Categories : Ficlet - Songfic
Genre : Romance – Angst
Rating : Teenager
Theme song : Bullet – The Rasmus, Kau Anggap Apa – Ungu
Author : Asy Chan
Address : Gang Kujang
No. 117 Cipadung, Cibiru, Bandung
Age
: 21 yo
Reason why you join
this competition:
1.
Because
I love Chinen Yuri
2.
Because
this is his birthday
3.
Because
I like writing Fanfiction
Cast[s] :
- Chinen Yuri [Hey! Say! JUMP] as Shin
- Aoi Morikawa as Ran
Disclaimer! : All casts are not mine. The story is mine.
Synopsis/Quote: “Coz if I stay, I’m number two anyway.”
***
Cincin dalam kotak itu masih
kugenggam erat. Bahkan hampir kuremas keras-keras. Sekuat tenaga aku berusaha
agar air mataku tidak menetes. Aku berusaha lagi meyakinkan diriku bahwa yang
sudah kulihat itu bukanlah sebuah mimpi. Hatiku terasa sakit lagi kala bayangan
wajah itu kembali berkelebat di depan mataku. Sosok yang sangat kucintai – Ran.
Aku memejamkan mata dengan hati perih. Aku menggigit bibir bawahku, bersikeras
mencegah genangan air di sudut mataku tumpah.
“Ran, kenapa kamu lakukan ini
padaku?” bisikku lirih. Ah, akhirnya buliran bening itu pun berjatuhan.
***
“Moshii-moshii...” sapanya
lembut. Suara wanita di seberang telepon itu sangat menyejukkan bagiku.
“Moshii-moshii, Ran... Apa
kamu ada waktu hari ini? Aku ingin mengajakmu makan malam.” Ujarku to the
point.
“Umh..... Aku rasa tidak bisa, Shin.
Maaf. Hari ini aku pulang kerja agak malam.” Tolaknya.
“Tidak apa-apa. Aku akan
menjemputmu.” Aku berusaha membujuknya agar menerima ajakanku.
“Tapi...”
“Sudahlah. Aku kangen sekali ingin
makan malam denganmu. Nanti aku jemput di tempat kerja, ya. Pukul berapa kamu
pulang?”
“Baiklah, pukul sepuluh malam.”
“Okay, aku menunggumu di
dekat air mancur, ya.” Ujarku riang. Kemudian dia menutup teleponnya.
***
Sudah satu setengah jam aku
menunggunya, tapi aku belum melihatnya keluar dari toko tempat ia bekerja.
Berkali-kali aku mencoba menghubungi ponselnya, tapi nomornya tetap tidak
aktif.
“Apa yang terjadi?” aku mulai
bertanya-tanya.
Tiit.. Tiit...
Kulihat nama ‘My Only Love’
muncul di layar ponsel.
“Moshii-moshii...” jawabku
segera setelah mengangkat telepon. “Ran, kamu dimana? Aku sudah menunggumu dari
tadi.” Aku langsung menyerbunya dengan pertanyaan.
“Shin, ini Ibunya Ran.”
“Ah? Gomen,” nada suaraku
melemah.
“Tidak apa-apa. Nak Shin, Ran hari
ini tidak masuk kerja. Dia demam,”
“Hontou? Bagaimana keadaannya
sekarang?” tanyaku panik.
“Tenang saja, sudah mendingan. Bibi
sudah beri dia obat penurun demam,”
“Ah, syukurlah... Aku akan kesana
untuk menjenguknya.”
“Eh, tidak usah. Sekarang sudah
malam. Sebaiknya Nak Shin pulang saja,”
“Tidak, Bi. Aku ingin melihat
keadaan Ran. Aku sangat mencemaskannya.”
“Lebih baik kau menurut pada Bibi,
Shin.”
Apa daya, akhirnya aku pun
mengiyakan dan menutup teleponnya.
“Doushite?” keningku
mengernyit.
***
“Ran, kenapa kelihatannya kamu gak
berselera begitu?” tanyaku ketika melihat dia hanya mengaduk-aduk jus lemonnya
dengan sedotan tanpa segara meminumnya.
“Ah. Iie... Aku tidak
apa-apa,” ia segera menyeruput jus lemonnya dengan malas.
Aku memperhatikannya dengan seksama.
Aku melihat sesuatu yang berbeda dari dirinya. Entah apa. Sesekali ia melihat
ponselnya dan membalas beberapa pesan yang ia terima – tanpa mempedulikanku.
“Ran? Email dari siapa?” aku
memberanikan diri bertanya.
Ia tak menjawab dan tetap asyik
mengetik pesan balasan.
“Ran..” aku memanggilnya agak keras.
“Eh? Tidak, bukan siapa-siapa.” Ran
tersenyum seperti dipaksakan.
“Souka...” aku mengangguk dan
percaya dengan begitu mudahnya. “Oh ya. Hari Sabtu malam kamu tidak ada acara,
kan?”
“Aku kerja,” jawabnya tanpa
melepaskan pandangan dari ponselnya.
“Bukannya biasanya kamu libur hari
Sabtu?” aku merebut benda elektronik itu dari tangannya.
“Eh, kembalikan!” Ran merebut benda
itu kembali. “Sabtu ini aku masuk kerja. Perubahan jadwal.” Ran tersenyum. Kali
ini ia menatapku.
“Oh ya? Kenapa aku gak tahu? Kenapa
kamu gak bilang?”
“Kamu kan lagi sibuk urusan di luar
negeri kemarin, mana sempat aku bilang.” Elaknya.
“Oh ya?”
Tidak, aku ingat. Ketika aku di luar
negeri aku selalu menghubunginya setiap hari. Tapi ia yang jarang membalas
email atau menerima teleponku.
“Untuk hari Sabtu ini, bisakah izin
tidak masuk kerja?”
“Eh?”
“Kumohon...” aku memelas dan
mengatupkan kedua tanganku di depan wajahku.
Ran terlihat sedang berpikir.
“Tidak mau. Aku sudah sering absen
kerja waktu sedang sakit. Masa harus absen lagi?” tolaknya tegas.
Aku melemas. “Kumohonn.... Bila perlu
aku yang akan bilang pada boss-mu?” aku beranjak dari kursiku dan berlutut di
depan Ran. Menggenggam kedua tanganya seperti seorang pangeran kerajaan yang
sedang merayu putri raja.
“Sh-Shin... Kau ini apa-apaan? Cepat
berdiri, kau membuatku malu,” Ran terlihat risih dengan tingkahku yang membuat
kami jadi pusat perhatian. Tapi aku tidak peduli.
“Ran, aku mohon, sekali iniii
saja.... Ya?”
“Kenapa kamu keras kepala sekali?”
“Raaannn...”
“Baiklah,”
“Benarkah?”
“Iya,” jawabnya – walaupun terdengar
agak malas.
***
Malam ini aku berdandan rapi,
menyisir rambutku dan menyemprotkan parfum ke tubuhku. Berkali-kali aku melihat
cermin, memastikan bahwa tidak ada penampilanku yang terlihat aneh. Aku
tersenyum sendiri melihat sosok di cermin itu.
Kuraih kotak berwarna merah menyala
itu kemudian membukanya. Isinya masih utuh. Cincin berlian itu kubeli ketika
aku bertugas di Seoul, Korea Selatan, beberapa waktu lalu. Sahabatku yang
memilihkannya. Dia bilang, waktu melamar istrinya, dia juga memberikan cincin
yang serupa. Walaupun harganya agak mahal, tapi demi Ran, apapun akan
kulakukan. Akhirnya aku membelinya demi menyenangkan kekasihku tercinta. Cinta
pertama dalam hidupku. Dan sekarang, tepat di hari ulang tahunku, akan segera
kujadikan dia cinta terakhirku.
“Ran, will you marry me?”
ujarku seakan ada Ran di depanku. Aku tersenyum dan membayangkan dia menjawab
‘Iya, Shin. Aku mau,’.
Ah, sudah cukup berkhayalnya.
Kututup kembali kotak cincin itu dan kumasukkan ke saku celanaku. Tanpa pikir
panjang aku segera memacu mobilku menuju toko tempat Ran bekerja.
***
“Ran tidak masuk kerja. Dia kan
libur hari ini,” salah seorang teman kerja Ran menerangkan padaku.
“Kau yakin?”
“Un,” dia mengangguk mantap.
Aku mengitarkan pandangan ke seluruh
penjuru toko. Barangkali ia bersembunyi di balik rak-rak sepatu itu. Tidak ada.
“Baiklah, terima kasih. Permisi,”
pamitku pada wanita itu. Ia membungkukkan badannya dan tersenyum padaku.
Cukup lama aku terdiam sendiri di
dalam mobil.
“Ah, jangan-jangan dia sudah lebih
dulu ke restoran tempat kami janjian,”
Tanpa basa-basi lagi aku menginjak
pedal gas dan meluncur ke restoran yang kumaksud.
Ketika hendak memarkirkan mobil, aku
melihat .... Tunggu... Itu seperti Ran, dan.... ia tidak sendiri... Dia
berjalan bergandengan dengan seorang laki-laki. Sangat mesra. Mereka menuju
parkiran motor. Aku terus memperhatikan mereka. Laki-laki itu melingkarkan
tangannya di pinggang Ran dan Ran bersandar di bahunya dengan manja. Mereka
kemudian bertatapan. Lalu... Kecupan kecil mendarat di bibir Ran.
Mataku terbelalak. Hey! Laki-laki
brengsek. Aku bahkan belum berani melakukan itu pada Ran!!
Dengan cepat aku melajukan mobilku
dan berhenti tepat di depan mereka. Mereka terlihat kaget – berusaha
mengintipku dari balik jendela. Perlahan kuturunkan jendela mobil.
“Sh-Shin...” Ran terlihat sangat
terkejut.
Aku hanya tersenyum. “Tidak apa-apa,
aku hanya mampir sebentar, kok,” ujarku berusaha tenang. Padahal dalam hatiku,
berjuta perasaan membuncah. Seperti lahar panas gunung api yang bersiap
meletus. “Terima kasih sudah menepati janji, Ran.” Aku tersenyum padanya.
Dengan cepat aku membalikkan mobil
dan melaju kencang sekali. Meninggalkan putaran debu di hadapan mereka. Aku
tidak peduli.
***
Aku beranjak dari dalam mobil, dan
bersandar di pintunya. Riak permukaan air laut terlihat tenang memantulkan
sinar bulan. Angin laut bertiup kencang, namun itu pun tak mampu menyegarkan
hatiku yang terlanjur panas oleh pemandangan yang kulihat tadi.
Kurogoh ponsel yang terasa bergetar
dari saku celanaku. ‘My Only Love’ memanggil.
Klik... Aku menjawab teleponnya.
“Shin...”
“Ya,” jawabku singkat.
“Gomen...”
“Untuk apa?” responku sedatar
mungkin.
“Shin...” ia seperti terisak.
“Sudahlah. Maafkan aku yang sudah
memaksamu. Sekarang kau bisa pergi dengan laki-laki itu. Aku tidak akan mengganggumu
lagi.”
Klik... Kumatikan teleponnya. Lalu sekuat tenaga kulemparkan
kotak cincin itu ke laut. Berharap segala rasaku pun ikut pergi terbuang
terbawa ombak.
Kini aku telah terluka.
***
Ku akan pergi, kau tak
menginginkanku
Kau lukai kebanggaanku, perasaanku
Dengan sadar menyakitiku
Sepenuh hatiku memujamu, kau anggap
apa?
Ku akan pergi, kau tak
menginginkanku
Ku tak ada di hatimu lagi,
khianatiku
Dengan sadar menyakitiku
***
I think I should go and leave you
alone. (Kurasa aku harus pergi meninggalkanmu)
Stop this game and hang up the
phone. (Menghentikan permainan ini dan mematikan telepon)
And more, I should go into the night
alone get inside of the cyclone. (Dan lagi, aku harus menembus malam dan angin
topan sendirian)
It's like I wanted to break my bones
to get over you. (Sepertinya aku ingin meremukkan tulangku untuk meyakinkanmu)
Cos if I stay, I'm number two
anyway. (Sebab bila aku tetap tinggal, bagaimanapun aku sudah menjadi nomor dua
[di hatimu] )
=The End=
Glosarium:
Moshii-moshii: Halo
Gomen: Maaf
Hontou: Benarkah
Doushite: Kenapa
Iie: Tidak, bukan
Souka: Begitu ya
Un: iya
Will you marry me: Maukah kau
menikah denganku
Bandung, October 30th, 2012
2012年10月30日
Kata dan pesan dari penulis:
Kyaaa~ Kore nani?? Kok di ultah
Chinen bikin FF yang angst? --a
Haha. Ii desu yo... Yang penting
author bikin sepenuh hati untuk Chinen :3
Author akui kalau FF ini kurang
‘greget’ mungkin, karena terlalu pendek sepertinya. Tapi idenya author emang
lagi mentok. Jadi, ngebut aja bikinnya XD .
For Chii, jangan lihat jalan
ceritanya ya! Lihat saja author yang sudah bersusah payah membuat cerita ini
untukmu XD #slapped
Sudahlah, tidak penting menulis
panjang lebar lagi disini, yang penting adalah, “OTANJOUBI OMEDETOU GOZAIMASU
ATASHI NO NIIBAN, CHINEN YURI~”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d