryosuke dan juga Chinen Yuri.
Yamada Ryosuke adalah pemimpin geng BEST yang terdiri dari 5 orang cowok tampan, pintar dan kaya. Dia bersahabat karib dengan keempat temannya yaitu Okamoto Keito yang sekelas dengannya di kelas 1-D, dan juga ketiga senpainya dari kelas 3-D yaitu Daiki Arioka, Inoo Kei dan Yuya Takaki. Sedangkan Chinen Yuri yang juga berada di kelas 1-D adalah pemimpin geng Seven yang terdiri dari 4 orang cowok yang juga sama-sama tampan, pintar dan kaya. Sama juga seperti Yamada, Chinen juga bersahabat dengan ketiga teman gengnya itu yaitu Nakajima Yuto yang juga di kelas 1-D, Hikaru Yaotome dan Yabu Kota dari kelas 3-D. Sebenarnya kedua geng ini akan menjadi geng yang sempurna kalau saja mereka tidak bermusuhan dan disatukan, ditambah lagi mereka banyak diidolakan oleh siswi-siswi Horikoshi Gakuen dan juga dari siswi sekolah lain di kota Tokyo, Jepang. Sayangnya hal itu tidak terjadi karena kedua geng ini bermusuhan sejak masing-masing pemimpinnya menginjak Horikoshi.
Sebenarnya mereka bermusuhan karena hal yang sepele, karena keadaan yang disebut dengan salah paham. Waktu itu saat upacara pembukaan ajaran tahun baru, Yamada dan Chinen sama-sama di antar dengan mobil dan karena mereka menyuruh sang sopir ngebut agar tidak terlambat, terjadilah tabrakan kecil di depan gerbang Horikoshi. Mobil mereka berdua saling menabrak, walaupun tidak parah. Yamada dan Chinen pun sempat adu mulut karena sama-sama mengaku benar, dan ujungnya mereka berdua terlambat juga. Akhirnya mereka pun dihukum dan karena sama-sama tidak mau mengalah, tidak ada yang mau meminta maaf dan mereka pun bermusuhan sampai sekarang.
Kepala sekolah dan guru-guru Horikoshi sebenarnya tahu apa yang terjadi dengan kedua geng itu. Tapi mereka pura-pura menutup mata, karena tidak dapat dipungkiri Chinen Yuri adalah anak pemilik sekolah sedangkan Yamada Ryosuke adalah calon penerus Meiji Company yang paling banyak memberikan sumbangan untuk Horikoshi. Belum lagi prestasi anggota kedua geng itu yang bisa dibilang sangat bagus. Secara berurutan Chinen Yuri, Yamada Ryosuke, Yuto Nakajima dan Okamoto Keito menempati peringkat 4 besar saat ujian masuk yang ditempatkan dalam satu kelas di 1-D. Sedangkan secara berurutan Inoo Kei, Yabu Kota, Hikaru Yaotome, Daiki Arioka dan Takaki Yuya menempati peringkat 5 besar di seantero siswa kelas 3 di Horikoshi. Tentu saja dengan asset seperti itu kepala sekolah dan juga guru-guru nggak bisa mengeluarkan kesembilan cowok itu sembarangan.
Siang ini pun masing-masing anggota BEST dan SEVEN berada di markas mereka. Maksudnya markas disini ya rumah pemimpin geng mereka.

Markas BEST (rumah Yamada)
“Aku nggak habis pikir sama si Yuto itu. Aku cuma nggak sengaja menyenggolnya dia langsung marah begitu.” Omel Keito sambil menempelkan es batu di pipinya yang tadi kena pukul. Inoo yang lagi asyik baca buku cuma menoleh sekilas lalu melanjutkan bacaannya yang super tebal itu. Sedangkan Yuya dan Daiki yang lagi asyik main PS tidak menghiraukannya. “Aku nggak ngerti, apa hebatnya si Chinen sampai Yuto rela membelanya mati-matian begitu.” Tambah Keito lagi. Yamada yang baru saja mengambil jus kaleng dari kulkas di kamarnya, melemparkan jus itu pada Keito yang refleks menangkapnya. “Tenangkan dirimu, cuma buang-buang waktu berurusan dengan mereka.” kata Yamada kalem. Inoo yang sudah selesai membaca buku, iseng memukul kepala Yamada. “Aaahh, iittaaii!” seru Yamada sambil memegang kepalanya, dan langsung menoleh menatap Inoo. “Inoo-chan kenapa sih? Kenapa kepalaku dipukul?”
“Dasar Yama-chan baka. Kau menyuruh Keito tenangkan diri, sementara kau sendiri masih bersaing dan berantem sama Chinen.” Kata Inoo datar. Yamada yang nggak terima pun protes, “Kau juga Inoo-chan. Kau sendiri bersaing dengan Yabu senpai dalam hal akademik kan!”
“Itu masih lebih baik, Daiki juga masih sering berkelahi sama Hikaru!” kata Inoo, membawa-bawa Daiki. Daiki yang asyik main PS pun menoleh karena namanya disebut, “Kenapa namaku juga dibawa-bawa? Kita semua kan memang sering berkelahi sama SEVEN.” Protes Daiki. Yuya yang kesal karena Daiki melupakan permainannya pun menengahi mereka, “Sudah-sudah. Jangan lanjutkan lagi! Semua sama-sama bermusuhan dengan SEVEN. Nggak perlu di tekankan lagi dong.” Katanya. Yuya sebenarnya lelah juga kalau harus berdebat lagi sampai disini. Keempat temannya pun diam. Walaupun Yamada adalah pemimpin di sana, tapi kalau menyangkut kedewasaan berpikir, Yuyalah yang paling dewasa di antara mereka. Mereka pun akhirnya diam dan melanjutkan aktifitas masing-masing.

Sementara itu di markas SEVEN (rumah Chinen)
“Chii, tolong bantu aku menempelkan plester ini dong.” Kata Yuto. Chinen pun membantu sahabatnya itu menempelkan plester di mukanya yang tadi dipukul oleh Keito. Setelah selesai, Chinen lalu menekan intercom di kamarnya dan menyuruh pembantunya untuk membawakan 4 minuman ke kamar. Dilihatnya dua sahabatnya yang lain, Yabu dan Hikaru sedang asyik memainkan gitar mereka mencoba nada-nada baru. Yabu dan Hikaru memang senang menciptakan lagu yang diiringi oleh permainan gitar mereka sendiri.
“Sebenarnya aku malas berurusan dengan anggota BEST itu. Tapi kenapa mereka selalu cari gara-gara dengan kita?” keluh Chinen. “Aku ingin kita pindah kelas, supaya nggak sekelas dengan Yamada dan Keito itu.” Tambahnya lagi. Hikaru yang mendengar itupun mendongak, “Aku setuju sekali dengan usulmu itu Chii. Aku kadang kesal sekali harus sekelas dengan Inoo yang sok pintar, dan Yuya dan Daiki yang sok cakep itu.” Kata Hikaru. Chinen pun tertawa mendengar Hikaru mengatakan ejekan tentang Inoo, Yuya dan Daiki. Tiba-tiba pintu kamar Chinen diketuk, dan pembantunya pun masuk.
“Tuan muda, tadi ada pesan dari orangtua anda. Mereka mengatakan akhir minggu ini belum bisa pulang karena urusan mendadak di Australia. Lalu Nona muda juga berpesan tidak bisa pulang karena dirumah sakitnya sedang banyak pasien.” Kata pria yang berumur separuh baya itu. Chinen pun hanya mengangguk, lalu menyuruhnya keluar kamar. Cowok kawaii ini pun hanya mendesah pelan. “Selalu saja seperti itu.” Gumamnya. Yabu yang melihat itupun hanya terdiam sebentar, sementara yang lainnya hanya saling pandang.
Tiba-tiba Hikaru berseru, “YOSSHH, kalau begitu, akhir minggu ini kita menginap di rumah Chii. Bagaimana minna? Kalian setuju?”
Yang lain pun mengangguk dan menyetujui usulan itu. Chinen hanya tersenyum melihat teman-temannya. “Arigato, minna.” Katanya.
***
KRIIINGG, bel jam istirahat pertama pun berbunyi. Semua penghuni di kelas 1-D pun membereskan buku mereka, dan bersiap untuk ke kantin. Sebelum semuanya pergi, Nakamura sensei memberikan pengumuman. “Untuk Nakajima-kun, Yamada-kun, Chinen-kun dan juga Keito-kun tolong temui kepala sekolah ya. Ada yang ingin dibicarakannya dengan kalian.” Lalu keempat orang tadi pun segera menuju ruang kepala sekolah dalam diam. Sampai di depan pintu, Chinen mengetuk pintu dan terdengar jawaban menyuruh mereka masuk. Ternyata di dalam sudah ada senpai mereka, yaitu Yabu, Yuya, Inoo, Hikaru dan juga Daiki. Tiba-tiba Chinen merasakan firasat tak enak karena mereka dikumpulkan begini.
“Bagus, semuanya sudah lengkap berkumpul. Kalian sengaja saya kumpulkan karena kalian akan bekerja dalam satu tim mewakili sekolah untuk olimpiade akademik.” Kata kepsek mereka. Kesembilan pemuda yang ada di depannya itupun kontan terkejut. Bayangkan saja, dua geng yang selama ini musuhan sekarang harus kerjasama?
Muri! Itu nggak mungkin kan pak? Kenapa kami harus dijadikan satu tim? Kenapa nggak dipisah saja?” protes Hikaru. Lelaki tua di depan mereka yang bernama Johny Kitagawa itu hanya tersenyum penuh arti. “Jelas kalian harus satu tim, karena kemampuan kalian jika digabung akan membuat sekolah kita menang. Dan tidak ada penolakan, kalau ada yang menolak aku akan memanggil dan bicara dengan orangtua kalian.” Katanya tegas dan jelas, membuat Sembilan cowok itu diam dan nggak bisa membantah.
“Oh iya, kalian bisa mulai latihan mulai besok dan kalian diijinkan menggunakan semua fasilitas sekolah untuk belajar. Sekarang kalian bisa kembali ke kelas” Tambah kepala sekolah mereka.  kesembilan pemuda itupun berjalan lesu dan kembali ke kelas masing-masing.
Saat ini anggota geng BEST dan SEVEN berkumpul di perpustakaan. Mereka masih diam, belum ada yang berbicara, sampai akhirnya Yabu memulai pembicaraan. “Untuk sementara sampai lomba ini selesai, kita kesampingkan dulu permusuhan kita, karena saat ini kita membawa nama baik Horikoshi.” Katanya tegas. Chinen dan Yamada hendak protes, tapi tiba-tiba Inoo menyetujui, “Yabu-kun benar. Permusuhan ditangguhkan untuk sementara.” Selain Yamada dan Chinen, Yabu dan Inoo juga berpengaruh di antara kedua geng itu. “Dan aku rasa kita juga harus belajar saat dirumah agar lebih intensif. Kalian mau belajar dirumah siapa?”  tambah Inoo mengusulkan.
“Di rumah Chinen saja. Disana lebih enak dan nyaman,” kata Yuto sambil memandang Chinen. Tapi sekarang Daiki yang protes, “Kau kira kami mau belajar di markas SEVEN? Rumah Yamada juga tidak kalah nyamannya seperti rumah Chinen! Dirumah Yamada saja.”
Gantian Hikaru membela Yuto, “Kami juga nggak mau belajar di markas BEST! Mana mungkin kami belajar di markas musuh.” Kata Hikaru sambil memasang tampang cemberutnya.
“Di rumah Yamada saja!” seru Keito
“Rumah Chinen!” balas Yuto
“Rumah Yamada!” tambah Yuya dan Daiki membela Keito
“Rumah Chinen!” seru Hikaru dan Yuto bersamaan. Mereka masih berdebat sampai petugas perpustakaan datang dan memarahi mereka. sedangkan Yabu dan Inoo hanya mendesah pelan. “Lebih baik bergantian saja.” Kata Yabu simple, dan Inoo mengangguk menyetujui. “Usul Yabu-kun bagus juga. Bergantian saja, dimulai dari rumah Yamada dulu besok jam 5 sore sampai 7 malam. Dan kalian jangan ada yang protes, karena lebih baik sekarang kita pulang.” Kata Inoo, dan dia membereskan tasnya. Yang lainnya pun tidak protes dan mengikuti Inoo untuk segera pulang.
Begitulah akhirnya mereka bersembilan mulai belajar bersama untuk olimpiade itu. Tapi walaupun namanya belajar bersama, mereka tetap saja masih terlihat bermusuhan. Siang ini setelah pulang sekolah mereka bersembilan memulai belajar di rumah Chinen. Akhirnya mereka pun saling menukarkan tugas masing-masing untuk diperiksa. Chinen memeriksa tugas Yamada. "Yamada, kau ini bodoh atau bagaimana sih? Rumus yang kau pakai ini salah! Bahkan siswa yang rankingnya paling rendah di sekolah pun tahu kalau ini salah. Kau ini bodoh sekali" Protes Chinen keras, yang justru membuat Keito kesal karena sahabatnya dibegitukan. "Kau kan nggak perlu bicara kasar begitu, tinggal bilang saja baik-baik!" Ucap Keito, sudah bangun dari kursinya ingin membela Yamada, tapi dia ditahan oleh Yamada. "Sudahlah Keito, jangan cepat emosi. Aku memang salah karena nggak memperhatikan soal." Ucap Yamada sambil tersenyum manis. Keito protes, "Tapi, Yama-chan.." Dan Yamada hanya melemparkan senyum agar Keito nggak kesal lagi. Akhirnya anak itupun duduk, tapi dia masih memandang Chinen sinis. Yang lainnya pun hanya melihat saja kejadian itu, dan melanjutkan belajar mereka.
***
Yamada sedang berjalan menuju rumahnya, hari ini dia tidak dijemput sopir seperti biasa karena pulang agak terlambat dan dia nggak mau menyusahkan sopirnya. Dia terus berjalan menuju halte bus, dan dia melihat Yuto yang ingin menyebrang jalan. Saat Yuto mau menyebrang, tiba-tiba ada motor ngebut dan sepertinya nggak melihat ada yang menyebrang. Yamada yang melihat itu kontan berlari dan menarik Yuto agar tidak ditabrak motor tadi,
BRUKK! Tubuh Yamada dan Yuto pun menghempas pinggir jalan. “Aaahh, ittaiii..” keluh Yuto, sambil berusaha bangun. Yamada pun membantu Yuto untuk berdiri. “Yuto-kun, daijobu ka?” tanya Yamada. Yuto pun mendongak dan baru sadar kalau yang menolongnya adalah Yamada, “Aaah Yama-chan..Arigatou” kata Yuto canggung, lalu dia tersadar kalau tangan Yamada mengeluarkan darah. “Yama-chan, kau terluka.” Kata Yuto, lalu dia memberikan sapu tangannya pada anak yang telah menolongnya itu. Yamada menerima sapu tangan itu dan mengelap lukanya, “Ini hanya luka kecil saja. lebih baik kau berhati-hati Yuto. Aku duluan ya! Mata ashita!” kata Yamada, tapi Yuto mencegahnya, membuat yamada bingung. Yuto terlihat bingung dan ragu mau mengatakan sesuatu, tapi akhirnya dia bicara juga, “Kita pulang bareng.” Katanya datar dan agak canggung, dan Yamada hanya membalasnya dengan senyum dan anggukan. Mereka berdua pun akhirnya berjalan bersama menuju rumah. Saat sampai di pinggir sungai yang ada di tengah kota, tiba-tiba Yamada berhenti dan duduk ditanah. Yuto pun mengikuti cowok di depannya itu. “Gomen Yuto-kun, aku ingin refreshing sebentar di sini. Kalau kau ingin, duluan saja tidak apa.” Kata Yamada. Tapi Yuto malah duduk disamping Yamada. Yamada memandangi sungai di depannya sebentar, menutup matanya dan merasakan semilir angin yang menyentuh rambut coklatnya. Yuto  hanya memperhatikan anak yang selama ini menjadi musuhnya itu. Dalam hati Yuto berpikir kalau anak disampingnya ini tidak buruk juga, malahan sangat baik karena dia baru saja menyelamatkan Yuto.
“Ne, Yama-chan. Gomen atas perkataan Chii kemarin.” Kata Yuto datar, membuat Yamada membuka matanya. “Gomen karena dia sudah berkata kasar padamu.” Lanjut Yuto.
“Hmm..aku tidak mempermasalahkan itu karena aku juga salah, jadi kau nggak perlu minta maaf karena itu.” Ucap Yamada, kalem. Yuto hanya mendesah pelan. “Aku cuma nggak mau ada yang berpikiran buruk tentang Chinen. Aku nggak mau nantinya sahabatku direndahkan oleh kalian, geng BEST.” Yamada hanya tertawa mendengar itu, “Aku nggak akan merendahkan orang hanya karena itu. Lagipula aku menganggap Chinen dan juga SEVEN adalah rival terbesarku. Mungkin karena itu juga kita bermusuhan.” Balas Yamada santai. Yuto memperhatikan anak di depannya ini, dia melihat kejujuran di mata Yamada, membuat Yuto tambah ingin bercerita.
“Kau tahu, Chinen itu anak yang baik. Walaupun dia sering berkata kasar dan arogan tapi sebenarnya dia punya hati yang lembut. Dia sangat sering membantuku. Dia melakukan itu karena sebenarnya dia sangat kesepian.” Kata Yuto tiba-tiba. Yamada melihat Yuto yang sekarang sedang memandang langit, dia tidak berkomentar sampai Yuto melanjutkan lagi, “Orangtua dan kakak perempuan Chinen selalu saja sibuk dan tidak punya waktu untuknya. Mereka selalu pergi keluar kota untuk urusan bisnis. Walaupun dari luar Chinen terlihat sempurna, dengan wajah yang kawaii dan harta yang melimpah, tapi kami sahabatnya tahu kalau dia sangat kesepian.” Lalu sepertinya Yuto tersadar kalau dia sudah bercerita banyak. “aaahh, yabai! Aku sudah bercerita yang bukan-bukan. Kalau kau sampai menyebarkan ini Yama-chan, kau habis ditanganku!” katanya, lalu memandang langit lagi.
Yamada hanya tersenyum mendengar itu, dia sangat mengerti apa yang dikatakan Yuto barusan. Malahan mungkin Yamada jauh lebih mengerti perasaan Chinen daripada Yuto sendiri. “Tenang saja Yuto-kun, aku bukan tipe cowok penggosip.” Kata Yamada sambil tersenyum simpul.

Sementara itu di tempat lain, waktu yang sama..
Keito menaruh roti dan susunya di depan meja kasir dan merogoh tasnya untuk mengambil dompet. Tapi dia tidak menemukan dompet kulit hitamnya di tas, padahal biasanya dompet itu selalu dia bawa kemana-mana, lama dia mencari dia tetap nggak menemukannya sampai pelayan kasir menatapnya. Lalu dia baru ingat kalau dia mengganti tasnya tadi pagi, dan lupa mengecek dompetnya. “Anoo..gomen..” kata Keito, berencana untuk nggak jadi belanja, tapi tiba-tiba dari belakangnya ada seseorang yang menyeruak antrian. “Berapa total belanjaannya?” tanya seorang cowok, dan Keito mengenali suara ini sebagai suara Chinen Yuri. Si pelayan pun menyebutkan totalnya dan Chinen membayarnya. Setelah itu dia mengambil roti dan susu itu, menyerahkannya pada Keito lalu berjalan keluar supermarket. Keito yang sempat kaget, berusaha mengikuti Chinen yang berjalan menuju taman. “Tunggu, Chinen-kun. Arigato na. Besok aku akan menggantinya” Kata Keito akhirnya.
“Tidak usah kau ganti, anggap itu permintaan maaf karena kemarin sudah sedikit mengacaukan belajar kita.” Kata Chinen datar, lalu dia duduk di kursi taman. Keito pun ikut duduk disamping Chinen. Dia masih heran karena anak yang selama ini jadi rival dan musuhnya barusan malah menolongnya. Dilihatnya Chinen mengeluarkan roti dan susu miliknya, lalu memakannya dalam diam. Dia makan sambil sesekali tersenyum senang melihat keluarga-keluarga kecil yang bermain di taman itu. “Bahagia sekali melihat keluarga kecil seperti itu bisa berkumpul dan bercanda bersama.” Kata Chinen tiba-tiba, membuat Keito ikut memperhatikan mereka. Keito memperhatikan Chinen lagi, lalu dia berdeham.
“Ne, Chinen-kun. Kemarin aku kesal bukan karena kau telah mengacaukan acara belajar. Tapi aku kesal terlebih karena kau berkata kasar pada Yama-chan.” Kata Keito, membuat Chinen memandangnya. “Kalau kau berkata kasar padaku, atau pada semua anggota BEST, aku nggak mempermasalahkannya, tapi jangan lakukan itu secara personal ke Yama-chan. Aku nggak mau orang sebaik Yama-chan diperlakukan begitu. Aku nggak mau dia sakit hati, karena dia sudah cukup menderita.” Lanjut Keito.
Chinen bengong mendengar itu, dan sudah penasaran apa yang dimaksud Keito, tapi Keito nggak mau melanjutkan lagi. “Apa maksudmu, Keito?” tanya Chinen. Tapi Keito hanya menggeleng, “Aku nggak akan cerita lebih lanjut. Karena kau adalah rival dan musuh BEST. Nanti kau malah menyebarkan gosip yang tidak-tidak lagi.”
“Baiklah kalau kau memang nggak mau cerita. Tapi kau perlu tahu satu hal, aku bukanlah tipe orang yang menggunakan kelemahan seseorang untuk menjatuhkannya. Itu adalah cara yang sangat nggak terhormat.” Ucap Chinen, lalu memandangi orang yang lalu lalang disekitar sana. Keito memikirkan perkataan Chinen barusan, dan memperhatikan anak itu lagi. Mungkin kata-kata Chinen bisa dipegang, apalagi selama ini dia memang nggak pernah menggunakan cara curang untuk menjatuhkan BEST, dan Keito memang nggak ingin Chinen menganggap Yamada sebagai seorang rendahan, karena Keito begitu menyayangi sahabatnya itu.
“Yamada..” kata Keito tiba-tiba, membuat Chinen menoleh padanya. “Yama-chan itu anak yang baik. Dialah yang menolongku saat usaha ayahku hampir bangkrut dulu. Dia anak yang ceria dan semangatnya tinggi sekali.  Dia memang punya segalanya, tampan, pintar, populer, kaya, berkharisma. Aku dan sahabatku yang lain bahkan kadang iri dengannya.” Kata Keito memberi jeda sebentar dan meneguk susunya. Chinen melihat ekspresi Keito tiba-tiba berubah sendu, “Tapi Yama-chan itu sangat merindukan kasih sayang orangtuanya. Dia tidak mendapat kasih sayang dan perhatian orangtua sebanyak seperti yang didapatkan anak-anak lain. Aku tahu dia sangat kesepian, makanya dia menutupinya dengan selalu ceria dan tersenyum. Karena itulah, aku nggak mau ada yang menyakiti hatinya, karena aku sayang padanya.” Kata Keito mengakhiri ceritanya. Chinen yang mendengar itu benar-benar terharu, dia sadar kalau sebenarnya Yamada sama seperti dirinya, sama-sama kesepian. Hanya saja Yamada mengekspresikannya dengan cara menjadi orang yang ceria, yang justru membuat Chinen kesal dan menjadikan Yamada rivalnya. Sebenarnya Chinen merasa simpati, tapi dia nggak mau menunjukkannya di depan Keito karena gengsi.
“Aku pegang janjimu untuk nggak menyebarkan ini.” Kata Keito, dan Chinen hanya mengangguk. Setelah puas berada di taman itu, akhirnya mereka pun kembali ke rumah masing-masing.
***
Sudah selama dua minggu ini anggota BEST dan SEVEN belajar bersama untuk memenangkan olimpiade akademik itu. Mereka juga sudah lolos dalam babak-babak kualifikasi yang mereka ikuti, dan mereka belajar untuk tahap final, yang hasilnya akan diumumkan pada akhir bulan November, 3 hari lagi. Perkelahian antara kedua geng pun mulai berkurang, dan walaupun mereka masih sama-sama gengsi, anggota BEST dan SEVEN sudah tidak menunjukkan aura permusuhan yang kuat seperti dulu, seperti saat waktu istirahat siang ini contohnya.
Chinen sedang membawa beberapa buku berat yang tadi diminta oleh Sayama sensei, saat sampai di belokan koridor ada seorang cowok yang nggak sengaja menabraknya, dan buku itu jatuh berantakan, tapi cowok itu langsung berlari begitu saja sepertinya buru-buru. Untung saat itu Yamada kebetulan lewat dan membantu Chinen.
"Hati-hatilah Chii, kalau sampai buku ini rusak, nanti kau dimarah oleh sensei." Kata Yamada meletakkan buku terakhir yang dipungutnya. Chinen menoleh cepat, karena dia sadar itu pertama kalinya dia dipanggil 'Chii' oleh Yamada, panggilan yang memang dia sukai karena terdengar enak dan dia merasa lebih disayang jika dipanggil begitu. "Arigato, Yamada.." Ucap Chinen pelan.
"Panggil Yama-chan saja. Biar lebih gampang" Kata Yamada ceria. Lalu tiba-tiba, KLIK! Terdengar suara kamera. Ada seorang gadis yang mengambil gambar mereka berdua. Chinen mengenalinya sebagai teman seangkatannya yang beda kelas. "Waahh, ternyata Chinen-kun dan Yamada-kun kalau tidak bermusuhan dan akrab seperti itu sangat manis." Kata gadis itu. "Semoga saja kepsek terus mengikutkan kalian dalam lomba, agar kalian nggak musuhan lagi. Semua siswa pasti akan senang kalau BEST dan SEVEN bisa bersatu." Kata cewek itu manis, dan meninggalkan dua eksistensi yang masih bengong itu. Akhirnya Yamada dan Chinen pun tersadar dan salah tingkah. "Jaa, mata! Sampai ketemu saat belajar bersama nanti." Kata Yamada dan berlari meninggalkan Chinen.  
 Sore ini pun BEST dan SEVEN belajar lagi dirumah Chinen, karena 2 hari yang lalu sudah belajar di rumah Yamada. "Inoo-kun, tolong bantu aku mengerjakan soal yang ini." Kata Hikaru, sambil mendekati Inoo dan Inoo mulai menjelaskan soal itu pada Hikaru. Chinen hanya tersenyum melihat Hikaru, mengingat dulu dia mengejek Inoo orang yang sok pintar. Chinen melirik kalender yang ada disebelahnya. 3 hari lagi, adalah waktu pengumuman final dan saat itu tepat hari ulang tahunnya yang ke 17. Chinen ingin sekali bisa masuk final, ia ingin menunjukkannya pada orangtua dan kakaknya. Tapi mengingat kesibukan orangtuanya yang saat ini sedang keluar kota, Chinen nggak berharap banyak. Anggota BEST pun sudah tahu tentang ultah Chinen, karena anak-anak perempuan disekolah mereka sudah heboh ingin memberi kado, otomatis membuat mereka tahu.
 Saat itu terdengar suara mobil, ternyata itu orangtua Chinen. Sepertinya mereka kembali untuk mengambil beberapa dokumen. Chinen tersenyum melihat orangtuanya. "Kaa-san, too-san, bisakah aku bicara sebentar?" Tanya Chinen.
"Bisa, tapi jangan lama ya nak. Ibu dan ayah masih harus pergi lagi." Jawab ibunya, lalu ibu dan ayahnya menuju ruang kerja mereka.
"Minna, kalian lanjutkan dulu ya. Aku tinggal sebentar." Kata Chinen meninggalkan yang lainnya di ruang belajar, lalu menyusul ayah dan ibunya.
Beberapa saat kemudian, orangtua Chinen keluar lagi. Tapi tampang mereka sepertinya kesal, dan Chinen mengikuti dari belakang dengan tampang frustasi juga. Baik Yabu, Hikaru Yuto, Yuya, Inoo, Daiki, Keito dan Yamada memperhatikan kejadian itu. "Too-san, kaa-san! Tidak bisakah kalian libur sehari saja pada tanggal 30?" Tanya Chinen.
"Kami sangat sibuk Yuri, tidak bisa meninggalkan janji dengan klien. Saat itu kami ada janji penting dengan klien." Kata ayahnya, menatap putra bungsunya itu.
Lalu ibunya pun menambahkan, "Lagipula ada apa dengan hari itu? Kau kan harus sekolah pada saat itu. Jangan sampai kau berbuat yang aneh-aneh ya." Kata ibunya, membuat Chinen tambah diam. "Kalau tidak ada lagi yang mau kau bicarakan, ayah dan ibu mau pergi dulu. Mungkin kami baru kembali beberapa hari lagi." Kata ayahnya, lalu mengajak ibunya pergi. Chinen merasa kesal sekali dengan orangtuanya, dia sakit hati karena bahkan mereka tidak ingat dengan hari ulangtahunnya dan malah sibuk dengan pekerjaan. "Mereka itu sibuk bekerja untuk siapa sih!?" Keluh Chinen kesal, membuat 8 eksistensi Horikoshi Gakuen yang ada disana hanya bisa terdiam. Walaupun mereka tidak melihat keseluruhan kejadiannya, tapi mereka tahu apa yang sedang terjadi antara Chinen dan orangtuanya.
Yabu tiba-tiba menepuk pundak cowok imut yang lebih muda 2 tahun darinya itu, "Tenanglah Chii, aku yakin mereka itu sangat sayang padamu." Katanya menghibur Chinen. Tapi Chinen menghempaskan tangan senpainya itu. "Kau tidak mengerti bagaimana perasaanku!" Seru Chinen kesal, lalu dia berlari keluar.
"Chii, matte!" Seru anggota SEVEN, tapi anak itu nggak memedulikan panggilan teman-temannya. Yamada yang melihat itupun segera berlari menyusul Chinen. Yabu dan Hikaru juga ingin menyusul, tapi mereka berdua dihalangi oleh Yuya.
"Sebaiknya biarkan Yama-chan yang bicara pada Chinen." Kata Inoo. Yuto sudah menaikkan alisnya, pertanda nggak setuju.
"Kenapa begitu? Mana mau aku membiarkan Yamada yang jelas-jelas rival kita membujuk Chinen!" Protes Yuto.
"Iya, nanti dia malah berkata yang aneh-aneh pada Chii." Tambah Hikaru.
Yuya sudah berdecak nggak sabar, "Saat ini yang paling mengerti perasaan Chinen hanya Yama-chan. Jadi aku yakin mereka akan baik-baik saja." Kata Yuya. Akhirnya  Hikaru menuruti kata-kata Yuya, tapi Yabu sepertinya masih penasaran. “Yuya, bisa tolong kau jelaskan maksud perkataanmu tadi? Kenapa hanya Yamada yang paling mengerti perasaan Chii? Kami ini sahabatnya!” kata cowok tinggi itu penasaran, membuat anggota SEVEN yang lain juga ikut penasaran.
“Benar kata Yabu. Kami ini sudah bersahabat sejak lama, jadi kamilah yang tahu persis bagaimana keadaan Chii.” Kata Yuto skeptis. Yuya jadi tambah bingung bagaimana harus menjelaskannya pada SEVEN tanpa menceritakan latar belakang Yamada. “Kami tidak bisa menjelaskannya, yang jelas kita biarkan saja Yama-chan bicara dengan Chinen.” Kata Daiki, membantu Yuya yang kebingungan, tapi anggota SEVEN tambah protes. “Tidak bisa! Ini menyangkut sahabat kami!” seru Hikaru.
“Sudahlah Yuya-kun, ceritakan saja apa yang terjadi. Toh lama-lama juga mereka akan tahu.” Kata Inoo akhirnya memutuskan.
“Iya, lagipula Yama-chan nggak akan keberatan jika kita menceritakan ini pada SEVEN.” Tambah Keito lagi. Akhirnya Yuya pun bercerita, dan anak-anak SEVEN mendengarkannya dengan baik.
“Mungkin kalian memang sahabat Chinen, dan paling mengetahui keadaannya dari dulu. Tapi bahkan di antara kita semua, hanya Yama-chan yang paling tahu dan mengerti perasaan Chinen.” Kata Yuya. “Itu karena Yama-chan juga mengalami hal yang sama dengan Chinen.” Tambahnya lagi, membuat anggota SEVEN yang lain diam. “Jadi maksudmu, orangtua Yamada juga sama-sama sibuk seperti orangtua Chii? Dan dia juga kurang mendapat perhatian?” tanya yuto, dan keempat anggota BEST hanya mengangguk. “Tapi itu dulu, dan orangtua Yama-chan ternyata sangat menyayanginya dan begitu memperhatikannya. Sekarang Yama-chan pun tahu dan sadar kalau orangtuanya sangat sayang padanya.” Kata Yuya.
“Lalu dimana sisi Yamada yang juga mengalami hal yang sama seperti Chii? Jangan kalian samakan Chii dengan Yamada! Chii orang yang berbeda, dia itu anak yang kuat. Walaupun orangtuanya sibuk, dia tidak pernah terjerumus hal-hal buruk. Beda dengan Yamada yang mendapat perhatian dari orangtuanya, sebagai seorang anak dia sangat beruntung.” KataYabu panjang lebar, disertai anggukan anak SEVEN yang lain. “Kalian salah..” kata Daiki sambil tersenyum miris. “Chinen mungkin lebih beruntung. Yama-chan sama seperti Chinen, tidak bisa merasakan kasih sayang secara nyata dari orangtuanya.” Sambung Daiki.
“Itu karena Yama-chan tidak akan pernah bisa bertemu dengan orangtuanya lagi, karena mereka sudah meninggal.” Lanjut Daiki pelan, yang sukses membuat mata anak-anak SEVEN melebar.

Sementara itu disaat yang bersamaan, Yamada berlari menyusul Chinen..
Yamada melihat Chinen yang duduk di bangku taman di kompleks rumahnya. Yamada pun berjalan perlahan mendekati anak yang sedang menutup wajahnya dengan tangan itu. Yamada juga bisa melihat sedikit butir-butir air mata jatuh dari sela-sela tangan itu. “Kau bisa saja sakit kalau diam di luar tanpa jaket dengan cuaca sedingin ini.” Kata Yamada berdiri di depan bangku yang di duduki Chinen. Chinen pun perlahan mendongak dan melihat Yamada sudah berdiri di depannya. Dengan segera dia menghapus air matanya, merasa malu juga dilihat menangis oleh rival sekaligus musuhnya ini. “Apa pedulimu!?” seru Chinen skeptis.
“Tentu saja aku peduli, karena kalau kau sakit dan nanti tim kita masuk final, kita bisa saja di diskualifikasi karena kekurangan anggota. Kau juga akan merugikan yang lainnya.” Kata Yamada enteng, lalu dia pun melemparkan jaket yang refleks di tangkap oleh Chinen. Tadi Yamada memang sempat mengambil jaket sebelum menyusul Chinen, karena dia melihat anak itu berlari hanya menggunakan sweater saja. Yamada pun langsung duduk disebelah Chinen yang sedang memakai jaket yang diberikan Yamada, padahal belum diijinkan. Chinen juga merasa malas untuk berdebat, jadi dia membiarkan saja anak disebelahnya ini duduk disampingnya. “Aku mengerti bagaimana perasaanmu.” Kata Yamada pelan.
“Jangan banyak bicara. Tidak ada yang mengerti perasaanku. Semua orang mengatakan mengerti perasaanku, tapi mereka nggak mengalami apa yang aku alami.” Kata Chinen kesal. Yamada pun hanya tersenyum simpul mendengar kata-kata Chinen.
“Kau tahu, aku bukan sekedar mengerti perasaanmu. Tapi aku tahu bagaimana rasanya jadi kau, karena aku pernah berada di posisimu.” Kata Yamada, membuat Chinen menoleh padanya. Seketika Chinen teringat cerita Keito tentang masa lalu Yamada beberapa hari yang lalu, dan dia menjadi merasa nggak enak.
Gomen..” kata Chinen pelan. “Gomen, aku lupa kalau orangtuamu juga sama sibuknya seperti orangtuaku.” Tambah Chinen lagi, dan Yamada memiringkan kepalanya, tanda dia bingung darimana Chinen tahu tentang itu. “Ah, kemarin Keito cerita padaku sedikit tentang kau Yama-chan. Tapi jangan marah padanya, karena aku sebenarnya sudah janji nggak akan cerita ini padamu.” Kata Chinen lagi. Yamada pun hanya tersenyum, dia memang tahu kalau beberapa hari yang lalu Keito sempat ditolong oleh Chinen karena Keito yang cerita.
“Itu nggak masalah. Tapi Chinen-kun, janganlah membenci orangtuamu.” Ucap Yamada. Chinen hanya mendesah pelan mendengarnya, membuat uap udara muncul dari desahannya itu. “Bagaimana aku bisa nggak benci dan kesal pada mereka, mereka begitu sibuk. Bahkan kakakku juga sibuk sekali dengan pekerjaannya di rumah sakit. Aku hanya ingin paling tidak mereka ada saat hari ulangtahunku, tapi ternyata mereka bahkan tidak mengingatnya.” Keluh Chinen. Chinen merasa aneh sekali, padahal selama ini dia selalu kesal dengan Yamada tapi entah kenapa hari ini dia begitu nyaman dan leluasa menceritakan apa yang selama ini dipendamnya.
Yamada masih diam, belum berkomentar. Lalu dia memandang langit sebentar, dan berkata, “Jangan sampai kau menyesal mengatakan kau membenci orangtuamu Chii.” Katanya, dan lagi-lagi Chinen menoleh padanya senang dipanggil dengan kata ‘Chii’ Chinen hanya menunggu Yamada melanjutkan kata-katanya.
“Dulu aku juga sama sepertimu. Sangat haus dengan kasih sayang, kesal dan benci sekali dengan orangtuaku yang tidak pernah punya waktu untukku. Bahkan saat aku ulangtahun pun, mereka hanya mengirimkan kartu ucapan dan belakangan aku tahu bahwa yang mengirim kartu itu adalah pembantuku, agar aku tidak sedih.” Kata Yamada. Chinen masih diam mendengarkan, dan Yamada pun melanjutkan, “Aku bahkan mengatakan pada mereka berdua aku benci dengan mereka. Aku bertengkar hebat dengan kedua orangtuaku hari itu. Ayah dan ibuku berusaha menjelaskan padaku bahwa semua yang mereka lakukan ini demi kebaikanku, tapi aku nggak mau mendengarkannya dan sangat marah pada mereka. Dan setelahnya aku sadar kalau aku sudah melakukan hal yang sangat salah melawan orangtuaku, dan benar-benar menyesali sikapku itu.”
“Kau kan tinggal bilang maaf pada mereka kalau kau benar-benar menyesal.” Sungut Chinen. Sementara eksistensi disebelahnya hanya tersenyum kecil.
“Aku juga inginnya begitu Chii. Tapi sayangnya aku nggak bisa. Aku nggak bisa mengucapkan kata maaf pada mereka walaupun sangat ingin, karena tepat hari itu mereka mengalami kecelakaan mobil dan meninggal dunia sebelum aku sempat minta maaf.” Kata Yamada pelan. Chinen kaget mendengar cerita itu. Dia masih diam, tidak bisa berkata-kata mendengar cerita yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.
Yamada pun tersenyum pada Chinen. “Jadi, semasih orangtuamu ada di dunia, dan kau juga memiliki seorang kakak, sayangilah mereka. Jangan pernah membenci mereka karena mereka adalah keluargamu. Jika mereka melupakan ulangtahunmu, itu belum seberapa jika harus kehilangan mereka untuk selamanya kan?” kata Yamada, dan entah kenapa Chinen hanya mengangguk. “Jangan sampai kau juga mengalami penyesalan seperti yang aku alami dulu.” Tambahnya Yamada lagi, dan dia pun bangkit dari duduknya.
“Baiklah, aku akan kembali sekarang. Kau juga cepatlah kembali, agar teman-temanmu tidak khawatir.” Kata Yamada lagi sambil tersenyum manis, dan meninggalkan Chinen yang masih menatapnya. Setelah di tinggal Yamada, Chinen pun termenung beberapa saat. Dia baru sadar apa yang dikatakan Yamada tadi benar. “Kalau aku harus kehilangan ayah, ibu dan juga kakakku, aku nggak tahu harus bagaimana.” Gumam cowok bergigi kelinci itu, pelan. Tanpa sadar, air matanya sudah jatuh. Dia sedih, sedih karena perlakuan orangtua dan kakaknya yang tidak perhatian pada dirinya. Tapi di sisi lain dia juga bahagia, karena dia merasa beruntung masih bisa melihat ayah, ibu dan juga kakaknya berbicara padanya.
Arigatou, Yama-chan. Kau telah mengajarkanku banyak hal.” Ucap Chinen pelan.

Sekembalinya Yamada dari taman..
Yamada masuk ke ruang belajar, dan dia melihat tujuh temannya yang lain masih menunggu dan tidak ada satupun dari mereka yang belajar. Melihat Yamada datang, baik Yabu, Yuto dan Hikaru langsung menghampirinya. "Bagaimana Chii? Dia baik-baik saja? Kenapa dia nggak kembali bersamamu?" Cecar Yuto.
"Kalian tenang saja, dia baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti kembali kesini. Tapi sebelumnya, minna aku punya sebuah rencana, dan aku butuh bantuan kalian semua. Bantuan dari anggota BEST dan SEVEN." Kata Yamada, membuat 7 eksistensi yang ada di depannya menaikkan alisnya tanda bingung. Yamada pun menceritakan tentang rencananya, dan teman-temannya mengangguk-angguk mengerti.
"Yamada-kun, kenapa kau mau melakukan itu untuk Chii? Kita ini adalah rival lho." Kata Hikaru.
"Aku tahu itu. Tapi, aku cuma nggak mau ada yang mengalami penyesalan seperti yang aku alami dulu. Semasih hal itu bisa diperbaiki, lebih baik kita perbaiki dari sekarang kan." Jawab Yamada, membuat Yuto, Yabu, dan Hikaru diam nggak bisa berkata-kata. Lalu Yamada memandang teman-teman BESTnya. "Kalian bagaimana? Apakah kalian mau ikut membantu?"
Keito tersenyum melihat sahabat di depannya ini, "Tenang saja aku pasti akan membantu. Kami mengerti bagaimana perasaanmu kok Yama-chan." Kata Keito, dan baik Daiki, Inoo dan Yuya juga mengangguk menyetujui. Yamada tersenyum senang melihat sahabat-sahabatnya itu.
"Arigatou, Yamada-kun." Kata Hikaru canggung, dan Yamada hanya membalas dengan senyuman.
***
KRING! KRING! KRING!
Alarm yang ada disamping tempat tidur Chinen berbunyi nyaring. Si empunya alarm langsung menekan tombol of di jam yang berbentuk bola itu, jadi nggak menganggu telinganya lagi. Perlahan Chinen membuka matanya, dan dia menyipit sedikit karena sinar matahari pagi yang masuk lewat celah gorden kamarnya.
"Aaahh, otanjoubi omedeto, Chinen-kun." Ucapnya pada diri sendiri, setelah berhasil mengumpulkan nyawanya. Chinen mendesah pelan. Hari ini tepat ulangtahunnya yang ke 17. Seperti biasa, tidak ada kejutan dirumahnya karena orangtua dan juga kakaknya saat ini pasti sedang berada entah dimana. Paling-paling nanti saat disekolah, anak-anak perempuan akan heboh memberinya kado, lalu setelah itu dia akan pergi ke karaoke bersama teman-teman SEVEN yang lain dan membuka kado-kado itu disana.
"Tidak ada yang spesial." Komentar Chinen. Anak itu mengecek keitai berwarna hitamnya, dan melihat e-mail yang masuk. Disana sudah banyak e-mail dari teman-temannya disekolah dan juga anak-anak cewek di kelasnya yang mengucapkan selamat ulangtahun padanya. Dia terus mencari daftar e-mail itu, mengecek e-mail dari sahabat-sahabatnya. Tapi sampai lama dia menggulir tombol keitainya, e-mail dari 4 sahabatnya tidak ada satupun. Yang terakhir adalah e-mail dari Yuto kemarin sore yang mengatakan dia terlambat datang kerumahnya. Hanya itu, dan tidak ada e-mail baru dari mereka hari ini untuknya.
"Aneh. Biasanya mereka yang selalu pertama mengucapkan selamat padaku lewat e-mail." Kata Chinen lagi, sambil bangkit dari tempat tidurnya dan segera bersiap. Mungkin mereka akan mengucapkannya langsung saat nanti disekolah, pikir Chinen.
Chinen segera menuju Horikoshi Gakuen. Sampai disana, dia segera mencari keberadaan sahabat-sahabatnya. Pertama dia melewati koridor kelas 3-D dan melongok ke kelas itu, tapi dia nggak melihat ada Yabu dan Hikaru disana. Cuma ada Inoo, Yuya dan Daiki yang sepertinya lagi asyik bergosip entah tentang apa. Lalu dia berjalan lagi menuju kelasnya. Dia heran karena biasanya akan ada sapaan dari Yuto, tapi dia nggak melihat sosok sahabatnya yang tinggi itu. Mungkin dia belum datang, pikir Chinen. Chinen pun berjalan menuju mejanya.
"Yuto tidak sekolah hari ini, dia sakit." Kata Yamada, saat Chinen melewati mejanya. "Tadi barusan surat ijinnya dibawakan oleh ketua kelas kita." Tambah Yamada lagi saat melihat keheranan di wajah Chinen. Chinen pun hanya mengangguk dan segera duduk dibangkunya. Chinen menunggu dibangkunya, karena setelah ini biasanya akan ada anak-anak cewek yang memberinya kado dan mejanya akan penuh kado, membuat teman-teman cowoknya yang lain iri. Dan benar saja pikiran Chinen, karena Shida Mirai datang mendekatinya.
"Omedeto, Chinen-kun! Ini kado untukmu, semoga kau suka" Kata Mirai sambil menepuk bahu Chinen, lalu berjalan pergi. "Arigatou" jawab Chinen. Lalu bergantian Suzuka Ohgo memberikannya kado, dan setelah itu Umika. "Otanjoubi omedeto Chinen. Semoga kau suka kado dariku." Kata Umika sambil memberikan kadonya, dan dibalas dengan senyuman oleh Chinen. Lalu anak itupun menunggu lagi, sambil senyum-senyum sendiri berapa banyak kado yang akan diterimanya tahun ini. Teman-temannya yang lain pun bergantian mengucapkan selamat ulang tahun, tapi tidak ada lagi yang memberinya kado, terutama dari anak-anak cewek. Chinen pun tersenyum miris, karena dimejanya hanya ada 3 buah kado saja. Anak itupun menunggu sampai bel masuk, bahkan sampai jam terakhir, tapi yang datang hanya ucapan selamat saja. "Hah, mungkin tahun ini tahun untuk berhemat, jadi mereka hanya memberi ucapan saja." Pikir Chinen.
Chinen merasa bosan hari ini karena dia biasanya bersama Yuto, apalagi saat jam istirahat pun dia tidak melihat Yabu dan Hikaru. Kata teman-temannya sih mereka ikut pelajaran tambahan. Memang kelas 3 sedang mempersiapkan ujian nasional karena sebentar lagi akan lulus. Chinen melihat ke arah Yamada dan Keito yang sedang asyik mengobrol seru bersiap pulang, lalu tanpa sadar dia mendekat, membuat Yamada dan Keito menatapnya heran. "Doushita no, Chinen-kun?" Tanya Keito, membuat Chinen tersadar. "Aah, nandemonai." Jawab Chinen, lalu segera meninggalkan dua orang itu.
"Aah, mereka asyik sekali tadi. Aku jadi iri. Andai saja kami nggak musuhan, mungkin sekarang aku bisa pulang bareng mereka." Keluh Chinen sambil berjalan. Lalu dia melihat toko buah, dan masuk ke dalamnya. Dia membeli sekantong strawberry. Dia memang suka dengan buah yang satu itu. Lalu dia pun berjalan santai kerumahnya.
"Tadaima.." Kata Chinen datar, saat masuk kerumahnya.
"OTANJOUBI OMEDETO CHINEN!!!!" Teriak beberapa orang, membuat Chinen kaget. Ternyata yang tadi berteriak adalah Yuto, Yabu, Hikaru yang membawa kue tart, dan juga teman-teman sekelasnya yang lain masing-masing dengan kado di tangan mereka, bahkan Yamada, Keito, Inoo, Yuya dan Daiki juga ada. Bahkan ruang tamunya sudah didekorasi untuk pesta kecil. Chinen masih bengong, sampai Yuto menarik tangannya.
"Kenapa kau bengong saja, ayo tiup lilinnya." Kata Yuto, dan Chinen hanya mengikuti, masih shock diberi surprise seperti itu. Semua yang ada disitu pun menyanyikan lagu happy birthday. "Ayo make a wish dan tiup lilinnya Chii." Kata Yabu. Chinen pun menatap mereka satu persatu.
"Minna, arigatou na." Katanya terharu, dan meniup lilin berjumlah 17 didepannya. Semuanya pun bertepuk tangan heboh, dan beberapa sudah meniup terompet. Akhirnya semuanya pun berpesta disana sampai sore, dan Chinen merasa senang karena itu. Saat sudah jam menunjukkan pukul 6 sore, teman-teman sekelas Chinen pun satu persatu pulang, sampai menyisakan Yuto, Hikaru, Yabu, dan anggota BEST. Lalu tiba-tiba Chinen ingat, "Aah, Yuto, bukannya kau sakit ya?" Tanya Chinen, yang ditanya hanya tersenyum jahil. "Sebenarnya aku nggak sakit, tapi memang ijin, supaya kau merasa kesepian hari ini disekolah dan kaget dengan surprise kami." Kata Yuto, diikuti senyum Yabu dan Hikaru. "Ini ide Hikaru" tambah Yuto lagi. Chinen hanya bisa memanyunkan bibirnya karena sudah dikerjai oleh teman-temannya.
"Otanjoubi omedeto Chii." Kata Yabu, Hikaru dan Yuto bersamaan, membuat Chinen tersenyum bahagia. Tidak apa walaupun orangtua dan kakaknya lupa dengan ulangtahunnya, yang penting dia masih punya sahabat-sahabatnya, pikir Chinen. Tiba-tiba Chinen ingat, lalu menoleh ke arah BEST.
"Anoo, arigatou karena sudah mau ikut memeriahkan hari ini." Kata Chinen pada Yamada. Yamada hanya tersenyum, lalu dia menepuk pundak Chinen. "Chinen, kami berlima juga akan memberikan hadiah." Kata Yamada, lalu dia, Yuya dan Inoo sepertinya menyetel sesuatu di TV yang ada di ruangan itu. Kemudian Keito menyalakan TVnya. "Lihatlah ini Chii." Kata Hikaru. Sesaat Chinen bingung apa yang dilakukan oleh mereka, karena TV itu tidak menunjukkan gambar apa-apa, tapi tiba-tiba
"OTANJOUBI OMEDETO YURI!!" Seru ayah, ibu, dan juga kakaknya dari layar TV itu, membuat Chinen kaget. "Aa..aa, too-san, kaa-san, nee-chan..kalian.." Kata Chinen terbata-bata. Semua anggota keluarganya tersenyum padanya. Chinen tahu, itu pastilah rekaman dan bukan LIVE, tapi dia merasa semua itu seperti LIVE, melihat anggota keluarganya berkumpul dan mengucapkan selamat ulangtahun padanya.
"Kau mengira pasti kami melupakan ulangtahunmu kan?" Kata nee-chan sambil tertawa ringan. "Tenang saja Yuri, kami ini keluargamu. Walaupun kami ini terlihat sibuk, kami tidak mungkin lupa dengan hari penting ini. Apalagi kau itu satu-satunya adikku yang paling aku sayang." Chinen tersenyum mendengar itu. "Maaf aku tidak bisa kesana Yuri, karena rumah sakit saat ini sedang sibuk-sibuknya. Tempat paling dekat denganku sekarang memang tempat ayah dan ibu mengurus bisnis sekarang, jadi aku kesini agar aku bisa menyampaikan ucapanku padamu." Tambah nee-channya lagi sambil tertawa.
"Sudah Sayaka, ibu juga ingin bicara." Kata ibunya, dan Chinen melihat sosok ibunya yang cantik tersenyum. "Yuri, kau sekarang sudah 17 tahun, sudah dewasa. Ibu senang sekali kau tumbuh menjadi anak kebanggaan kami, walaupun kami sangat sibuk. Kesibukan ini bukan karena kami tidak sayang padamu nak, tapi justru karena kami terlalu sayang padamu makanya kami tidak ingin kau kekurangan apapun." Kata ibunya sambil tersenyum bangga, dan sedikit meneteskan air mata. "Ibu jangan menangis dong." Protes kakak Chinen, dan ibunya mengusap air matanya.
"Arigatou kaa-san. Aku juga sayang kau." Kata Chinen, tanpa sadar air matanya keluar. Lalu didengarnya ayahnya berdeham. Ayahnya menatap kamera lama, membuat Chinen dan yang lainnya yang ada diruangan itu penasaran apa yang akan dikatakan pria setengah baya itu.
"Yuri, kau anak laki-laki ayah satu-satunya." Kata ayahnya, lalu terdiam sebentar, kemudian dia melanjutkan, "Bagaimana pun kondisinya, dan apapun yang terjadi pada kita, kau harus ingat satu hal Yuri. Kau, Sayaka dan juga ibumu selalu menjadi prioritas utama ayah. Kalian bertiga adalah harta paling berharga bagiku, melebihi apapun di dunia. Ayah sangat sayang padamu, nak." Kata-kata itu sukses membuat Chinen menangis terharu sekaligus bahagia.
Lalu sekali lagi ayah, ibu dan juga kakaknya berkoor ria, "Otanjobi Omedeto!!" Dan akhirnya rekaman itupun selesai. Chinen menghapus air matanya. "Aku juga sangat sayang kalian." Gumam Chinen. Yabu, Hikaru, Yuto, Yuya, Inoo, Keito, Daiki dan Yamada terdiam melihat itu semua. Lalu Chinen menoleh pada kedelapan temannya. "Minna, arigatou.." Kata Chinen. "Sudah memberi hadiah paling indah dalam hidupku." Tambahnya lagi sambil tersenyum.
"Ini semua ide Yama-chan." Kata Daiki. Dia yang menghubungi orangtua dan kakakmu, lalu mengirim orang untuk merekam mereka." Tambah Daiki, membuat Chinen menoleh ke arah Yamada. Dilihatnya Yamada berjalan mendekatinya dan memberikannya sebuah keitai. "Telponlah orangtua dan kakakmu, lalu minta maaflah karena kau sempat kesal dan membenci mereka." Kata Yamada sambil tersenyum, dan Chinen pun melakukan apa yang dikatakan Yamada. Chinen menelpon ibunya, dan berbicara dengannya. Yamada yang melihat itu, nggak bisa menahan air matanya dan dia berjalan keluar. Yuya, Inoo, Daiki dan Keito mengikutinya.
Yamada duduk dibangku taman rumah Chinen, dan masih menangis sampai keempat temannya berhasil menyusulnya. Mereka pun mendekati Yamada yang sedang menghapus air matanya itu. "Yama-chan, kau sedih?" Tanya Daiki. Yang ditanya hanya tersenyum. "Sedih? Nggak mungkin aku sedih. Aku senang, karena paling tidak aku bisa membuat seseorang nggak akan mengalami penyesalan yang sama seperti aku dulu." Jawab Yamada sedikit serak.
Yuya, Inoo, Daiki dan Keito hanya memeluk sahabat kecil mereka itu, untuk menenangkan hatinya. Walau tidak dikatakan pun, mereka tahu kalau Yamada teringat dengan orangtuanya, makanya anak itu menangis. "Minna, setelah ini apa yang akan kita lakukan dengan SEVEN? Kita akan tetap musuhan atau bagaimana?" Kata Yamada. Semuanya pun terdiam. Mereka sadar, walaupun dengan waktu belajar bersama yang singkat, mereka sudah merasa anak-anak SEVEN adalah teman mereka.
"Sebaiknya kita tidak usah bermusuhan lagi dengan mereka. Mereka ternyata anak-anak yang baik." Komentar Yuya.
"Iya, walaupun diluarnya mereka kadang terlihat sombong, tapi mereka sangat setia dengan sahabat-sahabatnya." Tambah Inoo.
"Kalau memang mereka nggak mau menganggap kita teman, tidak apa. Yang penting kita nggak usah berkelahi lagi dengan mereka." Daiki juga ikut-ikutan.
"Hai, wakatta." Kata Yamada pelan.
"Yamada-kun!" Teriak Chinen, yang entah sejak kapan sudah muncul di taman itu bersama dengan Yabu, Yuto dan Hikaru. "Kenapa kau malah pergi tiba-tiba." Kata Chinen sambil mendekat. "Minna, sekali lagi arigatou, karena kalian sudah memberiku kejutan di hari ulangtahunku. Kalian memberiku banyak pelajaran berharga di hari istimewa ini." Kata Chinen pada anak-anak BEST dan dibalas dengan senyuman.
"Anoo, aku sudah memutuskan. Kita hentikan saja permusuhan antara BEST dan SEVEN ini. Karena menurutku ini tidak ada gunanya." Kata Chinen tiba-tiba. Baik anggota BEST dan SEVEN pun terdiam. "Menurut kalian bagaimana?" Tanya Chinen pada Yuto, Yabu dan Hikaru.
"Ya, memang sebenarnya kita musuhan dengan alasan yang sepele. Lagipula setelah aku sadari anak-anak BEST adalah anak-anak yang baik." Kata Yabu. Lalu Chinen menoleh pada Hikaru dan Yuto. "Aku nggak bisa bohong, kalau mereka memang baik." Tambah Hikaru, dan Yuto pun menyetujui. Lalu Chinen menatap Yamada, Yuya, Inoo, Daiki dan Keito.
"Teman lebih baik daripada musuh." Kata Yamada sambil tersenyum. Yuya, Inoo, Daiki dan Keito pun mengangguk dan tersenyum lebar.
"Teman?" Tanya Chinen sambil menaikkan jari kelingkingnya.
"Teman." Jawab Yamada ceria, dan mengaitkan jari kelingkingnya di jari Chinen, lalu mereka berdua pun berpelukan. Tanpa sadar Yabu, Yuya, Inoo, Hikaru, Daiki, Keito dan Yuto pun ikut berpelukan bersama mereka.
“Sahabat dan Keluarga adalah hadiah terbaik dan terindah dalam hidupku.” Kata Chinen sambil tersenyum lebar.
Akhirnya geng BEST dan SEVEN tidak bermusuhan lagi. Mereka tidak pernah berkelahi dan menjadi sahabat. Semua siswa Horikoshi pun senang karena duo 'penguasa' sekolah kini berteman. Chinen juga menjadi lebih sayang dengan orangtua dan kakaknya, dan tidak akan menyia-nyiakan kasih sayang mereka. Hari ulangtahun yang awalnya dia anggap sangat mengesalkan, merupakan titik awal perubahan kehidupan seorang Chinen Yuri. Otanjoubi Omedetou Chinen-kun!

***OWARI ***
Kata / pesan dari penulis : tidak selamanya musuh akan menjadi musuh seumur hidup. Adakalanya seorang musuh bisa menjadi sahabat yang dekat, dan mengajarkan pada kita banyak hal termasuk tentang keluarga. Persahabatan itu sangat indah dan begitu murni, bahkan sama indah dan murninya dengan cinta. Jadi, jagalah sahabat dan juga hubungan persahabatan, karena itu termasuk harta berharga yang dimiliki oleh manusia.



GLOSARIUM
Yamete : berhenti
Itai : sakit
Senpai : senior
Arigato : terimakasih
Minna : semuanya
Baka : bodoh
Muri : tidak mungkin
Daijobu ka : baik-baik saja?
Mata ashita : sampai jumpa besok
Gomen : maaf
Yabai : sial
Sensei : guru
Jaa mata : sampai jumpa
Kaa-san : panggilan untuk ibu
Too-san : panggilan untuk ayah
Nee-chan : panggilan untuk kakak perempuan
Matte : tunggu
Otanjoubi omedeto : selamat ulang tahun
Keitai : ponsel
Omedeto : selamat
Doushita no : ada apa?
Nandemonai : tidak ada apa-apa
Tadaima : aku pulang
Make a wish : buat sebuah harapan
Hai wakatta : iya, aku mengerti
 ~ 君のしわと僕の心拍 
(Your Wrinkles and My Heartbeat) ~



Title                :    君のしわと僕の心拍 (Your Wrinkles and My Heartbeat)   
Categories   : One shot
Genre             : Friendship, Family, Angst, Romance
Rating            : G (General)
Theme song : K.Will – Please Don’t ; K.Will—We never Go alone
Author          :  FerinJohannes
Alamat           : Jl. P. Jayakarta 46/A9, Jakarta Pusat.
Umur              : 17 Years Old
Alasan mengikuti lomba : Karena saya sudah lama tidak menulis Fanfic, dan kebetulan saat saya ingin menulis fanfic, tiba-tiba ada yang menyelenggarakan lomba fanfic.
Cast             :
1.        Chinen Yuri
2.        Tanamachi Kotomi (OC)

Disclaimers ! : The story and idea are mine, the casts (except OC) are belongs to God and their family.

Synopsis/ Quote:  “Eventhough our wrinkles are getting more now, but also our love are getting bigger. Until this heart beat is stop to beat now, My love to you is never end.

***

Aku mengenalnya sejak usiaku berumur 5 tahun di daerah pengunungan Shizuoka. Aku menyebut pertemuan kami adalah salah satu takdir yang telah ditetapkan oleh seorang ‘penulis’, tak lain adalah Tuhan. Takdirlah yang membawanya kepadaku. Seolah-olah sudah ada benang merah yang mengaitkan hubungan kami berdua. Dia, Tanamachi Kotomi, anak perempuan yang baru pindah dari Tokyo. Awalnya, ia tidak begitu ramah kepada orang sekitarnya. Mulutnya tajam selalu dianggap lucu karena pada saat itu ia berumur 3 tahun. Dua tahun lebih muda dariku tapi sudah bisa membedakan apa yang ia mau dan tidak mau. Bagaikan seorang putri yang turun dari kerajaannya dan mulai meninggalkan harta kekayaan di sana. Aku sangat ingin sekali untuk berbicara kepadanya, Namun entah kapan aku bisa benar-benar bicara dengannya.

“When I was young, I thought I never be loved by someone else,”

Suatu ketika kelinciku mati, aku menangis terisak-isak dan tubuhku mengigil. Tak lama kemudian, seseorang berambut hitam kelam dengan matanya bulat mendekatiku. Aku tidak sadar kalau tangisanku sudah berhenti. Ia tersenyum kecil menanyakan ada apa dengan kelinciku.

“Kelinciku mati,” jawabku.

Kelinciku ini sudah menjadi temanku jika aku kesepian namanya Momo, sejak lusa kemarin ia sudah tidak napsu makan. Aku sedih sekali. Anak perempuan itu memelukku, dan jemari kecilnya mengusapkan kepalaku lembut. Awalnya kukira ia anak yang nakal tapi ternyata ia peduli pada sekitarnya. Aku membalas pelukannya, dan kembali menangis.

Dibawah rintik-rintik salju, suara kecilnya mulai terdengar olehku.

“Aku Kotomi yang ditulis dengan 3 huruf hiragana,”katanya melepaskan pelukannya.

“Aku Yuuri,” ulasku.

“Nah, Yuuri-kun, ayo kita berdoa untuk kelincimu agar dia baik-baik saja diatas sana,” ia tersenyum.

Aku memandangnya dengan perasaan kagum. Aku menggangguk. Sejak hari itu, Kotomi menjadi sahabatku yang paling kusayangi walaupun umurnya lebih muda dariku tapi segala tingkahnya selalu menunjukkan kedewasaannya, namun terkadang ia mudah menangis. Bukan karena ia cengeng tapi karena ia punya hati yang lembut dan baik hati. Terkadang, tingkahnya dingin dan langsung mengatakan apa yang ingin ia katakan. Sedangkan, aku lebih terlihat tenang, walaupun aku tidak sabaran dan berbeda dengan Kotomi yang lembut, aku lebih keras kepala.
Tetapi, kadangkala aku keras kepala, Kotomi menghadapinya dengan sabar.

  “By the time, I was with you, I realize that I liked you”

Saat aku duduk di bangku SMP, ada masa kita mulai menyukai lawan jenis kita. Waktu itu, aku tidak ingin jatuh cinta kepada siapapun. Aku selalu melihat akhir dari jatuh cinta itu lebih kearah patah hati dan itu sakit sekali. Apa itu cinta ? Walaupun aku tidak pernah mempunyai pengalaman dalam hal bercinta, tapi aku punya definisi sendiri. Cinta itu adalah dimana kita akan merasakan jatuh cinta, saling menyayangi, dan patah hati. Jika kau benar-benar mencintai orang tersebut tidak ada salahnya kalau kita melindungi mereka ? Jangan pernah membuat seseorang patah hati, tetapi biarlah kita yang berkorban untuk mereka.

Rintik-rintik hujan membasahi ruas-ruas jalan di pagi hari, aku melangkahkan kakiku dengan cepat dan menutupi kepalaku dengan tasku. Tidak berapa lama kemudian, aku tidak sengaja menabrak seseorang yang berdiri di depanku. Seorang gadis dengan seragam sekolah yang sama denganku itu sedikit terkejut dan menoleh ke arahku.

“Yuuri-kun,”panggilnya.

“Ko…Kotomi ? Gomen,” jawabku.

“Eh ? Kamu nggak bawa payung ?” tanyanya.

Aku menggelengkan kepalaku, lalu ia menyodorkan payungnya padaku.  Ia tersenyum kembali. Ah, ia sudah tumbuh gadis yang dewasa dan memiliki rambut yang panjang. Andai kalau ia tidak berpacaran saat ini, mungkin aku akan menyatakan perasaanku. Tapi, lagi-lagi, aku telat selangkah. Ia berpacaran dengan seorang kakak kelas yang dia kenal dari teman sekelasnya. Pemuda itu adalah seorang pemain basket dan seorang primadonna sekolah.
Andai kau ditakdirkan bukan sebagai sahabatku, tapi melainkan takdir cintaku. Aku yang sekarang ini lebih bahagia dari sebelumnya.

“The time with you is the precious time,”

Setelah wisuda upacara SMP, Kotomi tiba-tiba menghilang. Aku tidak tahu kemana ia pergi, padahal teman-teman sekelasnya mencarinya untuk memberinya selamat atas mendapat nilai tertinggi pada tahun ini. Aku mulai mencarinya dari sudut-sudut sekolah. Mungkin, ia memberikan salam perpisahan pada bunga-bunga yang ia rawat dulu. Aku berjalan ke dalam halaman belakang, ternyata benar ia duduk sambil memupuk tanahnya. Lalu, ia berdiri.

“Kotomi ?” panggilku.

“Yuuri-kun ?”

“Semua orang mencarimu,” lanjutku.

“Maaf, aku membuat semuanya kuatir,” ia tersenyum lemah, “Yuuri-kun, aku dan dia sudah putus …”

Kata-katanya sebenarnya sama sekali membuatku terkejut, karena aku tahu cepat atau lambat ia akan putus darinya. Ini bukan hal yang pertama kalinya, beberapa orang pemuda silih berganti datang menggantikan setiap posisi pemuda yang pernah bersamanya. Tidak satu pun yang bertahan di hati Kotomi. Mereka seakan-akan menginjak-injak harga dirinya dan mereka juga tidak suka jika Kotomi dekat denganku. Seharusnya, seorang pasangan itu harus saling menghargai, tetapi kenapa harus Kotomi yang mengalaminya ?

“Sudah, sudah… aku berada disisimu kok, tenang saja, ya?” aku menariknya ke dalam pelukanku dan mengelus-elus kepalanya, membuatnya lebih tenang.

Seperti biasa, ia akan menangis lebih deras jika sudah dipelukkanku. Gadis ini tidak sepantasnya untuk disakiti seperti ini, ia lembut layaknya sebuah kapas putih. Hati mudah hancur, jika seseorang menyakitinya. Kotomi dari 3 hiragana yang artinya harpa jepang, ia harus benar-benar dirawat.

“I will always protect your smile,”

Waktu bergulir dengan cepat, hingga aku bertemu dengan seorang gadis yang merupakan sahabat baik dari Kotomi saat aku menginjakkan kakiku di SMA, tampaknya gadis itu menyukaiku. Kotomi begitu semangat dan selalu menjodohkan kami berdua. Entah apa daya tarikku pada gadis ini, apa gadis ini bisa membantuku melupakan perasaanku terhadap Kotomi ? Aku harus bagaimana ? Haruskah aku tetap mencintai Kotomi atau aku lebih baik menyayanginya sebagai adikku ? Tapi ini semua membuatku sakit hati.

Di saat malam hari, kami sering berbincang-bincang satu sama lain, beruntung kamar kami saling berdekatan. Ia selalu tertawa saat aku membuat lelucon. Namun, entah kenapa, hari ini ia tidak keluar ke balkonnya padahal  lampunya masih menyala tapi tirai jendela kamarnya tertutup rapat-rapat. Aku pun meraih ponselku dan meneleponnya, terdengar bunyi ponselnya dari kamarnya. Tetapi, ia tidak mengangkatnya. Ada apa ? Aku meneleponnya hingga 5 kali berturut-turut.

“Kotomi ?” tegurku dengan suara pelan.

Tak lama, Ia mengeser jendela kamarnya, matanya sembab seperti sehabis menangis. Ia mendekatiku, dan kemudian butiran-butiran kecil itu keluar dari matanya. Suaranya serak mulai terdengar, “Yuuri-kun… Aku harus bagaimana ? Dia menyuruhku untuk menjauhimu,”.

Mataku terbelalak karena mendengar apa yang ia katakan barusan. Ia meraih pergelanganku dan ia kembali berkata, “Aku tidak bisa seenaknya meninggalkanmu ! Aku ingin bersamamu, Yuuri-kun !”

Ungkapannya membuatku terkejut, “Apa ? Apa maksudmu ?”

“Yuuri-kun, aku ingin kau melihatku seorang saja, aku tidak mau kau melihatnya atau siapapun diluar sana, tapi tolonglah …” katanya, ia menunduk dan menangis.

Aku mengelus-elus kepalanya, apa sudah saatnya aku mengungkapkannya ? Tampak sudah, ya ?

“Kotomi … Aku mencintaimu, Kotomi. Aku takkan kemana-mana, aku hanya akan melihat dirimu seorang saja, boleh aku mengisi hatimu ?” kataku dengan hati-hati.

Kotomi mendongak, yang semula raut wajahnya bingung lambat laun berubah dengan sebuah tangisan bahagia. Ia tersenyum senang, tetapi butiran air matanya terus mengalir saja.

“Terima kasih, Yuuri-kun…”

Sejak saat itulah perasaan kami akhirnya menjadi satu. Kami pun menjadi sepasang kekasih sejak saat itu. Ia menjadi kekasihku yang dimana ia akan mencintaiku sepenuh hatinya sekaligus sahabatku yang selalu memberiku nasihat jika aku sedang terpuruk, dan juga sebagai adikku yang bisa kumanjakan setiap hari.

“It feels like a dream, My feeling reached you”

Kami berjalin cinta hingga bertahun-tahun, cinta kami pun disetujui oleh kedua orang tua kami hingga ke altar pernikahan. Memang sebuah pernikahan adalah awal dari hidup kami berdua. Aku akan terus mencintai hingga sampai tua nanti. Hanya sebuah acara pernikahan yang sederhana, sebuah taman kecil dengan di hiasi bunga-bunga ros berwarna pink, semua kerabat dan teman-teman dari kedua pihak sudah menunggu kedatangan sang mempelai wanita, begitu pula denganku. Di saat, ia muncul ditengah-tengah kami semua, para tamu berdiri dan tersenyum kearahnya.

Ia dengan baju pengantin putih selutut dengan buket bunga ros di tangannya, sedangkan aku dengan jas pengantin berwarna putih. Kami saling berhadapan dan mengatakan sumpah kami berdua.

“Aku, Chinen Yuuri, bersedia menjadi suami untuk Tanamachi Kotomi…” kataku.

“Aku, Tanamachi Kotomi, bersedia menjadi istri untuk Chinen Yuuri …” lanjut Kotomi.

“Walaupun suka duka, kaya miskin, dan sakit maupun sehat… Kami berdua akan terus bersama selamanya …” kataku dengan tersenyum kearahnya.

Sang pendeta yang menjadi saksi cinta kami berdua berkata, “You may kiss the bride now,”

Kukecup bibirnya yang tipis itu dengan lembut, perlahan tapi pasti. Sekarang dan untuk selamanya aku akan mencintaimu, menjagamu, dan melindungi senyummu. Aku memasukkan cincinnya ke jari manisnya, matanya mulai tergenang airmata. Ia tampak bahagia, begitu pun dengan aku.

“Our heart is connected now,”

Sebuah hadiah istimewa yang Kotomi berikan untukku yaitu anak kami berdua. Tangisan bayi itu membuat kami bahagia. Perjuangan Kotomi selama 9 bulan, tidak pernah sia-sia. Aku selalu berusaha menjaga kandungan dan kondisinya agar sang bayi lahir sempurna. Aku bahagia bisa menjadi ayah dari anak ini. Aku mengecup dahi Kotomi dan tersenyum. Tahun demi tahun berlalu, kami membesarkan putra kami hingga ia duduk di bangku sarjana. Kemudian, aku merasakan betapa berartinya hidup bersama dengan Kotomi. Ia selalu mempertahankan keutuhan dari keluarga kami bahkan membimbing putra kami agar menjadi anak yang baik dan patuh pada orang tua. Aku tidak menyangka, jika masa depanku akan seperti ini, begitu bahagia.

“Yuuri,” panggilnya.

Wajahnya yang dulunya begitu mulus, tetapi kerutan keriputnya tumbuh satu persatu di wajahnya karena diikuti waktu yang begitu panjang. Aku sama sekali tidak menyadari tentang parasnya, karena sampai sekarang pun ia masih begitu cantik di mataku.

“Aku sangat bahagia,” katanya lagi.

“Aku tahu,” aku memeluk pinggangnya dan mengecup dahinya. “aku juga sangat bahagia… Jika nanti kita berdua dipisahkan, aku tidak bisa membayangkan sebanyak apa yang kita derita nantinya ? Aku tidak ingin kau meninggalkanku,”

Ia meraih pipiku dan tersenyum, “Tidak ada yang memisahkan kita berdua, Yuuri. Hanya mautlah yang bisa memisahkan kita berdua …”

Walaupun kematian memisahkan kami berdua, tetapi aku lebih baik ikut bersamamu. Walaupun rambut kita tidak sehitam dulu lagi, walaupun kita tidak setampan dan secantik dulu lagi, walaupun daya ingat kita mulai mengurang. Semua itu tidak akan menghambat kita berdua.

“Even Your heartbeat is low beat now”
Kesehatan Kotomi menurun dratis, ia mulai tidak napsu makan dan lebih banyak tidur. Entah kapan ia akan benra-benar memejamkan matanya. Aku menjaganya, hingga tidak dapat tidur dengan pulas. Telapak tanganku memeluk telapaknya. Ia selalu tersenyum kepadaku, mengatakan ia akan baik-baik saja. Apa itu sebuah jaminan ia akan bersamaku selama-lamanya ?

“Yuuri, aku ingin kau baca surat ini …” ia memberikan sebuah pucuk surat.

Aku membuka suratnya, mataku terbelalak.

Untuk Yuuri yang amat kucintai,


Yuuri, perasaanku kepadamu sudah bertumbuh saat aku masih berumur 3 tahun dan waktu itu pertama kalinya aku bertemu denganmu, betapa polosnya aku. Cintaku mulai menumpuk seiringnya waktu. Awalnya, aku mengira aku hanya menyukaimu sebagai kakak beradik. Namun ternyata aku salah, kau selalu ada untukku dan berusaha melindungi senyuman yang tidak sempurna ini. Beberapa kali kau melihatku bersama pria lain, kau tetap tabah berada bersamaku. Kau selalu memelukku di saat aku jatuh, kau selalu mengusap kepalaku di saat aku butuh perhatian, kau menepuk punggungku di saat aku menangis. Kau ada setiap aku sedang sedih maupun senang.

Saat aku tahu sahabatku menyukaimu juga, rasanya begitu menyakitkan sekali. Aku ingin sekali melihat kau berada di sampingnya dan bahagia. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku merasa aku begitu egois. Aku berusaha aku tidak mengucapkan bahwa aku mencintaimu. Tapi aku lepas kontrol, aku tidak bisa menahan perasaanku lebih lama lagi. Begitu aku luapkan isi hatiku, kau juga mencintaiku. Tidak satu pun kata yang bisa aku ucapkan.

Bersamamu, itu adalah sesuatu memori yang begitu bahagia. Sikap kita memang bertolak belakang, kau begitu keras kepala sedangkan aku yang begitu sabar. Namun, semua itu bisa ditutup dengan saling mempercayai dan saling memenuhi satu sama lain. Setiap kali kita berkelahi, aku lah yang selalu meminta maaf padamu. Kau tahu ? Kata minta maaf itu sulit diucapkan, namun saat kau memaafkan kesalahanku atau mengakui kesalahan yang kau perbuat itu adalah sesuatu bermakna bagi diriku.

Manusia bisa berubah layaknya musim. Tetapi, perasaanku kepadamu tidak akan berubah. Hingga saat kau memberikan ku sebuah cincin itu hadiah yang sangat special. Sewaktu aku melahirkan anak pertama kita, itulah hadiah yang bisa kuberikan kepadamu.
Cinta mungkin sebuah kata yang istilahnya sangat simple, akan tetapi begitu bermakna. Walaupun usia kita bertambah setiap tahunnya, begitu banyak yang terjadi di antara kita berdua, cintalah yang membuat kita tetap kuat sampai saat ini. Cinta kita mungkin tidak sesempurna kisah dongeng yang ada di buku-buku cerita yang pernah ku baca sebelumnya, tetapi cinta yang penuh warna warni di setiap lembaran album yang kau simpan di lemari itu lebih bermakna.

Yuuri,
Jika aku meninggal nanti, jangan susul aku. Biarkan kau hidup di sini lebih lama lagi, karena walau aku meninggal nanti aku ingin masih hidup di dalam hati mu. Biarpun aku tidak dapat di samping mu lagi, ingat apa yang kulakukan untukmu. Sebuah kasih sayang yang tak pernah terukirkan selama ini.

Yuuri,
Masih ingatkah kau, pertemuan kita berdua di tengah salju ? Saat itu kau menangis karena kelincimu mati. Aku ingin kau tetap tersenyum walaupun aku menutup mataku nanti.

Teruslah bahagia. Karena disaat kau bahagia, aku pun ikut bahagia. Aku selalu ada di hatimu hingga nanti.

Dari,
Tanamachi Kotomi

Mataku menitikkan butiran air mata, mataku melirikku kearah Kotomi yang terus tersenyum. Aku menangis layaknya anak kecil, nafasku tersendat-sendat. Kotomi menyentuh pipiku dan berkata, “Jangan menangis. Apa kau tidak bahagia bersama ku ?”

“Tentu saja, aku bahagia. Tapi ini semua terlalu mendadak untukku, aku tidak ingin kau pergi,” jawabku.

“Jangan bilang seperti itu, Yuuri. Aku harus pergi,” balasnya tersenyum. “Sampai sekarang pun kau begitu tampan, aku begitu bahagia bersamamu, Yuuri. Aku mencintaimu seperti diriku sendiri…”

“Kotomi …”

Saat ia memejamkan matanya untuk terakhir kalinya, ia menangis dan juga tersenyum. Walau ini semua menyayat hatiku tetapi kebersamaannyalah yang bisa membuatku bisa mencintai orang lain. Aku mengira dulu aku tak dapat mencintai siapa-siapa, tapi saat aku bertemu dengannya semuanya berubah begitu indah.

“In the end, I still love you”

Aku menaruh bunga lily kesukaannya di atas batu nisannya. Aku tersenyum. Terima kasih atas cinta kau berikan padaku. Pertemuan kita berdua adalah takdir yang telah ditentukan oleh kita berdua. Jika kita dilahirkan kembali, aku akan mencarimu lagi walaupun itu akan menjadi 1 : 1 miliyar, namun rasa cintaku tidak akan berakhir begitu saja.

“Our wrinkles is increased now but Our heart never stop beating,
It means our love is stronger than before”

The End

Author’s Note : Aku mau mengucapkan puji syukur kepada Tuhan, yang telah membimbingku bisa menyelesaikan FF ini dengan tepat waktu. Aku mau terima kasih buat K-Will, Miyano Mamoru-sama, dan Matsushita Yuya untuk menemani aku saat bikin FF. Terima kasih buat Akira-kun karena sudah menginspirasikanku dan moment bersamamu itu yang bisa membuatku menulis FF ini. Cerita ini yang terlihat datar tetapi aku ingin memberitahukan bahwa cinta itu begitu bermakna. Even in the end, it will be broken heart. Just smile, Maybe he / she wasn’t yours. Kau tidak tahu siapa jodohmu nanti. Jadi, untuk menang atau kalah dalam perlombaan ini, aku serahkan kepada juri. Terima kasih telah menyelenggarakan lomba ini, semoga Pagenya tetap lancar. Ganbatte !! :D Arigatou Gozaimasu. 

~ MACHINE TIME_ ~


Title                : Machine Time_
Categories   : Oneshot
Genre             : Adventure, Comedy
Rating            : General
Theme Song : Hey!Say!JUMP - Time
Author           : Annisa Nadyastitiaka Nakajima Hikari
Address        : Jl. Ciremai Raya no. 220, RT 06/RW11, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan 17144
Age                 : 16 years old
Reason why I join this competition :
1. Just want to make new experience
2. I’m a fans of Chinen too
3. Just want to make new fanfic to celebrate Chinen’s 19th b’day XD
Cast : 
1. Chinen Yuri
2. Morinomiya Ryoko (OC)
3. Nakajima Yuto and other supported cast
Disclaimer! : Just hope u enjoy my little story
Synopsis/Quote : “Takkan kukembalikan. Dasar cowok cantik”

*~*~*~*~*~*
Haaah… Rasanya bosan sekali. Akhir-akhir ini sering hujan. Cuaca yang sangat tak mendukung sekali. Banyak anak-anak hanya bermain di dalam rumah. Aku bosan! Lagipula hari ini hari minggu. Biasanya aku pergi bermain basket bersama teman-temanku di lapangan. Kini yang bisa kulihat hanya air yang turun dari langit dari jendela kamarku. Haah, kapan hujan akan berhenti?

“Oi, Chinen. Kau sedang apa?” suara yang terdengar itu… siapa lagi kalau bukan suara nee-chan. (=nee-chan: kakak perempuan).

“Aku hanya berbaring-baring, kau tak melihatnya?” jawabku dengan sedikit malas.

“Dasar pemalas. Ibu sudah membuatkan masakan kesukaanmu di bawah. Cepatlah turun.”

“Benarkah? Yosha! Kenapa kau tak bilang dari tadi? Aku sudah kelaparan.”

“Cih, siapa suruh kau tak mau turun-turun? Aku sudah memanggilmu dari tadi.”

Aku pun tak mengabaikan ocehan nee-chan. Aku pun dengan segera lagsung turun dan menuju meja makan. Kulihat di sana sudah ada ayah dan ibu yang sedang duduk.

“Otou-chan, okaa-chan…” kataku sambil tersenyum. (=otou-chan: ayah).

“Suwatte kudasai ne.” jawab okaa-chan juga sambil tersenyum. (=suwatte kudasai ne: silahkan duduk).

“Di mana Saya-chan?” kata otou-chan.

“Dia—”

“Aku di sini.” Jawab nee-chan yang tiba-tiba berada di belakangku. Haah bikin kaget saja.

“Nah, ibu sudah memasakkan makanan kesukaanmu hari ini. Ibu tau pasti kau kelaparan karena cuaca yang dingin ini.” Ucap okaa-chan ambil mengambilkan nasi untukku.

“Hehehe, arigatou okaa-chan.” (=arigatou: terima kasih; okaa-chan: ibu).

“Huh, besok aku ingin makanan kesukaanku.”

“Tidak! Aku ingin gyoza besok!”

“Aku mau sashimi!” (=gyoza, sashimi: makanan khas dari Jepang).

“Sudah-sudah kalian jangan berantem. Saya-chan, kau kan sudah besar. Baiklah besok akan ibu masakkan makanan kesukaan kalian berdua.” Huuh dasar nee-chan. Tapi tak apa-apa lah, soalnya aku suka sekali dengan gyoza bikinan okaa-chan. Tak ada yang pernah bisa menandinginya! Menurutku itu adalah makanan yang paling enak di dunia. Hehehe~

Keesokan paginya…

“Chii, sudah waktunya bangun. Kau harus pergi ke sekolah bukan?” kudengar suara okaa-chan membangunkanku.

“Lima menit lagi!” teriakku sedikit malas. Cuaca hari ini masih saja sama seperti kemarin. Hujan. Kamarku terasa sangat dingin. Aku sampai menarik selimutku. Huh, kenapa dingin sekali sih? Apa pemanas ruangan tak dinyalakan?

Brukkk! Suara pintu yang dibuka dengan keras.

“Hey anak manja, bangun sana. Kalau tidak kau akan terlambat untuk ke sekolah. Bukankah kau harus mengumpulkan tugasmu pagi-pagi?” ucap nee-chan. Aku menghiraukannnya. Rasanya aku tak mau keluar dari selimutku ini. Rasanya lebih nyaman di dalam selimut ini dibandingkan aku harus keluar menghadapi cuaca sedingin itu. Hiii….

“Hei! Bangun sana! Jangan jadi pemalas napa?” teriak nee-chan sambil menjatuhkanku dari tempat tidur. Ittai!! (=ittai: sakit).

“Errggh awas kau nee-chan!” nee-chan pun tak mempedulikanku dan langsung keluar dari kamarku. Huuh, punggungku jadi sakit sekali.

Aku pun bergegas untuk berangkat ke sekolah. Aku lupa satu hal. Aku harus naik kereta untuk sampai di sekolahku, kalau tidak aku akan dikunci dari luar oleh sensei ‘itu’. Aku pun berlari sekuat tenaga agar aku tidak terlambat. Di saat hujan seperti ini pula. Huuh, dingin…

Aku pun akhirnya sampai dengan keadaan setengah basah kuyup. Untung saja aku sampai tepat pada waktunya sebelum bel. Haah, baguslah. Tidak, tidak. Bajuku basah! Urrgghh aku jadi malas sekali.

“Hey, Chinen.” Sapa seseorang di seberang sana.

“Ahh, Yuto-kun.” Jawabku. Dia adalah sahabat baikku, namanya Nakajima Yuto. Orang yang sangat perhatian dan baik sekali. Dia juga sangat tinggi untuk ukuran anak SMA. Huh, kenapa aku jadi membahas ini? Aku paling benci kalau membahas tentang tinggi badanku.

“Kau kenapa bisa basah kuyup begitu? Apa kau lupa membawa payung?” tanya Yuto.

“Enak saja. Kau tak melihat apa yang kupegang ini? Lagipula aku terburu-buru tadi.” Jawabku kesal.

“Ya aku melihatnya. Terburu-buru? Tumben kau terburu-buru? Atau karena kau terlambat bangun? Hahaha.” Jawab Yuto. Huh, memang benar sih apa yang dikatakan Yuto.

“Ngomong-ngomong kau sudah mengumpulkan tugas ke Yuugo-sensei?” aku pun terdiam sejenak.

“Ahh gawat! Aku hampir lupa! Duuh, aku harus bagaimana, Yuto bantu aku!” jawabku sedikit panik.

“Hmmm, sebaiknya kau ganti baju dulu dengan baju olahraga. Daripada kau masuk angin?” kata Yuto. Hmmm, iya juga sih.

“Baiklah, aku akan ganti baju dulu. Apa kau mau ikut?” godaku.

“Haah??? Kau pikir aku siapa?”

“Haha, joudan joudan.” Jawabku geli melihat ekspresi Yuto kaget begitu. Aku pun bergegas menuju ruang ganti pria di lantai bawah. Biasanya ruangan itu dipakai untuk ganti baju jika ingin atau sudah berolahraga. (=joudan: bercanda).

Selesai ganti baju aku pun berjalan menuju kelas dengan santainya. Saat aku masuk ke kelas kulihat semua duduk dengan rapinya. Ternyata ada Yuugo-sensei. Gawat! Aku lupa dengan tugasku!

“Okaeri, Chinen-kun. Kuharap kau tak lupa dengan hukumanmu.” Hiks! Aku terlambat mengumpulkan! Tidak, yang lebih parah aku kena hukuman! (=okaeri: selamat datang).

Aku pun mau tak mau harus membersihkan kelas karena telat mengumpulkan tugasku pada Yuugo-sensei. Sensei yang paling tidak kusenangi! Setiap kali pelajarannya dia hanya memberikan tugas yang menggunung. Apalagi saat dia tak berada di sekolah, alasannya macam-macam. Kadang dia malas untuk mengajar kami, kadang dia berpura-pura sakit, kadang dia benar-benar tak masuk. Alasannya sih karena menengok istrinya yang berada di luar kota. Haah, tapi dia tak harus memberikan tugas seperti gunung juga kan?

Tapi aku senang sekali. Karena ada Yuto yang membantuku di sini. Hihihi, sebenarnya aku yang memaksanya untuk membantuku. Aku kan tak mau membersihkan kelas sendirian. Aku takut sendirian!

“Di luar sana masih hujan ya?” ucap Yuto tiba-tiba.

“Ya. Aku ingin cepat pulang…”

“Kalau kau ingin cepat pulang cepat bereskan pekerjaanmu.”

“Hahaha, iya iya.”

Kami pun akhirnya selesai. Haah, kerjaan memang terasa ringan bila dikerjakan bersama-sama. Itu yang kudengar dari okaa-chan.

“Arigatou Yuto-kun, sudah membantuku.”

“Sama-sama. Sebaiknya jangan kau ulangi lagi. Kau kan tau Yuugo-sensei seperti apa.”

“Ya ya ya. Aku mengerti. Hmm, ngomong-ngomong ayo pulang sekarang.” Yuto pun mengangguk. Enak sekali Yuto. Rumahnya sangat dekat dengan sekolah, sementara aku harus mengarungi hujan ini dan naik kereta. Setelah itu aku harus berjalan menuju rumah. Sudah dua tahun seperti ini berturut-turut.

“Jaa, mataashita. Kyotsukete ne, Chinen.” (=sampai jumpa besok. Hati-hati ya).

“Hai, wakatta. OtsukaCHII.” (=baik, aku mengerti. Aslinya otsukaresama deshita yang artinya terima kasih untuk hari ini, Chinen terlalu bangga dengan dirinya).

Aku pun akhirnya sampai di rumah. Hari ini kereta penuh sekali. Mungkin salahku juga pulang saat jam kantor bubar. Dan lagi-lagi bajuku basah. Haah, aku harus membeli jas hujan besok. Anginnya kencang sekali di luar sana. Aku ingin mandi air hangat. Aku pun masuk kamar mandi. Ternyata okaa-chan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Baguslah.

Aku tak menyangka setelah kurang lebih setengah jam aku menghabiskan waktuku untuk berendam. Hahaha. Aku pun beranjak mencari baju di lemari. Tiba-tiba sesuatu jatuh dari dalam lemari. Aku pun mencari benda yang jatuh tadi. Setelah kucari-cari ternyata benda itu jatuh ke bawah lemari. Uuh, tanganku tak sampai. Aku pun mengambil sapu dan mendorong benda tersebut keluar.

“Nani kore?” kataku sambil penasaran. Tiba-tiba badanku serasa melayang. Looh, aku ada di mana? Tidak!! Tolong aku!! (=nani kore: apa ini). Tiba-tiba secara tak sengaja Chinen pun menuju suatu tempat yang tak disangka.

“Ini…… di mana??!” ucapku tanpa sadar. Kenapa tiba-tiba aku di sini? Ini… seperti di taman dekat SDku! Ehhh?? Kenapa aku bisa ada di sini? Beribu-ribu pertanyaan mondar-mandir di kepalaku. Sudah seperti bola yang menggelinding di tanah.

“Hey kau kakak tua!” aku pun tersentak, aku pun mencari-cari asal suara tadi.

“Dasar kakak tua. Aku ada di bawah.” Aku pun menengok ke bawah. Aku pun langsung melompat secara tak sadar. Ada… anak kecil?

“Kenapa kau takut denganku?” takut? Ngapain takut dengan anak kecil?

“Apa maksudmu? Dan kenapa kau memanggilku kakak tua? Aku belum setua seperti kakek penjual mangga di pasar. Dan lagi aku bukan burung kakak tua. Aku punya nama. Namaku Chinen Yuri. C-H-I-N-E-N  Y-U-R-I.” jawabku. Anak sombong tadi masih melihatku dengan mata sinis.

“Terserah kau, kakak tua. Ngomong-ngomong dari mana kau muncul? Kenapa kau ada di taman bermain? Seperti anak TK saja.” Cih, pedas juga kata-kata anak ini.

“Aku juga tak tau. Dan hey, bukan kemauanku untuk kemari. Dan aku juga bukan anak TK. Aku sudah SMA, kau tau SMA yang ada di seberang jalan sana? Itu sekolahku.” Jawabku sedikit bangga. Asal kalian tau saja, SMAku adalah sekolah terfavorit di Tokyo. Sangat-sangat susah untuk bisa masuk ke sana.

“Oh, terserah kau kakak tua.” Tch, lama-lama aku semakin kesal dengan bocah ini. Tenang, tenang Chii. Jangan mudah marah dengan anak kecil seperti ini.

“Ngomong-ngomong namamu siapa?” tanyaku penasaran.

“Ryoko. Morinomiya Ryoko. Panggil aku PRINCESS RYOKO-CHAN. Murid terpintar di SD ini. Aku berhasil mengalahkan kakak kelasku sekalipun. Bwahahaha.” Heeeh?? Princess? Hahaha, khayalan anak ini tinggi sekali. Dan lagi ketawanya itu sangat tak enak.

“Kenapa kau tertawa? Tak ada yang lucu. Kakak tua aneh.” Cih, kini aku jadi kesal lagi.

“Haha, dasar bocah kecil. Tau apa kau hah? Ngomong-ngomong kau ngapain sendiri di sini?”

“Memangnya penting untuk kau ketahui?” tch, bocah keras kepala. Tapi dia lucu juga.

“Kenapa kau tertawa lagi? Dasar aneh. Dan aku berjanji suatu saat aku akan mengalahkanmu. Aku juga akan masuk di SMA itu dan menjadi juara di sana!” aku semakin tak bisa menahan ketawaku.

“Ryoko-chan!” terdengar suara panggilan dari luar sana.

“Baiklah, sampai jumpa. Jangan lupa dengan janjiku, kakak tua Chi.” Baiklah, aku semakin terganggu dengan panggilan ‘kakak tua’ itu.

“Ya ya ya, terserah kau bocah sombong.” Jawabku sedikit kesal. Ngomong-ngomong kenapa aku tiba-tiba bisa di sini? Haah, ada-ada saja. Aku harus pulang. Nanti okaa-chan bisa khawatir karena aku tiba-tiba menghilang.

Aku pun berjalan menuju rumahku. Tunggu dulu, kenapa aku bisa berjalan ke sini? Seharusnya aku berjalan menuju stasiun! Aku pun melihat-lihat sekitar. Seperti ada yang lain.

“Hey kau, sedang apa kau di depan rumahku?” aku mendengar suara anak kecil lagi. Kali ini suara anak laki-laki. Aku pun membalikkan badanku dan melihat siapa itu.

Aku pun membuka lebar-lebar mulutku. Tidak, tak mungkin. Anak kecil yang sedang berdiri di depanku ini… ini… aku??? Heee??????

Aku tak percaya yang ada di depanku ini. Aku benar-benar sedang berada dalam mimpi bukan? Oh, Tuhan. Tolong katakan ini benar-benar mimpi. Ini sangat tak mungkin! Sangat tak logis! Jika aku harus memikirkan rumus gaya gravitasi yang terjadi saat bom meledak di kota Hiroshima. Ehh, itu juga tak mungkin.

“Sedang apa kau di sini om penguntit?” apa? Aku dibilang penguntit?

“Hey, aku bukan penguntit. Dan lagi aku masih muda. Aku masih remaja.” Jawabku sedikit kesal sambil membara.

“Huh, terserah apa katamu om penguntit. Kenapa kau ada di depan rumahku? Aku ingin masuk. Sebaiknya kalau kau tak punya urusan lebih baik kau pulang saja.” Cih, omongannya di luar dugaanku. Chinen kecil itu mulai masuk ke rumah. Tunggu, apa aku… apakah ini masa laluku? Heeee…… tak mungkin!

“Kau masih saja di situ om penguntit?” tiba-tiba aku mendengar suara yang ternyata datang dari Chinen kecil.

“A… ano… ini… tanggal berapa?” kenapa aku jadi gugup begini?”

“Hari Senin, tanggal 29 November 1999, jam 5 sore, tempat—”

“Ok ok, cukup. Terima kasih banyak.” YANG BENAR SAJA?? INI TAHUN 1999??? TAK MUNGKIN!!!

“Memangnya ada apa?” tanya si Chinen kecil.

“Hmm, tak apa-apa. Apa aku boleh tinggal di rumahmu sebentar saja? Aku takkan berbuat macam-macam. Aku janji.” Jawabku. Tapi, ngomong-ngomong kenapa aku harus tinggal di sini? Yasudahlah tak apa-apa, daripada aku harus tidur di taman.

“Hmmm…” Hmmm? Kenapa dia hanya menajawab itu?

“Baiklah. Lagipula tak ada orang di rumah. Okaa-chan dan otou-san sedang pergi keluar, nee-chan juga sedang bermain bersama teman-temannya.” Haah, kukira dia bakal menolaknya.

“Arigatou. Oh iya, namamu siapa?” tanyaku iseng.

“Chinen Yuri desu. Dan kau siapa om penguntit?” ergghh, kenapa hari ini aku sial sekali. Aku bertemu dengan dua bocah kecil yang memanggilku dengan sebutan-sebutan yang aneh. Tunggu, dia menanyakan namaku. Bagaimana ini? Apa aku harus memberitahunya kalau aku ini sebenarnya dia…?

“A… ano… namaku…” aku berpikir secepat mungkin. Kepalaku benar-benar seperti kapal pecah. Aku harus cepat memikirkan nama yang tepat.

“Jerry. Namaku Jerry.” Jerry? Aku tiba-tiba terpikir nama itu. Itu kartun yang kusenangi. Ya, alias Tom and Jerry.

“Jerry? Nama yang aneh untuk orang Jepang. Apa kau orang luar negri? Namamu seperti yang ada di kartun Tom and Jerry.” Ahhh tidak, jangan-jangan ketahuan.

“Ya, terserah kau mau bilang apa.” Ucapku mengalihkan pembicaraan.

“Baiklah, silahkan masuk.” Ucap si Chinen kecil. Uwaah, aku jadi bernostalgia. Dulu aku ingat sekali jika aku pulang dari sekolah okaa-chan pasti menyiapkan makanan favoritku. Dan aku juga suka minta es krim dan otou-san selalu membelikannya sepulang kerja.

Aku pun berjalan menelusuri lorong-lorong rumahku. Rumahku dulu masih sangat terkenal khas Jepangnya. Lantainya terbuat dari kayu. Aku juga ingat aku sering latihan dance dan akrobatik di ruangan yang tak jauh dari pintu masuk. Biasanya itu ruangan yang dipakai kami untuk kumpul bersama. Aku juga ingat, dulu aku pernah jatuh dari atas. Ya, dulu aku berguling-guling di lantai, dan karena terlalu semangat, aku jatuh dari atas. Hahaha, benar-benar nostalgik.

“Hey, kenapa kau bengong saja om Jerry? Kemarilah. Aku akan menunjukkan semua mainan yang kupunya.” Mainan? Aku pun akhirnya terpaksa mengikuti. Lagipula aku sedikit canggung walaupun dulu ini juga rumahku.

“Ini dia mainanku.” Ujar si Chinen kecil. Tunggu, ini kan matras. Kenapa ini bisa di bilang mainan?

“Matras?” tanyaku penasaran.

“Ya. Begini caraku main.” Si Chinen kecil ternyata melakukan atraksi akrobat di atas matras itu. Oh, aku mengerti sekarang. Aku memang suka bermain di atas matras di bandingkan bermain di luar.

“Aku juga bisa sepertimu.” Aku pun melakukan juga beberapa atraksi. Ahh, rasanya aku jadi senang entah kenapa. Aku tak sadar kalau dari tadi si Chinen kecil ini melihatku dengan tampangnya yang heran itu.

“K… kenapa kau?” tanyaku sedikit gugup. Dia kemudian menunduk. Heh? Kenapa dia?

“Sa… sasuga!!! Itu hebat sekali om Jerry!” katanya semangat dan tiba-tiba. (=sasuga: hebat, keren).

“Haha... itu tak seberapa. Kau juga pasti bisa melakukannya suatu saat.” Jawabku ringan.

“Un… baiklah. Kalau gitu ajarkan aku beberapa trikmu! Aku ingin berguru padamu om Jerry.” Jawab si Chinen kecil.

“He? Hmm… baiklah kalau begitu.” Jawabku santai.

Tak terasa kami menghabiskan waktu semalaman untuk berlatih akrobat. Hebat juga tenaga si Chinen kecil. Dia tetap bertahan sampai akhirnya dia bisa. Hmmm, ngomong-ngomong aku jadi lapar. Apa di dapur ada makanan ya?

“Ne, Chinen-chan. Kau tak lapar?” tanyaku pelan. Aku menunggu jawaban dari si Chinen kecil. Tak ada jawaban darinya. Setelah kusadari ternyata si Chinen kecil sudah tidur di bawah meja makan. Astaga. Aku ingat benar dulu aku juga sering tidur di bawah meja makan sewaktu aku kecil. Hahaha, dan si Chinen kecil memang diriku.

Aku pun mengendong Chinen kecil ke kamarnya. Wahh aku benar-benar bernostalgia. Ini adalah kamarku yang dulu. Di sana terpasang jelas foto-foto Ohno Satoshi. Dia adalah idolaku. Dan juga banyak gambar-gambarku waktu masih kecil. Hahaha, aku sangat ingat kalau aku benar-benar tak pandai menggambar waktu kecil., tapi aku sangat suka menggambar.

Kutaruh si Chinen kecil di atas kasurnya dan memasangkan selimut untuknya. Lucu sekali dia. Dia benar-benar kecapean. Semangat Chinen kecil. Kau pasti bisa menempuh impianmu kelak. Aku pun mengelilingi kamar tidur si Chinen kecil. Setiap kali aku melihat sekitar ruangan aku hanya bisa tertawa kecil.

Aku pun keluar dari kamar Chinen kecil dan mengelilingi rumah. Wahh aku benar-benar ingat sekali aku sering berantem dengan nee-chan. Nee-chan selalu usil padaku. Aku selalu dibuat nangis olehnya. Aku pun akhirnya ke dapur karena perutku yang sudah tak sependapat denganku lagi. Aku pun membuka kulkas dan kaget melihat di dalamnya. Makanan habis! Astaga bagaimana ini? Aku pun membuka rak yang ada di atas kulkas. Saat aku lihat di sana juga tak ada apa-apa. Tidak! Bagaimana ini? Aku pun merogoh kantong celanaku. Ahh, aku masih punya uang. Sebaiknya aku membeli makanan di luar.

Tak beberapa lama aku pun kembali setelah membeli mie instant di warung sebelah. Aku sedikit gugup karena tiba-tiba ibu warung itu seperti mengenalku. Dia berkata kalau aku mirip tetangganya di sebelah, namun dia masih anak-anak. Aku hanya bisa tertawa kecil dan membantah walaupun sebenarnya itu adalah kenyataan. Aku pun segera kembali ke dapur dan merebus mie instant tersebut. Hmm… nikmatnya…

Keesokan harinya…

“Kau akan mengantarkanku ke sekolah bukan, om Jerry?” tanya Chinen kecil sambil merengek.

“Ya ya ya. Baiklah aku akan mengantarmu.” Jawabku terpaksa.

“Yeey!!” jawab si Chinen kecil. Yasudah lah, lagipula aku harus bagaimana lagi? Aku tak tau mengapa aku bisa tiba-tiba datang ke dunia aneh ini. Ahh, aku jadi ingat benda yang terjatuh di atas kepalaku. Kemana perginya benda itu? Aku tak pernah melihatnya setelah itu.

“Kau kenapa, om Jerry?” tanya Chinen kecil tiba-tiba.

“Ahh, iie. Nandemonai. Yoshha, ayo kita berangkat.” Jawabku. Chinen kecil pun mengangguk tanda setuju.

Aku pun akhirnya mengantarkannya ke sekolah. Wahh, sudah lama aku tak melihat sekolah lamaku ini. Gedung-gedung sekolah, taman di belakang sekolah, aku suka sekali bermain di sana saat bel istirahat berbunyi.

“Oi, Chinen.” Sapa seseorang di sana. Aku pun membalikkan badanku dan melihat siapa itu. Ahh ternyata dia lagi.

“Oh, kau bersama kakak tua toh? Tch, dasar anak kecil. Masih saja mau di antarkan ke sekolah.” Jawab anak itu mengejek. Chinen kecil ternyata memegang lengan bajuku tanpa sadar.
“Uh… biarkan saja. Lagipula aku ingin menunjukkan sekolahku pada om Jerry.” Jawab Chinen kecil tegas dengan suaranya yang seperti dipaksakan.

“Bocah kecil. Oh, jadi namamu Jerry-san, kakak tua? Aku lebih suka memanggilmu kakak tua.” Cih, sebenarnya apa mau anak ini. Tiba-tiba si Chinen kecil berlari ke depanku dan berkata…

“Jangan ejek om Jerry! Dia orang baik!” jawab Chinen tegas. Aku pun kaget mendengar Chinen kecil berkata seperti itu. Aku benar-benar terharu padamu, Chinen kecil.

“Sudahlah… jangan berantem di sini. Kalian cepat masuklah ke dalam kelas. Kalau tidak kalian kena hukuman dari sensei loh.” Ucapku menenangkan situasi. (=sensei: guru).

“Ahh, aku malas untuk belajar hari ini. Kita pergi bermain saja yuk, bocah kecil.” Ucap Ryoko-chan.

“Hai!!!” jawab Chinen kecil mengagetkanku.

“Hei, kalian tak takut dimarahi sensei?” tanyaku heran.

“Ahh, paling juga si sensei tak akan datang. Dia kan selalu berpura-pura sakit.” Jawab Ryoko-chan tegas.

“Iya! Betul sekali!” jawab Chinen kecil. Haah, aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku. Terserahlah apa mau kalian.

“Baiklah, kita main petak umpet saja. Kau yang harus mencari kami, kakak tua. Dan kau bocah kecil, ayo kita sembunyi.” Ucap Ryoko-chan.

“Tunggu… sebelumnya aku ingin minta satu hal.” Jawabku.

“Apa itu, om Jerry?” tanya Chinen kecil.

“Berhentilah memanggilku kakak tua.” Suasana pun tiba-tiba menjadi hening.

“Ahh, lupakan saja.” Jawabku sebelum mereka mulai berbicara, apalagi si Ryoko-chan. Dia benar-benar anak yang cerewet.

“Baiklah, ayo kita mulai gamenya!” jawab Ryoko-chan.

Kami pun akhirnya bermain. Haah, kenapa harus aku yang mencari mereka. Mereka kan anak kecil, sangat mudah untuk bersembunyi. Setelah aku selesai menghitung aku pun mulai mencari mereka. Dan benar seperti dugaanku. Mereka benar-benar hilang entah kemana. Tiba-tiba aku mendengar suara dari belakang. Aku pun menoleh siapa yang ada di belakang sana. Tch… hahaha… sudah kutemukan kau.

15 menit kemudian…
“Ahh sial sekali, aku kena duluan.” Jawab si Chinen kecil.

“Salah kau sendiri bersembunyi di tempat yang orang bahkan bisa langsung tau itu adalah kau.” Jawabku.

“Hahaha, kau terlalu bodoh untuk bersembunyi bocah kecil. Hahaha.” Ujar Ryoko-chan.

“Huh, terserah kau lah cewek ge—.”

“Awas kau!!!” sebelum Chinen kecil menyelesaikan kalimatnya dia sudah dipukul duluan oleh Ryoko-chan.

“Uhh… ittai!!! Om Jerry!!!” ucap Chinen kecil sambil menangis.

“Sudahlah… kalian tidak lelah berantem setiap hari? Kau juga pasti capek bukan berantem dengan nee-chanmu, Chinen kecil?” eh??? Apa yang barusan kukatakan??! Gawat!!!

“Nee-chan… kau tau darimana aku selalu berantem dengannya?” tanya Chinen kecil. Oh, tidak. Aku takkan selamat setelah ini.

“A… ano… itu…” jawabku sedikit gugup. Lagi-lagi si Chinen kecil menunduk. Baik, kali ini apa lagi??

“SUGOI!!! Kau bisa meramalku, om Jerry?” lagi-lagi Chinen kecil membuatku kaget. Meramal? Haha, tidak juga. Itu karena aku tau kalau kau adalah aku hahaha… (=sugoi: keren/hebat)

“Sudahlah lupakan saja. Ahh aku baru ingat! Hari ini okaa-chan dan otou-san pulang! Aku harus cepat pulang! Ahh iya om Jerry, kau tak bisa menginap di rumahku lagi karena ada orang tuaku. Hontou ni gomenasai. Jaa, mata ashita!” aku pun hanya bisa berdiri seperti orang bodoh, heran meilhat si Chinen kecil meninggalkanku. Jadi… aku harus tinggal dimana sekarang???

“Kenapa kau masih di sini, kakak tua?” ahh, aku lupa masih ada Ryoko-chan di sini.

“Hei… berhentilah memanggilku dengan sebutan itu.”

“Hmm, terserah kau. Ngomong-ngomong kau belum menjawab pertanyaanku.” Jawab Ryoko-chan.

“Ahh, gomen gomen. Hmm, memangnya ada apa? Aku bebas melakukan sesuatu sesuka hatiku bukan? Kalau kau masih anak kecil. Kalau kau di sini sampai malam orang tuamu bisa khawatir.” Jawabku pelan.

“Hmm, baiklah.”

“Ahh iya, kau gadis yang manis juga ya Ryoko-chan. Kau akan terlihat manis lagi jika menggunakan pita di rambutmu.”
“Pita ya?” jawab Ryoko-chan sambil merogoh sesuatu di kantong bajunya. Ia oun mengeluarkan sebuah benda. Itu adalah sebuah pita yang lucu. Dan ia pun memakainya. Wahh, dia jadi manis.

“Ahh, tunggu sebentar.” Aku pun mendekatinya perlahan.

“A… apa maumu?” jawab Ryoko-chan malu-malu. Aku pun mengambil barang yang jatuh dari kantong baju Ryoko-chan.

“Ini dia… kau menjatuhkannya.” Jawabku pelan.

Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh terjadi pada diriku. Aku pun melihat apa yang terjadi. Tubuhku melayang! Ahh, apa ini? Aku mau kemana lagi? Ahh tidak…

Saat aku sadar aku sudah berada di dalam kamarku lagi. Di luar sana hari sudah siang dan aku pun segera melihat jam di dinding kamarku. Sudah terlambat! Aku harus berangkat ke sekolah! Aku pun bergegas dan langsung menuju sekolah.

Aku pun akhirnya sampai di sekolah dengan selamat. Syukurlah, aku tak terlambat. Aku pun menuju kelasku dengan segera. Lorong demi lorong sekolah kulewati, lalu aku harus naik tangga untuk sampai ke kelasku. Ya, kelasku berada di deretan gedung atas.

“Ohayou gozai—” aku pun tak sempat menyelesaikan salamku, tiba-tiba aku terkejut melihat isi kelas.

“Otanjoubi omedetou, Chinen!” seru anak-anak di kelas. Ya ampun, aku lupa kalau hari ini aku ultah!

“A… arigatou minna.” Jawabku sambil terharu. Aku tak menyangka mereka saja mengingat ultahku, bagaimana bisa aku lupa sendiri dengan ultahku?

“Ne Chinen, jangan lupa traktiran di kantin.” Ucap Yuto yang menghampiriku.

“Haha, baiklah kalau begitu.” Tiba-tiba keadaan kelas menjadi ribut. Ternyata ada sensei yang datang.

“Ohayou gozaimasu.” Salam kami pada sensei.

“Ohayou gozaimasu. Ahh, baiklah aku ingin menunjukkan sesuatu pada kalian.” Ucap sensei tiba-tiba. Kelas pun menjadi riuh. Masing-masing berbisik sendiri.

“Jaa, hari ini kita kedatangan teman baru. Jaa, silahkan perkenalkan dirimu Morinomiya-san.” Ucap sensei.

“Ohayou gozaimasu. Morinomiya Ryoko desu. Yoroshiku onegai shimasu.” Aku… tak bermimpi bukan? Dia… dia… si Ryoko-chan!

“Baiklah Morinomiya-san. Kau bisa duduk di samping Chinen-kun di belakang sana.” Kulihat Ryoko-chan mengangguk. Tunggu, dia akan duduk di sampingku? Tidak mungkin!

Setelah beberapa saat kelas menjadi normal seperti biasa. Aku pun masih diam. Aku takut untuk menengok ke arah Ryoko-chan. Ahh, apakah dia tau kalau sebenarnya om Jerry itu aku? Ahh tidak-tidak. Tidak mungkin. Ahh, apa yang terjadi setelah aku menyerahkan pita itu pada Ryoko-chan?

Akhirnya selama pelajaran berlangsung aku tak bisa konsen. Aku jadi kepikiran tentang apa yang kualami kemarin. Jika dipikir-pikir, itu sangatlah pemikiran yang tidak logis. Ahh…… kepalaku terasa seperti lari mengelilingi Tokyo Dome seratus kali dengan kekuatan super cepat seperti menggunakan roket.

“Sumimasen.” Hiks, aku tak salah mendengar bukan? Barusan saja aku mendengar suara seseorang di sebelahku. Aku pun memberanika diri untuk melihat siapa di sana.

“Ahh… hei…” jawabku gugup.

“Ohisashiburi desu ne, bocah kecil.” Aku pun langsung membuka mataku lebar-lebar. Aku tak percaya dia masih ingat saja dengan sebutan itu. (=ohisashiburi: lama tak berjumpa).

“Berhentilah memanggilku dengan sebutan itu, Ryoko-chan.” Jawabku tiba-tiba. Ehh??! Tidak! Aku terlanjur ngomong!

“Ryo… ko… chan???” baiklah, aku dalam keadaan bahaya sekarang.

“Ahh, iie. Nandemonai. Jaa, aku ingin menemui Yuto sebentar.” Aku belum sempat bisa melarikan diri tiba-tiba Ryoko-chan sudah memegang tanganku. (=iie, nandemonai: tidak, tidak apa-apa).

“Apa kau…” ahh, firasatku sudah semakin buruk. Aku bisa mati sekarang.

“Jangan-jangan kau terkena virus si om Jerry lagi???” tanya Ryoko-chan penasaran. Aku hanya bisa tertawa kecil lega.

“Hahaha, terserah apa katamu.” Aku pun meninggalkan Ryoko-chan dan menuju Yuto.

“Ne, Chinen-kun!” teriak Ryoko-chan.

“Nani yo?” jawabku. (=nani yo: ada apa?). Tanpa berkata apa-apa Ryoko-chan langsung menarik tanganku dan berbisik.

“Kau… om Jerry bukan?” tanya Ryoko-chan. Aku pun langsung tak bisa berkata apa-apa.

“A… apa maksudmu?” tanyaku penasaran.

“Kau… memakai pita yang dulu pernah di bawa kabur oleh om Jerry.” Aku pun langsung kaget. Aku pun melihat ke bawah. Dan aku menemukan apa yang dikatakan Ryoko-chan. Haduuh, aku harus bagaimana ini?

“Hei, kenapa kau diam saja?” tanya Ryoko-chan penasaran.

“Ahh, ini…”

“Sudahlah kau tak perlu berbohong lagi kalau itu adalah kau. Karena aku ingat sekali mukamu seperti apa. Aku tak menyangka bahwa itu adalah kau. Hahaha.” Tunggu… mengapa ia tertawa?

“Jadi… aku sudah ketahuan ya?” jawabku pelan.

“Apa katamu?”

“Iie, nandemonai.” Aku pun kembali ke tempat dudukku.

“Dasar cowok cantik.” Kataku sambil berjalan.

“Dasar kakak tua.” Jawabnya.

*~*~*~*~*~*

“Ini dia… kau menjatuhkannya.” Jawabku pelan.

“Huh…kembalikan kataku.” pinta Ryoko-chan.

“Takkan kukembalikan. Dasar cowok cantik.”

“Huh…”

Tiba-tiba aku merasakan hal yang aneh terjadi pada diriku. Aku pun melihat apa yang terjadi. Tubuhku melayang! Ahh, apa ini? Aku mau kemana lagi? Ahh tidak…

Saat aku sadar aku sudah berada di dalam kamarku lagi. Di luar sana hari sudah siang dan aku pun segera melihat jam di dinding kamarku. Sudah terlambat! Aku harus berangkat ke sekolah! Aku pun bergegas dan langsung menuju sekolah.

==============================================================
©「中島光」~2012
Kata dan pesan dari Penulis : Mungkin ini fanfic yang dikejar waktu juga, makanya endingnya rada aneh. Aslinya ini buat iseng doang, biasanyanya sih setiap member HSJ yang ultah kubuatin ff dan biasanya multichapter. Jadi baru kali ini bikin yang oneshot XD tapi tak apalah, tak ada salahnya mencoba? Jaa, ganbarimasu. Nakajima Hikari desu, yoroshiku onegai shimasu~ :D

~ BEHIND THE SNOW ~
Title                : Behind the Snow
Categories   :
Ficlet
Genre             :
Family
Rating            :
G
Theme song  :
Please Stay with Me(YUI)
Author           :
Vivina JUMP(levina Tarunajaya)
Alamat           :
Pondok Indraprasta Jl.Suprobo IA/21,Semarang Utara
Umur              :
13tahun
Alasan mengikuti lomba:
a) Karena aku ingin memberikan sesuatu kepada Chii di hari ulang tahunya yang ke-19
b) Karena aku senang akan membuat cerita ini untuk Chii xD
Cast :
1. Chinen Yuri
2. Nakajima Yuto
3. Daiki Arioka
4. Ryosuke Yamada
5. Morimoto Ryotaro
6. Okamoto Keito
7. Kei Inoo
8. Kota Yabu
9. Hikaru Yaotome
10. Yuya Takaki
11. Chinen Takashi
12. Chinen Miki
13. Chinen Sayuri
14. Yukazaki Vina(OC)

Synopsis/ Quote:
“Dunia yang sulit ini, bukankah bila berjalan sesuai kehendak kita itu menyenangkan? Tidak perlu merasakan kesulitan bukan?”

***
Aku berlari menuju sekolahku dengan nafas tak karuan. Kukeluarkan benar benar seluruh tenagaku. Pikiranku kacau!Kutabrak beberapa orang yang kulewati. Tak lama kemudian aku dapat melihat gerbang sekolah yang nyaris saja tertutup. Kuperbesar langkahku agar dpat memasuki lahan tersbut. HUP! Akhirnya kulalui gerbang itu. Tapi,aku tetap berlari tidak terdiam maupun istirahat. Aku tetap berlari, menuju ruang kelasku. Berhasil kumasuki ruang kelasku itu. Suaraku semakin tak karuan, Aku mendekati bangkuku. DUAK! Kubanting tasku ke kursi, semua mata tertuju padaku tapi tak kuhiraukan itu. Kududuk dikursi itu dengan badan melemas. Tak lama kemudian masuklah guruku,Guru Biologi. Entah, mengapa,Badanku sangat kacau, Kakiku keram,sulit bergerak.
“Chinen?kau baik?”tanya guruku yang membuatku tersentak kaget.
“Ah! Aku baik..” Jawabku. Guruku menatapku khawatir , Tapi kubalas dengan senyuman layaknya seorang anak kecil. Aku tak ingin seseorang disekitarku mengkhawatirkanku! Akhirnya guruku meninggalkanku. Aku menghela napas dan memandang langit yang menurunkan salju, Mataku tertuju hanya pada salju-salju yang turun itu.
Istirahat berlangsung, Aku bergegas berlari menuju ruang kesehatan dengan cara berjalan sedikit terpincang-pincang. Kumasuki Ruang kesehatan dan kulihat guru kesehatan sedang duduk di kasur. Sebenarnya aku tak ingin seseorang tau apa yang sdang kurasakan ini, Tapi kuharap guru kesehatanku ini dapat membantuku menjaga apaun itu.
“Chinen?Ada apa?” Tanya guru kesehatan itu menghampiriku.
“um.. Bisakah guru sembunyikan sesuatu apapun itu?”Jawabku ragu
“maksudmu?”
“Sejak pagi,Kakiku sakit sulit bergerak...”
“eh!? Benarkah!?”
“um..” aku mengangguk merasa menyesal
“duduklah akan coba kuperiksa..”
Aku duduk di kasur, aku melepas sepatu sekuat tenaga. Kemudian Guruku memeriksa kakiku. Beberapa bagian yang disentuh oleh guruku membuat keringat dinginku bercucuran. Beberapa menit kemudian guruku melepaskan kakiku dari genngaman tanganya.
“Apa yang terjadi dengan kakiku? Baik bukan?”Aku bertanya untuk meyakinkan. Aku mempersiapkan mental,Harus!Harus!Harus dapat menerima!
“Kakimu.., mengalami kecelakaan yang sedikit serius...”
Perkataan itu membat mataku terbuka lebar “itu tidak mungkin!”Kataku tidak yakin “Aku tidak melakukan kesalahan pada kaki ini! Itu tidak mungkin!” JUJUR! Aku sedikit SHOCK akan itu. “Itu tidak benar bukan?” Aku tidak ingin itu terjadi.Aku ingin tetap melakukan kegiatan bersama kakiku ini! Aku tidak mau! Tidak mau!
“Kakimu Benar benar mengalami kecelakaan serius..Jadi berhati-hatilah..”
Aku tak sanggup lagi. Sekarang bukan hanya badan,Jiwaku merasa aneh! Sampai sampai tak kusadari kuteteskan air mataku ini.
“permisi..” Terdengar suara seseorang dari luar pintu yang membuat kami berdua kaget. Orang itu memasuki ruang kesehatan itu. Dan ternyata,Itu Yama-chan!? Perasaanku bertambah kacau. Apakah Yamada mendengar apa yang tadi dibicarakan antara aku dan guru?
“Chinen?Kenapa kau disini? Aku mencarimu!Kau lenyap begitu saja dari kelas!”tanya Yamada
Kurasakan sedikit kelegaan bahwa ia tidak mendengarkan percakapan kami berdua. “Chii?ada apa denagn kakimu?!”yamada memandang kakiku dengan heran. Aku bingung dan tak bisa menjawab itu. Tapi,untuk meyakinkanya aku memberi jawaban yang dapat kujawab. “Tadi ada serangga di sepatuku, Jadi aku segera menuju kesini..”Jawabku asal.“lho?kenapa kesini segala?” Tanya Yamada bingung, Aku hanya membalas dengan tertawa dan menggaruk-garuk kepala.
“Chinen!”
“ya?Ada apa?”
“Ayo!kita kembali ke kelas”
“ah.. Baik”
Kutinggalkan Ruang kesehatan itu dan mengangguk pada guru mohon pamit. Guru membalasku dengan tersenyum. Samar samar mulutntya bergerak tanpa mengeluarkan suara “Bersemangatlah” itu arti yang diucapkanya. Aku membalasnya dengan tersenyum walau aku tau, Senyuman tidak mengubah kejadian yang telah terjadi. Kulangkahkan kakiku mengikuti Yamada menuju ke kelas dengan menahan sakitnya kakiku itu. Kumasuki ruang kelas itu setelah Yamada memasukinya. “Hei!Kalian kemana saja?”teriak orang di belakang kami. Yuto,Ya kami bertiga sekelas tapi?Kenapa dia duduk di depan kelas seperti itu? Sudahlah. “Lho?Ngapain kamu disini?”tanya Yamada memandang Yuto
“Nganggur..”Jawabnya dengan tertawa
Bel pun berbunyi.Kami bertiga memasuki Ruang kelas kami,dan mengikuti pelajaran sampai kami pulang. Aku sedikit merasa kakiku lebih ringan dari pada tadi. Bel meunjukan jam pulang, Aku segera pergi menuju rumahku berlari dengan sekuat tenaga. Saat kuberlari sesuatu terjadi pada kakiku, Kakiku mulai kesakitan. Jalan tertutup dengan salju. BRUK aku terjatuh karena aku tersandung batu yang tertutup salju. Aku mencoba untuk bangun tapi,aku tak bisa berdiri.Aku memaksakan diri untuk berdiri dari tempat itu,Tapi percuma tidak berhasil. Tiba-tiba seseorang berdiri di depanku dan menyulurkan tanganya,Aku menengok keatas dan kulihat seorang gadis. “baikah?sini mari kubantu”ucap gadis itu dengan suara lembut. Tanpa pikir panjang kuraih tanganya agar ia mau membantuku berdiri. Akhirnya aku pun berdiri berkat bantuan gadis itu. Aku membungkukan kepala dan mengucapkan terimakasih padanya. Aku sedikit malu akan diriku ini, Bukankah biasanya laki laki yang membantu perempuan? Tapi ini? Perempuan yang membantu pria. Tapi,apa boleh buat.
“Apakah keadaanmu baik?”Kata kata gadis itu mengagetkanku
“ah,Baik aku tidak apa-apa..”
Gadis itu pun menghela napas menunjukan perasaan lega,Kemudian ia ijin pamit. Tapi,tanganku bergerak sendiri aku tak tau mengapa. Aku meraih tangan gadis itu.
“Ada apa?” Tanya gadis itu dengan tatpan bingung
“Ah.. Terimakasih banyak..atas bantuanmu..”Jawabku bingung
Gadis itu membalas dengan senyuman dan meninggalkanku. Aku membalikkan badanku dan menuju rumah. Aku berjalan dengan berhati hati,Aku takut akan kejadian barusan. Dan tak lama setelah itu, kutiba di rumahku. Sayuri,Kakak perempuanku melihatku berjalan dengan kaki sedikit pincang. “Ibu! Yuri berjalan pincang!”Seru kakaku. Aku pun yang mendengarnya hanya bisa terdiam, Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Dan benar,Ibuku menghampiriku. “Yuri, ada apa dengan kakimu?”Tanya ibuku dengan tatapan khawatir. “Tidak ada apa-apa..” jawabku agar mereka tidak mengkhawatirkanku. Tapi,semua tidak berjalan sesuai akan keinginanku itu, yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka makin mengkhawatirkanku setelah melihat keadaan asli kakiku ini.
“Ayo!kita segera ke rumah sakit!Yuri! Kaki kamu harus dirawat di rumah sakit agar cepat sembuh!”kata kata ayahku membuatku tak bisa berkata apa apa.
“Ini baik baik saja.. Aku tidak apa apa..”kata kataku akhirnya dapat terungkap juga,aku tetap tidak ingin mereka semua mengkhawatirkanku. Kemudian ayahku memukul pundakku dan berkata “ini semua demi kebaikanmu Yuri.. Bagaimanapun kami tak ingin melihatmu yang kesakitan merasakan sakitnya rasa sakit itu sendirian..”. Aku hanya dapat terdiam dan merenungkan arti dan maksud asli yang dikatakan oleh ayahku itu. Mereka bertiga duduk di depanku yang sedang terdiam menundukan kepala. Aku berpikir, “Bagaimana jika semua orang tau aku mengalami kecelakaan serius? Ah!ini semua karena aku ceroboh! Tapi, Aku ingin semua ini cepat selesai..” Akhirnya aku menghadap lurus kepada ayahku. “Ya..”Jawabku sambil menganggukan kepalaku. “Tapi, aku ingin mengambil cuti pekerjaanku terlebih dahulu bisa bukan?”lanjutku. Mereka bertiga setuju akan permintaanku dan segera kuhubungi agency, Kusediakan banyak alasan supaya tidak ada siapapun yang tau apa yang kualami ini. Dan tak lama setelah basa basi itu, akhirnya mereka semua menyetujui permintaanku itu dan akhirnya aku mendapat cuti selama 1 minggu. Kami seluruh keluargaku pergi meninggalkan rumah menggunakan mobil ayahku, dan kukenakan penyamaranku. Aku tidak mau pengunjung rumah sakit melihat keadaanku seperti ini. Sangat tidak ingin.
Kami pun tiba di rumah sakit. Kami memasuki loby rumah sakit itu, Kemudian kami meminta ruangan yang mungkin dibilang khusus supaya tidak mudah dijangkau orang hanya kami sekeluarga. Mula mula dokter akan memeriksa kakiku itu, Dia melakukan hal yang sama dengan guru kesehatanku itu. Dan komentarnya sama dengan guruku itu. Tapi,Dokter mengatakan “Tapi ini masih lumayan ringan dan semoga kami bisa mengobatinya.” Kata-kata itu membuatku tenang sesaat. Aku diminta tetap tinggal di Rumah Sakit. Keluargaku sebenarnya tidak ingin meinggalkanku sendirian di Rumah Sakit itu. Tapi,Aku tidak ingin membuat mereka beribu ribu kekhawatiran. Dan akhirnya mereka pulang meninggalkanku. Hari itu aku sangat lelah, Aku memutuskan untuk beristirahat panjang sampai kelelahanku itu hilang. Sungguh, Malam itu sama sekali tidak meyenangkan! Aku bermimpi buruk!
@Chii’s Dream
Dibawah bulan yan bersinar terang tak seterang biasanya, aku berdiri tepat dibawah bulan itu.
“Dimana ini!? Gelap! HALO?? Ada orang disana?”Seruku yang tiba tiba menangis ketakutan, Aku berjalan terus dan terus melangkah ke depan. Tiba-tiba bunyi pohon jatuh melewati gendang telingaku, Aku mencari dari mana sumber bunyi tersebut. Aku menoleh ke belakang dan melihat sesosok di depan mataku itu. Aku menjerit kaget dan ketakutan dan aku pun terjatuh. Sosok itu mendekatiku terus menerus, Aku berusaha menghindari makhluk tersebut. Walau sudah sekuat tenaga aku menjauhi sosok itu, Sosok itu tetap mendekatiku. Aku berusaha menguatkan diri untuk berdiri dan berlari. Tapi,saat aku akan berdiri,dinding sudah tepat dibelakangku dan akhirnya aku terbanting jatuh kembali. Aku memandang takut sosok itu. Sosok itu mengulurkan tangan seperti ingin menolongku. Tapi aku menolak!Jangan jangan dia Malaikat penyabut nyawa! Aku berusaha berdiri. Dan segera kuberlari menjauhi sosok itu. Tapi, anehnya sosok itu sama sekali tidak mengejarku.Aku memalingkan muka melihat sosok itu, Kulihat sosok itu hanya menatapku tetap di tempatnya. Aku berusaha menghindari makhluk itu. Samar samar sosok itu berkata berat “Chii...Chiinen... Chiinen.. Yuu...Yuuuri..., Chinen.. Yuri..”. Aku teriam mendadak dan tanpa kusadari kukeluarkan keringat dingin dari tubuhku. Tak lama setelah itu makhluk itu mendekatiku,Tapi dia berjalan secara lambat dan mengulurkan tangan seperti meminta tolong. Aku menghindari makhluk itu dan terus menghindari. Makhluk itu berkata “Toolong.... Toloong... Berhati-hatilah....”ucap sosok itu mengulurkan tangan. “apa maksudnya? Aku tak mengerti!”pikirku sambil berlari mendengarkan perkataan sosok itu. Di depanku semuanya hanyalah jalan berlapis salju!Lupakan sosok itu! Saat kulewati lahan yang penuh dengan salju tiba tia salju itu hilang dan ternyata tepat dibawahku lubang! Aku terjatuh dalam lubang itu.
Aku terbangun akan apa yang kumimpikan tadi. Aku memegang jidatku yang mengeluarkan keringat dingin. “apa maksud mimpi tadi?”pikiranku kacau akan mimpi itu. Aku melihat jam yang menunjukan pukul 3 pagi setidaknya lebih 3 menit. Aku menundukkan kepalaku, Aku menggapai ponsel yang berada di sebelah tempat tidurku. Sebenarnya ingin kuhubungi teman-temanku tentang mimpi itu, tapi itu berbahaya! Bisa bisa mereka bertanya sampai-sampai mengetahui keadaanku ini! Aku menaruhnya kembali di tempat asal ponselku tadi. Aku menggeletakan diriku, entah mengapa aku takut melihat keatas maupun kesamping. Akhirnya aku tidur dengan caraku tersendiri dengan posisi terlentang membalik badan memeluk bantalku. Dengan posisi tersebut aku melihat keluar melalui jendela yang ada di depanku. Aku memandang salju yang turun perlahan. “Musim dingin sudah dekat ya?”Aku memandang salju salju yang turun tersebut dengan tatapan kosong. Aku berharap semoga aku tak menjumpai mimpi seperti itu lagi. Akhirnya aku tertidur pulas dan tak bermimpi buruk lagi.

“Chinen?Chinen?”Seseorang mengganggu tidurku dengan menggoyang nggoyangkan tubuhku. Aku terbangun dan melihat ternyata orang itu dokter khususku.
“Ada apa,Dok?”
“Bolehkah kami mengambil darahmu?”
“Untuk apa?”tanyaku bingung
“Kami juga harus mengetes kondisimu. Jadi, Kita harus meneliti darahmu.”
“eh?Tes darah? Kondisiku baik-baik saja.”
“Belakangan ini virus banyak menyebar dimana mana kadi kami harus mengetes apakah darahmu mengandung virus..”
“ah, Baik”Jawabku
Dokter mengambil darahku, Aku merasa kesakitan. Walau biasanya tidak merasakan sesakit ini menurutku. Tak lama setelah itu dokter selesai mengambil darahku.
“Sekarang kamu boleh istirahat.”
“Dok..”
“ya?”
“bolehkah aku pergi keluar untuk mengirup udara?”
“ah,Boleh berhati hatilah diluar jalan licin, udaranya juga dingin pakailah mantelmu.”
“ah!baik. Terimakasih banyak!”
Akhirnya aku mendekati mantelku dan pergi menuju luar dengan penyamaran. Aku menelusuri taman yang indah, Aku terduduk di kursi taman yang sepi itu melihat indahnya taman yang tertutup sedikit salju. Aku melihat langit biru yang indah. BRUK! Aku mendengar bunyi sesuatu yang terjatuh. Aku menoleh dan melihat seorang gadis tergeletak di tanah berlapis salju. Ada perasaan ingin tertawa dan menolong, Tapi bukankah bila tertawa itu kejam? Akhirnya aku berdiri dan mendekati gadis itu ,dan menyodorkan tangan sedikit ingin tertawa. Sepertinya gadis itu malu akan apa yang dirasakanya. Aku juga pernah begitu, mungkin lebih memalukan!Gadis itu menerima tanganku dan aku pun membantunya. Saat aku membantunya dari beakangku ada yang mendorongku hingga aku terjatuh. Kakiku.. Sakit.. Kesakitan itu kualami lagi. Aku mengeuarkan keringat dingin memegang kakiku dengan meringis kesakitan. Apa-apaan ini? Apa maksud semua ini?

*******

Aku membuka mataku perlahan-lahan untuk memastikan dimana keberadaanku. Tiba tiba kakiku sakit untuk kugerakan. Sambil berusaha mengurangi kesakitan yang kalami. Aku samar samar mendengar seseorang berbisik bisik “af.... Maaf... Aku sungguh minta maaf..” Suara bisikan itu masuk kedalam telingaku dan aku memastikan siapa yang mengucapkan itu. Aku menoleh kearah kursi. Dan kulihat gadis yang tak asing menyebutkan kata kata itu terus menerus.
“Ada apa?”Tanyaku bingung Gadis itu spontan terkejut
“ah! Sudah sadar?”jawab gadis itu.
“ah,iya..”
“Sungguh minta maaf!! Maafkan aku!Karena salahku kakimu jadi seperti itu!”Kata gadis itu dengan menundukan kepala.
“tidak apa apa..”
“benarkah?”Gadis itu menatap padaku dengan tatapan merasa bersalah.
Saat meliha wajah gadis itu seakan aku baru menyadarinya bahwa dialah gadis yang menolongku waktu iu. Apakah dia lupa padaku?
“Kamu yang waktu itu?” Aku mencoba bertanya untuk meyakinkanya
“eh?”.
“kamu yang membantuku disaat aku terjatuh?”tanyaku spontan
Gadis ini sepertinya lupa akan kejadian itu. Dia berpikir lama, tapi akan kutunggu untuk jawaban sebenarnya.
“Yang terjatuh kemarin itu?”Tanya gadis itu dengan tatapan polos. Aku menganggukan kepala dan gadis itu mematung. Gawat,Sepertinya aku membuat suasana disini buruk. Aku berpikir untuk menyuburkan suasana kembali.
“Apakah kamu masih ingat?” tanyaku
“ya, aku masih ingat.”
Tak lama kemudian, Dokter memasuki ruanganku.
“Ah!Chinen!Kau sudah sadar?”
“Ah, ya..aku sudah sadar”
“Minumlah obatmu terlebih dahulu! Ini.”kata dokter menyerahkan satu kantung plastik obat.
“Tapi Dok, Bukanya kakiku yang sakit kenapa aku diberi obat?”
“Itu untuk menjaga kesehatan tubuhmu.”
“ah... Baiklah..”
“Vina-chan tolong jaga Chinen untuk minum obat dan sebagainya ya..”kata dokter itu
"Baik.."
Dokter meninggalkan kami berdua.
"Ini.. Minumlah obatnya"kata gadis itu memberikan segelas air.
"Terimakasih.Kalau boleh tanya, Kamu sering bantu bantu disini ya?"
"Ya, aku sering membantu di sini."
"Sejak kapan kamu sering membantu disini?"
"Sejak Orang tuaku meninggalkanku."
"Eh? Kamu ditinggalkan oleh kedua orang tuamu?"Tanyaku Kaget
"Ya, sudah 2 tahun aku ditinggalkan."
"Kamu putus asa?"
"Nggak.. Aku akan tetap berusaha bagaimnapun itu. Aku masih mempunyai sesama yang masih peduli padaku.Jadi, aku nggak mau mereka semua kecewa itu saja."
Aku terdiam sesaat mendengarkan apa yang dikatakan gadis itu. Aku berpikir, Bagaimanapun juga aku tidak boleh menyerah bukan? Masih ada sesama yang menungguku. Aku pasti bisa!
"Ini obatnya."Kata gadis itu yang mengejutkan lamunanku tadi.
"Iya.. Terimakasih"aku meminum obat yang diberikan oleh gadis itu tadi.
Setelah meminum obat, Tiba tiba handphone ku berbunyi. Aku mengangkat handphoneku. Aku mendengar suara editorku dari sebrang sana.
"Yuri! Waktu cutimu akan berakhir. Hari X kau harus mengikuti latihan karena pada hari Y kita akan mengadakan konser. Ingat hari X!"
"Ya, baik.."
Aku mengakhiri pembicaraan dengan editorku itu. Aku berpikir dalam hati, "Bagaimana ini? Kakiku belum sembuh total. Bagaimana jika aku gagal?"
"Ada apa?"Tanya gadis itu mengagetkanku
"Tidak ada apa apa.."
"Jujur saja, mungkin aku bisa bantu.."
Aku menyerah kebingungan. Aku mengatakan semuanya.
"Kamu serius?" Tanya gadis itu setelah mendengar semua yang kukatakan.
"Ya, aku nggak boleh menyerah.."
Dokter memasuki ruanganku itu secara tiba tiba dan berkata,"Tapi, harus ada pihak rumah sakit yang menjagamu diwaktu latihan bukan?"
"Benar! Mungkin pada saat kamu mengalami kecelakaan tim medis bisa menolongmu!"
"Ah, terimakasih.."

*****
Pada hari X aku benar benar menyelesaikan cutiku dan melakukan latihan. Aku menahan rasa sakit yang kualami, Aku menahan sekuat tenaga sampai kubisa. Aku menyelesaikan latihan waktu itu seperti merasakan kakiku ditusuk 150pisau. Teman temanku berlari menuju panggung utama, aku mengejar mereka. Tapi, aku terjatuh di saat aku mengejar mereka. Kakiku tidak dapat kugerakan sama sekali! Aku memegangi kakiku berusaha berdiri. Teman temanku mendekatiku.
"Chinen? Ada apa!?"
"Chinen kau kenapa?"
"Chinen ada apa dengan kakimu?"
"Chinen, kenapa? Apa yang terjadi?"
"Hei! Chinen baikah dirimu?"
"Apa yang terjadi Chinen?"
"Kakimu kenapa Chinen?"
"Ada apa Chinen?"
"Kau tidak seperti biasanya Chinen!"
"Kau tidak apa apa?Chinen?"
Aku mendengarkan semua perkataan yang mereka ajukan kepadaku.Aku tak mampu berkata kata dan aku tak kuat akan rasa sakit pada kakiku itu. Tak terasa aku menutup mataku.
******
Aku membuka mataku, aku melihat teman temanku, Yuto,Daiki,Yamada,Ryuu,Keito,Inoo,Yabu,Hikaru,Takaki. Aku melihat mereka memandangku dengan tatapan 1000 khawatir.
"Chinen, kau baik?"Tanya Yamada kepadaku.
"Chinen! Kau kenapa? Ada apa dengan kakimu?"Tanya Yuto
"Chinen kenapa kamu tidak mengatakan semua ini!?"Tanya Daiki
"Chinen, kenapa kamu hanya memendam sakit yang kamu rasakan sedirian?" Tanya Inoo
"Chinen, Kamu tidak seperti biasanya! Ada apa denganmu?"Tanya Hikaru
"Chinen ada apa denganmu?" Tanya Yabu
"Kenapa kamu menyembunyikan ini dari kami semua?"Tanya Takaki
"Kita seharusnya bisa mengatasi ini bersama. Jadi, kamu seharusnya nggak seperti ini bukan?"Kata Keito
"Chinen berusahalah! Jangan membuat kami khawatir, Bagaimana pun juga kita teman bukan? Kita akan membantu dimana kita merasa kesulitan.
Aku menyesal, aku menyesal! Andai aku tak menyembunyikan ini dari mereka semua! Aku menyesal!
"Maafkan aku ... Aku sangat sangat minta maaf atas perbuatanku selama ini. Aku tidak ingin membuat kalian khawatir. Tapi, pada akhirnya aku membuat kalian khawatir kepadaku. Maafkan aku.."
Tak lama kemudian keluargaku memasuki ruanganku dan memelukku erat erat. Aku melihat wajah mereka semua, wajah mereka mencerminkan 50000juta kekhawatiran. Aku menyesal sekali. "MAAFKAN AKU!! Aku menyesal! Aku sangat menyesal! Maafkan aku!!" Tak lama kemudian dokter memasuki ruanganku dan mengatakan bahwa kakiku mendapat kelumpuhan yang sangat berbahaya. Aku menyesal!
Malam harinya aku meninggalkan rumah sakit dan terdiam di rumah. Aku memandang bintang bintang melalui kaca jendela kamarku. Aku menyesal akan hari ini.


********
Keesokan harinya, aku bangun pagi tak seperti biasanya. Aku menuju keluar dengan menggunakan kursi roda menuju halaman dan menikmati turunnya salju yang melewati pandangan mataku itu. Entah mengapa aku merasa sangat aneh dan kacau hari ini. Aku shock akan hari itu. Aku takut bila aku tidak dapat berjalan.Tapi, Bukan waktunya untuk menyerah bukan? Kulangkahkan kaki keluar dri kursi rodaku itu.BRUK! aku terjatuh.Sekarang aku benar benar menyerah, air mataku mulai berjatuhan,Aku menyerah! Aku tidak ingin berdiri,aku sudah lelah.Perjuanganku sia-sia! Mataku terpejam dan lebih banyak mengeluarkan air mata."Semangat dong!" Suara itu melalui gendang telingaku.Aku membuka mataku dan dapat kulihat sebuah boneka tupai memegang hati dengan tulisan'semangat'.Mataku membelak dan segera menengok ke atas. Kulihat sesosok teman temanku dan juga gadis yang bernama Vina dari Rumah Sakit . "Jangan menyerah Chii" Sorak mereka semua. Perlahan aku merasa diriku dapat melewati masalah itu. Dan keajaiban terjadi! Aku berjalan dan dapat berlari.Kaki ku tidak sesakit sebelumnya. Kakiku menjadi ringan. Aku bahagia, Kupeluk semua teman temanku tak lupa Vina yang membantuku selama ini. "Chi akhirnya kamu bisa berjalan bukan? Dihari ulang tahunmu ini,TUHAN memberimu kekuatan."Kata-katanya membuatku tersenyum bagai anak kecil. Aku lupa akan hari ulang tahunku. Tapi, Walau kulupa akan hari ini,semua orang mengingat hari ulang tahunku ini. "Terimakasih Tuhan.."Ucapku dalam hati.

END

 

Kata dan pesan :

Sebenarnya bikin FF ini kebut kebutan -_-" *kebiasaan menunda* Akhirnya jadilah seperti ini xD /Plak/
Maunya sih ada Romance dikit tapi,aneh!jadi tidak dimasukan. Soal mengisi Genre Saya sama sekali tidak mengerti apa itu genre ._.  Tapi, demi Chii aku tetep berusaha! Aku berusaha semaksimal mungkin sampai lembur xD (maaf bahasanya aneh) . Maaf bagi kesalahan ketik maupun salah dalam bahasa.. Tapi semoga Readers menyukainya.. ^^

Aku senang sekali, Aku bisa mengikuti lomba. Biasanya bikin FF untuk kesenangan pribadi saja. Tapi, akhirnya bisa buat LOMBA \(^O^)/  Otanjoubi Omedetou Chii~

/SUPPORT TEN JUMP/
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...