To make easy, Click the categories that you want to see^^

Rabu, 31 Oktober 2012

[Fanfiction] Terrible Farewell [A Gift for My Birthday]





Title                 : Terrible Farewell [A Gift for My Birthday]
Categories       : Ficlet - Songfic
Genre               : Romance – Angst
Rating             : Teenager
Theme song     : Bullet – The Rasmus, Kau Anggap Apa – Ungu
Author             : Asy Chan
                          Address : Gang Kujang No. 117 Cipadung, Cibiru, Bandung   
                          Age       : 21 yo
                          Reason why you join this competition:
1.      Because I love Chinen Yuri
2.      Because this is his birthday
3.      Because I like writing Fanfiction
Cast[s]             :
  1. Chinen Yuri [Hey! Say! JUMP] as Shin
  2. Aoi Morikawa as Ran  
Disclaimer! : All casts are not mine. The story is mine.
Synopsis/Quote: “Coz if I stay, I’m number two anyway.”
***
Cincin dalam kotak itu masih kugenggam erat. Bahkan hampir kuremas keras-keras. Sekuat tenaga aku berusaha agar air mataku tidak menetes. Aku berusaha lagi meyakinkan diriku bahwa yang sudah kulihat itu bukanlah sebuah mimpi. Hatiku terasa sakit lagi kala bayangan wajah itu kembali berkelebat di depan mataku. Sosok yang sangat kucintai – Ran. Aku memejamkan mata dengan hati perih. Aku menggigit bibir bawahku, bersikeras mencegah genangan air di sudut mataku tumpah.
“Ran, kenapa kamu lakukan ini padaku?” bisikku lirih. Ah, akhirnya buliran bening itu pun berjatuhan.

***
Moshii-moshii...” sapanya lembut. Suara wanita di seberang telepon itu sangat menyejukkan bagiku.
Moshii-moshii, Ran... Apa kamu ada waktu hari ini? Aku ingin mengajakmu makan malam.” Ujarku to the point.
“Umh..... Aku rasa tidak bisa, Shin. Maaf. Hari ini aku pulang kerja agak malam.” Tolaknya.
“Tidak apa-apa. Aku akan menjemputmu.” Aku berusaha membujuknya agar menerima ajakanku.
“Tapi...”
“Sudahlah. Aku kangen sekali ingin makan malam denganmu. Nanti aku jemput di tempat kerja, ya. Pukul berapa kamu pulang?”
“Baiklah, pukul sepuluh malam.”
Okay, aku menunggumu di dekat air mancur, ya.” Ujarku riang. Kemudian dia menutup teleponnya.
***
Sudah satu setengah jam aku menunggunya, tapi aku belum melihatnya keluar dari toko tempat ia bekerja. Berkali-kali aku mencoba menghubungi ponselnya, tapi nomornya tetap tidak aktif.
“Apa yang terjadi?” aku mulai bertanya-tanya.
Tiit.. Tiit...
Kulihat nama ‘My Only Love’ muncul di layar ponsel.
Moshii-moshii...” jawabku segera setelah mengangkat telepon. “Ran, kamu dimana? Aku sudah menunggumu dari tadi.” Aku langsung menyerbunya dengan pertanyaan.
“Shin, ini Ibunya Ran.”
“Ah? Gomen,” nada suaraku melemah.
“Tidak apa-apa. Nak Shin, Ran hari ini tidak masuk kerja. Dia demam,”
Hontou? Bagaimana keadaannya sekarang?” tanyaku panik.
“Tenang saja, sudah mendingan. Bibi sudah beri dia obat penurun demam,”
“Ah, syukurlah... Aku akan kesana untuk menjenguknya.”
“Eh, tidak usah. Sekarang sudah malam. Sebaiknya Nak Shin pulang saja,”
“Tidak, Bi. Aku ingin melihat keadaan Ran. Aku sangat mencemaskannya.”
“Lebih baik kau menurut pada Bibi, Shin.”
Apa daya, akhirnya aku pun mengiyakan dan menutup teleponnya.
Doushite?” keningku mengernyit.
***
“Ran, kenapa kelihatannya kamu gak berselera begitu?” tanyaku ketika melihat dia hanya mengaduk-aduk jus lemonnya dengan sedotan tanpa segara meminumnya.
“Ah. Iie... Aku tidak apa-apa,” ia segera menyeruput jus lemonnya dengan malas.
Aku memperhatikannya dengan seksama. Aku melihat sesuatu yang berbeda dari dirinya. Entah apa. Sesekali ia melihat ponselnya dan membalas beberapa pesan yang ia terima – tanpa mempedulikanku.
“Ran? Email dari siapa?” aku memberanikan diri bertanya.
Ia tak menjawab dan tetap asyik mengetik pesan balasan.
“Ran..” aku memanggilnya agak keras.
“Eh? Tidak, bukan siapa-siapa.” Ran tersenyum seperti dipaksakan.
Souka...” aku mengangguk dan percaya dengan begitu mudahnya. “Oh ya. Hari Sabtu malam kamu tidak ada acara, kan?”
“Aku kerja,” jawabnya tanpa melepaskan pandangan dari ponselnya.
“Bukannya biasanya kamu libur hari Sabtu?” aku merebut benda elektronik itu dari tangannya.
“Eh, kembalikan!” Ran merebut benda itu kembali. “Sabtu ini aku masuk kerja. Perubahan jadwal.” Ran tersenyum. Kali ini ia menatapku.
“Oh ya? Kenapa aku gak tahu? Kenapa kamu gak bilang?”
“Kamu kan lagi sibuk urusan di luar negeri kemarin, mana sempat aku bilang.” Elaknya.
“Oh ya?”
Tidak, aku ingat. Ketika aku di luar negeri aku selalu menghubunginya setiap hari. Tapi ia yang jarang membalas email atau menerima teleponku.
“Untuk hari Sabtu ini, bisakah izin tidak masuk kerja?”
“Eh?”
“Kumohon...” aku memelas dan mengatupkan kedua tanganku di depan wajahku.
Ran terlihat sedang berpikir.
“Tidak mau. Aku sudah sering absen kerja waktu sedang sakit. Masa harus absen lagi?” tolaknya tegas.
Aku melemas. “Kumohonn.... Bila perlu aku yang akan bilang pada boss-mu?” aku beranjak dari kursiku dan berlutut di depan Ran. Menggenggam kedua tanganya seperti seorang pangeran kerajaan yang sedang merayu putri raja.
“Sh-Shin... Kau ini apa-apaan? Cepat berdiri, kau membuatku malu,” Ran terlihat risih dengan tingkahku yang membuat kami jadi pusat perhatian. Tapi aku tidak peduli.
“Ran, aku mohon, sekali iniii saja.... Ya?”
“Kenapa kamu keras kepala sekali?”
“Raaannn...”
“Baiklah,”
“Benarkah?”
“Iya,” jawabnya – walaupun terdengar agak malas.
***
Malam ini aku berdandan rapi, menyisir rambutku dan menyemprotkan parfum ke tubuhku. Berkali-kali aku melihat cermin, memastikan bahwa tidak ada penampilanku yang terlihat aneh. Aku tersenyum sendiri melihat sosok di cermin itu.
Kuraih kotak berwarna merah menyala itu kemudian membukanya. Isinya masih utuh. Cincin berlian itu kubeli ketika aku bertugas di Seoul, Korea Selatan, beberapa waktu lalu. Sahabatku yang memilihkannya. Dia bilang, waktu melamar istrinya, dia juga memberikan cincin yang serupa. Walaupun harganya agak mahal, tapi demi Ran, apapun akan kulakukan. Akhirnya aku membelinya demi menyenangkan kekasihku tercinta. Cinta pertama dalam hidupku. Dan sekarang, tepat di hari ulang tahunku, akan segera kujadikan dia cinta terakhirku.
Ran, will you marry me?” ujarku seakan ada Ran di depanku. Aku tersenyum dan membayangkan dia menjawab ‘Iya, Shin. Aku mau,’.
Ah, sudah cukup berkhayalnya. Kututup kembali kotak cincin itu dan kumasukkan ke saku celanaku. Tanpa pikir panjang aku segera memacu mobilku menuju toko tempat Ran bekerja.
***
“Ran tidak masuk kerja. Dia kan libur hari ini,” salah seorang teman kerja Ran menerangkan padaku.
“Kau yakin?”
Un,” dia mengangguk mantap.
Aku mengitarkan pandangan ke seluruh penjuru toko. Barangkali ia bersembunyi di balik rak-rak sepatu itu. Tidak ada.
“Baiklah, terima kasih. Permisi,” pamitku pada wanita itu. Ia membungkukkan badannya dan tersenyum padaku.
Cukup lama aku terdiam sendiri di dalam mobil.
“Ah, jangan-jangan dia sudah lebih dulu ke restoran tempat kami janjian,”
Tanpa basa-basi lagi aku menginjak pedal gas dan meluncur ke restoran yang kumaksud.
Ketika hendak memarkirkan mobil, aku melihat .... Tunggu... Itu seperti Ran, dan.... ia tidak sendiri... Dia berjalan bergandengan dengan seorang laki-laki. Sangat mesra. Mereka menuju parkiran motor. Aku terus memperhatikan mereka. Laki-laki itu melingkarkan tangannya di pinggang Ran dan Ran bersandar di bahunya dengan manja. Mereka kemudian bertatapan. Lalu... Kecupan kecil mendarat di bibir Ran.
Mataku terbelalak. Hey! Laki-laki brengsek. Aku bahkan belum berani melakukan itu pada Ran!!
Dengan cepat aku melajukan mobilku dan berhenti tepat di depan mereka. Mereka terlihat kaget – berusaha mengintipku dari balik jendela. Perlahan kuturunkan jendela mobil.
“Sh-Shin...” Ran terlihat sangat terkejut.
Aku hanya tersenyum. “Tidak apa-apa, aku hanya mampir sebentar, kok,” ujarku berusaha tenang. Padahal dalam hatiku, berjuta perasaan membuncah. Seperti lahar panas gunung api yang bersiap meletus. “Terima kasih sudah menepati janji, Ran.” Aku tersenyum padanya.
Dengan cepat aku membalikkan mobil dan melaju kencang sekali. Meninggalkan putaran debu di hadapan mereka. Aku tidak peduli.
***
Aku beranjak dari dalam mobil, dan bersandar di pintunya. Riak permukaan air laut terlihat tenang memantulkan sinar bulan. Angin laut bertiup kencang, namun itu pun tak mampu menyegarkan hatiku yang terlanjur panas oleh pemandangan yang kulihat tadi.
Kurogoh ponsel yang terasa bergetar dari saku celanaku. ‘My Only Love’ memanggil.
Klik... Aku menjawab teleponnya.
“Shin...”
“Ya,” jawabku singkat.
Gomen...”
“Untuk apa?” responku sedatar mungkin.
“Shin...” ia seperti terisak.
“Sudahlah. Maafkan aku yang sudah memaksamu. Sekarang kau bisa pergi dengan laki-laki itu. Aku tidak akan mengganggumu lagi.”
Klik... Kumatikan teleponnya. Lalu sekuat tenaga kulemparkan kotak cincin itu ke laut. Berharap segala rasaku pun ikut pergi terbuang terbawa ombak.
Kini aku telah terluka.
***
Ku akan pergi, kau tak menginginkanku
Kau lukai kebanggaanku, perasaanku
Dengan sadar menyakitiku
Sepenuh hatiku memujamu, kau anggap apa?
Ku akan pergi, kau tak menginginkanku
Ku tak ada di hatimu lagi, khianatiku
Dengan sadar menyakitiku
***
I think I should go and leave you alone. (Kurasa aku harus pergi meninggalkanmu)
Stop this game and hang up the phone. (Menghentikan permainan ini dan mematikan telepon)
And more, I should go into the night alone get inside of the cyclone. (Dan lagi, aku harus menembus malam dan angin topan sendirian)
It's like I wanted to break my bones to get over you. (Sepertinya aku ingin meremukkan tulangku untuk meyakinkanmu)
Cos if I stay, I'm number two anyway. (Sebab bila aku tetap tinggal, bagaimanapun aku sudah menjadi nomor dua [di hatimu] )
=The End=
      
Glosarium:
Moshii-moshii: Halo
Gomen: Maaf
Hontou: Benarkah
Doushite: Kenapa
Iie: Tidak, bukan
Souka: Begitu ya
Un: iya
Will you marry me: Maukah kau menikah denganku
Bandung, October 30th, 2012
2012年10月30日
Kata dan pesan dari penulis:
Kyaaa~ Kore nani?? Kok di ultah Chinen bikin FF yang angst? --a
Haha. Ii desu yo... Yang penting author bikin sepenuh hati untuk Chinen :3
Author akui kalau FF ini kurang ‘greget’ mungkin, karena terlalu pendek sepertinya. Tapi idenya author emang lagi mentok. Jadi, ngebut aja bikinnya XD .
For Chii, jangan lihat jalan ceritanya ya! Lihat saja author yang sudah bersusah payah membuat cerita ini untukmu XD #slapped
Sudahlah, tidak penting menulis panjang lebar lagi disini, yang penting adalah, “OTANJOUBI OMEDETOU GOZAIMASU ATASHI NO NIIBAN, CHINEN YURI~”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please leave your comment, minna san... I really appreciate your respect ^^d
Tinggalkan komentar, jangan datang dan pergi tanpa jejak ^^d

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...